Om Heri hanya diam membisu, tapi raut wajahnya terlihat cukup tenang, sedikit membantu meredakan rasa takut yang tengah gw rasakan.
"Mereka ada, selalu ada di sini. Yuk berdoa dalam hati, supaya cepat pergi."
Dalam ketakutan, gw mencoba untuk berdoa sebisanya.
"Sepertinya udah pergi Brii.."
Om Heri bilang begitu sambil tangan kanannya memeluk pundak gw.
Keadaan dalam rumah sangat sepi dan hening, gak terdengar ada pergerakan apa pun di luar kamar.
Sementara di luar rumah, angin berhembus meniup pepohonan. Anginnya cukup kencang bertiup, hembusannya terasa sampai masuk ke dalam kamar, masuk melalui sela-sela lubang jendela, jendela yang tepat berada di atas kepala.
Perasaan gw mengatakan kalau ini belum selesai..
Perasaan mengatakan kalau malam masih panjang, ketika suara lolongan panjang anjing hutan ikut menghiasi "kesyahduan" malam.
Lolongan panjang yang awalnya terdengar dari kejauhan, lama kelamaan semakin mendekat.
Gw melihat wajah om Heri, walau masih tersenyum tetapi sudah nampak ada garis-garis kecemasan. Gw peluk tubuhnya erat-erat.
Kami hanya duduk menatap pintu kamar yang tertutup rapat. Sambil terus berdoa, menunggu dengan dengan cemas apa yang kira-kira akan terjadi kemudian.
Harapannya, semoga gak ada hal menyeramkan, semoga semua aman sampai pagi menjelang.
Tapi ternyata, harapan tinggal harapan..
***
Tiba-tiba gw mendengar suara..
Suara yang bersumber dari jendela yang terletak persis di atas kepala kami yang sedang duduk di bawahnya.
Seperti suara gesekan dua benda..
Kami langsung menoleh ke atas.
Setelah sudah melihat ke jendela yang masih dalam keadaan tertutup itu, kami melihat sesuatu, ada sesuatu yang bergerak-gerak.
Awalnya gak tahu itu apa, gw hanya melihat ada sesuatu yang bergerak-gerak di lubang jendela.
Benda kecil yang bergerak-gerak..
Tapi, walaupun ruangan gak terlalu terang, hanya mengandalkan cahaya dari lampu templok, akhirnya gw dapat memastikan benda apakah itu sebenarnya.
Itu ternyata jari tangan..
Beberapa jari tangan terlihat bergerak-gerak mencoba masuk melalui lubang jendela.
Jari-jari itu pucat dan kotor, dengan kuku-kukunya yang menghitam.
Pemilik jari gak terlihat, karna kami gak bisa dan gak berani untuk mengintip ke luar jendela.
Jari-jari itu terus bergerak, sambil bergeser ke kanan dan kiri.
Kami ketakutan, hanya bisa terdiam dan memperhatikan.
"Om.., ada jari"
Gw berbisik pelan..
Om Heri langsung menurunkan wajah gw dengan tangannya, supaya gak melihat jari-jari itu lagi.
Setelahnya, gw tetap masih mendengar suara jari-jari itu bergerak.
Badan gw gemetar, nyaris menangis..
Tapi untunglah, kejadian itu gak berlangsung lama, beberapa menit kemudian gw gak mendengar apa-apa lagi.
Selesai? Belum..
***
Suasana kembali hening, namun masih mencekam.
Suara angin yang tadinya terdengar berhembus kencang, gak ada lagi, di luar rumah sangat sepi.
Lolongan anjing juga berhenti.
"Yuk ke atas tempat tidur Brii, kita coba untuk tidur ya.. "
Begitu kata om Heri dengan suara pelan.
Gw mengangguk, setelah itu kami berdiri dan beranjak menuju tempat tidur.
Kali ini gw merebahkan badan di sisi tempat tidur dekat tembok, Om Heri tidur di sebelah kiri gw.
Lalu Om Heri menurunkan kelambu, menutupi sekeliling tempat tidur.
Kami masih diam tanpa percakapan dan belum juga mampu untuk memejamkan mata.
Cukup lama situasi itu berlangsung, hingga pada saat ketika ada sesuatu yang terjadi lagi..
Kompak, kami menoleh ke arah pintu ketika tiba-tiba terdengar suara..
Suara yang bersumber dari pintu kamar..
Ternyata, suara itu muncul dari gagang pintu yang bergerak-gerak sendiri, seperti ada yang hendak membukanya dari luar.
Kami diam membisu, hanya memperhatikan.
Gw yakin, kalau sejak tadi pintu sudah dalam keadaan terkunci, om Heri yang menguncinya. Namun tetap aja gw ketakutan, sambil berharap pintu gak akan bisa terbuka.
Beberapa saat lamanya gagang pintu itu bergerak-gerak, walau sesekali berhenti..
Aneh, tapi nyata, ketika tiba-tiba secara perlahan anak kunci bergerak berputar dengan sendirinya, ada sesuatu gak terlihat yang membuatnya berputar.
Hingga akhirnya, anak kunci berhenti bergerak ketika posisinya sudah menunjukkan kalau pintu sudah dalam keadaan tidak terkunci.
"Jangan takut Brii, biarin aja, jangan lihat.. "
Om Heri akhirnya berbicara.
Namun mata gw terus saja mengarah ke pintu, menunggu apa yang akan terjadi kemudian.
Iya, lalu gagang pintu kembali bergerak ke bawah..
Akhirnya, perlahan-lahan pintu mulai terbuka..
Celah kecil mulai terlihat, ketika pintu terus bergeser terbuka.
Dari balik kelambu kami terus memperhatikan..
Pelan-pelan, kami dapat melihat ruang tengah melalui celahnya. Ruang tengah sangat gelap, karna lampu petromak sudah mati sejak tadi.
Kami belum melihat apa-apa..
Sampai akhirnya ada sesuatu yang muncul dari balik pintu..
Sesuatu yang sudah gw lihat beberapa saat sebelumnya.
Ada pocong berdiri..
Sebagian tubuhnya terlihat dari celah pintu yang masih terbuka hanya beberapa sentimeter saja.
Gw terdiam seperti terhipnotis, gw lihat om Heri juga begitu, dia masih diam membisu.
Sementara pocong itu masih saja berdiri di depan pintu.
Kemudian pintu bergerak lagi, bergerak menjadi semakin terbuka lebar secara perlahan.
Sebagian besar tubuh pocong itu menjadi terlihat ketika pintu sudah nyaris terbuka penuh.
Kemudian pocong itu bergerak..
Bergerak masuk ke dalam kamar..
Lalu berhenti dan berdiri tepat di sebelah tempat tidur.
Hanya kelambu tipis tembus pandang yang membatasi jarak kami.
Jantung seperti berhenti berdegup, keringat dingin mulai mengucur, gw gemetar ketakutan.
Tiba-tiba om Heri bangun dari posisi tidurnya dan duduk di samping tempat tidur.
"Jangan lihat dia Brii, kamu merem aja"
Gw menuruti omongannya.
Gw memejamkan mata sambil menutupi wajah dengan kedua tangan.
"Tolong jangan ganggu, pergi dari sini."
Gw dengar om Heri berbicara dengan pelan, suaranya bergetar.
Setelah itu, dengan suara pelan gw mendengar dia membaca doa dan ayat-ayat suci.
Cukup lama mendengar om Heri melakukan itu, hingga pada akhirnya gw mendengar kalau dia seperti bangkit dari duduknya.
Kemudian terdengar suara pintu yang tertutup.
Gw membuka mata, lalu melihat om Heri sedang mengunci pintu. Kali ini dia mencabut anak kunci.
Pocongnya sudah gak ada..
***
"Brii, bangun.., yuk sholat subuh dulu."
Ah, alhamdulillah, ternyata sudah subuh. Gw langsung beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu.
***
Suara motor terdengar dari kejauhan ketika gw dan om Heri sedang duduk di teras rumah, jam sudah menunjukkan hampir di pukul tujuh pagi.
Ternyata Om Wahyu yang datang dengan mengendarai motor.
"Wah, kok sarapannya cuma teh aja Brii.. Hehe."
Cengengesan om Wahyu menyapa gw setelah turun dari motornya.
Kemudian dia masuk ke dalam rumah dan menyiapkan sarapan.
Seperti hari-hari sebelumnya, suasana pagi di perkebunan karet itu cukup indah dan menenangkan, sangat berbeda dengan situasinya pada malam hari.
Embun pagi menutupi nyaris seluruh perkebunan, sinar matahari perlahan menembus masuk melalui sela-sela pohon.
Indah..
Masih di teras rumah, kami menikmati nasi goreng kilat buatan om Wahyu sambil berbincang panjang lebar disertai gelak tawa, seperti gak pernah ada kejadian menyeramkan pada malam sebelumnya, kami belum membahasnya.
Gak lama setelah itu, satu persatu pekerja perkebunan mulai berdatangan. Kemudian mereka bersama om Heri dan Om Wahyu melaksanakan rutinitas pekerjaannya.
Gw gimana? Tinggal di rumah?
Gak mau, gak berani. Gw mengikuti kegiatan mereka sampai selesai.
***
Di sela-sela pekerjaan, om Wahyu sesekali mengajak gw berbincang, dia bertanya tentang situasi rumah semalam ketika dia gak ada.
Gw ceritakan semuanya..
"Itulah Brii, sebenernya kami gak mau cerita, tapi akhirnya kamu merasakan juga kan. Semoga kamu gak kapok main ke sini ya.. "
Begitu kata om Wahyu.
Kapok? Tentu saja gw kapok, gw akan berpikir seribu kali untuk berlibur di tempat ini lagi.
Sebenarnya gw udah pingin pulang, tapi gak berani bilang, gak enak, pasti merepotkan, karna om Heri tentu saja harus mengantar gw nantinya.
Ya sudah, gw cuma bisa pasrah, menunggu sampai hari minggu untuk bisa pulang.
Sebenarnya, mengesampingkan mahluk-mahluk menyeramkan yang selalu datang, perkebunan ini tergolong indah, gw suka dan menikmati.
Suasananya tenang dan udaranya masih segar, karna memang letaknya di tengah-tengah hutan. Keaadaan yang cukup susah gw dapatkan di kampung halaman.
Tapi ya itu tadi, banyak kejadian seram ketika malam datang..
***
Sore menjelang..
Kami bersama para pekerja lainnya sudah dalam perjalanan pulang, ada yang menggunakan motor ada juga yang mengendarai sepeda.
Sesampainya di rumah mereka berkumpul di teras, berbincang sambil membereskan perlengkapan dan peralatan. Sementara gw langsung masuk duluan ke rumah, merebahkan tubuh di kursi panjang ruang tengah, capek..
Gw melamun sambil menikmati pemandangan di luar jendela, hari yang tadinya terang berangsur mulai menjadi gelap.
Dari kursi panjang itu, posisi gw membelakangi teras rumah, tempat di mana om Heri dan lainnya sedang berbincang. Menghadap ke dapur dan kamar mandi, gw jadi dapat melihat langsung ke arah bagian belakang rumah itu.
Belum ada yang menyalakan lampu dan ditambah sudah menjelang malam, isi rumah menjadi agak temaram, apa lagi bagian belakangnya.
Di antara pintu kamar mandi dan dapur, ada pintu kayu yang langsung menuju ke luar.
Nah, di tengah-tengah lamunan, gw terkesiap..
Gw melihat sesuatu..
Ada bayangan hitam yang berkelebat keluar dari dalam kamar mandi kemudian masuk ke dapur.
Hanya sekelebat, tapi gw yakin kalau itu benar terjadi.
"Apa itu yang baru aja lewat?"
Begitu gumam gw dalam hati.
Selanjutnya gw berpikir kalau itu hanya bayangan biasa, karna orang-orang di luar hilir mudik di depan pintu, mungkin itu bayangan mereka.
Gw lanjut menatap jendela, menikmati pemandangan di luar.
Tapi beberapa saat kemudian, tiba-tiba dari sudut mata, terlihat bayangan itu lagi.
Kali ini gak hanya sekelebat, tapi bayangan itu diam berdiri tepat di depan pintu belakang.
Gw belum berani melihatnya langsung, mata masih menghadap ke jendela, posisi tubuh masih rebah berbaring.
Tapi akhirnya, yang awalnya hanya berani melirik, gw nekat melihatnya langsung.
Benar, ada bayangan hitam berdiri, sosoknya seperti laki-laki, tinggi besar, hampir setinggi pintu rumah..
Gw masih terdiam terkesima memperhatikan..
Gak bisa melihat jelas wajahnya, gw hanya mampu sampai melihat bentuk sosoknya.
Perlahan bangkit dari posisi berbaring, gw berniat untuk lari ke teras depan.
Mata masih terus menatap ke bayangan hitam itu, takut tiba-tiba dia bergerak mendekat dengan cepat.
"Brii, belum mandi kamu? Mandi dulu sana."
Suara om Wahyu yang tiba-tiba muncul dari balik pintu depan mengagetkan gw.
"Belum om, nanti aja, tanggung.."
Jawab gw pendek.
Ketika gw melirik lagi ke pintu belakang, bayangan hitam itu udah gak ada, udah menghilang.
***
Malam pun tiba,
Karna di luar gerimis, gak seperti malam sebelumnya kali ini kami hanya duduk bertiga di ruang tengah, sambil menikmati makan malam yang di siapkan oleh cheff Wahyu.
Perbincangan gak ada membahas sedikit pun tentang kejadian semalam, kedua Om tampaknya seperti menjaga supaya gw gak trauma dan ketakutan. Gak ada pembicaraan tentang itu sama sekali.
Kami hanya berbincang tentang hal yang menyenangkan, seperti itulah kira-kira.
Perbincangan kami ditambah dengan canda tawa, memecah sunyinya malam. Sementara di luar, hujan turun semakin deras, sesekali suara petir terdengar satu persatu.
Sudah jam sepuluh malam, perbincangan belum juga ada tanda-tanda akan selesai, padahal gw udah ngantuk, akibat kurang tidur pada malam sebelumnya.
"Udah ngantuk Brii?, kamu tidur duluan sana,"
"Iya Om, aku tidur duluan ya."
Begitu gw bilang ke om Heri.
Setelahnya, gw beranjak masuk ke dalam kamar, mencoba untuk tidur. Om Heri dan Om Wahyu masih lanjut berbincang.
Karna memang sudah lelah dan ngantuk berat, gw langsung gak sadarkan diri, terlelap..
***
Entah waktu itu sudah jam berapa, tiba-tiba gw terjaga, yang pasti hari masih malam.
Seperti biasa, sekeliling tempat tidur tertutup kelambu.
Dalam kamar penerangannya temaram, cahaya hanya bersumber dari lampu templok di sudut ruangan.
Gw tidur di sisi kiri tempat tidur, setelah menoleh ke sebelah kanan, Om Heri tidur di sisi lainnya, sisi dekat tembok.
Cukup lama gw terbengong-bengong untuk menyadari kalau sudah benar-benar terjaga. Om Heri terdengar dengkurannya, menandakan kalau dia benar-benar nyenyak.
Apakah saat itu gw benar-benar terjaga? Gw akan meragukan tentang hal ini di akhir kejadian, sampai sekarang..
Beberapa saat kemudian, gw melirik ke arah pintu kamar, ternyata dalam keadaan terbuka.
Ruang tengah kelihatan sudah gelap gulita, hanya cahaya langit dari luar yang sedikit memberikan penerangan dari sela jendela.
Hujan sudah berhenti, gak terdengar lagi suaranya. Hanya suara jangkrik dan binatang malam lainnya yang terdengar bersahut-sahutan.
Dan..
Lagi, suara lolongan panjang anjing hutan mulai terdengar dari kejauhan, suasana semakin mencekam.
Ketika sedang menatap ke arah ruang tengah, tiba-tiba gw melihat sesuatu..
Ada bayangan hitam yang bergerak dari arah belakang rumah, kemudian berdiri diam di depan pintu.
Gw terpaku..
"Sosok itu lagi.."
Begitu pikir gw dalam hati.
Aneh, badan sama sekali gak bisa digerakkan, mulut tercekat, gak bisa bersuara untuk mencoba membangunkan Om Heri.
Gw ketakutan, ketika sosok itu mulai berjalan masuk ke dalam kamar.
Gw masih belum bisa bergerak dan bersuara, sama sekali kaku..
Kemudian sosok itu berhenti tepat di samping tempat tidur, berdiri menghadap ke gw yang masih terbaring.
Jarak kami terpaut beberapa puluh sentimeter, hanya kelambu tipis sebagai penghalangnya.
Gw semakin ketakutan, masih aja gak bisa bergerak dan bersuara, ketika sosok itu perlahan mendekat.
Semakin mendekat, kemudian tangannya mulai membuka kelambu..
Pada saat itu gw belum juga bisa melihat wajahnya dengan jelas, terlihat hanya hitam legam.
Gw menoleh ke kanan, Om Heri masih aja lelap tertidur.
Gw panik, ketika kelambu sudah benar-benar terbuka.
Lalu sosok itu mencoba mengangkat gw, membopong gw dari atas tempat tidur.
Tetap, gw masih belum bisa bergerak dan bersuara, hanya bisa menoleh ke arah Om Heri yang masih tetap terlelap.
Gw menangis dalam diam, air mata mulai jatuh, panik dan ketakutan.
Setelah badan sudah benar-benar terangkat, sosok itu membawa gw ke luar kamar.
Desah nafasnya mengeluarkan hawa panas yang menerpa wajah gw.
Gw masih belum juga bisa melihat wajahnya.
Kemudian dia membawa gw ke luar rumah, melalui pintu depan. Sejak detik itu, gw memejamkan mata dan berdoa sebisanya di dalam hati.
Segelahnya, gw merasa kami terus bergerak menjauh meninggalkan rumah, gak tau ke arah mana, gak tau menuju ke mana..
Hingga beberapa menit kemudian kami berhenti, saat itulah gw baru berani membuka mata.
Masih berada di dalam gendongan sosok itu, gw melihat ke sekiling.
Ternyata kami berada di tengah-tengah pepohonan, bukan pohon karet, tapi pohon lain yang besar dan rindang, seperti di tengah hutan belantara.
Keadaan sangat gelap, hanya cahaya dari langit yang menembus sela pepohonan yang membantu penglihatan.
Kemudian perlahan dia menurunkan gw dari gendongannya. Memposisikan gw berdiri di samping kirinya. Sementara itu gw masih aja gak bisa bergerak dan bersuara.
Cukup lama kami berdiri diam dalam keheningan..
Hingga pada akhirnya, ada sesuatu yang bergerak di kejauhan, bergerak mendekat ke arah tempat kami berdiri.
Ketika sudah cukup dekat, barulah gw dapat melihat dengan jelas apa itu yang sedang bergerak mendekat.
Gw melihat ada serombongan orang yang datang berbaris beriringan. Gw langsung tersadar kalau gw pernah melihat rombongan ini sebelumnya.
Beberapa orang yang berjalan paling depan terlihat membopong sesuatu.
Benar, mereka membawa keranda mayat..
Saat itu pula gw baru tersadar, kalau beberapa meter di depan kami berdiri, ada lubang di tanah yang memanjang, persis seperti liang kuburan.
Beberapa saat kemudian, rombongan itu kemudian berhenti tepat di depan liang kuburan, lalu beberapa orang yang menggotong keranda menurunkan kerandanya dari pundak mereka.
Di atas keranda, gw melihat sesosok jenazah yang terbaring dengan berbalut kain kafan.
Mengerikan..
Semakin ketakutan, gw menangis dalam diam..
Ketika gw menoleh ke kanan, untuk melihat sosok tinggi besar yang membawa gw ke tempat itu, dia hanya berdiri diam memperhatikan "rekan-rekan"-nya.
Proses penguburan di tengah hutan pada tengah malam itu pun di mulai..
Beberapa orang mulai menurunkan jenazah dari atas keranda untuk memasukkannya ke dalam liang kubur. Jarak gw dan pocong yang sedang diangkat itu hanya beberapa meter, sangat dekat.
Gw semakin ketakutan, badan gemetar hebat, ketika gw melihat hal yang cukup mengerikan..
Ketika hendak dimasukkan ke liang kubur, pocong itu terlihat terbuka pada bagian wajahnya.
Dari pantulan sedikit cahaya langit, gw dapat melihat wajahnya.
Kemudian pocong itu tersenyum ke arah gw..
Gw menangis sejadi-jadinya, ketakutan, hingga pada akhirnya jatuh terduduk.
Setelah itu gw gak ingat apa-apa lagi..
***
"Brii.., bangun Brii, bangun."
Hari masih gelap ketika ge tersadarkan oleh suara om Heri dan Om Wahyu..
Ternyata gw sedang berada di teras depan rumah, berbaring di lantainya.
Ketika sudah benar-benar siuman, hanya satu kalimat yang sangat ingin gw ucapkan:
"Om, aku pingin pulang, gak tahan lagi om, takut."
Sambil menangis gw mengucapkan kalimat itu.
"Iya Brii, hari ini om antar kamu pulang ya."
Begitu kata Om Heri.
Hari itu juga gw pulang..
***
Itulah pengalaman yang gw dapatkan ketika berlibur di perkebunan karet, salah satu pengalaman yang paling menyeramkan yang pernah gw alami.
Cukup, gw kapok, gak mau lagi datang ke tempat itu..
Sementara om Heri dan om Wahyu tetap melanjutkan hidup di sana, jadi masih banyak kejadian mencekam yang akan mereka ceritakan.
***
Sekian cerita malam ini, kapan-kapan dilanjut lagi.
Jaga kesehatan, supaya bisa terus merinding bareng.
Met bobo, semoga gak mimpi dibopong mahluk menyeramkan.
Sampai jumpa lagi.
Salam
~Brii~
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kadang keadaan memaksa kita untuk menempati tempat tinggal baru. Sering kali, susahnya proses adaptasi harus ditambah dengan terpaan seram dari sisi gelap.
Ada teman yang mau berbagi cerita pengalaman ketika harus menempati rumah baru.
Simak di sini, hanya di Briistory..
***
Lagi-lagi, aku menemukan beberapa helai rambut panjang, entah ini sudah yang keberapa kali, kali ini aku menemukannya di depan lemari ruang tengah. Beberapa helai rambut ini kalau diukur dengan tubuh perempuan dewasa, kira-kira dari kepala sampai ke pinggul, panjang memang.
Apa yang aneh? Ya anehlah, karena di rumah gak ada seorang pun yang memiliki rambut sepanjang itu. Rambutku hanya sebatas pundak, itu pun jenisnya gak sama dengan rambut yang sudah beberapa kali kami temukan.
Gak memandang apa pekerjaan kita, “Mereka” akan datang dengan keseraman tanpa diduga, dengan berbagai bentuk yang gak tertebak.
Malam ini, simak pengalaman seorang supir travel di salah satu bagian Sumatera.
Hanya di sini, di Briistory…
***
~Lampung, Circa 1998~
“Hati-hati, Bang. udah malam ini, kenapa gak besok lagi ajalah nariknya.”
“Hehe, tanggung, Man. Setoran masih belum setengahnya ini, nanti bos marah.”
Nyaris jam sebelas malam, ketika aku masih berada di pelabuhan Bakauheuni, Lampung. Percakapan dengan Iman, rekan sejawat, sejenak membuyarkan lamunan.
Sejarah panjang dan kelam sering kali terungkap dalam senyap, tergambar oleh tarikan garis seram.
Satu sudut di Lembang, tersaji horor tempat pelatihan, seorang teman coba bercerita pengalaman seramnya di sana.
Simak di sini, hanya di Briistory..
***
Waktu seperti berhenti, udara sama sekali gak bergerak, suara detik jam yang tadinya samar terdengar tetiba gak ada lagi. Dalam gelap, aku terus memperhatikan ujung tangga, menunggu kira-kira siapa gerangan yang akan turun dari lantai atas.
Sementara itu, suara yang sepertinya bunyi langkah kaki, terus saja kedengaran, makin jelas, makin dekat.
Cadas Pangeran, satu tempat bersejarah. Ratusan tahun berusia, sahihkan kisah hitam dan putihnya, terus bergulir hingga kini.
Mamal ini, seorang teman akan menceritakan pengalamannya ketika melintasi daerah ikonik ini. Seram? Tentu saja.
Simak di sini, hanya di Briistory.
***
Lepas dari pusat kota Jatinangor, aku akhirnya masuk ke daerah yang terlihat seperti gak berpenduduk.
Tahun 1998, Cadas Pangeran masih sangat sepi, jalan berkelok dikelilingi oleh pepohonan yang membentuk hutan, sama sekali gak ada penerangan, gelap gulita.