Pagi harinya, gw terbangun mendengar suara tangisan Ana.
Dia mencari bonekanya yang tiba2 hilang. Mamanya terdengar kebingungan, karena yang dia tau Ana gak membawa satupun boneka kesayangannya ke #rumahteteh, semuanya ditinggal di rumah.
"Pokoknya Ana mau boneka Ana yg tadi malam.." Ana tetap bersukukuh menanyakan tentang boneka.
"Kan Ana gak bawa boneka dari rumah.., boneka yg mana sayang?" Mamanya Ana semakin kebingungan..
"Boneka yg dikasih tante teteh..., Om brii tau kok.." jawab Ana lagi, kali ini mulai menyebut nama gw.
Akhirnya gw beranjak keluar kamar, sebelum Ana bercerita lebih banyak, yg nantinya akan membuat mamanya dan anggota keluarga lain semakin kebingungan.
"Ana..., sini deh.." panggil gw mengajak Ana masuk ke dalam kamar.
Ana berlari pelan menghampiri dan mengikuti langkah gw masuk ke dalam kamar.
"Ana kenapa? kok om brii dengar dari pagi nangis terus?" Tanya gw membuka perbincangan, dengan sedikit berbisik.
"Oohh..boneka itu. Bonekanya lagi dipinjam tante teteh sebentar, nanti katanya kalau sudah selesai akan dikembalikan.." jawab gw menenangkan.
"Jadi Ana gak usah nangis lagi ya, kasian mama Ana. Nanti om Brii bilangin ke tante teteh untuk balikin bonekanya.."
"Iya om..." jawab Ana sambil tersenyum. Dan seketika itu juga raut wajahnya menjadi gembira. Dan berlari ke luar kamar.
"Aman.." hela gw dalam hati..
~~
Masih di hari itu juga, Gw pulang kuliah sekitar jam tiga sore, menemukan kondisi rumah yg kosong. Gak ada siapa2
Pada pagi hari sebelum berangkat kuliah, gw medengar perbincangan Irwan dan keluarga, kalau mereka berencana akan menghabiskan waktu berjalan2 keliling kota Bandung.
Itu yg menyebabkan rumah dalam keadaan kosong, ditambah penghuni tetap lainnya sedang berada di luar rumah semua.
Cuma ada gw di dalam..
Di dalam kamar, gw masih memikirkan peristiwa malam sebelumnya, peristiwa yang melibatkan Ana dan teteh.
Gw berharap Ana gak bercerita tentang teteh kepada mamanya serta kakek dan neneknya. Gw gak mau mereka menjadi khawatir.
Ana adalah anak kecil pertama yg gw lihat "bermain" bersama teteh, berharap gak ada akibat jelek buat Ana nantinya.
Bagusnya, Ana gak terlihat takut sama sekali dengan teteh. Dan gw lihat juga, teteh hanya mengajak bermain, gak lebih, semoga aja tetap seperti itu.
~~~
Sekitar jam lima sore, gw mendengar suara pagar depan terbuka. Ternyata Irwan dan keluarga sudah kembali pulang.
Setelah semua masuk rumah, pintu kamar gw ada yg mengetuk dari luar.
"Brii...maaf, om mau bicara sebentar, boleh?" Suara papanya Irwan memanggil dari luar kamar.
Gw langsung bergegas keluar, menghampiri beliau dengan penasaran, ada apa ya kira2..
Tebakan gw, pasti mau menanyakan tentang Ana..
"Brii..., dalam perjalanan kami tadi, Ana bercerita kalau dia semalam bermain bersama seorang perempuan, dia memangilnya dengan sebutan "tante teteh".
"Ana bilang, Om Brii kenal juga sama kok tante teteh.."
Benar tebakan gw...
"Tante teteh itu siapa ya Brii?, om sudah tanya ke irwan, dia bilang tanya ke Brii aja, dia lebih tau. Begitu kata Irwan. Makanya om tanya ke kamu brii.." sambung papanya Irwan..
Gw bingung mau jawab apa, mau jujur takut, mau bohong juga takut..
"Dan menurut Ana juga, Brii akhirnya yg menyuruh tante teteh untuk pergi.."
Panjang lebar papanya Irwan bertanya, tambah bingung gw menjawabnya.
Sialan Irwan, knapa gak dia aja yg menjelaskan.
"Begini om, jadi sebenarnya semalam itu saya melihat Ana berbicara sendirian di ruang tengah. Ketika ditanya, Ana bilang sedang bermain dengan perempuan yg dia panggil dengan sebutan tante teteh itu.."
"Entahlah, saya gak tau siapa itu tante teteh. Saya sih yakinnya kalau Ana mendapatkannya dari dalam mimpi.."
Semrawut omongan gw coba menutupi semuanya, gw gak mau mereka semua panik dan ketakutan.
Untuk sementara, mereka bisa menerima penjelasan gw..
~~
Malam kembali menjelang, suasana rumah cukup ramai dengan masih adanya keluarga Irwan.
Itu adalah malam kedua mereka di #rumahteteh, dimana malam pertama ada satu kejadian yg cukup menyeramkan.
Gw berharap gak ada kejadian seram lagi, semoga teteh gak mengganggu lagi.
Mungkin karena cukup lelah dikarenakan mereka jalan2 dari pagi hingga sore, pada jam sembilan malam Irwan dan keluarga sudah masuk ke kamarnya masing.
Suasana rumah kembali sepi..
Gw di kamar, tetap dengan kebiasaan sehari2, rebahan di atas tempat tidur sambil menonton tv.
Lampu masih dalam keadaan menyala, jendela masih gw biarkan terbuka.
Oh iya, gw lupa kasih tau, mengenai Memi dan Sisi, mereka sudah satu minggu lebih gak ada di rumah.
Memi masih mudik ke kampung halaman, sedangkan Sisi sedang ada kegiatan kampus di luar kota.
Jadi lantai dua dalam keadaan kosong.
Itulah mengapa gw sangat was-was. Karena seperti yg kita semua sudah tau, kalau Memi dan Sisi gak ada di rumah kemungkinan besar Teteh akan "berkegiatan" alias muncul..
~~
Gw berharap ngantuk segera datang, karena esok harinya ada kuliah pagi.
Tapi harapan tinggal harapan, mata gak kunjung terpejam,
Guling sana guling sini gak karuan..
Ditambah perasaan gw yg masih was2, takut teteh berulah lagi.
Sampai jam sebelas malam, belum terdengar ada pergerakan apa2. Tapi tetap aja gw khawatir, karena biasanya kejadian2 gak terduga terjadinya pada waktu lewat tengah malam.
Dan benar aja..
Sesuatu mulai terjadi ketika mendekati jam 12 malam..
Gw mendengar suara langkah kaki yg kedengarannya berasal dari lantai atas..
"Duk..duk...duk...duk.." kira2 seperti itulah bunyinya. Awalnya terdengar hanya sesekali, lama kelamaan jadi semakin sering intensitasnya.
Awalnya seperti langkah kaki orang berjalan, lama kelamaan seperti langkah orang berlari.
Gw jadi semakin susah untuk tidur..
Sebenarnya suara langkah kaki ini sudah biasa gw dengar, dengan kondisi ada Memi dan Sisi ataupun gak ada mereka, sudah biasa.
Yg membedakan kali ini adalah, gw takut keluarga Irwan mendengarkan suara2 itu juga..
Pada awalnya gw gak memperdulikan suara2 itu, kayak seperti biasanya aja, karena gw gak mendengar suara pintu kamar Ana terbuka.
Gw berkesimpulan Ana masih ada di dalam kamarnya, gak seperti malam kemarin.
Tiba-tiba pintu kamar ada yg mengetuk dari luar..
"Tok...tok..tok.."
"Siapa yg mengetuk pintu malam2 gini?" Gumam gw dalam hati,
"Om Brii..."
Ada suara dari balik pintu, suara anak kecil, gw yakin itu suara Ana,
Gw langsung beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu,
Di depan pintu, Ana berdiri diam sambil tersenyum, menatap ke arah gw..
"Ana belum tidur? Ini sudah malam loh.." gw membuka percakapan,
Ana gak menjawab apa2, hanya tersenyum..
Berlutut, menyamakan tinggi badan dengan Ana, gw kembali bertanya..
"Ana kenapa? Ayo masuk kamar lagi, bobok ya sayang.."
Ana tetap diam dan tersenyum, gw mulai sedikit curiga..
Beberapa menit kemudian Ana akhirnya menjawab,
"Ana diajak jalan2 sama tante teteh, dadah om Brii..."
Gw kaget mendengarnya..
Ketika gw belum sempat bicara apapun, Ana sudah balik badan dan berlari ke arah lorong yg menuju kamar Asep dan Doni.
Gw mengejar Ana yg terlihat sudah masuk lebih dahulu ke dalam lorong yg gelap itu.
Ketika gw sampai di ujung lorong, Ana sudah gak terlihat lagi, pintu yg ada di ujung lorong pun dalam keadaan terkunci.
Gw mengetuk kamar Asep dan Doni dan membangunkan mereka, setengah berbisik gw bertanya tentang keberadaan Ana. Gw gak mau membuat heboh seisi rumah.
Mereka bilang gak ada Ana di dalam kamar, dan memang gak melihatnya sejak seisi rumah masuk ke kamar masing2 sore tadi.
Ya sudahlah, mungkin yg gw kejar tadi bukan Ana, mungkin Ana yg sebenarnya sedang tidur di dalam kamarnya.
Dan gw pun berjalan kembali ke arah kamar, sedangkan Asep dan Doni langsung kembali tidur.
Tapi ketika gw berjalan melewati dapur, gw mendengar ada suara yg memanggil nama gw lagi..
Suara itu bersumber dari luar rumah, dari taman belakang. Taman depan kamar Nando..
"Om brii....om brii..."
Itu seperti suara Ana lagi..
Penasaran, gw mengintip ke taman belakang melalui jendela dapur.
Dan benar, itu suara Ana. Dia sedang berdiri sambil melambaikan tangannya ke arah gw.
Ana berdiri di pojok sebelah kanan taman, tapi Ana gak sendirian..
Ada teteh berdiri di sampingnya,
Berdiri diam dan menatap ke arah gw juga..
Mereka berdua tersenyum..
Lemas badan gw, jantung berdetak gak beraturan..
Bingung, gw ingin menolong Ana, tapi takut..
Akhirnya nekat, dengan tangan yg gemetar gw membuka pintu secara perlahan, gw mau jemput Ana..
Apapun resikonya..
Setelah pintu sudah terbuka seluruhnya, gw berjalan keluar,
Tapi ternyata, Ana dan teteh sudah gak ada di tempatnya. Yg gw lihat hanya taman kosong dan gelap, gak ada orang sama sekali.
Tanpa pikir panjang, gw langsung tutup pintu dan berjalan kembali ke kamar.
Saat itu gw berharap Ana masih ada di dalam kamarnya, dan yang gw lihat tadi bersama teteh bukan Ana.
Gak lama kemudian gw terlelap..
~~
Sekitar jam empat subuh gw terbangun, mendengarkan suara heboh dari luar kamar, berisik banget, semua orang terdengar panik.
Gw langsung keluar kamar dan mencari tau ada apa gerangan..
Ternyata..
Ana hilang..!
Mamanya gak menemukan Ana di kamar ketika beliau bangun. Sudah mencari ke seluruh penjuru rumah tetapi Ana tetap gak ditemukan.
Hari masih gelap ketika kami terus melakukan pancarian, ke lantai dua, ke taman belakang, gudang, seluruh kamar. Tapi nihil, Ana gak juga ditemukan.
Sampai pada suatu titik dimana papanya Irwan memutuskan hendak lapor polisi perihal hilangnya sang cucu. Kami semua setuju.
Dan memutuskan akan ke kantor polisi setelah sholat subuh.
Gak lama setelah itu Adzan subuh berkumandang, dan kami bersiap2 untuk sholat berjamaah.
Kami sholat di ruang tengah..
Setelah sholat selesai, ketika kami masih duduk di atas sajadah masing2,
tiba2..
Tiba-tiba Ana muncul, berjalan keluar dari dalam lorong yang menuju kamar Asep dan Doni.
Kami semua gembira melihatnya, alhamdulillah..
"Ana dari mana?" Kompak kami menanyakan hal yang sama..
"Aku diajak main sama tante teteh..." jawab Ana sambil tersenyum senang.
Ana bercerita, katanya dia diajak teteh bermain di sebuah taman yang indah.
Menurut Ana juga, di taman itu banyak mainannya, dan banyak anak2 kecil lainnya juga, jadi Ana gak sendirian.
Teteh tetap mendampingi selama Ana bermain di taman itu.
Kurang lebih begitulah cerita dari Ana, kedengarannya aneh dan gak masuk akal, tapi itu benar2 terjadi..
Benar terjadi..
Apapun, kami senang Ana sudah kembali, lega rasanya.
Kadang keadaan memaksa kita untuk menempati tempat tinggal baru. Sering kali, susahnya proses adaptasi harus ditambah dengan terpaan seram dari sisi gelap.
Ada teman yang mau berbagi cerita pengalaman ketika harus menempati rumah baru.
Simak di sini, hanya di Briistory..
***
Lagi-lagi, aku menemukan beberapa helai rambut panjang, entah ini sudah yang keberapa kali, kali ini aku menemukannya di depan lemari ruang tengah. Beberapa helai rambut ini kalau diukur dengan tubuh perempuan dewasa, kira-kira dari kepala sampai ke pinggul, panjang memang.
Apa yang aneh? Ya anehlah, karena di rumah gak ada seorang pun yang memiliki rambut sepanjang itu. Rambutku hanya sebatas pundak, itu pun jenisnya gak sama dengan rambut yang sudah beberapa kali kami temukan.
Gak memandang apa pekerjaan kita, “Mereka” akan datang dengan keseraman tanpa diduga, dengan berbagai bentuk yang gak tertebak.
Malam ini, simak pengalaman seorang supir travel di salah satu bagian Sumatera.
Hanya di sini, di Briistory…
***
~Lampung, Circa 1998~
“Hati-hati, Bang. udah malam ini, kenapa gak besok lagi ajalah nariknya.”
“Hehe, tanggung, Man. Setoran masih belum setengahnya ini, nanti bos marah.”
Nyaris jam sebelas malam, ketika aku masih berada di pelabuhan Bakauheuni, Lampung. Percakapan dengan Iman, rekan sejawat, sejenak membuyarkan lamunan.
Sejarah panjang dan kelam sering kali terungkap dalam senyap, tergambar oleh tarikan garis seram.
Satu sudut di Lembang, tersaji horor tempat pelatihan, seorang teman coba bercerita pengalaman seramnya di sana.
Simak di sini, hanya di Briistory..
***
Waktu seperti berhenti, udara sama sekali gak bergerak, suara detik jam yang tadinya samar terdengar tetiba gak ada lagi. Dalam gelap, aku terus memperhatikan ujung tangga, menunggu kira-kira siapa gerangan yang akan turun dari lantai atas.
Sementara itu, suara yang sepertinya bunyi langkah kaki, terus saja kedengaran, makin jelas, makin dekat.
Cadas Pangeran, satu tempat bersejarah. Ratusan tahun berusia, sahihkan kisah hitam dan putihnya, terus bergulir hingga kini.
Mamal ini, seorang teman akan menceritakan pengalamannya ketika melintasi daerah ikonik ini. Seram? Tentu saja.
Simak di sini, hanya di Briistory.
***
Lepas dari pusat kota Jatinangor, aku akhirnya masuk ke daerah yang terlihat seperti gak berpenduduk.
Tahun 1998, Cadas Pangeran masih sangat sepi, jalan berkelok dikelilingi oleh pepohonan yang membentuk hutan, sama sekali gak ada penerangan, gelap gulita.