Bacalah surat wasiat Zakiah perempuan yg tewas di Mabes Polri.
Tak mungkin proses cuci otaknya hanya berjalan seminggu dua minggu tapi tahunan. Dan bibit radikal itu diajarkan dalam benderang dan kita membisu.
Mudah kita mempersalahkannya karena tak berhati-hati memilih guru.
Tapi, adakah diantara kita mempersalahkan lingkungan karena membiarkan guru seperti itu ada dan hadir di tengah-tengah kita?
Adakah negara memiliki keberanian mengusir atau bahkan memidanakan penyebar ajaran seperti itu?
Dan lalu, kita senang ketika negara mampu menangkap bahkan membunuh korban cuci otak seperti itu karena label ter*ris kita lekatkan pada sosoknya?
Sekali lagi, dia ini tidak hanya berdiri sebagai sosok ter*ris, dia juga korban atas abai kita juga tak hadirnya negara.
Sangat mungkin karena negara juga takut pada para guru semacam itu.
Ayolah, sudah saatnya negara harus ada bagi generasi muda semacam Zakiah atau 2 orang lain yang tewas karena bom di Makasar. Jangan sampai Zakiah lain harus muncul lagi dalam duka yang tak perlu.
Cari dan hukum mereka yang terlibat dalam kerusakan generasi muda bangsa ini dengan paham radikalnya.
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Haruskah kita masih denial terhadap pengaruh radikalisme agama yang melahirkan tindak terorisme dan menjadikan sebagian dari saudara kita terjerumus?
Masihkah kita ragu bahwa 3 saudara kita yang kemarin melakukan tindakan pengecut itu adalah juga bagian dari kesalahan kolektif kita sebagai bangsa?
Lama sudah kita tak lagi terbiasa dengan suka bertanya pada nurani kita. Terlalu lama kita tak lagi senang menengok ke dalam sebelum kita bicara. Entahlah... kita bahkan sudah terperosok sejauh itu dan namun kita pun masih tak juga mengerti.
Ketegasan mutlak harus datang dari negara dan pemerintah. Tak boleh lagi ada tawar menawar apalagi sekedar retorika.
Sudah 3 orang tewas dengan usia yang relatif masih sangat muda karena teracuni paham radikal dan itu hanya dalam rentang waktu 2 hari saja.
Jangan melihat hanya dari sisi mereka adalah ter*ris. Mereka sekaligus adalah korban atas lalai negara terlalu lama membiarkan paham gila itu beredar di negeri ini. Tak bijak kita berdebat hanya karena mereka salah guru,ada peran negara membiarkan guru semacam itu bebas mengajar.
Melihat videonya, perempuan itu memang tampak sekali ingin mati. Tak ada tampak rasa takut dan maka dia tak terlihat sedikit pun berstrategi demi banyak korban ingin diperoleh.
Dia berada di tengah para profesional yang biasa menangani tindak kejahatan. Tentu ada banyak jago tembak di tempat itu apalagi si perempuan juga kabarnya hanya menggunakan airsoft gun.
Tembak pada bagian melumpuhkan sehingga tak tewas dan kemudian dapat diminta keterangan, sepertinya lebih pantas. Bukankah mati adalah keinginannya?
Acung jempol pada Polisi atas cepat reaksi mereka pada kejadian atau peristiwa bom gereja Katedral di Makasar. Pelaku sudah teridentifikasi.
Sungguh disayangkan pelaku ini masih sangat muda, masih golongan milenial. Dia lahir tahun 1995 dan baru menikah 7 bulan.
Istrinya pun dikabarkan terlibat atau ikut pada pengeboman ini. Keduanya meninggal saat itu juga.
Informasi dari mana bom itu berasal, kabarnya dirakit sendiri. Dibuat secara online dengan instruktur yang mendampinginya. Bagaimana bahan-bahan didapatkan, tidak secara rinci kepolisian menyebut.
Siapa tak malu ketika tubuhnya panuan? Itu tentang eksistensi kita. Itu tentang bagaimana orang lain juga akan menilai jorok dan bersih keseharian kita.
Atau, kita justru takut pada perasaan akan dijauhi teman kalau itu terlihat? Takut akan dianggap sebagai si penular?
Pertama-tama, jamur dalam panggilan panu memang hanya akan tampak seperti bercak-bercak putih dan tipis, membulat dan tersamar.
Tumbuh dan kemudian berkembang pada tempat tersembunyi dan lembab pada lipatan-lipatan kulit tubuh kita, dan maka sulit terlihat. Dan maka kita tak sadar itu ada.
Dia hidup dalam senyap pada tempat tersembunyi. Dia tumbuh karena ada dan tersedianya media yang cocok baginya.