Brii Profile picture
Apr 11, 2019 123 tweets 16 min read
Hai,

Kita jalan ke Bandung lagi ya, main ke #rumahteteh.

Episode kali ini bukan gw yang cerita, tapi salah satu teman dekat, Rai namanya.

Yuk simak ceritanya,

Ingat, jangan baca sendirian, Teteh kadang gak hanya sekadar hadir dalam cerita..

#memetwit
@InfoMemeTwit
Nama gw Rai Pati, kuliah di Bogor teman-teman memanggil dengan panggilan Rai.

Gw akan menceritakan satu kisah pengalaman yang pernah gw alami, pengalaman seram ketika berlibur di Bandung.

Pengalaman yang gak akan gw lupakan seumur hidup.

Pengalaman di #rumahteteh.
-Sekitar akhir 2008-

Ada libur kuliah yang agak panjang.

Karna sudah cukup lama gw gak mengunjungi Bandung, gw berencana liburan ke sana dulu sebelum mudik ke kampung halaman.

Kebetulan, gw punya teman yang kuliah di Bandung, Brii namanya.
Brii ini teman lama, walau pun berbeda kota tempat kuliah namun kami tetap berkomunikasi dan saling mengunjungi, entah dia yang datang ke Bogor atau gw yang ke Bandung.

Sebelumnya Brii pernah bilang kalau dia sudah pindah tempat kost, bukan di tempat yang lama lagi.
Dia bilang juga, tempat kost yang baru berbentuk rumah yang cukup besar dan nyaman, dia tinggal di situ bersama teman-teman kuliahnya.

Ya sudah kebetulan, gw jadi sekalian bisa merasakan menginap di tempat kost dia yang baru.

***
Kamis, jam dua siang.

Setelah sekian lama, akhirnya gw dapat menghirup udara sejuk kota kembang lagi. Cuaca siang yang cukup panas, tapi udaranya masih terbilang sejuk bila dibandingkan udara yang gw hirup di Jabotabek.
Berkendara mobil sendirian membelah jalan Juanda Dago, yang kanan kirinya dipenuhi oleh Factory outlet.

Kaca jendela mobil gw biarkan terbuka setengahya, untuk menghirup udara yang sudah gw kangen sejak lama.
Gw sengaja gak langsung ke tujuan, tapi berputar-putar keliling kota dulu.

Sampai akhirnya sekitar jam empat sore memutuskan cukup untuk jalan-jalan sendirian, lalu langsung menuju tempat kost Brii.
Sebelumnya, Brii sudah kasih alamat lengkap dan nomor telpon tempat kost-nya, tapi karna masih belum terlalu hapal seluk beluk Bandung, gw malah nyasar, gak ketemu tempatnya.

Ponsel Brii gak aktif ketika dihubungi, makanya gw langsung mencoba menelpon ke tempat kostnya.
Tapi ketika beberapa kali gw coba telpon, hanya nada sambung yang terdengar, gak ada jawaban.

Hingga entah pada panggjlan ke berapa akhirnya telpon seperti ada yang mengangkat.
"Halo, maaf, Brii nya ada?"

Gak ada jawaban, gak juga terdengar suara apa-apa di ujung telpon.

"Halo..."

Kembali gw mencoba memanggil..

Tetap gak ada jawaban.
Tapi ada yang aneh, tiba-tiba di ujung telpon terdengar ada suara orang yang sedang berbincang

Gw sampai menghentikan mobil di pinggir jalan supaya bisa mendengar lebih jelas lagi.
Beberapa menit mendengar percakapan dua orang itu, hingga akhirnya gw memutuskan sambungan telpon, karna berpikir mungkin gw salah sambung, salah pencet nomor.

Sesaat kemudian gw coba menelpon lagi, kali ini gw pastikan kalau gw menekan nomor yang benar.
Hanya dua atau tiga nada sambung, kemudian telpon ada yang mengangkat..

Tapi ada yang aneh lagi, kali ini terdengar ada suara perempuan yang bicara sendirian di ujung telpon

Gw semakin bingung, ini suara siapa?

Gw salah sambung lagi?
Sekali lagi gw tutup telpon, lalu memeriksa nomor yang baru aja gw telpon.

Nomornya benar, gak salah, ini nomor yang Brii kasih..

Tapi kok aneh, suara-suara siapa tadi?
Setelah melamun sebentar, akhirnya gw putuskan untuk menelpon sekali lagi.

Telpon ada yang mengangkat, akhirnya ada yang menjawab juga.

"Halo, ini tempat kost Brii ya?"

"Iya, ini siapa?"
"Saya Rai, temannya Brii, Briinya ada?"

"Briinya gak ada, belum pulang."

"Oh baiklah. Maaf, ini dengan siapa saya bicara?"

"Saya Teteh.. "

Selanjutnya gw meminta gambaran lengkap alamat tempat kost kepada perempuan yang menyebut dirinya "Teteh" itu.
Ternyata, tempatnya sudah gak terlalu jauh dari tempat gw berhenti, hanya berjarak beberapa ratus meter aja.

Setelah melamun sebentar memikirkan kejadian yang baru aja terjadi, gw bergerak menuju rumah kost Brii.

***
Rumah berpagar besi warna hitam, bertingkat, halaman yang cukup luas, gw sudah berada tepat di depannya setelah mengikuti petunjuk yang diberikan oleh "Teteh" di telpon tadi, ternyata gak susah mencari tempat ini.

Membuka pagar rumah, lalu memarkirkan gw kendaraan di halamannya.
Rumah kelihatan sepi, gak ada tanda-tanda pergerakan penghuni di dalamnya.

Turun dari kendaraan, gw berjalan menuju pintu utama.

Pintu kayu berukuran besar, dengan jendela kaca di kanan kirinya.

"Assalamualaikum.. "

Gw mengucap salam sambil mengetuk pintu.
Gak ada jawaban sampai beberapa menit kemudian.

Lalu gw mengintip melalui jendela yang di sebelah kiri pintu, terlihat ruang tamu dan sebagian ruang tengah, kosong, gak ada orang sama sekali..
"Ini tempat kost sepi amat.. " Gumam gw dalam hati.

Kemana perempuan yang mengangkat telpon tadi?
Ada teras kecil dan agak lebih tinggi dari permukaan tanah, yang letaknya persis di depan pintu, gw duduk di atasnya, membelakangi pintu.

Sambil duduk dan membakar rokok, gw coba menghubungi ponsel Brii sekali lagi, tapi masih belum juga ada jawaban.
Cukup lama duduk melamun sendirian, sampai akhirnya mendengar suara pintu terbuka.

Pintu dalam keadaan sedikit terbuka ketika gw menoleh ke arahnya.

Gw langsung berdiri dan menghampiri.
Gw terkejut, ketika tiba-tiba ada perempuan muncul dari balik pintu. Perempuan berparas cukup cantik, dengan rambut hitam panjang yang diikat ke belakang.

"Mas Rai ya?" Tanya perempuan itu.

"Iya.. Ini Teteh ya?" gw menjawab dengan tanya.
"Briinya belum pulang, masuk aja, kamarnya gak pernah dikunci." Begitu kata Teteh, dengan logat sunda Bandungnya yang kental
Gw langsung masuk ke dalam rumah, Teteh mengantarkan sampai ke pintu kamar Brii.

"Ini kamar Brii, tunggu aja, sebentar lagi dia pulang" Begitu katanya.

Setelahnya, Teteh berjalan menaiki tangga menuju lantai dua.
Di dalam kamar, gw merebahkan badan di atas karpet yang tergelar di samping tempat tidur, pintu gw biarkan tetap terbuka.
Selanjutnya, beberapa kali gw mencium wangi bunga yang semerbak masuk ke dalam kamar, gw meyakini kalau wanginya bersumber dari ruang tengah, atau ruangan lain di dalam rumah.

Penasaran, ketika wangi bunga tercium entah untuk yang keberapa kali, gw berdiri melihat ke luar.
Ketika sudah berada di pintu kamar, ternyata gw melihat Teteh sedang berdiri menghadap jendela yang ada di belakang meja makan.

Teteh hanya berdiri diam mematung memandang ke luar jendela, membelakangi gw.
Hari sudah semakin sore dan beranjak gelap, suasana di dalam rumah sudah berangsur temaram, tapi gw masih dapat melihat Teteh dengan jelas ketika dia membalikkan tubuhnya, kemudian berjalan ke arah tempat gw berdiri.
Ketika jarak kami sudah dekat, dia tersenyum.

Gw membalas senyumannya.

Lalu Teteh kembali naik ke lantai dua.

Gw masuk lagi ke dalam kamar.
"Teteh itu siapa ya? Kayaknya udah bukan mahasiswi lagi kalo dilihat dari penampilannya."

Itu pertanyaan yang muncul di dalam kepala.

***
Waktu maghrib telah tiba, Brii belum juga kelihatan batang hidungnya. Belum kelihatan juga ada penghuni lainnya yang masuk ke dalam rumah,

Akhirnya, sambil menunggu brii datang, gw memutuskan untuk mengambil air wudhu kemudian mendirikan sholat.
Gw belum tahu letak toilet di rumah ini, sepertinya harus eksplorasi sendiri.

Lampu kamar sudah dalam keadaan menyala terang, tetapi ruang tengah dan bagian rumah yang lainnya masih gelap gulita.

Ketika baru beberapa langkah dari pintu kamar, sekali lagi gw terkejut..
Gw melihat Teteh sedang berdiri di dalam gelapnya ruang tengah.

Teteh berdiri diam di sebelah meja telpon.

"Maap Teh, saya mau wudhu, toiletnya dimana ya?"

Teteh tetap diam, tapi tangan kirinya menunjuk ke arah pintu yang berada di sebelah kanan kamar Brii.

"Makasih Teh.. "
Kemudian gw melangkah ke pintu yang ditunjuk oleh Teteh tadi, dan benar, itu pintu toilet. Gw masuk ke dalamnya dan berwudhu.

Setelahnya, gw keluar dari toilet.

Ruang tengah masih gelap, Teteh sudah gak terlihat lagi di tempat dia berdiri sebelumnya.
Gak ada pikiran macam-macam atau perasaan gak enak, gw langsung masuk ke kamar dan sholat.

Kekhusyuan agak sedikit terganggu, karena selama sholat terus-terusan tercium wangi bunga, semerbak cukup kuat aromanya.

Oh iya, pintu kamar tetap gw biarkan terbuka selama sholat.
Sampai akhirnya, ketika mengucapkan salam kedua pada rakaat terakhir, gw mendengar ada suara perempuan yang mengucapkan salam juga.

"Assalamualaikum wr wb.."

Terdengar pelan, tapi cukup jelas.

Reflek, gw langsung menoleh ke belakang..
Ternyata gak ada siapa-siapa, gw masih sendirian di dalam kamar.

"Ah mungkin halusinasi aja.."

Begitu pikir gw dalam hati.

***
Gw masih berdzikir di atas sajadah ketika mendengar suara pintu pagar rumah terbuka.

Syukurlah, akhirnya ada penghuni yang datang.

Sekilas gw lihat dari sela-sela jendela kamar, ternyata Brii yang datang, semakin lega perasaan.
"Eh udah nyampe lo Rai? Hehe, maap, ponsel gw mati seharian, lupa ngecas tadi pagi. Gw pikir lo datangnya malam, jadi gw santai ajaa.."

Brii nyerocos memberikan penjelasan ketika sudah berada di kamar.

"Iya, gpp Brii.. Hehe." Jawab gw cengengesan juga.
"Gak susah nyari rumah ini kan?" Tanya Brii.

"Awalnya susah, nyasar dikitlah. Sampe akhirnya gw telpon ke sini. Yang ngangkat Telpon Teteh, dia yang ngasih tau petunjuk jalan, sampe deh."

Air muka Brii sedikit berubah ketika mendengar penjelasan gw.
"Trus yang bukain pintu siapa?" Tanya dia lagi.

"Teteh juga, kayaknya rumah ini kosong deh, cuma ada Teteh aja sejak gw datang tadi."

"Oh gitu.." Jawab Brii pendek.
Kemudian dia keluar kamar, menyalakan semua lampu yang ada di dalam, seketika itu juga rumah menjadi terang benderang.

Ketika Brii sudah di dalam kamar lagi, gw tanya ke dia,

"Teteh itu siapa Brii? Kayaknya udah bukan mahasiswi deh."
Brii diam sejenak, sebelum akhirnya menjawab dengan datar,

"Dia penghuni rumah ini juga, tapi jarang kelihatan."

Kemudian dia seperti mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan kabar, lalu kami berbincang seru melepas kangen.
Hari beranjak malam, satu persatu penghuni rumah berdatangan.

Gw diperkenalkan kepada mereka semua, ada yang namanya Doni, ada yang namanya Asep, Irwan, dan satu lagi yang datang paling terakhir, Nando namanya.
Beberapa saat lamanya kami berkumpul berbincang seru di ruang tengah, di situ gw baru tahu kalau ada dua penghuni perempuan di rumah ini, namanya Memi dan Sisi, kamarnya di lantai atas. Kebetulan Memi dan Sisi sedang gak ada di rumah saat itu.
Lalu gw melempar pertanyaan yang ada di kepala, pertanyaan yang membuat mereka semua tiba-tiba terdiam,

"Trus, Teteh itu siapa?"

Ketika belum ada yang menjawab pertanyaan, gw lanjut bicara,
"Dia baik loh, lewat telpon ngasih tahu petunjuk jalan, membukakan pintu rumah, dan ngasih tahu kamar Brii yang mana."

Mereka tetap diam gak menjawab.

Sampai akhirnya Brii buka suara.

"Kan udah gw bilang tadi, Teteh penghuni rumah ini juga, tapi jarang kelihatan."
"Trus kamar Teteh yang mana?" Tanya gw lagi.

"Itu, di sebelah kamar gw." Jawab Brii sambil menunjuk pintu kamar yang letaknya di antara toilet dan kamar dia.

Setelahnya, lagi-lagi mereka seperti mengalihkan topik pembicaraan, membahas hal lain selain Teteh.
Sekitar jam sembilan malam Asep dan Doni berpamitan, mereka hendak pergi dan menginap di rumah salah satu temannya.

Hanya tinggal gw, Brii, dan Irwan yang ada ruang tengah, sedangkan Nando masuk ke kamarnya beberapa saat setelah Asep dan Doni pergi.
Perbincangan gak seramai sebelumnya karena berkurangnya jumlah personil. Mulai banyak terjadi jeda diam yang agak lama di antara percakapan.

Pada saat jeda itulah terjadi sesuatu..
Tiba-tiba tercium semerbak wangi bunga, menyeruak aromanya yang seperti memenuhi seluruh isi ruangan. Brii dan Irwan saling berpandangan, pada saat itu gw langsung sadar kalau mereka juga mencium wangi yang sama.
“Ini wangi bunga dari mana ya?, tadi sore pas gw baru datang juga beberapa kali tercium.”

Pertanyaan yang gw lontarkan gak mendapatkan jawaban dari Brii atau pun Irwan, keduanya diam.

“Emang di halaman belakang ada tanaman bunga?” Tanya gw lagi.
“Oh, ini wangi bunga dari rumah sebelah Rai. Mereka emang punya taman bunga di sekeliling rumahnya.”

Akhirnya Irwan member penjelasan.
Irwan memberikan penjelasan yang cukup masuk akal, gw bisa menerimanya.
Tapi gak lama setelah itu, Brii bilang:
“Gw ke kamar duluan ya Rai, udah ngantuk. Lo kalo masih mau ngobrol sama Irwan lanjut aja..”

“Ah tapi gw juga udah ngantuk, lanjut ngobrol besok aja ya.” Irwan menimpali.
“Hahaha, ya sudah gak apa-apa, lanjut besok aja. Gw juga udah agak ngantuk nih.”

Kami membubarkan diri, Irwan masuk ke kamarnya, sementara gw dan Brii masuk ke kamar paling depan, kamar Brii.

***
Sebelum tidur, gw dan Brii lanjut ngobrol sebentar.

Ada yang sedikit mengganggu pikiran, beberapa kali gw menyinggung tentang Teteh, tapi Brii selalu menjawab sekenanya, seperti menghindari membahas tentang hal itu.
Sampai gw punya pemikiran kalau Teteh mungkin gak terlalu cocok dengan penghuni rumah yang lainnya, mungkin juga gak seiring sejalan, atau mungkin juga ada masalah di antara mereka, entahlah..

***
Sudah sekitar jam sebelas malam, ketika kami berdua dikagetkan dengan Irwan yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar.

“Gw tidur sini ya..” Begitu katanya, pendek.

“Ada apa Wan?” Tanya gw.

“Gak ada apa-apa..” Jawabnya lagi.
Dia langsung ambil posisi di sebelah kiri gw, kami berdua tidur di atas karpet yang letaknya di sebelah tempat tidur dimana Brii ada di atasnya.

Jadi, posisi tidur gw yang paling dekat dengan pintu.
Entahlah, dalam lamunan, gw masih memikirkan beberapa hal janggal tentang rumah ini, berawal dari dua kali telpon gw salah sambung padahal nomor yang gw tuju sudah benar, kemudian Teteh, sampai pada perilaku aneh Brii dan teman-temannya.

Ada apa dengan Rumah ini?

***
Suara dari ruang tengah membangunkan gw dari tidur, suara seperti orang sedang berbincang yang masuk dari celah di bawah pintu kamar yang letaknya gak jauh dari telinga.

Sudah jam satu lewat sedikit, ketika gw melirik ke arah jam dinding.

Siapa yang berbincang di ruang tengah?
Merubah posisi supaya lebih dekat lagi ke pintu, setelah itu barulah gw dapat mendengar lebih jelas lagi.

Ternyata salah, bukan orang berbincang yang gw dengar, tapi suara perempuan yang sedang bicara sendirian..
Iya, suara perempuan yang bicara sendiri dengan nada suara yang datar tanpa emosi, tawa kecil sesekali terdengar di sela-sela kalimatnya.

Siapa perempuan itu?

Pelan-pelan gw terus mendekatkan telinga ke pintu, berusaha terus mendengarkan dengan seksama.
Rasa penasaran yang cukup besar akhirnya menimbulkan niat untuk membuka pintu dan coba melihat langsung siapa perempuan itu sebenarnya.

Gw terkejut, ketika dalam posisi hendak berdiri untuk membuka pintu, tiba-tiba ada tangan yang memegang bahu gw.
“Jangan Rai, biarin aja, gak usah penasaran.”

Ternyata itu tangan Irwan, dia menghentikan niat gw untuk melihat ke ruang tengah.

“Itu siapa Wan?” Gw bertanya dengan suara berbisik yang nyaris gak terdengar.
“Itu Teteh, biarin aja, jangan ganggu.” Irwan juga menjawab dengan berbisik sangat pelan.

Gw nurut, kembali ke posisi berbaring di atas karpet.
Di dalam keadaan kamar yang gelap itu gw masih bisa melihat Irwan yang dalam posisi sama dengan gw, diam sambil menatap ke langit-langit kamar. Kami gak berbicara satu sama lain.

Brii masih tidur dengan nyenyak menghadap ke tembok.
Sementara itu Teteh masih terus aja bicara sendirian di ruang tengah, suaranya terdengar masih datar tanpa emosi, diselingi dengan tawa kecil yang sesekali muncul di sela omongan.
Dalam keheningan itu, beberapa kalimat dapat gw tangkap, gw mendengar apa yang menjadi keluh kesah dari perempuan yang membukakan pintu rumah untuk gw sore tadi.

Keluh kesah yang membuat gw jadi ikut-ikutan sedih..
Keluh kesah yang sedikit banyak menggambarkan kisah hidup yang Teteh jalani..

Mengiris hati mendengarnya.

***
“Rai, bangun Rai, mau sarapan apa lo?”

Suara Brii membangunkan gw dari tidur,

Ah ternyata sudah jam sembilan.

Rangkaian kejadian semalam berakhir dengan gw yang ketiduran.
Selanjutnya, pagi itu gw dan Brii duduk di meja makan bersama Irwan dan Nando, sementara Asep dan Doni belum pulang.

Kami berbincang sambil menyantap kupat tahu yang entah mereka beli dari mana.
Dalam perbincangan, sesekali gw melirik ke arah kamar yang sangat membuat gw penasaran, kamar yang menurut Brii dan teman-temannya adalah kamar Teteh.

Gw berharap pintu kamar itu akan terbuka dan Teteh keluar dari dalam.
“Ngeliatin apa sih lo Rai?”

Pertanyaan dari Brii mengagetkan gw.

“Itu Teteh kok gak keluar kamar ya?” Tanya gw kemudian.

“Teteh udah berangkat kerja tadi pagi, sebelum lo bangun.” Nando menimpali dengan sedikit tersenyum.
“Ooh, gitu ya.” Jawab gw sambil mengangguk-angguk. Pembahasan mengenai Teteh pun berhenti.

Singkat cerita, akhirnya pada hari itu gw diajak Brii untuk mengikuti kegiatan dia seharian penuh.

Kami baru pulang ke rumah ketika hari sudah gelap.

***
Jam sepuluh malam,

Keadaan rumah sangat sepi ketika gw membuka pintu pagar.

Isi rumah terlihat gelap, hanya lampu halaman yang menyala terang.

“Kayaknya belum ada yang pulang nih orang-orang.”

Begitu kata Brii ketika dia membuka pintu depan.
Benar, rumah tampak kosong ketika kami sudah di dalam, sama sekali gak ada penghuninya.

Gw langsung masuk ke dalam kamar ketika Brii berkeliling rumah untuk menyalakan semua lampu.
Hari yang sangat melelahkan, ditambah dengan malam sebelumnya sangat kekurangan tidur, membuat gw ingin cepat-cepat istirahat dan terlelap.

Belum sempat mandi dan ganti baju, akhirnya gw ketiduran.

***
Entah ini mimpi atau bukan, gw gak tahu,

Kalau memang mimpi, terasa sangat nyata.

Kalau bukan mimpi, tapi rasanya gak mungkin terjadi.

Begini ceritanya..
Gak tahu jam berapa, yang pasti masih tengah malam, ketika gw terjaga dalam keadaan duduk di atas karpet kamar.

Gw melihat di atas tempat tidur ada Brii yang dalam keadaan terlelap.

Gak ada Irwan, hanya kami berdua yang berada di kamar yang dalam keadaan gelap ini.
Pelan-pelan gw tersadar, kalau ternyata di ruang tengah ada suara seperti kemarin lagi. Suara perempuan berbicara sendirian.

Kali ini gw memberanikan diri untuk langsung berdiri dan mendekatkan telinga ke pintu.
Sama dengan kemarin, itu suara Teteh sedang bicara sendirian di ruang tengah, gw sangat yakin..

Tapi sebentar, ternyata gw salah, karena tiba-tiba terdengar juga suara laki-laki.

Teteh gak sendirian, Teteh berbicara dengan orang lain.
Gw makin penasaran, semakin mendekatkan tubuh ke pintu, supaya dapat mendengarkan lebih jelas lagi.

Entah apa yang ada di pikiran saat itu, tiba-tiba gw berniat untuk keluar kamar dan melihat keadaan.

Gw memutar gagang pintu, kemudian membukanya pelan-pelan.
Setelah pintu sudah menghasilkan celah kecil, gw coba mengintip ke luar.

Celah kecil itu ternyata belum cukup untuk melihat keseluruhan luar kamar.

Tapi ruang tengah terlihat temaram, hanya sedikit cahaya dari luar rumah yang membantu penerangan.
Sementara itu suara perbincangan Teteh dan lawan bicaranya terus aja terdengar.

Sekali lagi gw menarik pintu untuk membukanya lebih lebar lagi.
Ketika pintu sudah terbuka cukup lebar, barulah gw dapat melihat sebagian besar ruang tengah.

Selanjutnya, gw akan merasakan pengalaman yang gak akan terlupakan seumur hidup.

***
Ada perempuan yang sedang duduk di ruang tengah, perempuan yang gw kenal penampilannya, karena sudah pernah bertemu sebelumnya.

Benar tebakan gw, perempuan itu adalah Teteh.
Teteh duduk di sofa panjang, duduk bersandar dengan kaki disilangkan dengan kedua tangan berada di pangkuan.

Di depannya, terhalang meja kayu panjang, berdiri seorang laki-laki dengan perawakan tinggi besar, berkemeja putih, bercelana panjang berwarna gelap.
Mereka terus saja berbincang, seperti gak menyadari kehadiran gw, seperti gw gak ada di ruangan itu.

Seperti ada yang menggerakkan kaki, gw berjalan keluar kamar, mendekat ke tempat Teteh dan lawan bicaranya berada.
Benar, ketika gw semakin mendekat, mereka terus saja asik bicara satu sama lain, seperti gak menyadari kalau gw ada di ruangan itu juga, seperti gak sadar kalau ada gw yang memperhatikan.
Gw terus berjalan mendekat, hingga akhirnya memutuskan untuk duduk di sofa kecil yang ada di sebelah sofa panjang tempat Teteh berada.

Terus gw perhatikan mereka berdua, terus merekam di dalam kepala apa yang mereka perbincangkan.
Dan tetap, mereka seperti tidak menyadari akan kehadiran gw.
Sampai pada suatu titik dimana akhirnya gw mengetahui siapa laki-laki itu.

Ternyata, laki-laki itu suami Teteh.

Yang mereka perbincangkan adalah masalah rumah tangga yang sedang mereka alami.
Gw terpaku cukup lama memperhatikan.

Teteh beberapa kali mengusap air mata yang jatuh di pipinya, kesedihan tergambar dari tutur kata yang keluar dari mulutnya, bergetar menahan emosi dan kepedihan.
Gw terpana,

Gw jadi ikut sedih,

Seberat itu permasalahan hidup yang Teteh alami..

***
Pagi menjelang,

Seperti hari kemarin, gw dan Brii berkumpul di meja makan, kali ini ada Asep dan Nando yang ikut bergabung.

“Gimana Rai? Betah gak di sini?” Tanya Asep di tengah obrolan.
“Betah sih, tapi gw masih penasaran dengan Teteh.” Jawab gw.

Mereka bertiga terlihat kaget mendengar omongan gw.

“Penasaran apa lagi Rai?” Timpal Brii.

“Teteh tinggal di kamar itu bareng suaminya ya?” Tanya gw lagi.

“Kok lo bisa mikir kaya gitu Rai?” Tanya Brii lagi.
“Kayaknya gw lihat suami Teteh tadi malam.”

Brii, Nando, dan Asep langsung terdiam sesaat.

Selanjutnya mereka menjawab seadanya, lalu bisa ditebak, selanjutnya mereka mengalihkan topik pembicaraan.

Sampai akhirnya gw habis kesabaran,
“Ok, gw gak mau mati penasaran, coba tolong jelasin siapa Teteh sebenarnya.”

“Ssssst, Rai.., jangan keras-keras. Nanti gw jelasin semuanya, tapi gak di sini, gak sekarang.”

Akhirnya Brii menyerah, dia berjanji akan cerita semuanya nanti.

***
Gw memutuskan pulang pada minggu siang,

Tapi sebelum pulang, Brii mengajak gw makan siang di warung depan dekat dengan Rumah kost-nya, para penghuni rumah menyebutnya warung Teh Yanti.
“Jadi, Teteh itu siapa Brii?” Tanya gw langsung ke pokok bahasan, ketika kami sudah selesai makan.

Menghela napas panjang, lalu Brii mulai menceritakan semuanya.
“Teteh itu penghuni rumah juga, dia sudah tinggal di situ lama sebelum kami datang. Dia jarang muncul, karena memang dia bukan manusia seperti kita. Katanya Teteh tinggal di rumah itu sekitar tahun 80an, dan meninggal di rumah itu juga tahun 80an akhir.”
Gw diam tercengang mendengarkan penjelasan dari Brii.

“Selama kami mengenalnya, Teteh gak pernah berbuat jahat atau menyakiti, hanya kemunculannya aja yang kadang membuat kami kaget dan ketakutan. Sepertinya Teteh hanya ingin berteman.”
“Kenapa gw gak cerita dari awal?, karena gak mau lo jadi ketakutan nantinya Rai.” Tutup Brii sambil tersenyum.

Jadi begitu ceritanya, ternyata Teteh itu adalah…

Pantas aja..
Tapi, walaupun begitu, gw cukup “mengenal” Teteh walau pun hanya dua hari dua malam tinggal di rumahnya.

Setelah itu, gw menceritakan semua kajadian yang gw alami kepada Brii, dari awal salah sambung telpon, sampai dengan Mimpi yang gw rasakan.

Gw ceritakan semuanya,
Menurut Brii ada cerita dari gw yang mereka belum pernah ketahui sebelumnya.

Ada sebagian cerita hidup Teteh yang gw ketahui lebih dulu dari mereka..

***
Balik lagi ke gw ya Brii..:)

Jadi, Rai ini terkaget-kaget setelah mendengarkan semua penjelasan mengenai Teteh.

Seperti yang tadi Rai Bilang, ada cerita hidup Teteh yang gw dan teman-teman gak tahu sebelumnya.

Itu benar..
Menurut Rai, ketika dia pertama kali mencoba menghubungi telpon Rumah Teteh, yang dia pikir itu salah sambung, ternyata dia mendengarkan suara perempuan dan laki-laki yang tengah bertengkar tapi tanpa teriak-teriak.
Seroang perempuan dan seorang laki-laki sedang bertengkar di ujung telpon, Rai sampai menghentikan mobil untuk mendengarkan percakapan mereka,
“Aku gak kuat lagi, aku gak sanggup kalau terus-terusan seperti ini.”

Si perempuan berkata seperti itu, dengan nada bahasa berlogat sunda Bandung. Rai bilang kalau itu seperti perbincangan sepasang suami istri.
“Aku salah, aku minta maaf, semua terjadi dengan ketidak sengajaan.”

Si lelaki kurang lebih menjawab seperti itu.

Sesekali terdengar suara tangisan dari si perempuan, tangisan tersedu-sedu yang mengiris hati. Sementara si lelaki bicara dengan emosi yang sangat datar.
Kira-kira seperti itu perbincangan yang Rai dengarkan, sebelum dia menutup telpon karna mengira dia menekan nomor yang salah.

Hingga beberapa saat kemudian Rai kembali mencoba untuk menelpon ke Rumah Teteh lagi.
Pada usaha yang kedua ini kembali Rai mendengarkan suara misterius, kali ini hanya terdengar suara perempuan berbicara sendirian..
“Aku sudah berikan semuanya buat kamu, aku sudah abdikan hidupku berusaha menjadi istri yang baik, tapi yang aku terima seperti ini..”

“Malah ada perempuan lain di sana, kamu khianati semuanya.”

“Aku gak bisa terima semua ini lagi, aku gak sanggup,”
Suara perempuan itu datar tanpa emosi, tapi terdengar bergetar menahan tangis dan sedih.

Perempuan yang yang sepertinya sama dengan perempuan yang Rai dengar sebelumnya, Rai yakin itu.
Setelah itu Rai menutup telpon untuk yang kedua kali, kemudian meyakinkan lagi kalau dia gak salah menekan nomor.

Pada akhirnya Rai yakin kalau dia gak salah, yakin kalau menekan nomor yang benar, karena ketika mencoba untuk yang ketiga kali, akhirnya telpon ada yang menjawab.
Ada perempuan yang menjawab, perempuan yang kemudian mengaku sebagai Teteh.
Setelah mendengarkan penjelasan siapa Teteh sebenarnya, Rai semakin yakin, kalau yang dia dengar suaranya di telpon adalah suara Teteh, yang sedang bertengkar dengan suaminya adalah Teteh, yang biacara sendirian adalah Teteh..
Teteh, ternyata secara gak langsung menceritakan sebagian jalan hidupnya kepada Rai.

***
Cukup sekian kisah di #rumahteteh malam ini, kapan-kapan disambung lagi.

Met bobo, semoga Teteh datang di dalam mimpi..

Salam
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

Feb 3
Kadang keadaan memaksa kita untuk menempati tempat tinggal baru. Sering kali, susahnya proses adaptasi harus ditambah dengan terpaan seram dari sisi gelap.

Ada teman yang mau berbagi cerita pengalaman ketika harus menempati rumah baru.

Simak di sini, hanya di Briistory..

***
Lagi-lagi, aku menemukan beberapa helai rambut panjang, entah ini sudah yang keberapa kali, kali ini aku menemukannya di depan lemari ruang tengah. Beberapa helai rambut ini kalau diukur dengan tubuh perempuan dewasa, kira-kira dari kepala sampai ke pinggul, panjang memang.
Apa yang aneh? Ya anehlah, karena di rumah gak ada seorang pun yang memiliki rambut sepanjang itu. Rambutku hanya sebatas pundak, itu pun jenisnya gak sama dengan rambut yang sudah beberapa kali kami temukan.
Read 89 tweets
Jan 13
Gak memandang apa pekerjaan kita, “Mereka” akan datang dengan keseraman tanpa diduga, dengan berbagai bentuk yang gak tertebak.

Malam ini, simak pengalaman seorang supir travel di salah satu bagian Sumatera.

Hanya di sini, di Briistory…

***
~Lampung, Circa 1998~

“Hati-hati, Bang. udah malam ini, kenapa gak besok lagi ajalah nariknya.”

“Hehe, tanggung, Man. Setoran masih belum setengahnya ini, nanti bos marah.”
Nyaris jam sebelas malam, ketika aku masih berada di pelabuhan Bakauheuni, Lampung. Percakapan dengan Iman, rekan sejawat, sejenak membuyarkan lamunan.
Read 115 tweets
Dec 16, 2021
Sejarah panjang dan kelam sering kali terungkap dalam senyap, tergambar oleh tarikan garis seram.

Satu sudut di Lembang, tersaji horor tempat pelatihan, seorang teman coba bercerita pengalaman seramnya di sana.

Simak di sini, hanya di Briistory..

***
Waktu seperti berhenti, udara sama sekali gak bergerak, suara detik jam yang tadinya samar terdengar tetiba gak ada lagi. Dalam gelap, aku terus memperhatikan ujung tangga, menunggu kira-kira siapa gerangan yang akan turun dari lantai atas.
Sementara itu, suara yang sepertinya bunyi langkah kaki, terus saja kedengaran, makin jelas, makin dekat.
Read 101 tweets
Nov 25, 2021
Cadas Pangeran, satu tempat bersejarah. Ratusan tahun berusia, sahihkan kisah hitam dan putihnya, terus bergulir hingga kini.

Mamal ini, seorang teman akan menceritakan pengalamannya ketika melintasi daerah ikonik ini. Seram? Tentu saja.

Simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Lepas dari pusat kota Jatinangor, aku akhirnya masuk ke daerah yang terlihat seperti gak berpenduduk.
Tahun 1998, Cadas Pangeran masih sangat sepi, jalan berkelok dikelilingi oleh pepohonan yang membentuk hutan, sama sekali gak ada penerangan, gelap gulita.
Read 64 tweets
Nov 18, 2021
Keangkeran tempat kerja kadang terpaksa harus dihadapi. Keseraman lain dimensi, sesekali menghadirkan sosok-sosok ngeri.

Malam ini, ada teman yang akan bercerita tentang seramnya pabrik tempatnya bekerja. Tahun 2001 peristiwa ini terjadi.

Simak di sini, hanya di Briistory.

***
Suara itu lagi, walaupun sudah pernah mendengar sebelumnya, tetap saja aku terkejut, tetap menoleh ke pintu walau tahu masih dalam keadaan tertutup.
Suara gesekan sapu ijuk dengan lantai, menggusur debu serta kotoran, membersihkan.

Suara sapu ini mungkin akan terdengar biasa saja kalau siang hari, tapi beda cerita ketika terdengarnya tengah malam seperti ini.
Read 85 tweets
Nov 11, 2021
Entah bagaimana cara dan prosesnya, berjalan lintas dimensi bisa saja terjadi. Siapa pun bisa mengalami, gak pandang bulu.

Malam ini, satu teman akan bercerita pengalaman seramnya, lintas dimensi merasakan kekacauan garis ruang dan waktu. Hanya di sini, di Briistory..

***
~Circa 2003, selatan Jawa~
Aku dan Virgo akhirnya menyerah, kami sudah gak kuat menahan kantuk.
Read 101 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(