Jika kita perhatikan, saat duduk tasyahhud ahir dalam shalat memang tidak semua orang menggerakkan jari telunjuk dengan cara yang sama ada yang dari awal, ada yang ketika membaca lafadz syahadat.
(dalam hal ini mengerakan jari menunjuk ya bukan di putar-putar). Ini semata-mata karena perbedaan ulama dalam memahami hadits. Perbedaan ini tidak menyebabkan tidak sahnya shalat dan tidak pula menyebabkan kesesatan,
karena perbedaannya dalam hal furu’iyah yang masing-masing mempunyai dalil hadits Rasulullah.
Adapun hadits yang dipahami berbeda-beda oleh ulama :
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah jika duduk untuk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya,
dan tangan kanannya di atas lutut kanannya dan membentuk angka “lima puluh tiga”, dan memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuknya”
(Hr Muslim)
Yang dimaksud dengan “membentuk angka lima puluh tiga” ialah suatu isyarah dari cara menggenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah disebut angka tiga, dan menjadikan ibu jari berada di atas jari tengah dan di bawah jari telunjuk.
Adapun penyebab terjadinya perbedaan ulama tentang cara isyarah dengan jari telunjuk saat tasyahhud apakah diam saja setelah "menunjuk" dan kapan waktunya adalah karena ada hadits yang sama "dengan" di atas disertai tambahan teks (matan) dari riwayat lain,
yaitu hadits yang diceritakan dari Sahabat Wail ra :
“Kemudian beliau mengangkat jarinya sehingga aku melihatnya beliau menggerak-gerakkanya sambil membaca doa.”
(Hr Ahmad)
"Sedangkan" hadits yang diriwayatkan dari Ibn Zubair ra :
“Bahwa Rasulullah memberi isyarat (menunjuk) dengan jarinya jika dia berdoa dan tidak "mengerak-gerakanya".
(Hr Abu Daud, an Nasai)
Sahabat Wail sendiri dalam kitab "Taqrib ar Rawy" dijelaskan, seorang sahabat yang hanya "sebentar" menyertai Rasulullah di banding Zubair ra. Dia (wail) menambahkan kalimat "mengerak-gerakan" jari".
Dari hadits-hadits tersebut diatas Imam-imam Madzab fiqh sepakat bahwa meletakkan dua tangan di atas kedua lutut pada saat tasyahhud hukumnya adalah sunnah. Namun juga para imam mazhab berbeda pendapat dalam hal menggenggam jari-jari dan berisyarat dengan jari telunjuk.
1. Menurut ulama mazhab Hanafi, mengangkat jari telunjuk dilakukan pada saat membaca lafadz “Laa Ilaaha”, kemudian meletakkannya kembali pada saat membaca lafadz “illallah” untuk menunjukan bahwa mengakat jari telunjuk itu menegaskan tidak ada Tuhan
dan meletakkan jari telunjuk itu menetapkan ke-Esa-an Allah. Artinya, mengangkat jari artinya tidak ada Tuhan yang berhak disembah dan meletakkan jari telunjuk untuk menetapkan ke-Esa-an Allah.
2. Makruh, menurut Imam Malik (madzhab malikiyyah) :
قوله : ( ولا يحركها ) لانه مكروه خلافا للامام مالك رحمه الله تعالى .قوله : ( لما قام إلخْ ) وهو أن المطلوب في الصلاة عدم الحركة , أو لان التحريك يذهب الخشوع , وتحريكه صلى الله عليه وسلم لها لبيان الجواز
(
Dan janganlah digerak-gerakkan) krn hukumnya "Makruh". berbeda menurut Imam Malik krn menggerak-gerakkannya menyalahi tujuan shalat (tenang) atau krn dapat menghilangkan kekhusyuan, sedang gerakan jari Rasulullah saat tahiyyah (dimungkinkan) hanya sekedar menerangkan kebolehannya
لا ( تبطل ) بحركات خفيفة ( وإن كثرت وتوالت بل تكره) كتحريك ( أصبع أو ) أصابع ( في حك أو سبحة مع قرار كفه ) أو جفن ( أو شفة أو ذكر أو لسان لأنها تابعة لمحالها المستقرة كالأصابع
"Dan tidak batal shalat akibat gerakan ringan meskipun banyak dan berulang-ulang namun hukumnya makruh seperti gerakan jari atau jemari saat menggaruk dengan syarat telapak tangannya tetap tidak ikut bergerak
(atau gerakan pelupuk mata, bibir, zakar atau lisannya karena kesemuanya masih mengikuti) menempel dengan tidak bergerak pada tempat pokoknya yang diam dan kokoh seperti halnya jari-jemari.
4.Menurut mazhab Hambali, mengenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah dengan ibu jari. kemudian memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuk saat kalimat “Allah” diucapkan ketika tasyahhud dan doa.
Imam Baihaqi menyatakan:
وقال البيهقي: يحتمل أن يكون مراده بالتحريك الاشارة حتى لايعارض حديث ابن الزبير
Kemungkinan maksud hadits yg menyatakan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan saat tasyahhud adalah isyarat (menunjuk),
bukan mengulang-ulang gerakkannya, agar tidak bertentangan dengan hadits Ibnu Zubair yg menyatakan tidak digerakkannya jari telunjuk tersebut.
Hikmah memberi isyarah dengan satu jari telunjuk ialah untuk menunjukkan ke-Esa-an Allah dan karena jari telunjuk yang menyambung ke hati sehingga lebih mendatangkan kekhusyu’an.
(Bhulughul Maram)
Dari pemaparan singkat diatas jika anda bertemu/melihat waktu tasyahud ahir setelah menunjuk kemudian jarinya di gerak-gerakan diputar-putar (tidak ada satupun ulama salaf diatas mentakhsis/menjelaskan hal yang begitu)
tanyakanlah padanya ikut madzhab imam yang mana ? atau ijtihad mereka sendiri dalam memahami dalil secara dzahir tanpa itibba pada ulama.?
والله اعلم
Semoga bermanfaat 🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Boleh pakai boleh juga tidak, yang tidak boleh itu yang menyalahkan yang pakai kata sayyidina.
“Yang tidak pakai sayyidina berdalil dengan menjalankan hadis Nabi. Sementara yang pakai sayyidina berdalil dengan adab”.
Memang benar Nabi mengajarkan bacaan tasyahud kepada Sahabat tanpa kata sayyidina, karena "Ketawadhu annya” dan tidak suka berbangga diri.
Ini dilihat dari sisi Nabi loh ya.
Kalau dilihat dari sisi kita sebagai "umatnya" maka wajib bagi kita bersopan santun dan menghormati beliau saat menyebut namanya sebagaimana firman Allah Qs An Nur 63:
Pernahkah mendengar hadis Nabi SAW yg mengancam mau bakar rumah orang yg tidak sholat berjamaah?
Dan membunuh siapa yg lewat di depan kita lagi shalat?
Ini Hadis sahih loh, tapi apa Nabi pernah melakukannya?
Seduh kopi, kita ngaji bareng
☕️
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Hadis ini Shahih riwayat Al-Bukhari dari jalur Abu Hurairah. tidak diragukan lagi, dan matan yang senada cukup banyak jalur perawinya
لقَدْ هَمَمْتُ أنْ آمُرَ بالصَّلاةِ فَتُقامَ، ثُمَّ أُخالِفَ إلى مَنازِلِ قَوْمٍ لا يَشْهَدُونَ الصَّلاةَ، فَأُحَرِّقَ عليهم.
“Aku sangat kuat berkeinginan untuk memerintahkan orang shalat berjamaah, namun aku datangi mereka yang tidak ikut berjamaah untuk aku bakar rumah mereka.”
Apa sih yg di maksud dgn
Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaaan asing?
Ngaji sebelum tidur
Biasa dongeng sebelum tidur 🤣
🤪☕️🌹
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Hadis keterasingan Islam tertuang dalam Shahih Muslim dari Abi Hurairah yg berbunyi:
إنّ الإسلام بدأ غريبا وسيعود غريبا كما بدأ، فطوبى للغرباء
“Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing”.
Merujuk pada sejarah Islam awal, keadaan asing yang dimaksud cukup beralasan.
Nabi diutus dengan ajaran tauhid di tengah masyarakat yang mayoritas menyembah banyak berhala. Islam datang dengan ajaran yang sebagian besarnya asing di telinga masyarakat. Keadaan asing yang dimiliki oleh Islam awal ini cocok di gambarkan dengan hadits di atas.
Dari Ibnu Umar r.a berkata: Rasulullah saw menyebutkan : “Ya Allah berilah keberkatan kepada negeri Syam kami, berilah keberkatan kepada negeri Yaman kami.
Berkata mereka : ”Pada Najd kami Ya Rasulullah?”
Berkata Rasulullah: “Ya Allah berilah keberkatan kepada negeri Syam kami, berilah keberkatan kepada negeri Yaman kami.”
Ulama Wahabi berpandangan bahwa menempelkan mata kaki dengan mata kaki temannya ketika shalat berjamaah (kaki ngangkang) adalah keharusan. Acuannya adalah hadis Nabi dari An Nu’man bin Basyir berkata :
“Rasulullah menghadap kepada manusia, lalu berkata: Luruskanlah shaf-shaf kalian!; tiga kali. Demi Allah, luruskan shaf kalian, atau Allah akan membuat perselisihan diantara hati kalian.
Lalu An-Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat seorang laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul dengan dengkul temannya dan bahu dengan bahu temannya.”
Ada sebagian orang yang begitu ruwetnya memahami ibadah. Pokoknya semuanya harus sesuai dengan apa yang Rasulullah contohkan, dan kita harus konsisten mengikuti ajaran Rasulullah.
Baginya, hanya ada satu kebenaran, yaitu yang sesuai dengan contoh dari Nabi.
Saya tanya: “Apa yang harus kita baca di saat kita ruku’ dan sujud dalam sholat?”
Sebelum orang itu menjawab, saya sodorkan perbedaan bacaan yang dilakukan oleh Nabi dari Hudzaifah ra :
Hadis pertama menceritakan bahwa Nabi membaca : “Subhana Rabbiyal A’zim” ketika ruku’ dan “Subhana Rabbiyal A’la” ketika sujud
Hr an Nasa’i
Akan tetapi Aisyah ra meriwayatkan hadis lain dalam riwayat Muslim, Abi Dawud, Nasa’i. Dalam hadis ini, diriwayatkan bahwa Rasul membaca :