Boleh pakai boleh juga tidak, yang tidak boleh itu yang menyalahkan yang pakai kata sayyidina.
“Yang tidak pakai sayyidina berdalil dengan menjalankan hadis Nabi. Sementara yang pakai sayyidina berdalil dengan adab”.
Memang benar Nabi mengajarkan bacaan tasyahud kepada Sahabat tanpa kata sayyidina, karena "Ketawadhu annya” dan tidak suka berbangga diri.
Ini dilihat dari sisi Nabi loh ya.
Kalau dilihat dari sisi kita sebagai "umatnya" maka wajib bagi kita bersopan santun dan menghormati beliau saat menyebut namanya sebagaimana firman Allah Qs An Nur 63:
لا تجعلوا دعاء الرسول بينكم كدعاء بعضكم بعضا
“Janganlah kau samakan panggilan ke Rasul dengan panggilan kepada sesamamu!”
Narasi ini dikuatkan juga oleh sabda beliau:
أنا سيد ولد آدم ولا فخر
“Aku adalah tuan manusia tanpa bangga diri”
Hadis ini mengajarkan bahwa beliau mengakui kalau dirinya adalah sayyid tapi nggak pakai sombong.
Beliau juga pernah menyuruh suatu kaum agar berdiri saat pemimpin mereka datang.
قوموا إلى سيدكم
(سعد بن معاذ)
Belum lagi kalau kita mengamalkan Qaul Sahabi Ibnu Masud ra yg berkata :
أحسنوا الصلاة على نبيكم
“Perbagus shalawatmu atas nabimu”
Ini adalah suatu pengajaran dari Ibnu Masud agar umatnya ketika memanjatkan shalawat dengan seindah-indah diksi dan redaksi dan juga beradab.
Oleh karena itu Imam As-Sakhawi dan Jallaudin Mahalli (guru imam as Suyuthi)
sepakat bahwa menggunakan “sayyidina” dalam tasyahud lebih baik untuk dibaca daripada ditinggalkan karena:
فيه الإتيان بما أمرنا به وزيادة الإخبار بالواقع الذي هو أدب
“Menjalankan perintah plus bersopan santun kepada Nabi”
Masak iya kita memanggil orang tua kita langsung namanya?! Misalnya orang tua kita bernama “Musa” trus kita panggil “Hey Musa”. Tentu untuk menghormatinya kita tambahkan sebutan “Bapak, ayah dan- semisalnya”.
Sebagai penutup kita simak petuah Syekh Ibnu Atha'illah atau Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandariah (Mesir) pada 648 H/ 1250 M, dan wafat di Kairo pada 1309 M) adalah tokoh Tarekat Syadziliyah yg merupakan salah satu tarekat sufi terkemuka di dunia :
وإياك أن تترك لفظ السيادة ففيه سر يظهر لمن لازم هذه العبادة
“Awas jangan sampai kau tinggalkan kata sayyidina! karena di dalamnya ada rahasia yang tampak bagi orang yang membiasakan membaca shalawat”.
Apakah rahasianya?
Dan kelompok yang paling konsisten menyandingkan sayyidina sebelum kata Muhammad adalah para sufi, salik, alim dan ahli tarekat baik saat , shalat, baca kitab dan beribadah.
(Fathul Bari)
والله اعلم
Semoga bermanfaat 🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Suatu ketika Sayyidina Umar ra melihat orang yang sholat dan di depannya ada kuburan lalu beliau mengatakan : "awas kuburan, awas kuburan", maksudnya jauhilah menyengaja menghadap kuburan.
Beliau tidak mengatakan engkau telah melakukan hal yang haram, dapat dipahami hal tersebut menjadi "makruh". Kemudian kemakruhan ini akan hilang jika kuburannya tertutup.
Imam Bukhari meriwayatkan dari 'Aisyah bahwa Rasulullah bersabda :
قاتل الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد يحذر ما صنعوا
Jika kita perhatikan, saat duduk tasyahhud ahir dalam shalat memang tidak semua orang menggerakkan jari telunjuk dengan cara yang sama ada yang dari awal, ada yang ketika membaca lafadz syahadat.
(dalam hal ini mengerakan jari menunjuk ya bukan di putar-putar). Ini semata-mata karena perbedaan ulama dalam memahami hadits. Perbedaan ini tidak menyebabkan tidak sahnya shalat dan tidak pula menyebabkan kesesatan,
karena perbedaannya dalam hal furu’iyah yang masing-masing mempunyai dalil hadits Rasulullah.
Adapun hadits yang dipahami berbeda-beda oleh ulama :
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah jika duduk untuk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya,
Pernahkah mendengar hadis Nabi SAW yg mengancam mau bakar rumah orang yg tidak sholat berjamaah?
Dan membunuh siapa yg lewat di depan kita lagi shalat?
Ini Hadis sahih loh, tapi apa Nabi pernah melakukannya?
Seduh kopi, kita ngaji bareng
☕️
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Hadis ini Shahih riwayat Al-Bukhari dari jalur Abu Hurairah. tidak diragukan lagi, dan matan yang senada cukup banyak jalur perawinya
لقَدْ هَمَمْتُ أنْ آمُرَ بالصَّلاةِ فَتُقامَ، ثُمَّ أُخالِفَ إلى مَنازِلِ قَوْمٍ لا يَشْهَدُونَ الصَّلاةَ، فَأُحَرِّقَ عليهم.
“Aku sangat kuat berkeinginan untuk memerintahkan orang shalat berjamaah, namun aku datangi mereka yang tidak ikut berjamaah untuk aku bakar rumah mereka.”
Apa sih yg di maksud dgn
Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaaan asing?
Ngaji sebelum tidur
Biasa dongeng sebelum tidur 🤣
🤪☕️🌹
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Hadis keterasingan Islam tertuang dalam Shahih Muslim dari Abi Hurairah yg berbunyi:
إنّ الإسلام بدأ غريبا وسيعود غريبا كما بدأ، فطوبى للغرباء
“Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing”.
Merujuk pada sejarah Islam awal, keadaan asing yang dimaksud cukup beralasan.
Nabi diutus dengan ajaran tauhid di tengah masyarakat yang mayoritas menyembah banyak berhala. Islam datang dengan ajaran yang sebagian besarnya asing di telinga masyarakat. Keadaan asing yang dimiliki oleh Islam awal ini cocok di gambarkan dengan hadits di atas.
Dari Ibnu Umar r.a berkata: Rasulullah saw menyebutkan : “Ya Allah berilah keberkatan kepada negeri Syam kami, berilah keberkatan kepada negeri Yaman kami.
Berkata mereka : ”Pada Najd kami Ya Rasulullah?”
Berkata Rasulullah: “Ya Allah berilah keberkatan kepada negeri Syam kami, berilah keberkatan kepada negeri Yaman kami.”
Ulama Wahabi berpandangan bahwa menempelkan mata kaki dengan mata kaki temannya ketika shalat berjamaah (kaki ngangkang) adalah keharusan. Acuannya adalah hadis Nabi dari An Nu’man bin Basyir berkata :
“Rasulullah menghadap kepada manusia, lalu berkata: Luruskanlah shaf-shaf kalian!; tiga kali. Demi Allah, luruskan shaf kalian, atau Allah akan membuat perselisihan diantara hati kalian.
Lalu An-Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat seorang laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul dengan dengkul temannya dan bahu dengan bahu temannya.”