Thread by @siskanoviw

Cerita Horor Pendek

Based on True Story
Penghuni rumah tua yang namanya mbok nara.

Hallo blitar, aku menyapamu.
Ada salah satu kisah nih dari kota kalian yg akan aku angkat.

#bacahorror @bacahorror
#threadhorror #Threads #horor

****

Ini cerita dulu, kejadian tahun 2012. Aku punya temen, suka banget juga jelajah ke tempat² horor.

Bukan untuk penelusuran ya, tapi suka karena hobi motret aja. Hahaha.

Nah, tujuan dia motret adalah rumah² tua yang berada di daerah wlingi.

Muter deh dia, nyari rumah² tua...
Hampir setengah hari, dia itu keliling daerah wlingi dan di beberapa lokasi dapet rumah² lawas yang masih bagus.

Gak krasa, saat itu udah masuk jam 5 sore. Dia kira masih ashar lah.
Masih kurang beberapa foto lagi.

Akhirnya, dia mutusin. Semisal masih belum nemu atau foto yang diambil kurang. Dia ada niatan mau nginep dirumah temannya.

Jd proses motretnya dilanjutkan esok hari.

Pas masuk daerah kampung apa gitu, dia juga lupa kemaren aku tanyain hahaha..

Dia nemu satu rumah yang bagus banget. Nah, saat itu.. Terlihat seorang perempuan tua sedang nyapu di depan latar.

Klihatan banget "bleduk" (asap dari tanah kering yang disapu)

Karena rumahnya tua, buagus banget dan klihatan bgt di rawat. Temenku ini, lsngg markirin sepedanya.

Temenku ini tipe anak yang sludar-sludur aja yaa, kayak langsung akrab ke orang begitu.

Dia ini nyapa ke neneknya, "amit nyuwun sewu mbah. Kulo aris, kajenge gadah perlu. Niki, ndalem e njenengan apik tenan toh mbah. Seng nyawang ayem haree."

(Permisi mbah, saya aris. Mau ada keperluan. Ini. Rumahnya mbah bagus sekali toh mbah. Yang melihat jadi tentram sekali.)

Mbah tersebut kemudian menegakkan badannya dan memukul pelan ujung sapunya agar lidi terjajar rapi kembali.

Nampak senyum sumringah beliau balas salam temanku.

Temanku, tanpa malu-malu segera menghampiri si mbah dan mencium tangannya.

Mbah kemudian menepuk bahunya dan berkata "monggo, njenengan mlebet riyen."
(mari, kamu masuk dulu).

Aris mengangguk dan mengikuti jalan dari si mbah

Nampak, rumah tersebut sangat amat terawat sekali. Namun herannya, aris bingung. Karena tidak ada tetangga dekat yang bersanding dengan rumah sebagus ini.

Dia duduk di kursi sedan lawasan yang masih terawat baik. Mbah jalan ke belakang dan si aris menunggu sambil merokok.

Tiba-tiba mbah tersebut keluar dan membawa secangkir kopi untuk aris.

Aris seneng banget, karena mbah tersebut sangat ramah sekali. Setelah memberikan kopi, mbah tersebut duduk didepan aris dengan gaya senyum yang teduh sekali.

Aris dengan tersenyum berkata "kulo unjuk mbah"

(saya minum mbah).

"kulo aris, njenengan asmane sinten mbah ? Piyambak teng mriki"
(saya aris, mbah namanya siapa ? Sendiri disini ?)

Aris bertanya dgn penuh penasaran. Bukan karena sendiri atau tidaknya mbah tersebut disini, tetapi dia merasa aneh dengan kopinya.

Aris hanya heran dengan rasa kopi yang dingin. Bukan kopi panas yang biasa disuguhkan orang-orang pada umumnya kepada tamu.

Namun, disitu. Aris mencoba menghargai mbah tersebut karena sudah mau memberi kopi kepadanya dan menghargai dirinya sebagai tamu.

Didepannya, mbah tersebut tetap menatap aris dalam diam.

Dan kemudian terdengar suara serak dari mbah tersebut.
"nara, asmane kulo mbah nara."
(Nara, namaku mbah nara)

Aris mengangguk pelan dan tersenyum.

Mbah nara tiba-tiba berdiri dan berjalan kedapur. Meninggalkan aris seorang diri duduk sambil clingak-clinguk tidak jelas.

Aris tetap menghisap batang rokoknya yang tinggal sedikit dan segera berjalan kedepan rumah.

Sesuai kebiasaannya, dia melihat satu persatu apa yg ada dirumah tersebut.

Hampir satu jam dia berjalan mondar mandir didepan rumah. Namun, anehnya mbah nara tidak muncul juga.

Karena dikira mbah nara sedang masak dibelakang (pikir aris)

akhirnya dia mencoba memakai sepatu dan mencoba berjalan mengelilingi rumah tersebut.

Kelihatan banget, ujung bambu-bambu yang hidup dibelakang rumah tersebut. Samping kiri kanan itu kebun tebu.

Di sebelah kanan, aris memperhatikan ada sesuatu yang nampak seperti asap.

Ternyata, terdapat tiga buah dupa yang masih hidup. Tetapi anehnya, aris dari tadi tidak mencium bau dupa tersebut.

Tiga dupa tersebut seperti baru dinyalakan. Pikirnya, mungkin mbah nara yang menyalakannya.

Nampak dibawah dupa tersebut terdapat sebuah kendi kecil dan didalamnya diisi oleh beras.

Semakin hening saat itu karena hari sudah menunjukkan waktu magrib tiba.

Tidak terdengar adzan ditempat itu. Hanya suara jangkrik dan garengpung yang menemani angin alam.

Dia berjalan dari samping rumah yang tembus ke samping dapur.
Saat dipintu dapur, aris menoleh dan menengok kedalam.

Tidak ada mbok nara, hanya tungku yang terbuat dari tanah liat yang terlihat merah menyala dari pijaran api kayu bakar.

Dia masuk ke dalam dapur dan melihat kondisinya. Terawat sekali dan sangat bersih meskipun lantainya masih tanah liat.

Kayu² disusun dengan rapi diatas perapian dan juga letak piring dan gelas juga sangat rapi sekali.

Aris mencoba berjalan, masuk kedalam ruang tamu yang hanya ditutup oleh kain bukan pintu.

Nampak, rumah hanya sepi dan hening. Tidak ada mbah nara saat itu. Pikir aris, kemana perginya mbah nara.

Dia berpikir kalau, ahh paling sendang keluar sebentar kemana gitu cari apa..

Aris menunggu dan terus menunggu. Sampek jam menunjukkan pukul 10 malam.

Selama duduk didepan rumah, aris mendengar jelas suara langkah kaki seseorang yang mondar mandir tapi gak ada orangnya.

Saat itu aris mulai merasa ada yang aneh dan mulai gelisah. Karena memang aneh saja.

Terdengar langkah kaki lagi, disamping rumah tersebut. Aris mendengar suara korek kayu yang digesek untuk menyalakan sesuatu.

Aris merasa tidak melihat siapapun berjalan saat itu.

Dia kemudian lari dan melihat ke samping. Nampak dupa yang dilihatnya tadi nampak utuh dan seperti baru dinyalakan lagi.

Merasa aneh, aris berlari masuk dapur dan lari lari masuk ruang tamu.

Dia tidak melihat ada siapa-siapa.
Setelah itu, dia merasa panik dan mengatur nafas.

Duduklah dia didepan rumah. Niat hati mau menyeduh kopi yang dibuat oleh mbok nara tadi.

Namun yang terjadi, sungguh tidak dimengerti oleh aris. Kopi yang tadi dimeja depan, berganti segelas teh

dan air putih kemudian di sampingnya itu terdapat cobek yang diatasnya itu dipenuhi bunga.

Merasa gak beres dan dipikir gak masuk akal, aris segera mengambil helm dan menyalakan sepeda motornya.

Trus dia itu inget kata bapaknya "budal moleh kudu ujuk salam, nok endi o"

(berangkat dan pulang harus unjuk salam, dimanapun).

Akhirnya, dia turun lagi dan berdiri didepan pintu dan unjuk salam.

Percaya tidak percaya, terdengar suara mbok nara didepannya menjawab salam tersebut, namun aris saat itu tidak melihat siapa-siapa.

Akhirnya dia pulang.

Hatinya itu pasih dipenuhi rasa tidak percaya dan penasaran banget.

Akhirnya, jarak sekilo setengahlah.
Ada warung yang masih buka, aris menggok dan menyempatkan minum kopi panas diwarung itu.

Kemudian dia bertanya kepada pemilik warung tentang rumah lawas yg ditinggali mbok nara.

Kemudian, si pemilik warung berkata. Tidak ada rumah lawas di daerah situ.

Hanya, dulu ada seorang perempuan yang hidup seorang diri ditemukan meninggal dunia

lantaran dia menunggu sang anak yang tak kunjung pulang. Hidupnya merana karena sang anak tidak kunjung datang sampai akhir hayatnya.

Sepeninggal wanita tersebut, rumah itu dibongkar dan skrng menjadi tanah yang ditumbuhi semak belukar.

Begitulah pengalaman si aris tentang rumah tua mbok nara.

Kalau kalian, pernah gak mengalami kejadian horor di rumah lawas ?

Sekian cerita ini. Selamat malam dan selamat membaca.