Suatu ketika istri bertanya kepada saya,"Bagaimana kita harus menghadapi kematian?" Saya tidak menjawab secara langsung kepadanya tapi saya membuat sebuah analogi sepasang kekasih. Mereka berdua tidak meragukan cinta satu sama lain. Mereka berdua sudah berpacaran satu tahunan.
Suatu hari, sang laki-laki mengajak kekasihnya untuk menikah. Namun, sang perempuan tidak mau memberikan jawaban. Sebenarnya perempuan itu tidak berani menerima ajakan kekasihnya untuk menikah. Ia pernah melakukan kesalahan sebelum kenal dengan kekasihnya.
Kemudian saya bertanya kepada istri,"Apa yang membuat perempuan tidak berani menerima ajakan kekasihnya untuk menikah?" Istri menjawab,"Kesalahan di masa lalu." Saya pun melanjutkan bertanya,"Apakah perempuan itu tidak mencintai kekasihnya?"
Istri menjawab,"Perempuan itu sangat mencintai kekasihnya." Saya bertanya lagi,"Apakah perempuan itu tidak tahu kalau kekasihnya benar-benar mencintainya?" Istri pun menjawab,"Perempuan itu tahu kalau kekasihnya benar-benar mencintainya."
Saya bertanya lagi,"Lalu apa yang membuat perempuan itu tidak berani menerima ajakan menikah dari kekasihnya?" Istri menjawab,"Kesalahan dirinya di masa lalu."
Kemudian saya menjelaskan kepada istri,"Kira-kira manusia berpikir seperti itu. Seringkali dosa-dosa di masa lalu membuat diri manusia takut untuk menghadap kepada Tuhannya. Seandainya manusia ditanya,"Apakah kamu tidak beriman kpd Allah?" Ia pun menjawab,"Aku beriman kpd-Nya."
Seandainya ia ditanya lagi,"Apakah Allah menakutkanmu?" Tentu saja ia menjawab,"Sama sekali Allah tidak menakutkanku karena Dia Maha Pengampun." Lalu apa yang membuatnu ketakutan seperti itu?" Sekali lagi ia menjawab,"Dosa-dosaku yang membuatku takut untuk menghadap kpd Allah."
Saya juga berkata,"Gara-gara kesalahan di masa lalu, perempuan itu malah berpikiran buruk tentang kekasihnya. Misal, jangan-jangan setelah kekasihku tahu kalau diriku pernah berbuat kesalahan di masa lalu maka ia menceraikanku karena kecewa."
Lalu saya berkata,"Gara-gara dosa-dosa di masa lalu, manusia berpikiran kalau Allah akan memasukkan dirinya ke neraka. Bukankah hal itu sebenarnya sebuah prasangka buruk tentang-Nya?"
Jangan sampai dosa-dosa kita membuat kita berpikiran (berprasangka) buruk tentang Allah karena Dia tidak seperti apa yang kita pikirkan.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Insya Allah, saya akan membahas hikmah 205 dari kitab al-Hikam karya Ibn 'Atha'illah as-Sakandari.
إذا التبس عليك أمران فانظر أقثلهما على النفس فاتبعه فإنه لا يثقل عليها ما كان حقا
Saya mohon retweet dari para sahabat dan pembaca untuk menyebarkan ilmu.
1. Ketika dua perkara tidak jelas bagimu, maka lihat yang paling terasa berat bagi nafsu! Ikutilah ia karena tidak terasa berat bagi nafsu kecuali ia adalah benar.
2. Selama ini, kalau kita mendengar kata nafsu maka terbayang dalam pikiran kita sesuatu yang buruk, sesuatu yang selalu mengajak kepada keburukan. Banyanga semacam itu tidak salah. Kali ini Ibn 'Atha'illah ingin menunjukkan kepada kita sisi lain dari nafsu.
Assalamu alaikum wr wb,
Insya Allah saya akan melanjutkan pembahasan sihir dengan judul :
PENGARUH ILMU KALAM DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA DI ERA MELENIAL
Saya mohon bantuan retweet untuk sebarkan ilmu.
Terima kasih
1. Secara umum, ilmu kalam (teologi Islam) mempelajari tentang dasar-dasar agama Islam berdasarkan dalil-dalil nakli dan akli. Sebab itu, ilmu kalam sering disebut juga ushuluddin (dasar-dasar agama) atau ilmu tauhid.
2. Seorang ahli ilmu kalam disebut mukallim (teolog muslim). Dalam konteks pemikiran Islam, terdapat banyak mutakallim. Bahkan setiap paham pemikiran Islam memiliki banyak mutakallim.
Assalamu alaikum wr wb,
Insya Allah nanti malam, saya akan melanjutkan pembahasan sihir dengan judul :
SIHIR : SEBUAH MANUPULASI FAKTA INDRAWI
Saya mohon bantuan retweet untuk sebarkan ilmu.
Terima kasih
1. Sekarang, saya akan melanjutkan pembahasan tentang sihir. Selain itu, saya meminta pembaca untuk membaca pembahasan sebelumnya agar tidak mengalami kesulitan dalam memahami sihir sebagai manupulasi fakta indrawi.
2. Secara rasional, para penyihir Fir'aun tidak mungkin (mustahil) mengubah tongkat dan tali mereka menjadi ular-ular dengan kemampuan mereka. Bahkan Nabi Musa tidak sanggup dengan kemampuan dirinya mengubah tongkatnya jadi ular kecuali dengan peran Allah dalam peristiwa itu.
Assalamu alaikum wr wb,
Seperti permintaan @rihan_azzahra, insya Allah besok, saya akan membahas tentang sihir.
Saya mohon bantuan retweet untuk sebarkan ilmi.
Terima kasih.
1. Kata sihir dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab السحر. Persoalan sihir dapat ditemukan dalam Al-Qur'an seperti dalam kisah Nabi Musa dan Fir'aun. Pembahasan sihir kali ini bersumber pada kisah itu. Semoga pembahasan ini memberikan wawasan bagi para pembaca.
2. Dalam pembahasan ini, saya mengacu pada definisi sihir yang dikemukakan oleh Ibn Faris dalam al-Mu'jam al-Maqayis fi al-Lughat. Ia menjelaskan bahwa sihir adalah mengeluarkan kebatilan dalam bentuk kebenaran.
فالسحر قال قوم هو إخراج الباطل في صورة الحق (إبن فارس)
Sepertinya menarik jika saya membahas konsep tawakkal Ibn Faris malam ini.
التوكل أظهار العجز في الأمر واعتماد على غيرك
Tawakkal adalah memperlihatkan kelemahan dalam sebuah perkara dan bersandar kepada selainmu.
Yuk bantu retweet untuk sebarkan ilmu.
Terima kasih
1. Pengertian tawakkal, sbgmn dijelaskan oleh Ibn Faris, terdiri dari dua tahap. Pertama adalah memperlihatkan kelemahan dalam sebuah perkara (إظهار العجز في الأمر). Sedangkan kedua adalah bersandar (الإعتماد). Saya akan membuat analogi untuk menjelaskan dua tahap tawakkal.
2. Fulan sedang sakit. Ia datang kepada seorang dokter. Lalu ia menyampaikan keluhannya kepada dokter itu. Dalam hal ini, menyampaikan keluhan adalah menunjukkan kelemahan dalam perkara medis dan kesehatan.
1. Saya ingin menjelaskan dua macam ucapan. Pertama adalah ucapan konstatatif (constatative utterence). Kedua adalah ucapan performatif (performatif). Ucapan konstatatif adalah ujaran yang digunakan untuk menggambarkan atau memerikan peristiwa, proses, keadaan dan sebagainya.
2. Ucapan konstatatif bersifat betul atau salah. Sebaliknya, ucapan performatif adalah ujaran yang memperlihatkan bahwa suatu perbuatan telah diselesaikan dan mengungkapkannya berarti perbuatan itu diselesaikan juga.