Saya mendapat cerita ini dari orang pertama yang mengalami. Cerita dikirim melalui DM Instagram.
-KECELAKAAN ADIK-
Aku sedang tertawa-tawa petang itu, menderai kata bersama teman-teman, di antara hiruk pikuk Semarang bawah, yang udara panasnya tidak begitu berkecamuk seperti biasa. Hingga ibuk telepon. Kuangkat. "Adikmu guling dari montor di tanjakan Gombel!"
Ibuk menyebut nama rumah sakitnya. Suaranya patah-patah. Aku harus ke sana saat itu juga. Kutinggalkan semua-mua kesenangan. Badanku gemeteran, jalanan lebar pun membuat aku kikuk berkendara. Hanya harapan yang terus meluap, semoga tidak terjadi yang lebih buruk pada adikku.
Tiba di rumah sakit aku langsung menemui ibuk. Katanya, dengan mata becek dan kulit kantungnya yang tampak makin retak-retak, "Allah gusti! Kata dokter otaknya gegar." Kemudian ibuk lebih banyak menumpahkan perasaannya sebagai ibu. Aku tak boleh menangis juga. Tidak.
Syukurnya beberapa waktu kemudian dokter mendatangi kami, mengumumkan kalau keadaan adik tidak kritis. Dan malamnya, setelah diperiksa sana sini, ia tidak perlu lebih banyak lagi tindakan kecuali rawat inap.
Ibuk langsung bersiasat, "Begini," katanya padaku. "Kita bergantian jaga. Ibuk dulu beberapa hari, baru kamu."
Keputusan ibuk telah memulangkan aku malam itu. Namun, dasar ibuk, dia malah terus-terusan ingin jaga. Jadi aku mengingatkan supaya ia tidak main-main dengan kesepakatan, sehingga wanita itu menyerah akhirnya.
Dan hari ketiga aku kembali ke rumah sakit. Lantai empat, katanya. Sesampainya di kamar rawat aku baru sadar kamar adikku berseberangan sangat dekat dengan bangunan satu lantai, yaitu instalasi ruang jenazah.
Keadaan adikku sudah membaik. Anak itu bahkan mulai berulah dengan mengancam tidak mau makan kecuali disuapi aku. Untung saja makannya lahap, meski mulutnya terus mengoceh rewel, sampai-sampai satu perawat yang tampak melintas di luar jendela tersenyum. Dia pikir kami apa?
"Mbak suster itu ayu, lho."
"Hush! Otak saja belum beres malah mikir yang lain," candaku.
Itu adalah pengalamanku menjaga orang sakit. Sebelum tidur malam aku sempat kepikiran ruang jenazah di bawah. Jangan-jangan...bagaimana kalau? Hiii.
Nyatanya tidurku amat pulas. Tidak ada apa-apa semalam. Jam 7 staf gizi mengantarkan makanan. Adikku kebetulan sudah sangat lapar. Namun aku menunda sebentar untuk membuka tirai dan satu-satunya jendela agar udara berputar.
Pemandangan Semarang asyik juga dilihat. Sayangnya rumah sakit tidak membuat balkon agar pengunjung bisa bersantai.
-selesai-
Saya harap ini bukan cerita yang menyeramkan.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Jin berwujud perempuan ada di mana-mana. Maksudnya, di banyak negara juga kenal yang bentuknya spt itu. Beda nama dan mungkin asal usul yang memperkuat itu aja. Termasuk juga fenomena lain, misalnya hantu lain atau kutukan, mereka pun percaya.
Film incantation kan dari Taiwan, tetangga hongkong. True events itu. Jadi, di manapun ada. Gimana baiknya kalau kebetulan berinteraksi/diganggu mereka? Hm, tiap orang punya sikapnya sendiri sih. Tapi kalau saya pribadi berusaha cuek. Gak usah ditanggepin.
Pokoknya sabodo teuing lah. Jin biasanya mengganggu secara bertahap. Pertama gak langsung heboh. Cuma tanda2 kecil, gejala. Pengalaman saya, semakin merespon, mereka semakin ada.
"Bang, lu meleng apa gimana, bisa nyusruk ke got kaya gitu?"
Dari gorong-gorong gelap pria korban kecelakaan itu nyengir, tak percaya harinya bisa seapes itu. "Gua lihat kuntilanak bang di rumah itu!"
Dan orang-orang di sekitarnya pun tertawa.
Saya akan menceritakan suatu fenomena yang menurut saya aneh bercampur lucu. Tentang kuntilanak yang kerap menampilkan wujudnya di balkon sebuah rumah di kawasan Pejaten.
Agar mempersingkat waktu, ceritanya kuringkas seperti ini.
Sore itu aku berkenalan di aplikasi dengan seorang pria muda yang kelihatannya menarik. Tak hanya itu, ternyata ia punya hobi yang sama denganku. Maka tak lama kemudian kami bertemu.
Bus jahanam itu tidak bisa diharapkan kembali. Manusia-manusia zaman sekarang memang semakin biadab, tinggal sedikit hatinya yang tersisa. Seperti awak bus itu, menarik ongkos mahal lalu meninggalkan aku seorang di bawah langit malam.