, 9 tweets, 2 min read Read on Twitter
Apa contoh unjuk rasa damai yang bisa dijadikan acuan untuk menyampaikan aspirasi di NKRI?

5 tahun warga Bali menolak reklamasi yang tak digubris?

12 tahun Aksi Kamisan yg tak satu pun diselesaikan?

Atau 50 tahun warga Papua yg kerap berakhir dengan persekusi dan penangkapan?
Kerusuhan jelas satu hal. Tapi Indonesia juga gagal memberikan pendidikan politik bahwa jalan aspirasi damai lebih efektif.

Ada petani Kendeng menyemen kaki dan menang di MA, tapi pabriknya jalan terus. Ada presiden yang merespon perampasan tanah dengan "wong cuma demo aja lho".
Dalam kasus Papua, sayap gerakan politik damai seperti Theys Hiyo Eluay yang pernah dirangkul Gus Dur, justru dibunuh (2001), dan para pelakunya naik pangkat. Sehingga memaksa orang berpikir jika risiko sama-sama mati, mending angkat senjata saja.
Munir, Marsinah, Udin, atau Wiji Thukul adalah nama-nama aktivis yang berjuang di jalur non-kekerasan. Semuanya mati atau hilang dan kasusnya gelap meski rezim berganti.
Jadi pendidikan karakter kita sebagai bangsa memang kekerasan. Hanya jalan kekerasan yang diyakini bisa mengubah keadaan atau mendapatkan posisi tawar politik yang lebih baik.

Entah kini, cap jempol darah, Pasukan Berani Mati, atau Pam Swakarsa. Kita memanen apa yang kita tanam.
Ditantang referendum (jalan demokratis non kekerasan) di Aceh dan Papua tak pernah berani. Malah memilih pendekatan militer. Takut seperti Timor Leste yang menang referendum justru karena salah pendekatan (militer).

NKRI yang muter-muter dan bingung sendiri.
Kira-kira apa bedanya elit politik yang teriak "sampai titik darah penghabisan" dan hanya menonton para pendukungnya berdarah-darah di jalanan, dengan jenderal atau pejabat negara yang teriak "NKRI Harga Mati", dan menonton pasukannya bersimbah darah di Aceh dan Papua?
Bahkan penegak hukum seperti Novel Baswedan juga tak cukup dilindungi negara yang sedang diperjuangkannya agar bebas korupsi. Kekerasan mewabah seperti virus yang tak pernah ada pesan politik jelas untuk memeranginya, kecuali jika mengancam kekuasaan. Bukan kebangsaan.
Maka bagi saya, anak-anak muda yang katanya penganguran dan rusuh di jalanan itu, nasibnya sama dengan anggota polisi yang sedang diperintahkan untuk menghadapi mereka. Sama-sama dipertemukan dalam laga budaya kekerasan untuk perebutan kekuasaan. Bukan kebangsaan.
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to Dandhy Laksono
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!