,
14 tweets,
3 min read
Read on Twitter
Gebug Ende Seraya,Tradisi ini merupakan ciri khas dari desa Seraya, Kabupaten Karangasem,Pada tradisi adat ini, mereka akan menunjukkan keberanian dan adu nyali dengan bertarung menggunakan rotan. 
Keunikan Gebug Ende di Seraya
1. Perang dengan rotan.
Tradisi ini merupakan tradisi yg dilaksanakan sebagai permohonan utk meminta hujan. Warisan budaya ini sdh ada sejak zaman dahulu & secara turun temurun diwariskan hingga generasi sekarang ini. Tradisi ini dilaksanakan
1. Perang dengan rotan.
Tradisi ini merupakan tradisi yg dilaksanakan sebagai permohonan utk meminta hujan. Warisan budaya ini sdh ada sejak zaman dahulu & secara turun temurun diwariskan hingga generasi sekarang ini. Tradisi ini dilaksanakan
saat musim kemarau karena tuujuan awalnya adalah untuk memohon hujan turun. Pelaksanaannya yaitu pada bulan Oktober hingga November (sasih Kapat kalender Hindu Bali).
2. Lokasi desa Seraya dan penduduknya
Letak geografis desa Seraya di dataran tinggi yang bisa dibilang cukup tandus. Jika ingin mengunjungi desa ini, maka harus menempuh perjalanan 10 km dari pusat kota Amlapura. Perjalanan yg dimulai dari Denpasar akan memakan waktu 2,5 jam
Letak geografis desa Seraya di dataran tinggi yang bisa dibilang cukup tandus. Jika ingin mengunjungi desa ini, maka harus menempuh perjalanan 10 km dari pusat kota Amlapura. Perjalanan yg dimulai dari Denpasar akan memakan waktu 2,5 jam
dgn mobil. Kita harus menuju ke arah perbukitan, dimana kita bisa menyaksikan hasil bumi dari desa ini yg terkenal, yakni jagung Seraya. Mata pencaharian penduduk sebagai petani inilah yg membuat mereka membutuhkan kecukupan air untuk bisa menanam dan panen hasil bumi.
Oleh karena itu, tradisi Gebug Ende di gelar tiap tahunnya. Penduduk desa Seraya memiliki kondisi fisik yang kuat-kuat sebagai warisan leluhur yg memang dikenal teguh dalam berperang dan tangguh, sehingga dulu menjadi garda depan prajurit di kerajaan Karangasem.
3. Tempat pelaksanaan Gebug Ende di Seraya
Pelaksanaan Gebug Ende dilakukan di tempat umum yang sekaligus bertujuan untuk menarik minat para wisatawan. Bukan hanya itu, mereka juga ingin mengundang lawan desa lainnya yang bisa di ajak berduel dengan rotan.
Pelaksanaan Gebug Ende dilakukan di tempat umum yang sekaligus bertujuan untuk menarik minat para wisatawan. Bukan hanya itu, mereka juga ingin mengundang lawan desa lainnya yang bisa di ajak berduel dengan rotan.
Bukan hanya itu, mereka juga ingin mengundang lawan desa lainnya yang bisa di ajak berduel dengan rotan. Tradisi ini hanya diikuti oleh kaum dewasa desa Seraya dan sekitarnya. Namun bagi anak-anak yg ingin turut serta untuk adu nyali, maka mereka diperbolehkan untuk ikut.
Tradisi ini adalah usaha untuk meminta hujan, meksipun, hujan tidak serta merta langsung turun ke Bumi, namun masyarakat percaya bahwa semua bergantung pada Sang Pencipta. Sampai sekarang, tradisi unik ini belum punah dan masih dilestarikan.
4. Pelaksanaan Gebug Ende di Seraya
Proses ini dilaksanakan dengan mengadu 2 orang peserta yang akan bertarung dengan rotan. Mereka saling berhadapan satu sama lain. Panjang rotan adalah 1,5 hingga 2 meter untuk memukul lawannya, mereka menyebutnya dengan nama “Gebug”.
Proses ini dilaksanakan dengan mengadu 2 orang peserta yang akan bertarung dengan rotan. Mereka saling berhadapan satu sama lain. Panjang rotan adalah 1,5 hingga 2 meter untuk memukul lawannya, mereka menyebutnya dengan nama “Gebug”.
Mereka jg menggunakan sbh perisai yg disebut “Ende” untuk menangkis serangan dari lawan. Pd tempat penyelenggaraan diberi batas antara peserta dan penonton. Lama pertarungan adalah 10 menit. Uniknya, setelah pertarungan selesai wasit tdk mengumumkan siapa yang menang & yg kalah
karena memang tujuannya bukan untuk mencari siapa yang paling kuat. Peserta yang mau ikut pertarungan rotan ini wajib menggunakan pakaian adat madya dengan ikat kepala (udeng) berwarna merah yang menandakan jiwa berani yang mereka miliki.
Jika ingin menikmati wisata tradisi yang juga menawarkan ketegangan, maka Gebug Ende bisa menjadi alternatif untuk wisata di Bali yang juga akan memperkaya khasanah budaya kita.
