Bang Beben Profile picture
Dec 18 66 tweets 11 min read
SANDAH : Kuntilanak Berwajah Lebar

Bab : Awal Teror

Jangan lupa like, reply, Rt dan Qrt yak 🙏😇

cc @IDN_Horor @bacahorror_id @ceritaht
#ceritaseren #banjarmasin #banjar #hororstory #horor #Dayak #kalimantan Image
Bak wabah penyakit, kabar proses pemakaman Misnah yang ganjil langsung tersebar ke segala penjuru kampung. Baru tadi pagi ia dimakamkan, sore hari seluruh penduduk sudah tahu kabar tentang Jaya yang harus melangkahi mayat istri pertamanya.
Warga dari ujung hulu hingga ujung hilir semuanya menggunjingkan kematian Misnah, terutama ibu-ibu yang suka bergosip. Tentu saja gosip murahan itu ditambah-tambahi agar semakin heboh.
Namun, ada satu kesimpulan yang sama di tiap benak warga, yaitu Misnah telah berbuat durhaka pada suami.

"Tidak disangka cil ai, si Misnah ternyata durhaka dengan laki. Tampangnya aja alim, suka ikut pengajian, tapi ternyata…hiihh," cibir seorang ibu muda pada ibu lainnya,
sewaktu mereka menikmati rujak mangga muda.

"Durhaka bagaimana anu ai? Rasanya tidak mungkin. Buktinya, dia mau dimadu. Kalau suamiku berani hendak bermadu, huuh.. Habis dia! Kupotong-potong barangnya, kukasih makan itik," timpal seorang ibu dengan mata melotot.
"Halah cil, siapa juga yang mau sama laki pian. Udah tua bangka, duitnya gak ada," sindir nyonya rumah seraya mencocol irisan mangga ke cobek berisi uyah wadi.

Ibu tadi hanya merengut, tapi tidak juga membantah. Merasa tdk digubris, si ibu muda kembali melontarkan gosip receh.
"Eh, acil-acil, dengar-dengar, katanya si Misnah memberi makan suaminya minyak perunduk. Bukan sembarang perunduk, tapi perunduk hadangan. Makanya, tadi pagi jasadnya tidak mau menghadap kiblat. Jangan-jangan, nanti malam ia bangkit jadi hantu. Hiii..!"
"Hiii…amit-amit," sahut yang lain bergidik ngeri.

"Bukannya kuburannya ada yang jaga, ya? Katanya ada orang yang diupah untuk menjaga kuburan Misnah."

"Iya, lima orang. Mereka diupah untuk berjaga selama 40 malam."
"Hussh…tidak baik membicarakan aib orang yang telah meninggal. Nanti dosanya pindah ke kita," timpal seorang ibu dengan nada kesal.

Tidak menggubris teguran tadi, si ibu muda masih bersikukuh menyebarkan gosip kacangan.
"Tahu gak, minyak perunduk dari siapa?" lanjutnya, membuat yang lain penasaran.

"Dari siapa?"

"Dari…," si ibu muda terdiam sejenak, melirik ke kiri dan kanan karena takut ada yang mencuri dengar.

"Dari Nini Tuha," sambungnya lirih, hampir-hampir tidak terdengar.
Mendengar nama Nini Tuha, ibu-ibu yang lain langsung tersentak. Wajah mereka yang tadi ceria seketika berubah menjadi tegang. Rasa takut, cemas dan khawatir langsung menyelimuti ibu-ibu yang sore itu sedang bergosip.
"Hussh… jangan sembarangan! Apa kau tak sayang nyawa!?" tegur nyonya rumah.

Si ibu muda terkesiap, hinnga refleks kedua tangannya membekap mulut. Dengan mata melotot, tubuh mungilnya mulai gemetar dan wajahnya bercucur keringat.
Ia baru saja menyadari kekhilafannya, terlalu semangat bergosip hingga lupa batasan. Tanpa mengucap salam, ibu muda tadi bergegas pulang dalam keadaan panik.

"Celaka, dia. Celaka banar…" desah si nyonya rumah, meratapi kemalangan ibu muda tadi.

*****
Malam pertama setelah kematian Misnah, desa yang berada di pinggiran sungai Nagara itu masih tentram tanpa kejadian menakutkan. Namun, memasuki malam ketiga barulah kabar Misnah yang bangkit jadi hantu mulai menyebar.
Semua bermula dari peristiwa kesurupannya hajah Diana sewaktu diadakan tahlilan mendiang Misnah. Memang, di rumah berlantai dua itu hajah Diana tinggal bersama kedua menantunya. Misnah si istri pertama Jaya, tinggal di kamar lantai dua yang luas.
Sedangkan Atul si istri kedua, dibuatkan kamar tersendiri di bagian belakang.

Rumah hajah Diana adalah rumah paling mencolok di antara rumah penduduk lainnya. Di antara rumah yang terbuat dari kayu dan beratap seng, rumah hajah Diana adalah satu-satunya yang terbuat dari beton
dan berlantai keramik. Tidak heran penduduk menjulukinya rumah sinetron, karena memang mirip rumah hartawan di sinetron.

Waktu itu selepas isya, penduduk sudah berkumpul di rumah hajah Diana yang luas. Tahlilan dipimpin ustad Gani yang paling paham agama.
Mengenakan peci hitam dan baju koko sederhana, untaian ayat-ayat suci melantun cepat dari mulut si ustad muda. Belum selesai surat Yasin dibacakan, dari arah dapur tiba-tiba terdengar suara jeritan yang sangat kencang.
Bapak-bapak yang ada di ruang tengah terkaget-kaget, melihat rombongan ibu-ibu mendadak berhamburan dari arah belakang. Dengan wajah pucat pasi, ibu-ibu itu menunjuk-nunjuk ke arah dapur dalam keadaan penuh ketakutan.
Seorang ibu bahkan mendadak pingsan, seolah baru saja melihat hantu.

Menyadari ada yang tidak beres, Jaya bergegas bangkit lantas terbirit ke arah dapur. Ustad Gani, pambakal Sarip, Julak Sarkani serta beberapa orang lainnya segera menyusul.
Begitu tiba di dapur, mereka tercengang dengan apa yang dilihat. Hajah Diana yang biasanya modis, terlihat awut-awutan. Rambutnya tergerai acak-acakan, sedangkan bolang yang biasa ia kenakan entah terlempar kemana.
Di ruang lain, terdengar tangis kencang bayi mungilnya Jaya. Atul tampak cemas, berusaha menenangkan buah hati yang terus-terusan menangis di pangkuan.
Di pojok dapur, ibunya Jaya duduk berjongkok sembari menggengam kuping panci besar berisi sop panas. Dengan anteng, Hajah Diana mengangkat panci itu tinggi-tinggi lantas menyeruput isinya yang masih mengeluarkan asap mengepul.
Kuah sop yang panas tumpah-tumpah di mulut, mengotori wajah, leher, serta gamisnya yang mahal.

"Astagfirullahul azim…Astagfirullahul azim…!" ucap ustad Gani dengan nada bergetar.

"Ma…! Mama kenapa!?" seru Jaya khawatir.
Hajah Diana tidak menggubris, ia justru meletakkan panci sop ke lantai dan mengaduk-aduk isinya dengan tangan kosong. Setelah menemukan daging ayam, dengan rakus ia masukan ke dalam mulut menggunakan kedua tangan.
Melihat perilaku tak wajar itu, bapak-bapak yang berkumpul di dapur hanya bisa terbengong tanpa tahu harus berbuat apa.

"Ambilkan air putih!" perintah julak Sarkani.
Setelah mendapat segelas air putih, julak Sarkani lantas membacakan doa-doa. Lelaki tua itu kemudian menenggak air doa tadi, lalu mendekat perlahan ke arah hajah Diana yang masih bertingkah aneh.
Begitu jarak mereka hanya satu langkah, julak Sarkani langsung menyemburkan air dari mulut ke arah adik iparnya itu.

Wanita paruh baya itu seketika terlonjak, berkelojotan di atas ubin yang penuh tumpahan kuah sop panas.
Jaya bertindak cepat, bersama Ustad Gani, pambakal dan beberapa orang lainnya menggotong tubuh hajah Diana ke ruang tengah.

Beberapa orang pembantu segera datang membawa ember berisi air dan handuk basah.
Dengan telaten, pembantu yang masih kerabat itu membersihkan wajah yang penuh liur dan gamis kotor hajah Diana. Namun, tubuh wanita saudagar itu masih kejang-kejang hingga perlu beberapa orang untuk mencengkram lengan dan kakinya.
Selang beberapa waktu, wanita itu perlahan lemas dan tergolek tak berdaya.

"Pambakal, kita harus ke kuburan Misnah malam ini. Sekarang juga!" seloroh julak Sarkani.

Pambakal Sarip dan Ustad Gani hanya terbengong, tapi si Julak sudah terlebih dahulu melangkah ke arah luar.
Begitu menginjakkan kaki di luar pagar, julak Sarkani menghentikan langkah. Merasa ada yang tidak beres, julak Sarkani memandang ke arah pepohonan yang tumbuh di halaman tetangga hajah Diana, persis di seberang rumah.
Pandangannya terfokus pada pohon belimbing yang subur, sepertinya ada yang mencurigakan. Julak Sarkani lantas mendekat, menyorotkan senter ke tiap cabang dan rimbunnya dedaunan.
"Ada apa?" tanya pambakal yang sudah berdiri di samping, disusul ustad Gani dan beberapa warga lainnya.

Julak Sarkani tidak menjawab, ia terus menyorot jengkal demi jengkal pohon yang dihadapannya.
Warga yang lain jadi ikut penasaran, mengikuti pergerakan cahaya senter julak Sarkani. Waktu berlalu, julak Sarkani sepertinya tidak menemukan yang ia cari. Bahkan, pohon-pohon lain juga ia sorot, tetap tidak ada apapun yang tampak mencurigakan.
"Sudahlah, mungkin perasaanku haja," ujar julak seraya melangkah ke arah hulu kampung.

Ustad Gani, pambakal Sarip, serta beberapa orang warga lantas mengiringi langkah julak yang terburu di depan. Sedangkan Jaya memilih tetap di rumah, merawat ibunya yang masih belum sadar.
Sebenarnya pambakal Sarip masih belum mengerti apa yang dicari julak di pohon tadi, atau apa yang hendak ia lakukan di kuburan Misnah. Namun karena julak terlihat cemas, ia urungkan niat untuk bertanya dan mengikuti kemana pak tua itu melangkah.
Begitu rombongan julak Sarkani sudah tidak terlihat lagi, seekor burung hantu sebesar ayam jantan muncul dari balik gedung walet milik salah satu tetangga hajah Diana.
Burung tak lazim itu lantas kembali hinggap di salah satu cabang pohon belimbing tadi, menatap tajam ke rumah megah hajah Diana.

Selang beberapa saat, burung hantu itu terbang melesat ke udara, menghilang di balik pekat malam menuju area pemakaman di arah hulu.

*****
Begitu memasuki area pemakaman, beberapa orang warga tampak sangat cemas. Terutama seorang pemuda bernama Apri. Ia menyesal mengikuti rombongan bapak-bapak ini ke pemakaman, tapi juga takut untuk pulang sendiri.
Ia semakin cemas karena area kuburan ini tampak menyeramkan, apalagi tadi pagi si Misnah sulit dimakamkan. Dia antara batu nisan dan gundukan tanah liat, kabut tipis berwarna putih terlihat menyelimuti bagai asap yang keluar dari dalam tanah.
Suara jangkrik dan burung hantu yang menggema dari kegelapan, membuat lelaki yang baru tamat Aliyah dua tahun lalu itu semakin gelisah. Meski ia berada di antara banyak orang, jelas sekali lelaki muda itu sangat ketakutan.
"Baca doa, Pri!" tegur julak Sarkani, seraya meremas-remas akik kecubung di jari manis.

Pemuda itu mengangguk, lantas menunduk sewaktu julak menatap matanya.
Julak Sarkani menyadari ada yang disembunyikan pemuda ini, tapi kecemasan akan makam Misnah membuatnya tak terlalu menghiraukan.

Setibanya di tengah pemakaman, ekspresi wajah pambakal Sarip seketika menjadi gusar.
Lima orang yang diupah si menantu, tidak satu pun terlihat batang hidungnya. Seharusnya mereka menjaga kuburan Misnah selama 40 malam, tapi hanya terlihat tenda terpal yang kosong melompong.
Tenda terpal itu acak-acakan, sepertinya ditinggalkan dalam keadaan buru-buru. Gelas bekas kopi, termos, mangkok berisi sisa mie instan, serta sendal jepit berserakan di atas tikar yang kotor.
Entah apa yang terjadi, orang-orang upahan itu pastilah kabur dari sesuatu yang mengerikan.

"Julak, lihat ini," seru ustad Gani seraya menyorotkan senter ke makam Misnah.
Serentak rombongan itu mendekat, melihat apa yang ditunjukkan ustad muda itu. Begitu mengetahui apa yang terjadi, seketika mereka mengucapkan istighfar.

"Astagfirullahul azim…! Astagfirullahul azim…!"
Kalimat istighfar terus bergema, seiring rasa was-was di wajah para lelaki malam itu. Di hadapan mereka, makam Misnah telah runtuh. Yang lebih mengkhawatirkan, tidak ditemukan jasad Misnah di situ.
Apri mundur selangkah demi selangkah, diam-diam menjauh dari rombongan itu. Entah kenapa ia merasa nyawanya terancam, pria muda itu menyesal telah ingin tahu urusan orang lain. Kini ia sadar, apa yang dilihatnya pada malam sebelumnya adalah perkara terlarang.
Begitu jaraknya sudah agak jauh dari rombongan, Apri memacu langkah seribu di antara barisan nisan.

"Apri!" seru julak Sarkani.
Sadar ada yang tidak beres, julak Sarkani berlari kencang mengejar Apri yang jauh di depan. Pemuda itu melesat bagai kincang, melompat ke sana kemari di atas gundukan tanah makam. Takut akan kematian membuat Apri melanggar pamali melangkahi makam orang yang telah meninggal.
"Apri! Apri!"

Apri tidak menggubris, ia terus berlari demi menyelamatkan diri. Namun sial, kakinya membentur salah satu nisan hingga tubuhnya terjungkal.

Bruuk!
Apri meringis menahan sakit. Pelipisnya berdarah karena membentur nisan yang keras. Tidak menghiraukan perihnya bibir yang pecah, Ia kemudian merangkak, berusaha mengambil senternya yang terpental ke samping. Setelah ketemu, ia berusaha bangkit walau tertatih.
Belum juga tubuhnya tegak sempurna, julak Sarkani telah mengcengkram pundaknya dengan kencang.

"Apri, ada apa?" tanya julak setengah berteriak.

Di belakang, rombongan pambakal dan ustad Gani tergopoh menghampiri dengan raut wajah kebingungan.
"Apri, sadar! Apri!" sentak julak sembari mengguncang-guncang tubuh Apri yang mulai melemah.

Apri melotot, menatap lurus ke belakang. Sepertinya, pemuda itu melihat sesuatu bersembunyi di antara rimbun pohon tapi tidak ada yang menyadari.

"Apri, sadar!"
Apri mulai kejang-kejang dengan mulut mengeluarkan liur sementara wajahnya perlahan membiru. Pemuda itu menyadari ajalnya telah tiba sewaktu dadanya terasa sesak.
"Ju-julak…julak.. Tolong ulun…Nini…Nini tuha.." kata Apri terbata, sementara darah segar mulai keluar dari mata, kuping dan hidung.

Dalam keadaan panik, warga berusaha menolong Apri yang kelojotan tanpa terkendali.
Namun terlambat, pemuda malang itu meregang nyawa sebelum sempat di bawa ke mantri desa.

"Innalillahi wa innalillahi rojiun…" ungkap julak penuh kesedihan, diiringi ucapan yang sama dari warga lainnya
Julak Sarkani lantas menutup mata Apri yang melotot dengan telapak tangan, lalu menoleh ke arah pambakal yang berjongkok di samping.

"Pambakal, nyawa pertama setelah kematian Misnah telah tercabut," desah julak Sarkani ketakutan. Ia menggigir bibir dan tubuhnya gemetaran.
"Kik…kik…kik…"

Warga tersentak, karena tiba-tiba terdengar suara tawa melengking yang menciutkan nyali entah dari mana. Bulu kuduk mereka langsung merinding, lantaran suara tawa itu menggema tiada henti, menelusup di balik kegelapan malam.
Suara mengerikan itu, seolah menertawakan kematian Apri yang malang.

"Pambakal…Misnah telah bangkit. Misnah bangkit dari kubur…untuk menuntut balas kematiannya."
Pambakal Sarip terbelalak, jantungnya seketika berdetak kencang mendengar penuturan julak Sarkani barusan. Entah kenapa kepala desa itu mendadak terlihat sangat gelisah. Nafasnya memburu dan wajahnya berkeringat.
Di antara mereka, hanya julak Sarkani yang menyadari ekspresi ketakutan pambakal Sarip.

… bersambung…

Sampai Jumpa di Malam Jumat.
Terima Kasih masih setia mengikuti trit ini. Bagi yang ingin mendukung saya untuk terus berkarya, atau membaca dulua, bab 3&4 sudah tersedia di @karyakarsa_id
karyakarsa.com/benbela/sandah…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Bang Beben

Bang Beben Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @benbela

Dec 15
Sudah tiga kali jasad Misnah dihadapkan ke arah kiblat, tapi lagi-lagi jasad itu kembali ke posisi semula, berbaring dalam kondisi terbujur kaku di liang lahat. Sungguh ganjil, baru kali ini ada mayat yang menolak dihadapkan ke arah kibla

@bacahorror_id @IDN_Horor
#ceritaserem
Assalamualaikum wrwb.

Selamat pagi/ siang/ malam. Kali ini saya kembali lagi dengan kisah horor dari Kalimantan. Pada kisah kali ini, saya mengangkat cerita tentang hantu Sandah. Sandah adalah salah satu dari tujuh jenis Kuntilanak / Kangkamiyak.
Namun, yang membedakan dari Kuntilanak lainnya, Sandah memiliki wajah yang lebar, selebar nyiru penampi beras. Konon, wajah lebar itu adalah kutukan, sebagai penanda karena ia telah berbuat durhaka pada suami.

So...selamat menikmati kisah horor saya kali ini.
Tabe.
Read 46 tweets
Jul 7
Parang Maya : Perang Santet di Tanah Dayak

Bab 31 : Bara Dendam

Final Update ( TamaT ) Bab terakhir, semoga berkesan. Bantu like, reply, retweet dan quote tweet ya.
Selamat Membaca 😇🙏

@IDN_Horor
#ceritaseram
#ceritaserem
#threadhorror
#ceritahoror
#kalimantan
Rumah pak Gerson tiba-tiba gelap, hanya ada cahaya temaram lilin yang semakin pendek di dalam mangkok malawen. Aku berdiri mematung seraya mengucapkan dzikir dan shalawat. Suaraku putus-putus karena dicekam ketakutan.
Rumah pangggung itu sangat gaduh karena suara perkelahian. Jerit tangis istri dan mertua pak Gerson silih berganti dengan teriakan panik orang-orang di dalam rumah. Malam itu, rumah pak Gerson tak ubahnya ladang pembantaian.
Read 96 tweets
Jul 5
Parang Maya : Perang Santet di Tanah Dayak

Bab 29 : Adat Diisi Janji Dilabuh

Bantu retweet dan quote tweet yak. Selamat membaca, tabe 😇🙏

@IDN_Horor
#ceritaserem #ceritahoror #ceritahorror #bacahoror #threadhorror #kasnoout
Setelah dipersilakan masuk, si nenek melangkah tertatih ke dalam rumah. Aku bertindak cepat, memapah tubuhnya yang renta untuk duduk di hadapan pak Salundik. Seorang tukang ojek yang mengantarnya memilih menunggu di teras dengan menggamit sebatang rokok di jemari.
Ibunya Ukar yang tidak kutahu namanya, menatap wajah kami satu-persatu. Sorot matanya menunjukkan rasa getir yang amat sangat akibat kehilangan anak lelaki kesayangan. Pambakal dan mantir yang duduk di samping, menanti dengan gelisah kata-kata yang akan diucapkan nenek ini.
Read 126 tweets
Jul 3
Parang Maya : Perang Santet di Tanah Dayak

Bab 27 : Tambi Uban dan Ukar

Jangan like, komen, reply, retweet dan quote tweet yak.

#ceritaserem #threadhorror #bacahoror #ceritahoror #kalimantan
"Aku tidak tahu siapa namanya, tapi orang-orang memanggilnya tambi Uban. Nenek malang itu katanya warga desa Sei Bahandang. Entah apa yang merasukinya untuk berbuat sinting, pastilah ada dendam yang tak bisa ia tuntaskan jika ia masih hidup."
Haji Badri menarik nafas panjang dengan kedua tangan yang terus memegang kemudi kelotok. Sesekali kelotok bergerak ke kiri dan ke kanan menghindari batang-batang kayu yang hanyut dibawa arus.
Read 105 tweets
Jun 30
Parang Maya : Perang Santet di Tanah Dayak

Bab 26 : Hantu Banyu

Bantu Retweet dan Quote tweet ya.

@IDN_Horor
#ceritaserem #ceritahoror #ceritamalamjumat #malamjumat #kasnoout Image
Aku tercekat beberapa saat menyaksikan pemandangan mengerikan di depan mata. Tangan pak Salundik melambai-lambai di permukaan, gelagapan meminta tolong. Helai demi helai terus membungkus badannya tanpa ampun.
Tubuhnya timbul tenggelam diseret arus sementera jeritnya semakin melemah.

Aku ingin meminta maaf karena tidak bisa berbuat apa-apa. Hati kecilku merasa bersalah tapi memang tidak ada yang bisa kulakukan kecuali terdiam mematung.
Read 58 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(