Ingat om Deni kan?
Yang belum kenal silahkan buka-buka lagi tab likes..:)
Perkenalan lagi aja deh ya,
om gw yang bertubuh tinggi besar ini adalah salah satu anak dari opa Yanz, yang juga mewarisi bakat "sensitif" yang katanya dimiliki keluarga.
Opa Yanz adalah kakek gw yang dari Ibu.
Om Deni ini pula yang pada akhirnya menyadarkan akan "kesensitifan" yang gw miliki.
Pada awalnya gw agak skeptis dan masa bodo dengan hal-hal yang berbau ghoib dan mistis, sampai akhirnya om Deni memberikan pengertian dengan caranya sendiri, sambil memberi bukti "nyata" kalau hal-hal seperti itu memang ada.
Beliau yang mengarahkan gw agar bisa melawan rasa takut, mengajarkan supaya bisa mengendalikan "bakat" yang gw punya. Walaupun sampai detik ini gw tetap menjadi orang yang penakut, sering kali malah pingsan di akhir kejadian seram,
ketika nyali sedang berada di titik terendah.
Makanya, sering kali gw langsung menghubungi om Deni ketika sedang mengalami kejadian yang aneh dan menyeramkan, itu salah satu cara gw untuk menenangkan diri,
Setelah tentunya sudah lebih dulu meminta perlindungan kepadaNYA.
Dan tentu saja, banyak kejadian-kejadian yang gak masuk akal yang kami alami berdua, salah satunya akan gw ceritakan kali ini, di #rumahteteh.
Oh iya, lupa, gw mau cerita sedikit lagi tentang om Deni.
Beda dengan gw, Om Deni sengaja mempelajari dan mendalami "bakat" yang dimiliki. Beliau sengaja menggali tentang ilmu ghoib, hitam maupun putih, dengan maksud mendalami dan mempelajari itu tadi.
Hingga pada akhirnya, beliau cukup terkenal di daerah tempat tinggalnya, sebagai "orang pintar".
Banyak orang yang datang untuk meminta bantuan, entah untuk kesembuhan penyakit, kelancaran pekerjaan, masalah jodoh, rumah tangga, macam-macam.
Itu berlangsung sampai sekarang.
Sebenarnya gw gak suka dengan status om Deni sebagai "orang pintar", karna menurut gw "orang pintar" itu identik dengan profesi dukun.
Gw gak suka, karna om Deni yang gw kenal adalah orang biasa aja.
Tapi dia selalu berkilah dengan omongan,
"Masa iya ada orang datang minta pertolongan trus om Deni gak mau mencoba bantu sih Brii?"
Begitu katanya...
Gw gak bisa ngomong apa-apa lagi.
**
Setelah sejak lama gw sudah cerita banyak tentang #rumahteteh dan segala kejadian di dalamnya, akhirnya om Deni datang berkunjung juga.
Beliau datang sendirian, memang ada "pekerjaan" yang harus diselesaikan di kota Bandung, sekalian mampir aja katanya.
Gw senang mendengarnya..
Yang pertama, gw sangat menunggu kedatangan om Deni di #rumahteteh, mau tau apa yang akan dia rasakan ketika sudah ada di rumah itu.
Kedua, kebetulan saat itu #rumahteteh dalam keadaan nyaris kosong, hanya ada gw dan Irwan, yang lainnya sedang ada keperluannya masing-masing.
Biasanya, kalau hanya tinggal satu atau dua orang di rumah, kami akan mengungsi ke tempat lain, gak berani..
Dan biasanya lagi, yang semua sudah pada tau, kalau gak ada Memi dan Sisi di rumah, teteh akan "beraktifitas"..
***
Gw ingat, waktu itu hari jumat.
Selesai jumatan gw langsung pergi menjemput om Deni di rumah kawannya yang terletak di sekitaran Lembang.
Dengan riang gembira gw jemput salah satu om kesayangan ini.
Gak Butuh waktu lama, akhirnya gw sampai di Lembang.
Ternyata om Deni sudah hampir satu minggu tinggal di rumah kawannya itu. Katanya sengaja gak memberi tahu supaya bisa konsentrasi menyelesaikan pekerjaan.
***
Dalam perjalanan dari Lembang ke #rumahteteh, kami berbincang banyak hal, salah satunya adalah tentang apa yang dilakukan om Deni di Lembang.
Ternyata, hampir satu minggu om Deni di sana adalah untuk membantu temannya.
~Membantu gimana Brii?
Jadi, temannya om Deni itu memiliki villa yang cukup besar dan luas yeng terletak di daerah Lembang juga.
Tapi, villa itu bermasalah..
Setiap tamu yang menginap di situ selalu mengalami gangguan, terkadang gangguan yang sangat mengerikan. Menurut kawan om Deni, gangguan itu kemungkinan besar dilakukan oleh para "penghuni" villa.
Katanya villa itu berhantu..
Om Deni datang untuk mengendalikan semua itu,
Mengendalikan,
om Deni gak pernah melakukan "Pengusiran" atau "Pembersihan" atau apapun namanya.
"Kenapa diusir? Kasian, kan memang rumah mereka disitu. Terkadang mereka yang lebih dulu ada di situ. Masa diusir..?"
Begitu jawabnya ketika gw tanya alasannya.
Masuk akal..
Trus cara om Deni mengendalikan "mereka" gimana?
Ada caranya, nanti kapan-kapan gw cerita ;)
**
Masih dalam perjalanan itu juga, akhirnya kami membahas mengenai #rumahteteh.
"Gimana teteh sekarang Brii..? Masih wajar kan mengganggunya?" Om Deni membuka omongan.
"Masih wajar sih om, tapi ya itu, kadang kemunculannya ngagetin. Labil juga, kadang tertawa-tawa, kadang menangis. Yaah...tapi masih tahap wajarlah om.."
"Hehehe., kalo dengar dari cerita kamu sih, ya emang seperti itu.
Teteh ini tipikal sosok yang ingin diakui keberadaannya, dan mungkin ingin berteman.
Tapi hanya sebatas itu, gak akan sampai mecelakakan atau mengganggu hidup kalian. Harusnya kalian gak usah takut."
Panjang lebar om Deni menjelaskan.
"Jadi, jangan pernah kalian berniat mengusirnya, kasian. Mungkin dia memang sudah tinggal disitu sejak lama." Lanjut om Deni.
"Iya om, gak ada niat mengusir teteh kok.."
Kemudian om Deni bilang, "Nanti malam om akan coba komunikasi dengan teteh deh, penasaran juga dengan ceritanya..."
Nah loh..
***
Sore sudah menjelang ketika kami akhirnya tiba di #rumahteteh..
Om Deni turun dari mobil, tapi gak langsung masuk ke dalam. Dia malah melihat-lihat sekeliling rumah terlebih dahulu, dari halaman tempat kami berdiri.
Gw hanya memperhatikan gerak gerik om Deni, belum berani bertanya apapun, membiarkannya melakukan yang entah apa maksud dan tujuannya.
Tapi gak terlalu lama kemudian,
"Yuk masuk Brii, om pingin cepat-cepat mandi, gerah", begitu katanya.
Kami langsung bergegas masuk,
**
Di dalam kamar, ternyata sudah ada Irwan. Dia gak berani sendirian di kamarnya.
Setelah keduanya saling berkenalan, om Deni langsung ke kamar mandi.
Kemudian Irwan bilang, "Tadi ada teteh berdiri di halaman belakang brii, makanya gw ngungsi ke kamar lo..",
Pantas aja..
"Om Deni mau sampai kapan disini Brii?"
"Hari minggu dia pulang wan.."
"Yaahh..., knapa gak sampe minggu depan aja? Tunggu sampai teman-teman yang lain pulang.."
"Gak bisa wan, lagi banyak kerjaan katanya.."
Irwan tampak gak puas mendengar jawaban gw.
**
Malam harinya, kami bertiga makan di warung teh Yanti.
Cukup lama kami berbincang di tempat itu. Yang pada akhirmya, pokok bahasan menjadi pembicaraan tentang teteh juga.
"Tadi om Deni sudah sempat lihat teteh juga kok, dia berdiri di balkon lantai atas. Setelah mandi pun om lihat dia sudah ada di kamar kosong yang kamu pernah cerita itu Brii.." om Deni membuka percakapan.
"Trus gimana om?" Tanya Irwan penasaran.
"Ya gak gimana-gimana, dia emang tinggal di situ. Dan dia lebih dulu menempati rumah itu dari pada kalian.." jawab om Deni sambil tertawa kecil.
"Gak bahaya kan om?" Tanya Irwan lagi.
"InsyaAllah nggak, toh dia bantu menjaga rumah itu dan menjaga kalian juga kan.."
Iya, setelah dipikir lagi, selama kami sudah "mengenal" teteh, beliau memang bantu menjaga rumah dan menjaga kami sebagai penghuninya juga..
Sekitar jam 10 malam, setelah warung teh Yanti tutup, kami pulang.
Sesampainya di rumah, lagi-lagi kami kumpul bertiga, di dalam kamar gw.
Awalnya berbincang seru lagi mengenai banyak hal, tawa kami kadang bersahutan ketika ada sesuatu yg lucu di tengah perbincangan.
Tapi, dalam keseruan perbincangan yang sudah berlangsung cukup lama itu, tiba-tiba suasana menjadi hening, kami terdiam.
Hanya terdengar suara tv yang menyala sejak awal.
Hembusan angin bertiup melalui sela-sela jendela kamar, udara menjadi terasa semakin dingin..
Kemudian..
Tiba-tiba pintu kamar bergerak terbuka perlahan, bergerak sendiri, membuat menjadi terbuka sepenuhnya.
Om Deni terdiam, dan langsung memandang ke arah pintu..
Gw dan Irwan secara reflek ikut mengarahkan pandangan ke pintu juga..
Gak ada apa-apa, gak terlihat apapun, kosong..
"Asalamualaikum.." tiba-tiba om Deni mengucap salam.
"Teteh datang, mau ikut gabung dengan kita.." kata om Deni lagi sambil tersenyum.
Irwan langsung pindah posisi duduk ke atas tempat tidur, yang tadinya berada di dekat pintu.
Wajahnya langsung pucat, tampak ketakutan.
Semerbak wangi bunga tiba-tiba mengiringi kengerian yang gw dan Irwan rasakan.
Sementara om Deni tetap memandang ke arah pintu sambil sesekali tersenyum. Mulutnya juga terlihat sedang membaca kalimat-kalimat doa.
Waktu sudah menunjukan hampir di pukul 12 tengah malam.
"Om mau ngobrol dulu sebentar sama teteh ya..",
Tiba-tiba om Deni berdiri dan berjalan keluar meninggalkan kamar.
Irwan terlihat semakin ketakutan..
Gw juga..
"Tutup pintunya Brii.." kata Irwan setelah om Deni sudah berada di luar.
Gw berdiri dan berjalan ke arah pintu, berniat menuruti omongan Irwan.
**
Tapi gw penasaran, pingin tau apa yang akan dilakukan om Deni di luar.
Sebelum menutup pintu, gw melihat ke luar kamar. Gw lihat om Deni duduk di meja makan, duduk di kursi yang ada di sebelah kanan, duduk menghadap dapur.
Ruang tengah, meja makan, dan dapur dalam kondisi gelap. Kami memang sengaja mematikan semua lampunya dari awal datang tadi.
Masih berdiri di depan pintu, ketika gw perhatikan om Deni terlihat seperti sedang berbicara, sambil menggerak-gerakkan tangannya, seperti tengah berbincang dengan seseorang.
Tapi di hadapannya gak ada siapa-siapa, om Deni sendirian di meja makan, sendirian di ruangan itu.
Tapi tiba-tiba om Deni menolehkan wajahnya ke arah gw berdiri..
Dengan suara agak keras, om Deni bilang,
"Sini Brii..., gabung sini, ajak Irwan sekalian. Gak apa-apa, supaya kalian semakin kenal.."
Gw hanya berdiri diam mematung,
Semakin terdiam dan jantung mulai berdegup kencang, ketika secara perlahan tiba-tiba gw melihat sesosok perempuan yang sedang duduk di hadapan om Deni.
Sosok yang gw kenal..
Terlihat cantik dengan rambut panjangnya..
Itu teteh..
***
Perlahan, teteh juga mulai menolehkan wajah ke arah gw..
Senyum tipis terlihat menghiasi wajah pucatnya. Kali ini dia berpakaian terusan berwarna putih, tetap dengan motif bunga.
Cukup lama teteh memandang, dengan mata yang tanpa berkedip.
Gw tetap merasa takut, sangat takut malah, walaupun ada om Deni juga di ruangan itu. Suasana tetap mencekam..
Masih tetap berdiri diam, perlahan tangan gw mendorong pintu. supaya tertutup.
Gw gak mau melihat pemandangan itu lebih lama lagi, dan membiarkan om Deni untuk “berinteraksi” sendiri dengan teteh.
Gw gak berani..
**
“Ada teteh Brii..?” tanya Irwan kemudian,
“Iya, di meja makan sama om Deni..”
“Aduh, om lo berani amat sih Brii..”
Wajah Irwan terlihat pucat ketakutan, dengan posisi duduk meringkuk di pojok tempat tidur, sambil menutupi badannya dengan selimut hingga sebatas leher.
Gw duduk di bawah, samping tempat tidur, sambil terus menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Mengecilkan volume suara tv hingga benar-benar gak terdengar, gw bermaksud untuk menajamkan pendengaran, ingin mengetahui apa yang sedang terjadi di meja makan.
Sayup-sayup terdengar suara, suara yang ketika itu sudah sangat familiar, suara logat sunda yang sangat pelan dan lembut,
walaupun terdengar mengambang antara ada dan tiada, gw yakin itu adalah suara teteh.
Sesekali om Deni terdengar berbicara juga, kalimatnya lebih banyak seperti pertanyaan.
Berbeda dengan penampakan-penampakan teteh sebelumnya, kali ini sama sekali gak ada suara tertawa maupun suara tangisan, hanya terdengar kalimat-kalimat perbincangan.
Cukup lama kejadian itu berlangsung,
Jam sudah menunjukkan hampir di pukul satu tengah malam.
Sekali lagi, tiba-tiba semerbak wangi bunga kembali tercium menyengat di dalam kamar.
Ketika itu pula, gak terdengar lagi suara dari luar, entah itu suara teteh maupun om Deni.
Hening dan sepi..
Gak lama kemudian, tiba-tiba pintu terbuka, gw dan Irwan kaget..!
Ternyata om Deni yang muncul dari balik pintu,
“Udah selesai, yuk tidur yuk..” kata om Deni.
“Teteh udah pergi om?” tanya gw.
“Pergi kemana? Lah kan rumah teteh di sini..” jawab om Deni sambil tersenyum.
“Trus teteh kemana om?” Irwan penasaran, masih dengan selimut yang membalut tubuhnya.
“Ya gak tau, mungkin di kamarnya. Besok ajalah om ceritanya ya.." kata om Deni menutup perbincangan.
Malam itu kami bertiga tidur dalam satu kamar, Irwan gak berani tidur sendirian.
Tapi, yang biasanya kalau gak ada Memi atau Sisi, teteh akan muncul dengan tawa atau tangisnya, malam itu kami bisa tidur nyenyak. Gak ada gangguan apapun, gak ada suara apapun.
Hari sabtu itu gw ada kuliah pagi. Begitu juga dengan Irwan, hari itu ada kuliah.
sedangkan om Deni gak ke mana-mana, dia bilang mau istirahat aja di rumah.
Siang harinya baru kami berkumpul lagi.
#rumahteteh masih sepi, penghuninya masih hanya ada gw dan Irwan, ditambah dengan om Deni yang rencananya baru akan pulang ke Lampung pada hari minggu keesokan harinya.
Entah hanya sugesti aja atau gimana, suasana rumah waktu itu terasa lebih tenang dan adem.
Gw lebih berani kesana kemari di dalam rumah, karena kalau rumah dalam keadaan sepi biasannya gw lehih banyak diam di kamar tanpa berani keluar.
Begitu juga dengan Irwan, dia terlihat berani kesana kemari tanpa terlihat takut, bahkan berani masuk ke kamar teteh dengan maksud mencari sesuatu.
Ah mungkin juga karena ada om Deni, mungkin ya..
Tapi memang iya, sore itu suasana rumah gak terlalu mencekam.
**
Seperti malam sebelumnya, kami makan malam di warung teh Yanti, dan setelahnya kami berbincang menghabiskan waktu.
Perbincangan dengan topik yang gak ada habisnya, tapi tetap saja pada akhirnya akan menyinggung tentang Teteh juga.
“Rumah kenapa tiba-tiba suasananya jadi tenang om?” tanya gw ke om deni.
“Ah.., itu Cuma perasaan kamu aja Brii. Om gak ngapa-ngapain kok.” Jawab om Deni.
“Kalian gak perlu takut sama teteh, dia baik dan gak pernah bermaksud mengganggu.” Lanjut om Deni.
Ah tetap aja, kami mana bisa gak takut, teteh kan sudah bukan manusia lagi.
Walaupun menurut om Deni teteh gak pernah bermaksud mengganggu, tetap aja kami merasa takut.
**
Jam sepuluh malam, kami kembali pulang.
Irwan langsung masuk ke dalam kamarnya, malam itu dia sudah berani tidur sendirian.
Sedangkan gw dan om Deni meneruskan berbincang di ruang tengah, depan tv.
Lampu tengah gw biarkan tetap dalam keadaan menyala, hanya lampu ruang tamu yang dimatikan.
Cukup lama kami berbincang, yang sepertinya gak pernah kehabisan bahan perbincangan.
Di tambah, kalo udah ada om Deni, dalam situasi dan kondisi apapun gw akan menjadi lebih tenang.
Padahal, gw paling gak pernah berlama-lama duduk di sofa ruang tengah itu.
Karena letaknya tepat di depan jendela kamar teteh.
**
Sekitar jam setengah satu malam, ketika kami sudah mulai lelah dan mengantuk, tiba-tiba semerbak wangi bunga kembali tercium sangat kuat.
Gw menoleh ke arah om deni, yang duduk sebelah kanan gw. Om Deni tersenyum.
“Ada teteh ya om?”
Sekali lagi om Deni hanya tersenyum.
“Gak usah takut, kamu harus belajar untuk jangan takut, gak akan kenapa-kenapa” begitu kata om Deni.
Gak, gw gak bisa menuruti kemauannya, gw tetap merinding ketakutan, bulu kuduk
tetap berdiri semua, jantung tetap berdetak gak beraturan.
Gw duduk pada bagian kiri sofa. Di belakang gw duduk terletak kamar teteh.
Tiba-tiba,
Tangan kiri gw terasa dingin sekali, seperti ada es yang menempel. Gak berani menoleh ke arah kiri, karena gw takut teteh ada di situ.
Gw langsung mengubah posisi duduk menjadi menyamping, hanya memandang om Deni yang matanya terlihat memandang ke arah belakang gw duduk, sambil tersenyum.
Akhirnya gw menjadi yakin, kalau ada teteh di belakang gw.
**
“Gak usah takut Brii.., tenang aja..”
Begitulah kalimat yang lagi-lagi keluar dari mulut om Deni.
Gw gemetar ketakutan, keringat dingin mulai mengucur pelan, ketika dari sudut mata sebelah kiri, terlihat ada sosok perempuan berambut panjang yang tengah bergerak berjalan,
Bukan berjalan, tapi seperti melayang.
Sosok berbaju putih, dengan motif bunga.
Hanya beberapa detik gw melihatnya, selebihnya gw langsung memejamkan mata, ketakutan..
Dalam keadaan mata terpejam, gw masih mencium wangi bunga yang sangat kuat, yang menandakan kalau sumbernya amat sangat dekat.
Kemudian gw dengar om Deni bicara,
“Sini Brii, pegang tangan om biar kamu gak takut.”
Gw menjulurkan tangan kanan, dan menggenggam tangan om deni erat.
“Sekarang buka mata perlahan. Gak usah takut, gak akan kenapa-kenapa”
Dengan sedikit gemetar, pelan-pelan gw membuka mata..
Masih dalam keadaan ketakutan ditambah dengan suasana mencekam, akhirnya pelan-pelan gw melihat dengan mata terbuka..
Terlihat om deni yang duduk di ujung kanan sofa, masih ada senyum mengembang di wajahnya.
Dari sudut mata, gw melihat teteh berdiri tepat di sebelah kiri gw duduk.
“Gak apa-apa Brii, lihat teteh, kamu harus berani..” kembali om Deni bicara.
Gw menuruti omongannya, perlahan gw menoleh ke arah tempat teteh berdiri.
Dan pada saat itulah, akhirnya gw melihat sosok teteh yang sejelas-jelasnya.
Dia terlihat cantik dengan wajah yang sedikit pucat.
Rambut panjang terurai, menutupi sebagian wajahnya, wajah yang sedikit menunduk tanpa ekspresi.
Teteh berdiri diam mematung menghadap kami berdua.
Cukup lama kejadian itu berlangsung.
Gw gak mampu berkata apa-apa, gak bisa berbuat apa-apa. Tangan kanan semakin kuat menggenggam tangan om Deni.
Gw tetap ketakutan.
Kemudian ketika tengah saling bertatapan, tiba-tiba teteh terlihat tersenyum..
Senyumnya sangat manis, beneran..
Kali ini gw berani untuk tersenyum kembali ke arah teteh.
Gak berapa lama kemudian, teteh membalikkan badan, dan terlihat bergerak pelan menuju pintu kamarnya, kemudian menghilang.
Setelahnya, Teteh gak terlihat lagi.
**
Gak berselang lama, gw dan om Deni langsung masuk ke dalam kamar.
Di dalam kamar, gw gak bisa tidur hingga subuh menjelang, sedangkan om Deni tidur dengan nyenyaknya.
Kejadian malam itu adalah peristiwa yang memiliki kesan mendalam buat gw, walau hanya sebentar tapi banyak makna.
Sampai detik ini, gw masih ingat detail garis wajah teteh, cara dia berdiri, gambaran senyumnya, tatapan matanya,
Semuanya..
**
Selesai berkemas, om Deni siap berangkat.
Di minggu siang itu gw akan mengantarnya ke terminal bis untuk pulang.
"Gak mau pulang besok-besok aja om, sekalian liburan. Kan belum sempat jalan-jalan..,"
"Gak lah Brii.., om banyak kerjaan yang harus diselesaikan.."
Kecewa gw mendengarnya..
**
Selama dalam perjalanan ke terminal, kami kembali membahas teteh.
"Waktu malam pertama, apa yang om Deni dan teteh perbincangkan di meja makan sih om?" Tanya gw penasaran.
Kemudian om Deni menjelaskan panjang lebar mengenai hal itu.
Gw senang setelah mendengarnya, akhirnya gw tau semuanya.
Tapi ada bagian-bagian perbincangan yang membuat gw sedih..
Nanti kapan-kapan gw cerita detailnya, gak malam ini..
Yang pasti, sebelum kami berpisah, om Deni bilang begini:
"Teteh hanya ingin berteman, dia suka melihat kelakuan kalian yang gak pernah berbuat macam-macam.."
Begitulah, Teh Lena hanya ingin berteman..
**
Sesampainya kembali di #rumahteteh, gw melihat sudah ada Asep dan Nando, mereka sudah kembali pulang.
Sukurlah, rumah jadi gak terlalu sepi lagi..
**
Ada yang membuat gw bertanya-tanya, ketika masuk ke dalam kamar.
Gw melihat ada secarik kertas yang tergeletak di atas tempat tidur. Padahal gw yakin, sebelum berangkat, gak ada benda apapun di atas tempat tidur.
Gw tanya Asep dan Nando, mereka bilang belum masuk ke kamar gw sejak mereka datang.
Bingung, siapa yg meletakkan kertas ini di kamar gw?
Penasaran, gw telpon om Deni untuk memastikan,
Om Deni bilang, itu bukan perbuatannya,
"Itu dari teteh mungkin.." begitu kata om Deni sambil tertawa.
Aneh..
Trus siapa yang meletakkan kertas itu?
Kenapa gw begitu penasaran dengan kertas itu sih? Toh itu hanya secarik kertas yang mungkin gak berarti apa-apa,
Yang membuat gw penasaan banget, karena pada kertas itu tertulis satu kata:
"Berteman.."
**
Sekian kisah di #rumahteteh malam ini, semoga pada lain kesempatan bisa dilanjut lagi..
Terimakasih yang sudah sayang sama teteh, semoga tetap selamanya "berteman.."..
Met bobo, semoga mimpi indah..
Salam
~Brii~ ~Teteh~
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kadang keadaan memaksa kita untuk menempati tempat tinggal baru. Sering kali, susahnya proses adaptasi harus ditambah dengan terpaan seram dari sisi gelap.
Ada teman yang mau berbagi cerita pengalaman ketika harus menempati rumah baru.
Simak di sini, hanya di Briistory..
***
Lagi-lagi, aku menemukan beberapa helai rambut panjang, entah ini sudah yang keberapa kali, kali ini aku menemukannya di depan lemari ruang tengah. Beberapa helai rambut ini kalau diukur dengan tubuh perempuan dewasa, kira-kira dari kepala sampai ke pinggul, panjang memang.
Apa yang aneh? Ya anehlah, karena di rumah gak ada seorang pun yang memiliki rambut sepanjang itu. Rambutku hanya sebatas pundak, itu pun jenisnya gak sama dengan rambut yang sudah beberapa kali kami temukan.
Gak memandang apa pekerjaan kita, “Mereka” akan datang dengan keseraman tanpa diduga, dengan berbagai bentuk yang gak tertebak.
Malam ini, simak pengalaman seorang supir travel di salah satu bagian Sumatera.
Hanya di sini, di Briistory…
***
~Lampung, Circa 1998~
“Hati-hati, Bang. udah malam ini, kenapa gak besok lagi ajalah nariknya.”
“Hehe, tanggung, Man. Setoran masih belum setengahnya ini, nanti bos marah.”
Nyaris jam sebelas malam, ketika aku masih berada di pelabuhan Bakauheuni, Lampung. Percakapan dengan Iman, rekan sejawat, sejenak membuyarkan lamunan.
Sejarah panjang dan kelam sering kali terungkap dalam senyap, tergambar oleh tarikan garis seram.
Satu sudut di Lembang, tersaji horor tempat pelatihan, seorang teman coba bercerita pengalaman seramnya di sana.
Simak di sini, hanya di Briistory..
***
Waktu seperti berhenti, udara sama sekali gak bergerak, suara detik jam yang tadinya samar terdengar tetiba gak ada lagi. Dalam gelap, aku terus memperhatikan ujung tangga, menunggu kira-kira siapa gerangan yang akan turun dari lantai atas.
Sementara itu, suara yang sepertinya bunyi langkah kaki, terus saja kedengaran, makin jelas, makin dekat.
Cadas Pangeran, satu tempat bersejarah. Ratusan tahun berusia, sahihkan kisah hitam dan putihnya, terus bergulir hingga kini.
Mamal ini, seorang teman akan menceritakan pengalamannya ketika melintasi daerah ikonik ini. Seram? Tentu saja.
Simak di sini, hanya di Briistory.
***
Lepas dari pusat kota Jatinangor, aku akhirnya masuk ke daerah yang terlihat seperti gak berpenduduk.
Tahun 1998, Cadas Pangeran masih sangat sepi, jalan berkelok dikelilingi oleh pepohonan yang membentuk hutan, sama sekali gak ada penerangan, gelap gulita.