Selain melawan (fight) dan melarikan diri (flight), nggak jarang juga reaksi kita membeku (freeze) padahal pada saat itu yang dibutuhkan adl respon yang tepat.
Arjuna mengalami ini sesaat sebelum Bharatayuddha dimulai. Ia menjelaskan:
“Badanku lemas, mulut terasa kering, sekujur tubuhku bergetar, bulu kudukku berdiri. Aku tak kuat memegang busur. Kulitku seperti terbakar. Aku tidak merasa sprt diriku yg biasa. Pikiranku pun kacau.”
“Badanku lemas, mulut terasa kering, sekujur tubuhku bergetar, bulu kudukku berdiri. Aku tak kuat memegang busur. Kulitku seperti terbakar. Aku tidak merasa sprt diriku yg biasa. Pikiranku pun kacau.”
Yg dialami Arjuna juga kita alami sehari-hari. Bahkan mungkin sering. Ini yg membuat percakapan antara Arjuna, sang pasien, dan Krishna, sang konselor, membumi.
Arjuna pun bahkan mengaku ingin melarikan diri saja. Pergi ke tengah hutan supaya hidup tenang, damai, tanpa konflik.
Arjuna pun bahkan mengaku ingin melarikan diri saja. Pergi ke tengah hutan supaya hidup tenang, damai, tanpa konflik.
Arjuna bahkan sprt kita, mengutip berbagai kata-kata mutiara utk menutupi semua itu. Ia membuat-buat pembenaran yang terdengar mulia.
“Na yotsye.” Aku tak mau berperang.
“Na yotsye.” Aku tak mau berperang.
Namun akhirnya Arjuna pun mulai menyadari kelemahannya.
“Śiṣyas te ’haṁ śādhi māṁ tvāṁ prapannam.” Aku mohon, bimbinglah aku. Aku muridmu.
Bagian awal Bhagavad Gita ini disebut Vishadha Yoga—yoga depresi, kegelisahan, kegalauan.
“Śiṣyas te ’haṁ śādhi māṁ tvāṁ prapannam.” Aku mohon, bimbinglah aku. Aku muridmu.
Bagian awal Bhagavad Gita ini disebut Vishadha Yoga—yoga depresi, kegelisahan, kegalauan.
Depresi, kegelisahan, kegalauan tidak perlu “dilawan” dgn ditutup-tutupi. Langkah pertama Arjuna sudah betul: mengakuinya & mencari bantuan. Selanjutnya, lagkah demi langkah, Krishna memandu Arjuna keluar dari pola pikirannya itu.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
