Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ini cerita bukan cerita admin sendiri melainkan cerita orang lain & untuk mempermudah menceritakan. Sudut pandang cerita mengikuti sudut pandang narasumber aja ya.. ☺☺
Setelah sekian lama menumpang di rumah kerabat tanpa ada penghasilan, akhirnya sebuah perusahaan besar skala internasional (kata iklan yang mereka cantumkan di koran), berkenan menerimaku sebagai karyawan di bagian produksi. Wah senang sekali, sebab aku punya sedikit uang untuk
memanjakan diri.

Pintu besi gerbang besar perusahaan itu telah menyambut kedatanganku di hari pertama masuk. Sambil menunggu waktu, kukelilingi area bangunan besar itu, sekalian melihat-lihat suasana gedung, pelataran parkir, gudang, serta satu bangunan tua yang menjadi
bangunan induk tempat perusahaan besar ini menjalankan aktivitas bisnisnya.

Di mataku, bangunan tua yang kumaksudkan tadi merupakan satu bangunan bergaya lama yang terletak di daerah kota tua, namun masih memperlihatkan sisi megah yang menyiratkan kejayaan masa lalu pemiliknya.
“Pemiliknya pasti sangat kaya hingga dapat memiliki gedung besar yang hampir semegah museum ini. Aku yakin bangunan ini bisa menjadi satu warisan bersejarah yang telah dipakai secara turun-temurun dari pemilik lama perusahaan ini kepada orang yang sekarang mewarisinya,” pikirku
Menurutku, bangunan bergaya klasik ini pastilah banyak menyimpan cerita. Atau bahkan peristiwa atas jatuh bangunnya bisnis keluarga kaya raya tersebut. Dan dalam suasana pagi yang cerah, aku sangat menikmati panorama bangunan tua ini. Namun aneh, tiba-tiba
sepertinya ada satu kekuatan lain yang menyergapku. Kurasakan seperti ada suara angin yang berhembus lembut, seolah-olah meniup daun telingaku. Sayup-sayup terdengar seperti suara desahan binatang buas di kejauhan yang terbawa angin.

“Ada apa sesungguhnya?”, batinku.
Kedua mataku, masih terus asyik menikmati bangunan tua yang pasti adalah karya bangsa Belanda itu, sebab arsitekturnya memang bergaya Eropa.

Sekilas, tampak gedung megah ini kurang terawat. Jendela besar berkaca buram, kotor, begitu juga dengan koridor panjang yang
melingkarinya, semuanya terkesan kumuh serta sedikit agak angker. Bahkan, tangga ke lantai atas pun hanya disinari sebuah lampu neon yang cahayanya mulai temaram.

Tak sengaja, pandanganku tertuju pada salah satu jendela yang paling kusam di lantai empat.
Entah ruangan apa di atas sana. Sepertinya ruangan itu hanya disinari oleh cahaya redup lampu 10 watt. Seketika itu juga semua pandanganku seakan diselimuti oleh hal yang berbau mistis, seolah-olah ada sepasang mata yang sedang bergerak mengawasiku dari atas sana.
“Mungkinkah penunggu gedung tua ini sedang mengawasi gerak-geriku?”, bisiku dalam hati.

Lalu, segera kuabaikan pikiran itu. Kumantapkan tekadku yang ingin bekerja untuk mendapatkan uang demi kebutuhan hidupku.
“Tunggu sebentar lagi ya Mas! Bos masih ada urusan. Mohon maaf agak lama menunggu!”, suara merdu seorang wanita muda mengagetkanku. Rupanya, tidak terasa aku sudah satu jam lebih menunggu untuk mendapat giliran masuk wawancara.
Ketika giliranku masuk, ternyata bos besar itu sedang menyantap makan siang dengan sangat rakusnya. Mulutnya dipenuhi makanan, kedua pipinya belepotan bumbu lauk-pauk, sementara kedua tangannya sibuk menyendok makanan dan memilah buah-buahan pencuci mulut yang ada di atas meja,
seolah tak mempedulikan kehadiranku.

Aku kembali terpana melihat caranya makan. Hampir menyerupai seekor binatang buas yang baru saja mendapat mangsa. Aneh, bukankah dia seorang bos besar yang memiliki perusahaan bertaraf internasional? Tapi mengapa cara makannya
seperti orang kelaparan?

“Ayo, silahkan duduk!”, katanya menawariku. Lamunanku pun terputus. Dengan sungkan, aku segera duduk di depan meja kerjanya.

Sambil mencuri-curi pandang, kucoba amati keadaan ruang kerja sang bos. Sungguh aneh, ruangan besar itu hampir dipenuhi oleh
umbo rampe (sesaji) yang sudah kering. Bahkan, nampak buah-buahan sesaji yang mulai membusuk hingga airnya menetes mengotori dinding serta karpet lantai. Aneka kue jajanan menjamur di atas meja.
Tampak juga beberapa dupa yang masih menyala hingga asapnya memenuhi tiap sudut ruangan.
Tak hanya itu, pada dinding serta langit-langit ruangan bergelantungan aneka jimat hingga menambah keunikan ruang kerja ini.

Kembali aku dibuat semakin takjub, manakala pandanganku mengarah pada sebuah patung besar setinggi hampir 2 meter yang dikelilingi banyak sesaji.
Patung ini berdiri tegak di sudut ruangan yang agak gelap. Aneh, siapakah laki-laki di depanku ini sebenarnya?

Saat bertanya jawab denganku, ternyata si bos ini memiliki sebentuk wajah yang agak aneh. Matanya menyerupai mata iblis seperti di film-film animasi, sementara
kedua alisnya naik ke atas bak alis para pendekar silat. Saat tersenyum pun dia lebih mirip menyeringai daripada senyuman, sembari memperlihatkan deretan giginya yang kotor serta tidak terawat, bahkan masih dipenuhi sisa-sisa makanan.

Sekalipun sangat aneh dan
mengganggu pikiranku, namun aku terpaksa harus mengabaikan semua ini. Ya, demi mendapatkan sebuah pekerjaan.

Singkat cerita, aku memang diterima bekerja di kantor tersebut.

Setelah beberapa lama bekerja, baru kusadari kalau aku sebenarnya cuma jadi umpan kawan-kawan sekantor
yang enggan lembur pada setiap Kamis malam atau malam Jumat. Ada apa sebenarnya?

“Hati hati dengan yang ada di lantai empat, Man!”, bisik Larno, salah seorang teman sejawat yang baik padaku.

Aneh, peringatan ini bukan hanya datang dari Larno. Bahkan Pak Ishak,
penjaga malam di gedung ini juga telah memperingatkanku agar tidak mencoba-coba naik ke lantai empat sendirian apabila hari telah gelap.

“Kamu pasti celaka, Nak!”, tegasnya ketika aku meminta alasan larangan itu. Dia menambahkan,
“Saya saja yang sudah 18 tahun bekerja di sini tidak berani pergi ke lantai empat sendirian, terlebih lagi malam hari”

Mulanya, aku tak serius menanggapi cerita-cerita itu. Hingga suatu malam, terjadilah peristiwa itu.

Malam itu, jarum jam telah menunjukkan pukul 19.30. Hampir
seluruh ruangan telah kosong. Suasana mendadak senyap, bahkan kemudian berganti angker. Di luar sana angin berhembus kencang disertai deru hujan.

Sendirian aku duduk terpaku di meja kerja ditemani dengan setumpuk tugas yang belum rampung. Aneh, tiba-tiba pikiranku melayang ke
ruang sepi di lantai empat. Kulirik ruang sepi yang bersinar redup itu. Sepertinya, dari arah sana akan memunculkan satu bayangan, bahkan mungkin sesuatu yang mengerikan.

Aneh, tiba tiba sekelebat bayangan wanita tua melintas. Aku segera bangkit mengejarnya.
Kucoba berjalan menuju munculnya bayangan tadi. Tapi aku tak menemukan siapa-siapa.

Aku yakin telah melihat bayangan seorang nenek. Perempuan renta itu jalan tertatih-tatih. Anehnya, dia menghilang di lorong gelap menuju lantai empat.
Siapa gerangan perempuan tua berbaju kumal itu?

Bukannya merasa takut, kejadian ini justru membuatku semakin penasaran. Segera saja kutelusuri lorong sepi yang terbentang panjang di depanku, sambil berharap sesosok nenek itu muncul lagi. Anehnya, tiba-tiba terdengar suara
perempuan sedang bercakap-cakap di ujung koridor gelap ini. Siapa gerangan? Apa mungkin masih ada seorang staf wanita yang sedang menerima telepon?

Ketika aku dalam kebingungan, jantungku nyaris copot sebab tiba-tiba ada sebuah tangan yang merengkuh bahuku. Ketika aku menoleh,
di hadapanku telah berdiri seorang wanita muda. Dia tersenyum dingin sambil menyodorkan segenggam kertas.
“Mencari siapa, Mas?”, tanyanya datar, disertai raut wajah dingin tanpa ekspresi.
Aku diam tergugu. Wanita itu kembali berkata, “Tolong fotocopy semua dokumen ini! Bisa kan?”
“Oh, tentu bisa!”, jawabku pendek. Bulu kudukku meremang. Dalam hati aku bertanya, “Perempuan ini staf di bagian apa? Kok aku belum pernah melihatnya?”

“Ini dokumen penting, tidak semua orang bisa tahu!”, katanya lagi.

Sambil berusaha menenangkan diri, aku menyahut,
“Wah, kalau begitu saya jadi tahu dong, Mbak? Kan saya yang bantu fotocopynya!”

“Ini cuma daftar nama orang yang disuruh berkorban di sini, sekalipun mereka menolak. Ah, kasihan sekali mereka!”, katanya lagi.
“Berkorban? Maksudnya untuk apa?”, tanyaku penasaran, sembari terus membolak-balikan dokumen itu.
“Darah mereka!”, jawabnya dengan suara yang agak tertahan.

Aku kaget bukan kepalang. Seketika pandanganku berubah gelap. Dan ketika terang kembali, kulihat dia sudah menghilang. Lalu, sama-samar terdengar suara alunan pendek perempuan menyanyi dari arah lorong sepi ini.
Segera kuambil langkah seribu, setelah lebih dulu melemparkan kertas yang disebut dokumen tadi. Kubanting pintu dengan kencang. Aku lalu terduduk di depan meja kerjaku sambil mengatur nafas yang memburu tak karuan.
Gara-gara peristiwa ganjil itu, rasa penasaranku semakin bertambah. Apalagi pagi setelah malamnya aku bertemu dengan sosok perempuan misterius itu ternyata ada karyawan yang meninggal. Apakah ini ada hubungannya dengan statement perempuan misterius itu?
Belakangan, aku memang melihat ada kejanggalan. Bila dihitung, hampir setiap minggu, satu per satu rekan kerja atau sanak saudara mereka ada saja yang meninggal. Menurut beberapa pegawai senior, setiap yang meninggal raut wajah mereka menyiratkan ada satu hal yang tidak wajar.
Kabarnya, wajah jenazah tampak menghitam, punggung, tangan serta kakinya terdapat memar kebiruan, dan mata mereka terbuka, dengan rona wajah mereka seolah habis melihat sesuatu yang amat menakutkan.

Pernah juga terjadi sebuah peristiwa lucu namun menyeramkan.
Suatu hari, ada salah seorang manajer di kantor ini yang kerasukan roh seorang perempuan muda. Sang roh mengaku bernama Karissa. Dia telah mati karena bunuh diri 100 tahun silam.

Lucunya, sang manajer yang bertubuh tambun dan galak itu, tiba-tiba dapat berjalan sangat gemulai
laksana perempuan. Tak hanya itu, suaranya juga berubah lembut khas wanita muda.

Nah, dari celoteh Karissa lah cerita yang sebenarnya bergulir. Termasuk tentang para korban makhluk di lantai empat.

Karissa yang meminjam mulut Pak Wahono, sang manajer itu, bercerita bahwa
bos besar kami yang bernama Pak Paulus itu telah meminjam arwahnya sebagai budak suruhan untuk mendapatkan harta. Bahkan, untuk mengikat jiwa sesorang yang dia kehendaki untuk ditaklukan.

Arwah Karissa juga mengaku bahwa pada hari-hari tertentu dia akan diberi “suguhan khusus”
oleh majikannya. Selain umbo rampe dan dupa wangi, dia juga menghisap sari makanan langsung dari perut Pak Paulus. Syaratnya, Pak Paulus harus memakan tiga jenis makan kesukaan Karissa dalam jumlah amat banyak. Mungkin, inilah yang menyebabkan kenapa Pak Paulus pernah kulihat
makan dalam jumlah banyak dan nampak sangat rakus.

Aku juga pernah melihat dukun kepercayaan Pak Paulus datang ke lantai empat untuk mengadakan ritual semalam suntuk. Setelah itu, beredarlah cerita dari mulut orang dekatnya, bahwa Pak Paulus segera akan memecat beberapa orang
karyawan, sebab menurut sang dukun mereka tidak cocok dan harus dienyahkan.

Yang terjadi selanjutnya, setelah kedatangan dukun itu, suasana di dalam kantor jadi makin kacau. Seringkali terjadi keributan di antara staf dan karyawan. Sejumlah peristiwa aneh juga terjadi.
Mulai staf kerasukan, mengalami kecelakaan fatal hingga cacat, bahkan yang meninggal pun ada.
Selain itu, bisnis di perusahaan yang bergerak dalam industri garmen ini menjadi tersendat-sendat. Banyak hasil produksi yang tidak laku dijual bahkan dikembalikan karena rusak. Padahal,
semua barang produksi yang dikirim ke customer dalam keadaan baik tanpa cacat.

Kondisi semacam ini membuat pikiranku jadi tidak karuan. Hingga pada suatu malam, ketika semua staf dan karyawan telah meninggalkan ruang kerjanya masing-masing, tinggalah aku sendiri tercenung di
meja kerjaku. Ketika aku sedang membereskan dokumen yang masih tercecer, tiba-tiba saja ada angin dingin menyapu pundakku.

Tidak berapa lama, samar-samar terdengar suara perempuan yang seolah sedang merapal doa. Seketika itu rasa takut di dalam hatiku muncul. Terlebih lagi,
lama-kelamaan suara itu semakin keras terdengar, meski tidak jelas mantera apa yang sedang dilantunkannya. Walau begitu, kucoba memberanikan diri bangkit lalu berjalan ke arah datangnya suara itu.
Kubuka pintu koridor ke lantai tiga, yang kuduga menjadi sumber suara. Seketika tercium semerbak wangi bunga sedap malam, serta aroma rokok klobot. Kuhentikan langkah untuk sekedar mengatur nafas, sambil menenangkan hatiku yang mulai dihantui rasa takut.
Hatiku pun kecut bukan main ketika sadar bahwa langkah ini telah sampai di trap tangga terakhir dari sepuluh anak tangga menuju ruangan laknat di lantai empat itu.

Sementara itu, suara rapalan mantera si perempuan semakin keras terdengar, diselingi oleh aroma semerbak bunga
sedap malam, kemenyan serta anyir darah yang semakin menyengat hidungku.

Sejenak, aku berdiri terpaku di depan pintu kaca kusam yang membatasi pandanganku ke ruangan bagian dalam. Kaca patri bermotif burung elang membingkai sehelai pintu ruang laknat penuh misteri ini.
Tanganku bergetar tak sabar ingin membuka pintunya.

Kudorong perlahan. Suara berderit engselnya seolah genderang perang yang memukul jantungku. Saat aku melangkah tertatih di dalam suasana temaram, aku mengenali gerak-gerik sesosok mahluk besar kehitaman di bawah
temaram lampu 5 watt. Kakiku pun terasa lemas! Sungguh, aku benar-benar melihat bagaimana makhluk itu sambil menggeram terus menggerogoti mangsanya dengan rakus.

Dalam keadaan sangat takut, aku mengenali kalau ternyata mahluk itu wujudnya separuh srigala separuh manusia.
Dia sedang mengoyak-ngoyak sepotong daging merah dengan kuku hitam tajamnya.

Pes! Aneh, tiba-tiba lampu di dalam ruangan itu padam. Aku terkejut dan hampir tidak bisa menguasai diri lagi. Bau anyir darah busuk itu sangat menyesakkan dada, hingga kepalaku pusing. Suara dengusan
srigala besar yang menggeram dengan marah menghentak jantungku!

Dalam ruangan gelap itu aku tidak dapat berbuat apa-apa, selain membalikan badan menghambur keluar ruangan. Tapi binatang iblis itu tidak tinggal diam. Dia berusaha menangkapku.
Aku pun terdorong keluar dari ruangan itu. Di ruangan yang lebar terang ini, aku cukup jelas melihat wajah serigala aneh itu, dengan seringai gigi tajamnya yang belumuran darah.

Aku pun berteriak sekuat tenaga. Tidak sadar, kakiku terpeleset. Tubuhku terpelanting jatuh
berguling-guling menuruni anak tangga sampai ke lantai. Tak ayal lagi seluruh sendi di badanku terasa patah. Kepalaku pusing berat. Bersamaan dengan itu, di telingaku kembali terngiang suara perempuan pembaca mantera tadi.
Sambil menahan sakit, aku segera berlari meninggalkan ruangan.
Seminggu setelah kejadian itu, suatu siang aku sedang merapikan beberapa barang yang tertumpuk di koridor gelap depan ruangan. Pak Paulus muncul dengan tiba-tiba. Dia berjalan ke arahku dengan rona wajah yang tidak bersahabat. Aku segera bangkit untuk memberi salam. Tidak diduga
dia malah mengancamku dengan kata-kata yang tidak mengenakan hati.

“Hei you!”, katanya sambil menunjuk wajahku. “Gua orang kaya raya, gua ada uang banyak, ribuan setan, arwah leluhur bahkan jin manapun sudah gua panggil dan gua tundukkan, apalagi cuma you manusia kecil!”,
cecarnya dengan nada sinis.

“Gua, kasih you peringatan! Makhluk besar di lantai empat adalah pelindung gua, seluruh harta gua dia yang jaga, dia amat kuat luar biasa, tidak akan ada yang bisa kalahkan dia punya kekuatan!”, bentaknya lagi.

“Karena makhluk-makhluk itu gua jadi
punya kekuatan besar lebih dari orang lain! Asal you tahu aja ya, gua gak bisa mati!”, lanjutnya dengan jumawa.

“So, jadi you jangan coba-coba ganggu dia punya tempat, apalagi you mau jadi pahlawan kesiangan di sini!”, hardiknya pula.
“Kalau you masih butuh makan, you duduk en kerja baik-baik seperti si bego lainnya atau you out saja dari sini!”, kejarnya lagi sambil telunjuknya terus mendorong keningku keras-keras. Setelah itu dia pergi sambil masih terus mengumpat dengan kata-kata yang sangat kasar.
Penghinaan Pak Paulus memang sungguh menyakiti perasaanku. Harga diriku telah diinjak-injak olehnya. Namun, bukan ini alasan utamaku untuk berhenti bekerja. Demi Tuhan, sejak peristiwa malam itu, bayangan menyeramkan sosok srigala berbadan manusia itu selalu menghantuiku.
Bahkan, dengus nafasnya yang berbau busuk itu serasa begitu dekat dengan hidung dan telingaku.

Walau aku sangat membutuhkan pekerjaan, namun kuputuskan untuk segera hengkang dari kantor itu. Dan hari itu, aku kembali duduk di sofa depan ruangan Pak Paulus,
menunggu giliran masuk seperti tempo hari. Tapi kali ini bukan untuk mengemis minta dipekerjakan, namun aku akan menyerahkan surat pengunduran diri resmi.

Tak lama kemudian aku diizinkan masuk. Ketika berhadapan dengannya, sedikit pun aku tidak mau melihat wajahnya yang amat
serupa dengan iblis srigala di lantai empat itu. Sembari mejawab pertanyaannya, dalam hati kupanjatkan doa-doa pendek, serta berusaha tetap menjaga kesadaran pikiranku, agar tidak terpengaruh jampi-jampi lewat tatapan matanya yang tajam menusuk itu.
Sambil disertai dengan sumpah serapah dari mulut Pak Paulus, aku segera keluar meninggalkan ruangannya. Dengan nama Tuhan, aku segera tinggalkan kerajaan setan itu untuk kembali ke kehidupanku yang normal.
Demikianlah sepenggal kisah yang pernah kualami. Sejak 2 tahun meninggalkan perusahaan itu, tak pernah sekali pun kudengar kisahnya. Entah apa yang terjadi dengan teman-temanku yang masih coba bertahan di sana. Kabarnya, perusahaan garmen itu sudah di ambang kebangkrutan.
Pak Paulus sendiri disebut-sebut lebih senang tinggal di villanya yang ada di Kota S.
Alhamdulillah... Akhirnya selesai juga...

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Cerita Horor Nyata

Cerita Horor Nyata Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @HororNyata

1 Apr
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam sejahtera bagi kita semua..
Konon sihir ini merupakan peninggalan nenek moyang Bangsa India. Seseorang yang akan mewarisi sihir ular rambut, wajib melakukan sebentuk ritual pemujaan di rumah nenek moyangnya. Biasanya yang menjadi pewaris adalah keturunan yang berkelamin perempuan yang sudah bersuami.
Read 72 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(