Yuda Riyan Profile picture
Mar 16, 2023 216 tweets >60 min read Read on X
A Thread Horror

"RUMAH ATAP"

#threadhorror #ceritaseram #horrorstory #bacahorror #malamjumat
@bacahorror_id @idn_horror
HORROR STORY Image
Sebelum mulai ceritanya mau ngbanyol dikit, sudah beberapa tahun memutuskan untuk tidak lagi menulis horor karena alasan tertentu, akhirnya bisa juga balik lagi nulis.

Aku tidak perlu disclaimer tentang apapun mengenai cerita yang akan aku tulis kembali
Beberapa mungkin tak asing dengan tulisanku yang berjudul Aroma Jagal Mustika



Dan, Cerita yang akan aku tulis kali ini masih berkaitan dengan karakter di dalamnya, yakni Karto
dan biar nggak lelah, segala dialog akan menggunakan bahasa Indonesia.
So, selamat bersua kembali dengan Karto
Semua kepercayaan atas kebenaran cerita kembali pada para pembaca
Tapi, ketahuilah, apapun yang dipercaya seseorang, maka itulah yang pernah dilihat, didengar, atau dialaminya

Selamat menikmati

-----
2009, aku ingat betul saat itu aku masih duduk di bangku SMP, 2 tahun setelah aku mengenal sosok Karto, dia semacam sosok yang ramah, baik kepada anak kecil, namun bengis ketika bertemu lawan
Sore itu Karto sedang bersantai di depan pintu rumahnya, ia baru saja pulang dari tempatnya bekerja.
Kala itu, Karto bekerja sebagai pembuat Tahu di sebuah pabrik kecil2an milik salah satu warga di desanya.
Hidup dengan damai, meski masalah terus mengalir dan silih b'ganti
Singkat cerita di suatu malam, Anto salah satu penari kuda kepang, atau temannya Karto mendatangi Karto yang sedang asyik memadu kasih dengan pacarnya melalui telepon.
Melihat gelagat Anto, yang datang tanpa diundang, bak jailangkung, dan wajah serupa dikejar buaya darat,
tentu saja itu bukan persoalan ngopi atau nongkrong semata, melainkan ada masalah yang harus diselesaikan.
"Rumah Atap" kata Anto dengan wajah panik.

Karto pun menutup telepon pacarnya, dan bergegas pergi dengan Anto, tanpa perlu pamit kepada orang tuanya.

Tak menunggu waktu lama, mereka pun sampai, di sebuah rumah. Rumah itu berada di sebuah desa yang cukup jauh dari desa Karto.
Mari kita sepakati Rumah Atap berada di desa Kamboja.
Sesampainya di sana, tanpa perlu membuka gerbang rumahnya, Karto pun memanjat gerbang yang masih terkunci dengan rapat oleh gembok dan rantai, lantaran tak sabar menunggu Anto membuka gembok dan perintilannya.
Karto dan Anto pun disambut dengan ilalang dan rumput yang bisa ditebak sudah tidak pernah dipangkas selama beberapa bulan. Suasana diluar rumah gelap, dan memang kebetulan listrik satu desa sedang padam.
Hal itu tentu saja menambah rasa takut yang dirasakan oleh Anto. Anto bukanlah tipe cowok yang bisa diandalkan dalam situasi horor semacam ini.
Ia akan bersembunyi dibalik punggung siapa saja di depannya.
Perlahan cahaya kuning, serupa lilin atau lampu togok (lentera) mulai menerangi sisi garasi yang tak berisi kendaraan.
Dan, muncul sesosok lelaki paruh baya yang kerap kali dipanggil dengan sebutan Pak Lek! Muncul memberi cahaya, serupa malaikat yang datang membawa berita.
"Masuk!" kata Pak Lek

Mereka pun menurut
Mereka masuk ke dalam

"Assalamualaikum!" Setelah Karto dan Anto mengucap salam, ada beberapa orang yang menjawab dari dalam secara kompak. Dan terdengar jelas, setelah ucapan salam ada rintihan anak perempuan di dalam rumah
"Anak siapa Pak Lek?" tanya Karto penasaran seraya menyelidik wajah dari anak perempuan itu.

"Anak baru, duduk, dan tunggu saja dulu, aku buatkan minum dulu!" kata Pak Lek dan meninggalkan Karto juga Anto.

Siapa anak itu? Wajahnya penuh borok!
Sabar...
Begitu Pak Lek kembali dengan menenteng dua gelas berisikan kopi hitam, (truely kopi), Anto dan Karto pun menikmati kopi tersebut, seraya mendengarkan penjelasan yang keluar dari mulut Pak Lek
"Itu Maya, anak desa yang ada di sebalik gunung, dia sengaja dibawa kemari untuk diobati, tapi sampai sekarang kita belum nemu, apa yang bikin Maya penuh dengan borok kayak gitu" jawab Pak Lek, sembari memperhatikan tubuh anak perempuan yang disebut Maya dengan tatapan kasihan.
"Tolong Paaaak!" rintihan minta tolong tidak pernah berhenti malam itu. Rasa sakit yang entah seperti apa terus dirasakan oleh Maya. Seolah tak kenal lelah, ia terus menangis, seakan airmatanya memang tak akan pernah habis.
"Sabar, nak!" kata seorang ibu-ibu yang terus menyapu nanah yang merambat keluar dari boroknya. Diketahui ibu-ibu itu adalah Budenya Maya, dan mari kita sepakati menyebutnya Bude saja.
"Mana orang tuanya Pak Lek?" tanya Karto penasaran.
"Entahlah! Aku pun tak tahu siapa orang tuanya, Budenya tidak pernah menyebutkan nama dan seperti apa rupa orang tua Maya," jawab Pak Lek.

"Apa yang kau rasakan Kar?" tanya Pak Lek kepada Karto.
"Tidak ada Pak,---
Semua seperti baik-baik saja Pak, atau boleh jadi, sebenarnya Maya sakit medis Pak?"
"Apa kau buta?" tanya Pak Lek membuat Karto sontak melotot lantaran terkejut.
"Lihat sekeliling Maya, lihat yang disebelah Budenya, apa menurutmu itu manusia?" lanjut Pak Lek.
Karto pun melihat dengan seksama, semakin diperhatikan dan matanya semakin menyelidik, tiba-tiba saja, sosok yang berada disebelah Bude, menoleh dengan wajah yang datar.
Ya. Mereka saling bertemu mata, Karto tentu saja sedikit beringsut dari tempat duduknya, seraya menyebut,-
kalimat istighfar, sosok itu kembali menatap Maya.

"Jadi apa ini Pak Lek?"
"Aku pun tak tahu Kar, baru ini ada yang diobati, tapi semua terlihat normal, tidak ada perlawanan, tidak ada jawaban, tidak ada petunjuk," jawab Pak Lek seraya menyesap rokoknya.
Karto tidak pernah me,-
lihat Pak Lek sebingung itu.
Apalahi Karto yang baru bocah kemarin bagi Pak Lek.

Jadi, Pak Lek adalah semacam orang yang dipercaya bisa mengobati orang sakit yang bukan berasal dari penyakit medis, alias guna-guna atau semacamnya.
Namanya sudah cukup terkenal di kalangan orang-orang yang percaya akan hal demikian.
Dirinya juga seorang pawang dalam setiap acara kuda kepang yang diselenggarakan secara besar-besaran, seperti saat acara Sedekah Bumi yang diadakan di kaki Gunung atau acara besar lainnnya.
Malam itu, Karto, Anto dan Pak Lek hanya terdiam melihat anak perempuan yang terus menangis kesakitan dan tak berhenti meminta tolong.
Dan dengan pertanyaan yang sama,
Apa penyebab dari sakitnya Maya?
Singkat cerita tanpa menuai jawaban, Karto dan Anto pun pulang dari rumah itu.

Tentu saja, di perjalanan Anto terus bertanya ada apa?
Lantaran lelah mendengar Anto yang terus bertanya, Karto akhirnya menyerah dan menjawab.
"MBOH COK! Kamu kan dengar tadi, Pak Lek aja nggak tahu,
penyebab sakitnya Maya kenapa, malah kau nanya aku, ya aku nggak tahu. Aku pun nggak ngerti kenapa Pak Lek justru manggil kau, aneh nggak sih!" jawab Karto sedikit kesal.

"Iya juga ya, kenapa Pak Lek nggak ngomong ke yang lain, kenapa aku Kar?"
"Nggak tahu juga, aku jadi bingung, kita kesana nggak dapet apa-apa, jawaban nggak ada, terus kita kerumah itu ngapain ya?"

Pertanyaan demi pertanyaan terus dilemparkan hingga sampailah Karto di depan rumahnya.

Dengan masih bertanya-tanya, ia pun memaksa dirinya untuk,-
beristirahat setelah Anto pulang.

Singkat ecrita, keesokan harinya, Pak Lek justru datang menemui Karto ke pabrik tempat Karto bekerja.

Setelah basa-basi manja, di jam makan siang, akhirnya Pak Lek membuka obrolan mengenai Maya.
"Aku hidup dianggap sebagai dukun sudah bertahun-tahun Kar, baru ini aku dibikin bingung sama setan!"
kata Pak Lek membuka obrolannya.

"Terus gimana Pak Lek?"

"Besok kamu kerja ndak?" tanya Pak Lek kembali
"Bisa kok dibikin libur,"
"Kita ke gunung nanti malam!" ajak Pak Lek tanpa sedikit pun ada nada bercanda.
"Welok! Nggak ke mendadak juga kali Pak! Capek kali Pak!"
"Kalau gitu, dua hari lagi, pas malam hari selasa aja, kamu minta cuti 2 hari sama bosmu, nanti aku yang bantu ngmg"
"Baiklah Pak Lek!"

Tak lama setelah ajakan itu, mereka berdua-pun kembali pada obrolan yang sederhana. Tanpa sadar, Karto sudah harus kembali bekerja.
Karto pun belum tahu apa yang akan dilakukannya di atap Sumatera itu, meski ia paham betul, Karto dan orang yang akan ikut dalam
perjalanan itu, tidak akan sampai di puncaknya, melainkan ditempat lainnya.
-----
MAAF! Kita ceritanya pelan-pelan ya, berhubung besok kerja, jadi aku bakalan update lagi ceritanya besok malam, silahkan tinggalkan jejak agar tak tersesat.
Aku bakalan update setiap malam jika tidak ada halangan
-----
Mari kita mulai lagi
Pelan-pelan yyaaa
----
Hari selasa pun tiba, Karto yang sudah menyiapkan sedikit bekal untuk pendakian kecil itu pun, langsung berangkat ke Rumah Atap.
Di rumah itu, sudah ada Anto, Pak Lek, Bude dan Maya yang masih terbaring lemah, namun kali ini ia tidak kesakitan.
Bude masih dalam kegiatan yang sama seperti malam waktu itu, menyapu nanah yang keluar dari boroknya Maya.
Harusnya anak seumurannya sekarang masih asyik bermain lompat tali bersama teman-temannya bukan malah berurusan dengan penyakit mengerikan yang belum diketahui asal muasalnya.

"To? Kau kenapa ikut?" tanya Karto kepada Anto.
"Entahlah aku pun bingung, kenapa Pak Lek mengajakku!" jawab Anto dengan nada datar, seperti halnya orang yang memang tidak tahu apa-apa tapi tetap menuruti keinginan orang lain.
"Dia kenapa ikut Pak?" tanya Karto kepada Pak Lek
"Sudah, buat rame-rame aja, nanti kita pergi bertiga!"

Singkat cerita setelah magrhib mereka sudah sampai di pintu rimba.
Mereka pun mulai berjalan, ditemani dengan suara alunan mp3 ala bapak-bapak pada umumnya, pada tahun itu,
hanya beberapa orang saja yang bisa memiliki gawai yang ada mp3-nya. Pak Lek yang dikenal dukun tapi jiwanya cukup modern perihal teknologi. Karto ingat betul, gawai yang digunakan adalah Sony Ericson K510i. gawai juragan kentang pada tahun-tahun itu.
-bentar ada gempa-
Sudah cukup lama mereka berjalan, sejatinya perjalan ke kaki gunung Kerinci pada malam hari bisa dikatakan berbahaya, apalagi jika dimulai pada malam hari.
Hal ini dikarenakan mulai dari Pintu Rimba hingga Pos 3 masih sering ditemukannya binatang buas dan yang paling tersohor adalah Beruang atau Harimau Sumatera.
---
BREAKING NEWS : Sebelum dilakukannya Ekspedisi Harimau Sumatera pada tahun 2012 kawasan Gunung Kerinci masih ramai dengan Harimau dan juga binatang buas lainnya, tidak terkecuali Gajah yang melintas. Terutama di kawasan Pos 1-3.
Ya, kurang lebih seperti itu, mungkin dari para pendaki sudah tidak asing lagi dengan hal ini.
Dan, sudah menjadi larangan turun temurun untuk tidak membuka tenda di POS-POS itu, bukan dilarang, lebih tepatnya tidak dianjurkan,
apabila dirasa darurat, lebih baik naik lagi ke Shelter I atau turun.
Data ini aku dapat dari teman yang kebetulan sering naik turun gunung kerinci
---
Speaking of witch, sekitar pukul 12 malam, mereka sampai di Pos 3, Pak Lek meminta untuk berhenti sebentar. Dan disana Anto langsung pasang badan untuk berada ditengah-tengah Karto dan Pak Lek.
"Pak kok kita disini sih? Kan nggak boleh berhenti disini, nanti ada macan!" kata Anto ketakutan.
"Macan nggak makan manusia To, santai aja, kita kan nggak ganggu. Dari sini, kita naik sedikit lagi, nanti kalau lihat ada celah buat bikin jalan kita masuk!"
"Kita mau bikin jalan Pak?" tanya Karto.
"Nggak, nanti aku kasih tahu tempatnya,"

Mereka pun kembali berjalan setelah menghabiskan satu batang rokok. Tetap pada posisi awal. Anto tidak mau kalah dengan Karto, dia harus berada di tengah.
Tidak jauh dari pemberhentian tadi, sekitar 50 meter, tidak pula jauh dari Pohon Bolong
Pak Lek langsung mengambil jalan ke kanan, yang seharusnya itu hanya semak atau tumbuhan tinggi, namun tidak, dengan gampang Pak Lek menarik tangan Anto disusul dengan Karto
dan sampailah mereka di depan rumah yang terlihat sangat tidak asing di mata Anto dan Karto.
RUMAH ATAP.

"Loh kok?" Ucap Anto terbata-bata. Bingung dengan apa yang terjadi, Karto menatap Pak Lek dengan tatapan tajam seolah menyerang Pak Lek dengan pertanyaan "ADA APA INI?"
Dari rumah yang sangat familiar itu terdengar jelas seperti sebelumnya, rintihan anak perempuan, namun ada yang berbeda dari rumah itu.
Hawa yang dikeluarkan dari rumah tersebut sangat berbeda, bau amis tercium dimana-mana. Ilalang disekeliling rumah lebih tinggi dari sebelumnya.
Hingga tak lama, keluarlah seorang perempuan bungkuk dengan wajah yang menyeringai ramah namun menakutkan, dari badan dan wajahnya terlihat jelas bahwa itu adalah nenek-nenek tua yang sudah kehilangan gigi depannya.
Katarak di matanya terlihat begitu jelas saat tersorot lampu togok (lentera)
Pak Lek yang melihat sosok itu, langsung membungkuk, seakan mengucapkan salam. Karto dan Anto pun dengan ragu mengikuti apa yang dilakukan Pak Lek.
Mereka pun masuk ke dalam, dan betapa terkejutnya, banyak sekali anak-anak seumuran Maya berkeliaran di dalam rumah tersebut.
Karto mengangguk seolah paham, ini bukan Rumah Atap, tampilannya saja yang sama.
Sosok yang sempat Karto lihat di rumah beberapa malam yang lalu juga berada disana, dengan posisi yang sama, ia duduk di samping Maya, dan tidak ada Bude disana.
Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah Maya terlihat tidak terluka sama sekali, wajahnya halus seperti anak-anak kebanyakan. Mulus belum tersentuh noda.
Namun, Maya yang Karto lihat masih tetap terbaring dengan tangisannya yang begitu menyayat telinga Karto.
Pak Lek yang sedari tadi duduk bersebelahan dengan sosok nenek bungkuk yang tidak diketahui namanya itu tiba-tiba meminta Anto untuk mendekati Maya.
"To, duduk disebelah Maya,"
Lantaran takut membuat masalah, Anto mengiyakan perintah Pak Lek tanpa harus menjawab. Sedangkan Karto masih tetap memperhatikan sekelilingnya, dimana anak-anak kecil itu terus tertawa dengan riang,
seolah tidak terjadi apapun di rumah itu, seolah tidak ada duka di dalamnya.
Seketika, saat Anto duduk disebelahnya Maya.
Secara kompak dan serempak anak-anak kecil yang entah manusia atau dedemit yang sedang bermain itu mendadak berhenti dan berkata hal yang sama
"NGADOH!" ("MENJAUH") bentak anak-anak itu secara kompak dan melotot ke arah Anto.

Namun, anehnya, Anto yang dikenal sebagai pengecut kelas kakap dalam urusan seperti ini, justru kini sebaliknya,
Anto menatap balas ke arah anak-anak tersebut, penuh dengan tatapan tajam seolah tak senang di tegur oleh bocah ingusan.
Karto yang menyadari hal itu, menatap Pak Lek seolah bertanya "Apa itu Anto?"
Pak Lek pun menjawab dengan gelengan kepala, pertanda tidak, disusul dengan menunjukkan telapak tangannya seolah menjawab "Tenang saja!"
Cukup lama Karto terjebak dalam situasi aneh nan mengerikan itu, semuanya hening, dan menambah ketajaman aroma amis yang semerbak bau bunga melati.
Sampai disini, akhirnya, Karto berani mengambil kesimpulan.
- Selamat malam
Maaf malam minggu nggak update karena ada pekerjaan diluar,
Yok lanjut -
Setelah serangkaian peristiwa terjadi, dan Karto pun berani mengambil kesimpulan, boleh jadi Maya adalah anak perempuan yang dijadikan tumbal dan berakhir seperti anak-anak kecil disekitarnya.
Yg menjadi pertanyaan adalah, lalu hubungannya semua cerita ini dengan Rumah Atap apa?
Begitulah yang menjadi pertanyaanku ketika mendengar cerita dari Karto
Selepas Anto sadar atas dirinya sendiri, Pak Lek pun mengajak Karto dan Anto untuk berpamitan dan pergi dari tempat itu.
Tanpa mengetahui kesimpulan dari semua kejadian yang aneh dan tidak masuk akal.
Di bawah kaki gunung Kerinci, Pak Lek bersaksi dan mengatakan juga menjabarkan semuanya. Dirinya sudah mengetahui atas misteri yang menimpa Maya.
Serupa pemikiran Karto.
Maya adalah tumbal kesuksesan orang tuanya. KLISE Sekali.
"Lalu apa hubungannya denganku Pak?" tanya Karto dengan sedikit kesal, karena Karto merasa sedang di permainkan oleh Pak Lek.
Semua pertanyaan Karto selalu dijawab dengan kalimat, "Entahlah! Aku juga bingung!" selalu begitu.
Aku yang mendengarnya pun merasa kesal. Namun sabarlah dulu.

Mulai dari kenapa ada Anto yang selalu Pak Lek ajak, hingga perjalanan ke pos 3 gunung Kerinci yang terasa tidak masuk akal.
Harusnya perjalanan dari Pintu Rimba hingga Pos 3,
hanya membutuhkan waktu 1-2 jam saja. Namun pada malam itu, mereka harus menempuh waktu hingga 4 jam lebih.
Lalu terdapat Rumah Atap ke dua yang jelas-jelas bukan rumah yang nyata.

Pak Lek pun bercerita.
Kita tarik mundur 8 tahun yang lalu, tepatnya, tahun 2001, di kota P. Ada keluarga yang tersohor dan disebut dengan keluarga Zulkar.
Mereka adalah pemilik dari sebuah Bungalow di sebuah pulau tidak jauh dari kota P. Tentu saja mereka adalah orang kaya. Bahkan bisa dikatakan mereka konglomerat.
Hingga mereka pun melahirkan seorang anak perempuan yang sama-sama diketahui anak itu bernama Maya.
Maya lahir dengan kondisi yang bisa dibilang tidak baik-baik saja. Menurut pemeriksaan medis, Maya menderita kelainan Jantung, yang disebut sebagai Brikardia (Salah satu penyakit kelainan Jantung Aritmia)
Hingga setelah 2 tahun berlalu, hal ini dimanfaatkan keluarga Zulkar demi meraup keuntungan.
"Anak masih bisa dibuat!" begitu ucap keji sang ayah.
Hingga suatu percakapan mengejutkan di dengar oleh kerabatnya Zulkar, yang kita kenal dengan Bude.
"Kita jadikan saja Maya sebagai calon berikutnya, toh dia juga nggak bisa bertahan lama menurut dokter! Untuk apa membuang waktu untuk anak yang akan mati!"
Mendengar itu, Bude langsung mendobrak pintu yang sebenarnya sudah sedikit terbuka.
"Kau sudah gila Zul, itu anakmu, Dulu si Akbar (Anak pertama Zulkar) kau jadikan dia tumbal lantaran dia punya penyakit jantung, sekarang Maya ingin kau jadikan calon berikutnya.
Sampai hati mulutmu berucap demikian Zul, tobat dek!" kata Bude.

"Sudahlah Kak, kau juga menikmati hasilnya, dan aku bisa seperti ini juga karena perbuatan dan hasutanmu!" bantah Zulkar.
"Aku memberimu jalan itu benar, tapi bukan untuk terus kau manfaatkan semua anak-anakmu! Tak kau lihat Akbar masih menderita di kamar belakang! Aku lelah harus membuang tai dan nanah Akbar!"
"Lalu kau mau apa? Melapor ke Polisi! Heh! Kak! Polisi tidak akan percaya dengan semua bualanmu! Mana pula mereka percaya dengan tumbal dan tetekbengeknya!"
Mendengar jawaban itu, tentu saja ada benarnya. Menuntut Zulkar atas tuduhan penganiayaan yang dilatar belakangi Tumbal, hal itu tentu saja tidak ada dalam Undang-Undang.
"Coba kau pikir kembali! Membuat anakmu menjadi ladang uang bukan pilihan yang tepat Zul, apa kurang hartamu, itu tak akan kau bawa mati!"
"Oh tentu saja! Suatu saat nanti jika aku mati! Aku akan meminta kepada istri atau siapapun, untuk menguburkan semua hartaku di liang kuburku!" bantah Zul sombong.
Bude pun beringsut mundur dari percakapan yang tak akan ada ujung itu.
Hingga suatu malam ia berpikir untuk melakukan sesuatu.
Dimulai dari Akbar, si anak pertama.
Secara diam-diam Bude masuk ke dalam kamar belakang tempat dimana Akbar menderita kesakitannya. Kondisi Akbar sama halnya yang dialami Maya. Wajahnya penuh dengan borok.
Hipotesanya, Akbar menjadi pabrik dari segala kekayaan yang di dapat Zulkar. Selama Zulkar masih hidup dan menderita, maka kekayaan itu tidak akan pernah ada habisnya.
Dan apabila Akbar mati, belum diketahui apa yang akan terjadi oleh Zulkar.
Kembali ke Bude, setelah Bude masuk ke dalam kamar Akbar, ia melihat Akbar yang masih tertidur dengan sedikit meringis, seperti merasa kesakitan.
Bude terus berpikir apakah yang akan dia lakukan ini benar.
Namun melihat keadaan Akbar, tentu saja, tidak akan ada yang tega membiarkan manusia hidup dengan keadaan seperti itu.
Dengan penuh keyakinan, Bude mengambil satu buah bantal dan membekap Akbar.
Semua berjalan lancar, hingga ada sesuatu yang menyadarkan Bude bahwa itu tidaklah tindakan yang benar.
Maka, dengan tangis penuh penyesalan, Bude melepas bekapan itu.
Akbar, masih bisa diselamatkan.
Rencana Bude yang pertama gagal, tindakan itu sudah jatuh ke ranah kriminal, ia tidak mau jadi buronan.
Maka, dengan memberanikan diri Bude harus membawa Maya supaya tidak lagi ada tumbal-tumbal selanjutnya.
Setelah Bude berhasil kabur dari kota P membawa Maya, berbekal uang tabungan yang ia dapat dari Zulkar dan bekerja secara serabut di tempat baru, ia bisa menghidupi Maya seorang diri. Di suatu malam Maya terkena Demam.
Bude langsung teringat semua vonis dokter. Ia pun buru-buru pergi ke rumah sakit terdekat, dan memeriksakan kondisi Maya.
Fakta mengejutkan keluar dari mulut seorang dokter ahli Jantung.
Bude ingat betul dokter itu bernama Dokter Ferdi, terlihat dari nametagnya.
"Dia cuma demam biasa, tidak ada yang salah dengan dia, berikan obat penurun demam yang bisa ibu tebus di apotek, Insha Allah 2 hari lagi dia sembuh!" kata dokter Ferdi.
Mendengar itu, Bude pun langsung bingung.
"Loh dok! Apa jantung Maya baik-baik saja?"
"Baik-baik saja bu, tidak ada yang salah dengan jantung si anak, semuanya normal, mungkin beberapa hari yang lalu cuaca memang sedang tidak baik-baik saja, jadi dia terkena demam"
Ternyata, Zulkar sudah bersekongkol dengan dokter abal-abal demi meyakinkan istrinya untuk bisa menumbalkan anaknya. Begitulah kesimpulan Bude, karena memang tidak pernah ada kertas atau dokumen yang menyatakan bahwa anak-anaknya menderita kelainan jantung.
Rumah sakit bersalinnya pun tidak pernah terlihat.
Dimata Bude, Zulkar, adalah orang yang bisa menghalalkan segala cara demi meraup keuntungan.

Singkat cerita, Bude mendapat kabar buruk, bahwa Akbar sudah wafat dengan keadaan yang mengenaskan.
Bude tidak terlalu bodoh meninggalkan Akbar sendiri tanpa ada mata dan mulut yang akan mengadu kepadanya.
Kabar itu ia dengar dari tetangganya, dimana ia sudah berpesan untuk terus memantau Zulkar.
Dari terdengarnya kabar itu, tidak menunggu waktu lama, mulai terlihat keanehan pada kulit wajah Maya, perlahan terlihat hanya hitam lebam, Maya mulai merasakan gatal yang semula seperti digigit nyamuk hingga berujung serupa ditusuk pedang.
Satu borok muncul dekat dengan matanya, awalnya berbentuk jerawat hitam, hingga menjadi seperti bisul, dan pecah menjadi borok yang sesungguhnya. Dua tiga empat borok sudah menjala di wajah cantik Maya.
Maya tidak lagi keluar rumah, Maya tidak lagi bisa tertawa.
Yang ada hanya tangis dari pemilik wajah lucunya.

Bertahun-tahun Bude mencari obat untuk Maya, mulai dari medis hingga klenik tak juga ada yang tahu apa penyakit yang diderita Maya.
Bertanya kepada dokter, bisul yang sudah terinfeksi, hingga dijalani perawatan yang tidak pernah berujung dengan kata sembuh.
Bertanya dengan Dukun yang terkenal sakti, hanya mendapat vonis yang tidak jelas, ada yang berkata dia diikuti oleh Jin penunggu rumah kontrakan, ada pula yang berkata bahwa Maya adalah anak keturunan Setan, yang justru membuat Bude naik pitam.
Hingga ia bertemu dengan seorang ustad yang tidak pernah disebutkan namanya, dan memang Maya tidak terlihat sedang diikuti oleh sosok Jin atau dedemit semacamnya. Karena memang setan yang hinggap pada penyakit Maya akan menghilang ketika terlihat adanya niat untuk diobati.
Pintar sekali bukan Setan itu.
Maka dari itu, tidak satupun dukun atau apapun sebutannya mengetahui adanya sosok gaib yang ada dibalik penyakit si Maya.

Ustad itu pun memberi satu nama tempat untuk bisa ia kunjungi. Rumah Atap.
Setelah diberikan alamat dan nasehat, Bude pun membawa Maya untuk berkelana menuju Rumah Atap.
---
FUNFACT : Rumah Atap sebenarnya bukan pemilihan judul yang tepat untuk cerita ini, tapi karena aku tidak tahu harus diberi judul apa, jadi aku memberi judul atas dasar, Rumah Atap adalah saksi bisu dari pengobatan atau kejadian yang menimpa Maya.
Semoga dapat dipahami.
---
"Begitulah yang terjadi Kar!" ucap Pak Lek
"Sebentar! Kok Pak Lek bisa tahu sedetail itu?" tanya Karto curiga.
"Nenek bongkok tadi yang bercerita, dia itu semacam penjaga Bude"
"Nggak mungkin dong Pak! Aku nggak pernah lihat nenek bongkok itu sebelumnya!"
"Apa yang ndak mungkin di dunia sekarang ini Kar? Semua hal yang ndak masuk akal sudah pernah kau alami, cerita yang simpang siur sudah pernah kau dengar! Zulkar cuma contoh kecil dari kekejaman manusia Kar!
Kalau kau menilai semua kejadian atas dasar logika itu bagus, tapi tidak semua kejadian bisa kau nilai dengan nalar! Buktinya dokter hanya memvonis Maya bisulan yang sudah terinfeksi,
pertanyaannya, apa ada anak kecil punya bisul sebanyak itu, diwajah pula, sejorok apa anak itu sampai punya bisul sebanyak itu? Nah gunakan nalarmu ayo!"

Karto terdiam mendengar penjelasan Pak Lek. Ada benarnya memang, entahlah benar atau salah.
"Lalu apa hubungannya dengan Anto? Kenapa kita harus ajak dia!"
"Karena diantara kalian dan juga anak-anak yang lain, cuma dia yang masih perjaka! Kita bisa gunakan Anto sebagai penyambung lidah antara alam gaib dan alam nyata, kita bisa pancing dedemit itu untuk mau berkomunikasi dengan kita melalui Anto."
"Hooooo," jawab Karto singkat
"Kalau kau masih perjaka aku ndak akan bawa si Anto, Kar" tutup Pak Lek dengan menyemburkan asap rokoknya di permukaan.
-
Baiklah, karena masih ada pekerjaan yang harus aku lakukan dan mengingat deadline yang harus diserahkan besok senin, maka aku sambung besok malam lagi, mudah-mudahan besok malam sudah bisa aku selesaikan.
Semoga terhibur pada malam ini.
Sebelumnya terimakasih sudah menyambutku kembali. (Drama bet wkwkwk)
Cuma mau mengingatkan saja, jangan berekspetasi lebih dengan cerita ini

Sampai bertemu kembali besok malam
-
Maaf, malam ini gak bisa lanjut, kerjaanku numpuk syekaleee...

Silahkan mampir ke akun thread horror lain dulu, atau baca thread aku yang lain juga boleh

Maaf nggeh😁😁😁 Image
Waah akhirnya Deadlineku selesai.
Maaf sudah menunggu lama, semoga ada yang menunggu wkwk

Mari kita selesaikan kegilaan ini

-------
"Lebih baik mati dari pada harus dikukus atas dosa ayahku sendiri!" begitulah ucapan Maya kepada sang Bude yang selalu menemaninya.
Mendasari dari cerita dan kejadian yang dijabarkan oleh Pak Lek yang ia dapat dari Nenek Bongkok, membuat kejadian yang menimpa Maya kini semakin jelas adanya.
Akibat rasa serakah yang dimiliki oleh Zulkar, Maya harus menanggung segala akibatnya.
Anak perempuan yang seharusnya masih harus menempuh pendidikan justru berujung menempuh jalan menuju kematiannya sendiri.

Seminggu berlalu, Karto belum mendapati kabar dari Pak Lek, atau perkembangan dari nasib Maya.
Besar kemungkinan Maya belum mati.
Siang itu, saat Karto sedang melaksanakan tugasnya sebagai pembuat tahu, tiba-tiba saja, nada dering handphonenya berbunyi cukup keras, mengejutkan seisi pabrik yang mungil itu.
Saat diketahui, tertera dalam layar nama Anto.
Tanpa babibu, Karto pun menjawab panggilan Anto.
"Ada apa?" tanya Karto santai.
"Nanti malam selepas isya, Pak Lek mau ketemu,"

Tanpa menjawab Ya, Oke atau jawaban setuju lainnya, Karto mematikan sambungan teleponnya.
Ada rasa lega atau tenang dalam diri Karto karena sudah mendengar kabar dari Pak Lek, setidaknya kabar singkat itu bermakna Pak Lek masih hidup, meski tidak ada ancaman apapun, tetap saja, usia tidak ada yang tahu.
Singkat waktu siang berganti tugas dengan malam, Karto sudah bersiap untuk pergi menuju kediaman Pak Lek, dimana Anto sudah berada di depan rumahnya.
Malam itu pertemuan tidak dilakukan di Rumah Atap.
Karto dan Anto belum tahu alasannya, mereka hanya bisa menurut.
"Kok malam ini beda ya Kar hawanya," kata Anto begidik ngeri melihat sekeliling jalan yang belum di beri penerangan. Satu-satunya penerangan yang mereka miliki hanya lampu kendaraan dan rumah-rumah warga yang berjarak cukup jauh dari jalan umum.
"Biasa aja kali To, santai! Mentok-mentok juga kalau apes ketemu hantu!"
"Hantu matamu!"

Perdebatan kecil itu cukup membuat Karto tersenyum geli melihat gelagat Anto yang penakut.
Terbesit pikiran jail untuk menghentikan motor secara tiba-tiba di sebuah pohon besar yang tidak jauh lagi dari mereka, semata-mata hanya untuk mempermainkan Anto yang penakut. Namun, tentu saja hal itu diurungkan lantaran masih ada tujuan lain yang harus disegerakan.
"Baiklah lain waktu saja!" gumam Karto dalam pikirannya.

Sesampainya di rumah Pak Lek. Ada sosok yang membuat Karto berpikir 2 kali untuk masuk ke dalam rumah Pak Lek.
Sosok yang jelas ia kenal, sosok manusia yang kelak membuat geger satu kampung dan padepokan.
Alex ada disana! (Yang belum kenal Alex, silahkan kenalan dulu kalau mau di Thread yang aku mention diatas!)

Meski sudah berpikir 2 atau hingga 100 kali, Karto tetap harus menemui Pak Lek.
"Ngapain dia disini To?" tanya Karto kepada Anto dan masih berada di luar rumah Pak Lek.
"Alex?"
Karto mengangguk
"Mungkin dia ikut bantu Maya! Kalau mau tahu jawabannya, masuk! Kalau kau ndak masuk! Sampai mati kaupun ndak akan ketemu jawabannya!" kata Anto beringsut dari hadapan Karto dan menuju pintu rumah Pak Lek.
Melihat gelagat dan mendengar jawaban Anto,
Karto sudah merasakan ada yang tidak beres di dalam sana. Anto berubah secara drastis. Bagi Karto Anto tidak akan pernah sebijak itu.
Setelah berpikir lagi hingga 1000 kali boleh jadi, akhirnya Karto pun mengikuti Anto masuk ke dalam rumah Pak Lek, dan mengucapkan salam serupa manusia beradab lainnya.
Pandangan Anto tidak lepas dari wajah bodoh Alex.
Demikian pula Alex yang tidak berhenti menatap Karto dengan wajah penuh dendam.

Tak berapa lama, 2 gelas kopi hitam dengan uap yang masih mengepul datang di atas nampan yang dibawa oleh anak Pak Lek, Retno.
Dan, untuk pertama kalinya pada malam itu dirumah Pak Lek, Karto mengalihkan pandangannya dari Alex.

"Langsung saja ya nak! Kalian aku kumpulkan disini,..." Pak Lek membuka obrolannya,
"Kuajak kalian ke rumahku tentu saja bukan untuk memandang Retno ya," lanjut Pak Lek yang sadar bahwa Karto dan Alex sedang memperhatikan anaknya, dan seketika ucapan itu mengalihkan perhatian Karto dan Alex.
"Bisa dimulai ya?" tanya Pak Lek memastikan, dan tidak ada jawaban, pertanda setuju.
"Jadi, malam ini semua cerita harus selesai, Maya harus disembuhkan. Bagaimanapun caranya, ia harus sembuh."
"Caranya gimana Pak?" tanya Karto.
"Kita makamkan Maya!"
"Weh Pak, kalau benar ini yang bakalan dilakuin! Ini udah jatuh ke ranah kriminal Pak! Maya masih hidup terus dikubur! Ya kita membunuh Maya!"
"Bukan begitu Kar, jadi begini,...."

Pak Lek pun menjabarkan semua rencananya, dan Karto pun akhirnya menyetujuinya.
"Lalu gunanya Alex disini apa?"
"Dia ikut ke dalam! dan Anto sebagai komunikasi antara Alex dengan kita selama berada diluar!"
"Berapa lama Pak?" tanya Karto lagi.
"24 atau hingga 72 jam!"
"Kau setuju Lex?" kini Karto bertanya kepada Alex.
"Kenapa ndak! Aku juga mau membantu!"
Percakapan itu selesai dengan menyepakati ritual akan dilakukan pada pukul 1 malam dikemudian hari, dan dilakukan di Rumah Atap.
Pak Lek juga mengatakan bahwa ada beberapa orang yang akan datang,
tentu saja bukan anak-anak muda ingusan seperti Karto Alex dan Anto, melainkan sesepuh yang dipercaya oleh Pak Lek sendiri.
Tak menunggu waktu lama untuk sampai pada ritual Rumah Atap.
Setelah sholat Isya, Alex diharuskan untuk tidur terlebih dahulu, karena pada dasarnya Alex diharuskan untuk melakukan puasa Pati Geni selama 2 hari.
Resiko kematian tentu saja terus menghantui pikiran Alex. Demikian pula dengan kecemasan yang luar biasa dialami oleh Karto, meskipun setolol-tololnya Alex dimata Karto, tetap saja Alex adalah temannya sendiri.
Sebelum kesepakatan malam sebelumnya terjadi, ternyata ada pula hal yang belum disampaikan oleh Pak Lek kepada Karto, dan baru bisa disampaikan pada malam beberapa jam sebelum ritual gila itu dimulai.
Benar atau salah, jika ritual ini di dengar oleh aparat desa, maka habislah riwayat Rumah Atap malam itu.
"Alex sendiri yang mau membantu Kar, tadinya aku mau Anto yang ikut ke dalam. Tapi, Alex sudah tahu rencanaku dari Retno," ucap Pak Lek dengan wajah gelisah.
"Sumpah! Aku takut Pak! Aku takut Alex lewat itu saja!"
"Maka berdoalah! Semoga semuanya lancar!" jawab Pak Lek seraya meninggalkan Karto.

Tak berselang lama, Alex justru menghampiri Karto yang sedang merenung di depan pintu dengan kretek favoritnya.
"Kar, aku cuma mau minta maaf," kata Alex dengan nada menyesal.
"Kau ku maafkan kalau kau bisa kembali hidup-hidup! Ini bukan drama Lex, meskipun watakmu serupa anjing kau tetap temanku!"
"Doakan aku!" jawab Alex yakin dan berlalu dari hadapan Alex.
Alex pun dibuat tidur oleh Pak Lek pada saat itu. Karena sebelum dilakukannya ritual sinting itu, Alex diwajibkan untuk sholat Tahajud atau sholat Taubat terlebih dahulu, agar semua berjalan lancar. Meski pada alibi sesungguhnya, untuk jaga-jaga apabila Alex mati, itu saja.
Tak lama setelah Alex tertidur, datanglah 5 orang yang tidak Karto kenali, dan 5 orang itu terlihat sudah cukup berumur, apa lagi salah satu diantaranya sudah berjalan menggunakan kursi roda. Mereka datang dengan mobil SUV mewah pada zamannya.
2 diantaranya membawa skop dan pacul, dan berlalu menuju halaman belakang.
Karto pun ikut ke halaman belakang dan menyaksikan apa yang akan dilakukan orang-orang itu.
Sedangkan 3 diantara 5 orang itu, masuk ke dalam rumah mendekati Maya dan Anto yang terbaring disebelah Maya.
2 Orang yang berada di halaman belakang mulai melaksanakan tugasnya, yakni menggali.
Benar, 2 orang itu akan menggali lubang sedalam 4 meter dan harus selesai sebelum pukul 1 malam.
Jadi, rencana yang akan dilakukan oleh Pak Lek adalah mengubur hidup-hidup Alex bersama dengan Maya. Gunanya untuk simbolisasi kematian Maya, agar penyakit yang di derita Maya bisa segera dipulihkan.
Meski tak termakan ayam, namun begitulah ritual gila yang paling benar menurut Pak Lek, dengan resiko keduanya benar-benar mati bukan hanya sebagai simbolis.
Mekanisme yang dijelaskan oleh Pak Lek kira-kira seperti ini :
Ketika Maya dianggap sudah mati, maka putuslah ikatan antara Zulkar dengan Maya, dengan demikian Maya bukanlah lagi manusia yang bisa dijadikan tumbal atau mesin pencetak uang bagi Zulkar.
Tapi, rencana ini bukanlah rencana yang baik, melainkan menjadi opsi paling terakhir, tidak jarang nyawa menjadi bayaran atas ritual sinting ini.
Jikalau hal buruk terjadi, setidaknya Maya tidak lagi merasakan sakit yang berkepanjangan.
"Lebih baik mati dari pada harus dikukus atas dosa ayahku sendiri!" begitulah ucapan Maya kepada sang Bude yang selalu menemaninya.

Jam tua yang berada di tengah rumah pun berbunyi keras.
Siapapun yang penakut, akan bergidik ngeri mendengar suara jam tua di tengah malam seperti itu.

Alex pun dibangunkan oleh Pak Lek, sedangkan Anto masih tetap terbaring kaku disebelah Maya.
Karto belum paham dengan kegunaan Anto berada disitu.
Namun, dapat diakui, meski Anto penakut setengah mati, dia sangat berani untuk mengemban tugas dari Pak Lek semacam ini. Atau boleh jadi, ia tidak pernah tahu apa yang dia lakukan selama ini. Itu masih menjadi misteri Karto hingga detik ini.
Sholat Tahajud pun dimulai, semua orang yang melaksanakannya khusuk dengan pikiran masing-masing, tentu saja tidak dengan Karto yang isi otaknya melalang buana memikirkan apa yang akan terjadi nanti. Dan memenuhi pikirannya dengan pertanyaan "Bagaimana?"
Ya, bagaimana jika Alex mati? Bagaimana jika Maya tidak selamat? dan bagaimana yang lainnya.

Singkat waktu, dimulailah ritual tersebut.
Di halaman belakang sudah tersedia 3 keranda mayat, yang entah datangnya dari mana.
Keranda tersebut terlihat dibuat secara dadakan.
Terbuat dari bambu, dan boleh jadi akan roboh bila diisi mayat dan diangkat.

Tanpa diketahui Karto, 3 orang yang ia kenal kini sudah dibalut oleh kain kafan. Bersih, dan wangi, serupa mayat sesungguhnya, kecuali Alex yang masih cengar-cengir menatap Karto.
"Tenang, aku pasti balik!"

Sungguh! Karto tidak mengetahui skenario pemocongan yang dilakukan kepada Anto.
Saat Karto bertanya, Pak Lek menjawab dengan tegas dan meyakinkan.
"Untuk bisa berkomunikasi dengan Alex di dalam, Anto harus didandani serupa dengan Alex, agar koneksinya berjalan dengan benar!"

Karto belum pernah melihat hal segila ini! Sumpah! Seakan mimpi atau khayalan seramnya saja.
Tidak berhenti Karto berdoa di dalam hatinya, meminta pertolongan untuk keselamatan Alex dan yang lainnya.
Dimulai dari Maya terlebih dahulu, diikuti dengan suara tangis Bude, seakan itu adalah pemakaman sesungguhnya untuk Maya.
Dilanjutkan dengan Alex.
Proses penguburan dilakukan seperti mana biasanya, ditutup dengan papan, dan juga dihimpit dengan bantalan, atau bantal pocong sebutannya.

Hingga pada saat pelemparan tanah pertama ke liang lahat, tangis Bude berhenti.
Sosok Bude yang tadi menangis tersedu-sedu, kini berubah menjadi diam, seakan menikmati kejadian yng ada di depannya.
Badannya mulai membungkuk, serupa Nenek Bongkok yang Karto temui waktu itu.
Tak menunggu waktu lama, urukan tanah mulai menggelembung menyerupai kuburan aslinya.
Mereka juga tidak lupa memberikan pipa/selang untuk Alex, supaya dia masih bisa bernafas.
Kuburan itu cukup besar karena memang liang lahat itu berisi dua orang sekaligus.
Karto hanya bisa diam dan tak berhenti berdoa.
Lantuan kalimat Tauhid juga tidak berhenti berkumandang seperti mana proses pemakaman terjadi.

Setelah ditancapkannya serupa nisan yang hanya berbentuk kayu biasa, semua hening dengan sendirinya.
Angin yang seharusnya tak berusara kini seakan mendesis serupa ular.
Langit yang semula dipenuhi bintang gemintang kalah dengan gelapnya awan hitam.
Suara degup jantung Karto seakan menjadi sirine bagi alam untuk memberikan tanda bahwa alam sedang tidak baik-baik saja menyambut ritual malam itu.
Angin mulai berhembus kencang, pohon-pohon yang berada tidak jauh dari Rumah Atap seakan murka dan tidak terima atas apa yang dilakukan oleh mereka.
Disana Karto sudah seperti anjing yang bertemu dengan singa. Nyalinya menciut serupa tikus bertemu dengan kobra.
Tubuh Anto yang semula diam kaku, kini menggeliat hebat seakan menahan rasa sakit yang teramat luar biasa.
Suara parau mulai keluar tidak jelas dari mulut Anto. Hingga perlahan ia berkata dengan jelas.
"SAKIIIIIT!"
Entah apa yang terjadi di dalam sana, ingin rasanya Karto menyudahi ritual gila malam itu, tapi melihat 2 orang yang mengepal skop dan pacul, Karto mengurungkan inginya yang tak pernah ia niatkan.
Pak Lek sudah merapa doa-doa atau mantra yang tak pernah Karto dengan.
Bude juga demikian.
Sedangkan tua bangka yang berada di atas kursi roda seakan menikmati keadaan tersebut. 2 orang lainnya, mengikuti rapalan yang diucapkan oleh Pak Lek.
".....
Uculaken sedaya lampahan utawi .....
.... ing estri alit ical sedaya lara ingkang nyikso badanipun
Uculaken tangsul ingkang nangsuli saking manungsa ....
Uculaken tangsul saking manungsa ....
Uculaken sedayanipun......."
(Semoga tulisannya benar)
Hanya itu kalimat yang Karto bisa dengar.
Entah kalimat apa yang ditujukan kepada kuburan yang bernyawa.
Anto masih tetap menggeliat, seakan Alex berkata minta tolong untuk segera diangkat dari liang lahat itu.
Ia sudah serupa ulat atau cacing yang dibakar hidup-hidup.
Belum sempat Karto bergerak tatap Bude melotot ke arah Karto seakan tahu niat dari Karto yang ingin mendekati Anto.
Perlahan hal gila mulai terjadi, sedikit demi sedikit kain kafan Anto seakan dicabik-cabik oleh makhluk yang entah apa bentuknya, yang jelas kain itu berubah menjadi merah darah secara perlahan.
Tanah kubur mulai bergoyang hebat, meruntuhkan satu demi satu gumpalan tanah yang menggunduk diatasnya.
Seakan bukan lagi iblis atau setan tingkat apapun yang dihadapi mereka, melainkan kuasa Tuhan yang sudah mereka tentang.

Dalam hitungan 1 2 dan 3 BOO...
Tanah yang menggunduk itu roboh dan masuk ke dalam liang lahat itu.
Jangan bertanya bagaimana dan "KOK BISA?" cuma alam yang bisa menjawabnya.

Hingga suara minta tolong pun terdengar samar-samar dari dalam kubur.
Belum genap 2 jam mereka berada di halaman belakang, sudah pasti, rencana hanya tinggal rencana, dan sepertinya semuanya berjalan dengan tidak seharusnya.
Melihat kejadi tersebut, tua bangka yang berada di atas kursi roda seakan memberi isyarat untuk menyudahi segalanya.
Mereka pun berlalu dari halaman belakang dan masuk ke dalam rumah menyisakan Karto, Pak Lek dan Bude, juga 3 orang yang masih bernyawa dibungkus kain kafan.
Anto terbangun dengan wajah pucat, seakan terkejut dengan apa yang baru saja ia alami.
Detik itu juga, Anto minta untuk segera pulang ke rumahnya. Meski telah di tahan oleh Pak Lek, tekad sudah berubah menjadi nekad, Anto pun pulang dengan tampilan serupa pocong.
Mengendarai motornya sendiri, di tengah malam menjelang pagi.

Karto tidak mengejarnya, ia masih sibuk dengan Alex yang masih kesulitan untuk bernafas. Dan, bukan waktu yang tepat untuk bertanya apa yang terjadi di dalam sana.
Sedangkan keadaan Maya kini menjadi semakin gawat, borok yang berada pada wajahnya, kini berubah menjadi lubang yang menganga, memperlihatkan gigi gerahamnya yang berwarna kuning kemerahan.
Alex dan Maya diangkat masuk ke dalam kamar.
Di dalam terjadi perdebatan antara Pak Lek dengan 3 orang lainnya, termasuk si tua bangka entah siapa.
Karto selalu menyebut orang itu dengan tua bangka, entah mengapa Karto menaruh curiga terlalu dalam atas niat orang tersebut.
Bude yang sudah kembali sadar seakan bersyukur Maya tidak benar-benar mati.

Hingga terjadilah perundingan yang sama-sama di dengar oleh semua orang disana.
"Maya sepertinya tidak bisa diselamatkan, tapi masih banyak cara untuk menyembuhkan Maya, setidaknya memperlambat kematiannya." Kata orang tua yang berada diatas kursi roda.
"Maaf kalau aku lancang berkata demikian. Tapi memang benar adanya, kemungkinan Maya sembuh dan bisa hidup normal seperti anak-anak lainnya itu sangat kecil, dan jika ingin mencoba, maka Maya harus aku bawa dari sini." lanjutnya.
Pak Lek hanya terdiam, seakan tunduk dengan ucapan tua bangka itu. Ia seperti menyadari bahwa ilmunya tidak ada apa-apanya ketimbang orang tua tersebut.
"Apapun yang bisa membawa Maya kembali seperti sedia kala, kita ambil semua jalannya," jawab Bude dengan yakin disusul dengan air mata yang masih menganak sungai.
Akhirnya, Maya dan Bude di bawa oleh ke 5 orang yang tidak pernah Karto kenal.
Malam itu menjadi malam terakhir Karto melihat bocah perempuan yang malang sekali hidupnya.
Ada rasa syukur dan hikmah yang bisa diambil oleh Karto
"Aku bersyukur, bapakku hanya seorang penjudi! Setidaknya mereka tidak menukar anaknya menjadi harta!"

Baik buruknya yang diterima seseorang memang patut disyukuri, serupa Karto yang mensyukuri bapaknya hanya seorang penjudi.
Sesaat sebelum mobil SUV itu pergi dari halaman Rumah Atap, Karto melihat gelagat aneh dari Pak Lek.
Karto melihat Pak Lek seperti menerima amplop berwarna coklat, berukuran tidak terlalu besar, seperti aplop para pelamar kerja.
Namun, sepertinya di dalam amplop itu berisi semacam berkas atau sesuatu yang besar.

Setelah mobil itu pergi, Karto memberanikan diri untuk bertanya kepada Pak Lek.
"Apa itu?"
"Buka sendiri!"
Saat dibuka, amplop itu berisi kumpulan uang kertas berwarna merah, dan barang siapa yang melihatnya, tentu saja matanya akan terbelalak.
"Maksudnya apa Pak?"
"Aku ndak sanggup mengurus Maya Kar! Nggak ada yang bisa dilakukan! Semua usaha sudah sia-sia, sekali menjadi tumbal susah untuk bisa dilepaskan ikatannya! Jadi, kulepaskan Maya dengan mereka, dan mereka seperti lebih tahu dariku!"
"Lalu uang itu untuk apa?"
"Ucapan terimakasih! Atau apapun sebutannya, aku tak tahu, kalau kau mau! Kau boleh ambil semua! Aku tak butuh uang itu! Jika prediksiku benar! Tidak sampai 2 minggu, Maya akan mati! Jika itu tidak terjadi, maka apa yang akan terjadi padanya nanti akan lebih buruk dari sekarang."
Uang itu akhirnya diserahkan kepada Pak Lek lagi.
Pak Lek mengambil beberapa gepok uang dan diserahkan kepada Karto dan Alex, pun untuk dirinya.
Sedangkan sisanya, Pak Lek ingin memberikannya kepada Anto, karena dari awal, Anto selalu menjadi orang yang tersiksa atas kejadian aneh itu.

Mereka pun akhirnya menyudahi segala kegilaan itu dengan bercengkrama ria di depan pintu Rumah Atap.
Tanpa sadar, malam itu adalah malam terakhir mereka bertemu dengan Pak Lek.

Setelah kejadian malam itu, Pak Lek memutuskan untuk pergi dari rumahnya, membawa semua keluarganya pulang ke kampung halamannya.
Nasib Rumah Atap pun di jual oleh Pak Lek dan dibeli orang yang tidak pernah Karto ketahui.

Dan setelah kegilaan malam itu terjadi, Anto sudah tidak pernah terlihat. Kabarnya ia memutuskan untuk pergi merantau ke Jakarta, demi menghilangkan trauma yang terjadi kepadanya.
Semua bisa Karto mengerti, ia paham betul, semua tindakan dan keputusan yang mereka ambil tentu memiliki tujuan.
Apa gunanya lelaki tanpa tujuan, bukan?

Sedangkan Alex, menceritakan segalanya tentang yang terjadi di dalam sana.
Ia mengaku bertemu sosok hitam tak berupa, hanya mata yang bersinar merah, tak terlihat adanya kaki atau pun tangan.
Yang terlihat olehnya hanyalah gumpalan asap dan bola mata yang menyala merah.
Sosok itu mendekati Alex, seakan mencabik-cabiknya, rasanya sudah seperti ditusuk berkali-kali tapi tak kunjung mati, dan itu berlangsung sangat lama, meski diatas hanya dua jam, seakan Alex merasakannya berhari-hari, semua terasa lama di dalam.
Hingga terlihat sosok lainnya yang menyeretnya entah kemana, semua terlihat gelap, dan sosok itu berkata "BELUM!"

"Disitulah aku sadar aku masih di dalam tanah!"

Semua rencana yang sudah dilakukan seakan membuahkan hasil yang tidak sesuai dengan keinginan.
Seperti melempar bibit jagung diatas tumpukan batu. Berharap menjadi kehidupan, malah justru menghasilkan kematian.
Karto pun menyadari, tidak semua rencan itu bisa terwujud, dan berjalan dengan semestinya
Adapula kata gagal di dalamnya, dan apabila segala rencana dengan tujuan yang sama membuahkan kata gagal, maka bisa dikatakan rencana itu sial.
-----
SELESAI
-----
Terimakasih sudah menunggu dan membaca.
Segala cerita diatas bukan hasil rekayasa, melainkan ucapan dari seseorang yang bisa ku percaya.
Jadikan semua cerita diatas sebagai bacaan dikala waktu senggang saja.
Jika dirasa ceritanya kurang greget atau muter-muter atau justru berantakan mohon dimaklumi saja,
Masih belajar dalam menyusun alur cerita
Semoga cerita selanjutnya bisa lebih rapih lagi hihihi

Semoga suka dengan cerita kali ini
Sampai bertemu di cerita selanjutnya
Jika ingin me-supportku lebih jauh, bisa jalan-jalan di link dibawah ini.
saweria.co/yRiyan666

Bye-bye-bye!!!

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Yuda Riyan

Yuda Riyan Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @koreyan666

Feb 29
A Thread Horror
-
PESTA KEMATIAN
-
#Repost #bacahorror #ceritaserem #threadhorror #malamjumat #horror
@bacahorror Image
-BISMILLAH-

Perbedaan berpendapatan seharusnya bisa diatasi dengan hanya bermusyawarah, tidak perlu ada tindak kekerasan atau hal yang dapat merugikan banyak orang. Namun nyatanya, bertetangga pun bisa saling membunuh hanya karena berbeda pilihan.
Saudara saling adu argumen hingga tidak lagi mau membukakan pintu rumah untuk kerabatnya. Bahkan, untuk menegur sapa bukanlah lagi menjadi sebuah prioritas.
Read 161 tweets
Feb 12
A Thread Horror

BAPAK PULANG?

#ceritahoror #ceritaserem #bacahorror #threadhorror
.
@bacahorror @Lakonstory @nasura2101 @ceritaht @IDN_Horor Image
Disebuah komplek perumahan mewah yang berdekatan dengan perkampungan padat, siang bolong mendadak seakan dihantam guntur badai bercampur dengan pelangi.
Pasalnya pada pertengahan tahun 2008 daerah itu digegerkan dengan berita kematian seorang juragan tanah yang tersohor bernama Pak Arya. Nama itu memang sudah terkenal ditelinga penduduk sekitar, bahkan Pak Arya dikenal seantero kabupaten sebagai pemilik tanah yang luas,
Read 158 tweets
Jul 27, 2020
A Thread Horror

-- Tumbal --
Based On a True Story

"Jangan asal ambil, itu Harta pengganti Nyawa"

@bacahorror #bacahorror #ceritaht #threadhorror
Nanti malam tak mulai ya😁😁
Hello kanda dan dinda
Sudah lama tak bersua dalam ceritaku

Kali ini aku akan menceritakan tentang pengalaman pribadi aku sendiri menjadi seorang atau mantan Tumbal
Yang Alhamdulillah tidak sampai merenggut nyawa
Read 107 tweets
Jun 10, 2020
KUMPULAN THREAD AKU ADA DISINI

- TAPAK TILAS G.BRIND -

👇👇👇

SEMOGA KITA MASIH DIPERTEMUKAN DENGAN CERITA LAINNYA
@bacahorror #bacahorror Image
Read 7 tweets
Mar 25, 2020
A Thread Horror
#saktialamkerinci

-- Perjanjian Uhang Pandak --

Based on a true story

#bacahorror @bacahorror
Selamat malam semuanya
Sudah lama tidak bersua

Turut berduka atas musibah yang menimpa negara kota kalian semua
Semoga tetap sehat semuanya
Berhubung masih dalam suasana #dirumahaja

Aku persembahkan sedikit cerita untuk menemani teman-teman semua yang diharuskan berada dirumah
Cerita ini berasal dari kampung halamanku yang cukup menggegerkan beberapa desa dikaki gunung Kerinci

Uhang Pandak
Read 218 tweets
Jan 21, 2020
A Thread Horror
#saktialamkerinci

- Si Bocah Penunggu Rumah Tua -
Based on a true story

@bacahorror #bacahorror
#bacahoror #threadhorror
#basedonatruestory
Cerita ini berasal dari kakak aku, bukan kandung. Kakak ketemu gede

Berlatar di tahun 2010 tepatnya dibulan November dan bertempat di desa yang diberi nama Tanah Merah (bukan nama asli)

Tanpa perlu berlama-lama lagi,
Siapkan teman baca kalian, kerupuk atau yang lainnya
Hanya saran "Jangan dibaca sendiri ditempat gelap"
Kalau merasa takut dan pusing silahkan ambil air wudhu bagi yang muslim, dan berdoa sesuai keyakinan masing-masing

Lihat kembali sekeliling kalian

Mungkin saja ada anak kecil yang tersenyum nanar menatap kalian

--------------
Read 325 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(