, 220 tweets, 32 min read Read on Twitter
Begini cara saya menulis novel, termasuk pas saya nulis. #RahasiaSalinem

Thread
Disclaimer: Cara ini cuma salah satu cara aja. Kebetulan cocok ama gw.

Dan ingatlah aturan yg berbunyi "Aturan dibuat untuk dilanggar". 😂
Peng-ide-an.

Kenapa Pengidean? Karena buat gw ide juga hasil proses. Jadi "Ide" adlh hal terbuka yang bisa berubah seiring proses.

Salah satu hal penting yg harus dikuasai adalah membedakan, mana yg disebut ide, bibit-ide, atau malah nyampah doang.
Contoh: Ah, gue mau cerita tentang cowok patah hati yang mo nyelesaiin skripsi.

Buat gue, itu 👆BUKAN ide. Itu cuma celetukan yang BISA jadi ide.

Nah! Celetukan itu harus diuji feasibility-nya utk jadi Ide. Caranya?
Masukkan celetukan itu ke dalam kerangka Premis Cerita. Kalau celetukan itu nggak bisa jadi Premis, celetukan itu bakal gw buang ke tong sampah. It's almost useless!
Ide Cerita harus selesai. Like, SELESAI. Cerita utuh dari awal sampe akhir cuma dengan 1 (satu) kalimat Premis.

Percayalah, kalau kita gagal menjelaskan cerita kita dalam satu kalimat singkat, 50ribu kata nggak akan ada gunanya buat bikin ide itu jadi jelas.
Celetukan yg gagal masuk premis jangan dilulusin. Catet aja di mana kek, kali aja kelak berguna.

Kalaupun celetukan itu 'Selesai' hasilnya paling2 cuma cerita ngalor-ngidul ke sana kemari yang nggak ngiket n gak jelas arahnya.
Kalimat premis sesederhana ini:

Ada tokoh (dg karakterisasi xxx mengalami initial occurance) ingin mencapai (tujuan tertentu) tapi terhalang (sesuatu) sehingga akhirnya dia (berhasil/tidak-berhasil mencapai tujuannya dalam keadaan xxx).
Kalau celetukan itu tidak berhasil jadi kalimat, saran saya jangan coba2 mulai nulis. Bukan nakut2in. Tapi, kemungkinan besar mampet di tengah jalan.

Trus? Gw buat beberapa keputusan utama tokoh yg bikin dia sampai (atau tidak sampai) ke tujuan. Ini namanya Key Moments.
Keputusan2 itu tergantung pada Halangan tokoh yg ada dalam premis yg sblmnya ud dibuat. Keputusan2 ini berisi rencana TINDAKAN NYATA yg dilakukan tokoh untuk menyingkirkan halangannya. Jumlahnya palingan 5-6 keputusan. Bahkan bisa lebih sedikit.

Sya bikinnya urutan.
Stlh dapet Key Moments, trus? Saya akan mulai membuat 2 (dua) tiang pertama cerita. Apa itu?

Opening dan Closing cerita.
Protagonis yg ada di premis langsung gw masukin ke dalam SETTING.

Jadi di proses ini gw belum bener2 tahu karakterisasi si Protagonis akan macam apa kecuali hal yg mendasar (jenis kelamin, umur, pekerjaan/posisi dalam cerita).
Bentuk Opening n Closing ini adalah adegan bermasalah; BUKAN cuma deskripsi2 pemandangan, apalagi adegan dia bangun tidur sambil goler2.

Melainkan, Protagonis langsung saya hadapkan sama masalah yang harus dipecahkan.
Ending juga bentuknya adegan setelah tokoh menghilangkan HALANGAN-nya (either dia berhasil ato nggak).

Di akhir cerita HALANGAN pasti hilang. Bukan berarti karena dia brhasil. Bisa aja krn dia gagal atau malah mati. Orang mati gak bakal punya halangan lagi, kan? 😂
Catat: Menghilangkan halangan tokoh TIDAK SAMA dengan doi berhasil mencapai tujuan.
Dari nulis Opening dan Ending, saya akan dapet KARAKTERISASI protagonis secara psikologis. Apa yang sy cari?

Cara tokoh merespon masalah.

Catat: Karakterisasi adalah totalitas respon karakter atas masalah dan kejadian yang muncul di dunianya.
Saran saya: HAPUS tuh ide2 yg bilang karakterisasi kek serangkaian ajektif (baik, ramah, senang membantu ibu, blablabla) plus hobi, potongan rambut, zodiak, makanan favorit, blublublu. Nyaris ga ada gunanya bikin begituan.
Sama kek manusia, KARAKTER harus dialami, karakterisasi muncul sebagai keputusan dan tindakan.

Dari proses penulisan Opening dan Ending saya jg mulai merencanakan STILISTIKA, alias gaya tulisan yang akan saya pake (pertimbangan lain: pangsa pembaca).
Habis itu gw akan membuat LANDMARK cerita. Apa itu Landmark? Landmark adalah titik2 poin perjalanan tokoh ke arah tujuan. Ada 6 landmarks utama:

1. Impetus
2. Dramatic Question
3. Midpoint
4. Lowpoint
5. Climax
6. New World
Apa itu?

Hmmm. Duh, harusnya thread ini pendek. Jadi panjang. :))))
IMPETUS: Kejadian awal yg menimpa tokoh; mendorong doi utk keluar dari hidup monoton sblmnya.

Bentuknya bisa ancaman atau kesempatan. Misal: Diancam DO kalo skripsi gak selesai dalam 2 bulan. Kesempatan Beasiswa ke luar negeri. Dsb.
Impetus pada dasarnya adalah dorongan yang membuat protagonis memiliki TUJUAN (sudah dibuat sejak premis).

Tp, Kesempatan/Ancaman gak berguna kalo tokohnya gak mau menyambut, kan? Mau diancam DO kek, klo tokohnya gak mau ngerjain skripsi ya cerita selesai!
Maka, muncullah:

DRAMATIC QUESTION: Tokoh menyambut ancaman/kesempatan yang datang walau dia tidak tahu pasti apakah dia sanggup atau nggak. Pokoknya, tokoh pede aja buat lanjut. Harus. Harus. Harus.
MIDPOINT: Tokoh yang awalnya merasa kalo dia mampu melewati halangan malah menemui kegagalan. Perasaan kalo dia akan berhasil ternyta cuma harapan palsu. Hiks.

Midpoint bisa dimanfaatkan utk menunjukkan bhw masalah kecil yang dia lihat ternyata menyembunyikan masalah besar!
Like: tokoh awalnya penelitian buat nyelesaiin skripsi biar nggak kena DO, tapi TERNYATA penelitian itu menunjukkan bahwa ada KORUPSI di kantor itu! Wataw! Tokoh dikejar2 buat dibunuh! 🤣

Ya gitu deh pokoknya. Karang2 ndiri aja. :))
Intinya: Midpoint membuat cerita belok dan mendorong tokoh utk mengganti strateginya. Strategi awal yg cuma buat nyelesaiin skripsi berubah jadi strategi menyelamatkan hidup.

Bangkek, kan? Tapi gimanaaa? Dia terjebak!
LOWPOINT: Tokoh yang sudah mengganti strateginya malah makin hancur lebur. Dihajar sana-sini. Sampai ... si tokoh kehilangan semuanya. Muncul pertanyaan: Gue lanjut apa nyerah aja, ya???? Intinya: dia kehilangan semuaaanya.
Boro2 lulus sidang skripsi, keluar dari situ dalam keadaan hidup aja udah syukur! Njrit! Mati gue!

Di titik inilah tokoh menjalankan strategi hidup-mati. Like: ya udah deh. Gimana lagi? Nyerah atau nggak nyerah, kemungkinan matinya gede banget! Mari kita bertaruh segalanya!
CLIMAX: ini adalah pertarungan terakhir tokoh alias konflik terbesar yang akan menutup cerita. The Final Battle. Penentu apakah tokoh berhasil atau gagal.

Ingat! Climax tidak terjadi dadakan. Intensitasnya harus dibangun sejak awal. Like? Sejak mulai ngetik. 😂
Hati2! Di Climax sering terjadi deus-ex-machina. Apa itu: KEAJAIBAN mbantu tokoh yg putus asa utk keluar dari masalah. Keajaiban mungkin ada di dunia nyata, tapi di dunia fiksi, deus-ex-machina BISA merusak cerita.
Sering, Alih2 menunjukkan karakter yg putus asa, deus ex machina malah yg lebih memperlihatkan kalo si penulis putus asa n gak nemu akhir cerita.

Hiks. :(
Contoh deus-ex-machina: entah dari mana datangnya TIBA-TIBA dateng petugas KPK menyelamatkan dia! Wedezig!

Kalo mau ngelibatin petugas KPK, harus dari awal dikasih tanda2nya. Jangan makjreng turun dari langit!
NEW WORLD: Halangan tokoh hilang. Tokoh masuk ke hidupnya yang baru, entah dalam keadaan berhasil atau gagal.

Misal: Tokoh gagal skripsi n di-DO, TAPI dia direkrut jadi agen KPK! 😂

Tp, inget. Di dunia nyata, kamu gak bakal direkrut KPK kalo nyelesaiin skripsi aja gagal! :))
Nah! Pola di atas adalah pola yg dimiliki hampir semuaaaaaaaa cerita di permukaaan bumi.

Entah kenapa bisa begitu. 🤔

Akhirnya, yg mbedakan satu cerita dg cerita lain adalah: STILISTIKA dan VOICE pribadi milik penulis.

Being Authentic is bloody important.
Udah dulu ah.

Ini masih ada lanjutannya sbnrnya. Tapi, ketikannya belom jadi. :)))

Yasud. Ditunggu yaaaa.

Thread ini akan dilanjutkan besok, keknya. 🤣🙏🏻
Ntar malem thread MENULIS NOVEL ini bakal diterusin tp lewat thread lain, biar thread ini nggak kepanjangan soalnya kalo threadnya kepanjangan bisa bikin bingung. Thread berikutnya berpotensi bikin bingung. Namanya juga thread. Ntar, link threadnya ada di thread ini

Egimana? 🤣
Buat yg belum tau #RahasiaSalinem itu novel apaan, bisa follow @RahasiaSalinem. N bisa klik link @goodreads @bacaituseru di bawah ini. 👇

goodreads.com/book/show/4286…
Buset! Di-like nyaris 1000. Ini beneran 1000 orang mo nulis novel??? 😳

Amin! 🙏🏻 Makin banyak penulis makin baik. 👍👍👍
Kita lanjut lagi dengan utasan MENULIS NOVEL.

Buat yg baru ngeh,sila cek thread yg ini biar nggak bingung gw ngomong apaan. 🤣

Disclaimer: Thread yg ini berpotensi bikin pusing karena mostly isinya teori. 🤣

Semoga gak antiteori yaaa. Soalnya fiksi sendiri sbnrnya teori ttg kemungkinan kejadian.
Udah baca thread di atas?

Kalau Anda cukup teliti akan ngeh bahwa POLA 6 LANDMARK itu cuma berlaku utk cerita yg alur waktunya satu, satu protagonis, dan satu cerita linear. Kek, pelem2 holiwut.

PADAHAL—
Klo kamu baca novel #RahasiaSalinem, di dalamnya ada 2 protagonis dengan 2 Plot di 2 setting waktu berbeda. Ini gimana?

Apakah sy pake pola lain? Nggak, kok.

Di sinilah pentingnya penulis punya kemampuan utk sensitif sama celah utk ngakal2in peraturan. 🤣
Awalnya gw mo lanjut bahas SUBPLOT. Tapi, gw khawatir klo pd salah sangka n menganggap menulis sesederhana itu.

Menulis itu BISA sederhana (scr pola) tapi NGGAK sesederhana itu pas dilakukan. So, perlu gw bilang dulu, kalo aturan di atas BUKAN satu2nya aturan yg gw pakai.
Kita nggak bisa nulis cuma berpegang sama satu konsep, kita butuh banyaaaaak model pemikiran ttg penulisan

Jadi, jgn pikir bakal jadi ahli nulis dengan cuma baca thread ini yaaa. Thread ini cuma SEDIKIT letupan utk baca materi lain yg dibutuhkan.
Pola di thread sblm ini adalah 4 ACT STRUCTURE yg digagas oleh ADAM SKELTER dalam buku ANATOMY OF CHAOS.

My Greatest Salute upon him. Hail yeah! 🔥

Walaupun keliatannya sederhana, hal2 sederhana bisa dikombinasikan dan menghasilkan kerumitan.
Hampir semuaaaaaa pola2 fiksi yg ada (baik di fiksi tertulis atau film) punya satu ibu kandung yg sama 👉

3 ACT STRUCTURE yg digagas oleh ARISTOTELES ribuan tahun lalu. Termasuk gagasan Adam Skelter ini. Atau THE HERO'S JOURNEY-nya JOSEPH CAMPBELL. Dsb.
Sy akan kembali dulu ke 3 Act Structure.

Silakan googling dulu, utk liat itu apa. Okeh?

1
2
3

Go!
Udah liat 3 ACT STRUCTURE kek apa?

Udah liat semacam grafik 3 ACT STRUCTURE yg bentuknya kek gunung yang puncaknya condong di sisi kanan?

Oke, ay kno yu males googling. Kek gini grafiknya 3 act structure. Sy ambil dr google aja. 😂
Bnyk yg mikir klo eksposisi-rising action-falling action Aristoteles adlh urutan kejadian dlm kehidupan tokoh

Gw rasa, maksud dr Aristoteles BUKAN ITU. Grafik itu bukan ttg urutan WAKTU scr linear, melainkan WAKTU NARATIF dan grafik itu adalah alur INTENSITAS EMOSIONAL TOKOH.
Apa itu Waktu Naratif?

Waktu Naratif adlh urutan waktu yg muncul dlm naskah pas DIBACA. Jadi, WAKTU dlm grafiknya Aristoteles lebih ttg WAKTU UNTUK PEMBACA, bukan TOKOH cerita.

Wlo, bisa aja Waktu Pembacaan n Waktu Tokoh sejalan (misal: dlm cerita2 yg alur waktunya cuma maju)
Apa hubungan Four Act-nya Adam Skelter dengan Three Act-nya Aristoteles?

Gini 👉

Begitu kita dapet 6 Landmark cerita. Perhatiin baik2. Jadiin ADEGAN. Seperti apa momen itu berlangsung. Lalu .... perhatikan INTENSITAS EMOSIONAL yg ada dalam tiap adegan/kejadian itu.
Ada adegan/kejadian yg intensitasnya emosinya tinggi n rendah, kan? Kalo semuanya sama, yaaaa dibuat naik-turun. Itu tugas kita sbg penulis.

Di proses ini, kamu bisa tukar2 posisi. Yg sebelumnya Klimaks dijadiin Impetus. Yg sblmnya Impetus jadi Klimaks, dsb.

Kok bisa?
Ya, bisa. Krn CERITA adlh TENTANG INTENSITAS kek grafiknya Aristoteles.

Jd, adegan APAPUN yg INTENSITAS-nya TINGGI berpotensi jd CLIMAX

Ini yg bisa bikin: Tokoh mati di awal cerita, n klimaks cerita terjadi pas tokoh masih kecil.

Seakan2 waktu berbalik. Catet: cuma seakan2.
Kenapa waktu mundur itu cuma seakan2? Karena eh karena, hukum linieritas waktu berlaku absolut scr subjektif. BAHKAN, terhadap tokoh fiksi.

Mo kek gimana waktu dibolak-balik dalam fiksi, si Tokoh PASTI ngalamin waktunya lurus, maju, dan ke masa depan DIA.
Pernah nonton Back To The Future?

Apakah waktu mundur buat si tokoh? Tidak. Tokoh kembali ke masa lalu, tapi waktu PRIBADI dia ttp maju.

Benjamin Button? Waktu tetep maju, fisiknya dia yg mundur jd muda seiring waktu yg maju.
Lagi2 klo kamu detail memperhatikan, ada 2 PLOT YANG TERJADI DI SEMUA CERITA.

1. PLOT KRONOLOGIS: Plot yg dialami oleh PROTAGONIS yang berurutan waktu secara linear; dan

2. PLOT NARATIF: Plot yg dialami oleh PEMBACA lewat naskah yang urutannya bisa ACAK (klo penulisnya mau).
Jadi, klo plot dalam naskah ada 2 (dua). BUKAN berarti dr awal perlu dibuat acak2an or ganti2an. 😐

Awal semua plot selalu KRONOLOGIS.

Baru dijadiin PLOT NARATIF dg mempertimbangkan INTENSITAS EMOSI dalam kejadian/adegan yg ditulis.
Plotnya 10? Protagonisnya 20? Ada 30 alur waktu?

Hukumnya selalu sama.

Semua berawal dr plot kronologis yg berlaku secara masing2, untuk kemudian disatukan dalam Plot Naratif yng urutannya terkait intensitas emosional.
Patuhi grafik Aristoteles dr sisi emosional.

Linieritas WAKTU boleh banget dilanggar.

Akibatnya memang: 6 Landmark yg disusun jadi seperti NGGAK NYAMBUNG.

Daaaaaaan Inilah gunanya SUBPLOT dan TRANSISI: membuat ketidaknyambungan itu jadi secara ILUSIF terasa nyambung. 🤣
Kalo urutan waktunya ACAK bagaimana pembaca bisa paham?

Inilah dosa banyak penulis: "Meremehkan Kecerdasan Pembaca utk Memahami Cerita" apalagi kalo menganggap dirinya lebih cerdas dari pembaca.

Segeralah bertobat. 🤣
Asal CLUE dan CUE-nya jelas, Pembaca akan selalu bisa memahami jalan cerita secara KRONOLOGIS, mau tuh cerita urutan waktunya diacak2 kek mana.

SEMUA yg CHAOS akan dijadikan ORDER di dalam kepala pembaca.
Ttg gmn manusia mempersepsi kejadian chaos ini, sila googling: GESTALT PSYCHOLOGY yg digagas oleh Max Wertheimer, Kurt Koffka, n Wolfgang Kohler.

Ini salah satu teori penting buat penulis yg mau CERITANYA MENGALIR. 😂

Percaya: mengalir2an ini cuma ilusi yg dibangun penulis. 🤣
Gw setuju ama Adam Skelter mengenai hubungan Chaos-Order dalam cerita.

Tugas penulis adalah "Giving an anatomy to the chaotic incident(s) so it becomes order".

Kurleb gitu lah.
Kok, cerita gue simpel banget? Gini doang?

Weits! Jangan macem2 sama kesederhanaan. Old Man and The Sea-nya Ernest Hemingway sederhana juga plot-nya. TAPI, doi menang NOBEL, tuh!

Sebaiknya, ide cerita bagus = tidak bisa ditebak = ide cerita rumit. Dihapuslah saja. 😁
Yoi! Bener! Cerita memang ttg si Protagonis. Tapiiiiii, tokoh dalam cerita bukan cuma doi. Ada tokoh2 lain yang kita sadar atau nggak sadar juga punya alurnya masing2.
Protagonis adalah POV utama cerita yang gunanya sebagai saringan kejadian/adegan yg layak masuk ke dalam cerita.

Adegan/Kejadian yg nggak berhubungan sama Protagonis mending disimpen aja.
Permasalahan Plot Kronologis Vs Plot Naratif inilah yang SERING dilewatin sama Penulis.

Mereka ujug2 nulis cerita yang lompat ke sana kemari, tanpa paham KRONOLOGIS kejadian sbnrnya yg dialami si protagonis.

Alias: keburu mengada-ada sblm bener2 paham ceritanya apa.
Jadi ... sebelum mulai bikin cerita yang alur waktunya acakan2 atau lebih dr satu protagonis. BUAT dulu PLOT KRONOLOGIS utk masing2 tokoh.

Buat 6 Landmark utk tokoh2 kunci. Lalu, PILIH. Landmarks yg produktif utk ceritanya si Protagonis.

Masukin hanya yg berguna.
Jadi, kita perlu bikin bbrp PLOT KRONOLOGIS seiring dg jumlah protagonis n tokoh kunci dalam cerita.

PLOT NARATIF adalah tempat kita menyatukan semua plot kronologis itu jd satu ke dalam urutan tertentu yang kelak kita tulis jadi novel.

Jangan lupa, perhatikan intensitasnya.
Ini sebabnya gw TIDAK PERCAYA klo ada PLOT Non-linier. PLOT PASTI LINIER (krn pembaca pasti bc scr linier dr hlmn ke hlmn).

Yg bisa TIDAK LINIER adlh SETTING WAKTU.

Gmn jg Plot Kronologisnya, hasil yg muncul di naskah PASTI Plot Naratif yg secara intensitas emosi ttp urutan.
Bisakah intensitas emosi adegan/kejadian dlm fiksi ini dibuat tidak urutan?

Bisa dan BOLEH.

Hasilnya kemungkinan besar Anti Klimaks dan kalau memang itu tujuan menulisnya, ya, terserah aja.

Antiklimaks nggak berarti jelek, kok.
Sederhananya: Kita sebagai penulis HARUS melihat dulu pola paling sederhana dari sebuah cerita, SEBELUM membuatnya jadi rumit.

Jangan merumit2kan cerita sebelumnya waktunya. Buat cerita jadi rumit kalo cerita memang butuh kerumitan alias perlu pake banyak argumen.
Argumen dalam cerita fiksi bakal banyak muncul lewat SUBPLOT yg kapan2 gw paparin juga.
Sya ringkas dikit: Dua pemahaman mendasar ttg PLOT CERITA yg kelak kita jadiin outline adalah cara kerja PLOT KRONOLOGIS dan PLOT NARATIF yang merupakan hubungan antara kejadian, emosi, dan waktu.

Sip! Sisanya sila discroll ke atas.

See youuu. 🙏🏻😄
Ini adlh alasan mengapa BAB BONUS dalam #RahasiaSalinem yg muncul setelah Epilog.

Bukan cuma perkara biar beda sm versi daring, TAPI secara teknis: premis, landmark, karakter, dsb, ud terpisah dari novel intinya.

So, Bab ini muncul sbg CERPEN.

Belum baca? Monggo dibaca dulu.
So, kalau ada yg mau bikin #RahasiaSalinem jadi review, esai, jurnal, skripsi, dan atau tulisan ilmiah apapun. Saya akan merasa sgt terhormat. 🙏🏻 Kalau butuh informasi, sila, sya terbuka utk itu.

Silakan dibedah baik-buruknya apa yg ada di novel itu.

goodreads.com/book/show/4286…
Nanti malam (kalo sempet) gw bakal share ttg cara gw membangun SUBPLOT dalam cerita. 😅

Dalam proses pembuatan outline penulisan, subplot adalah bagian tersulit. Karena?

Subplot "tampak remeh", pdhl kalo diliat dr proporsi, 75% isi novel adalah SUBPLOT.

Smoga sempet. 😅
Cara saya MENULIS NOVEL, termasuk pas nulis #RahasiaSalinem.

Ini THREAD ke-3.

Sekarang, gmn gw menjahit semuanya jadi satu lewat SUBPLOT.

Ini link thread sblmnya👇
Disclaimer: Thread ini super panjang ajaaaaaaaaa. 😂

Karena: Menulis SUBPLOT jauuuuh lebih riweuh dibanding Landmark.

Baca aja ke bawah.
Lanjut!

Setelah nemu 6 landmark. Then, gw langsung mulai nulis SEDIKIT.

Semua landmark yg ada dijadiin adegan singkat. Masih blm detail. Seperti apa kira2 kejadiannya?

Kalo ada DIALOG penting, gw masukin. Gw jg bikin karakter2 tambahan.
Jadi, gw lbh mengutamakan PLOT sebelum KARAKTER. Gw mulai dr satu atau dua karakter. Seiring dg proses, karakter2 lain ditambah sesuai kebutuhan cerita.

Tips oot: Kalo karakter cuma nongol sekali, mending dihapus, tugasnya dikasi ke karakter lain, atau jangan dikasih nama.
Nah. Skrg ud ada 6 ADEGAN landmark untuk masing2 protagonis (klo protagonisnya lebih dari satu), plus karakter2 tambahan yang juga akan gw pakai di dalam SUBPLOT.

Lalu? Diemiin bntr. Ngopi kek. Main gaplek. Gali sumur. Atau apaan, seterah.

Intinya: endapkan dulu. Istirohat.
Trus baca lagi: ada yg gak masuk akal? Atau, gak pas? Revisi dulu, Kemungkinan hubungan antar landmark2 (masih) gak masuk akal sangat besar. Karena?

Karena kita masih butuh satu langkah lagi terkait outline, yaitu: membuat SUBPLOT.
Subplot = serangkaian kejadian yg jd jembatan antar landmark. Fungsinya bikin apapun yg terjadi di landmark jadi MASUK AKAL.

Termasuk jelasin tokoh2 tambahan yg belum ketahuan muncul dr mana.

Jgn pernah kepikiran utk masukin karakter tambahan kek malaikat turun dari langit.
Keknya, bikin 6 landmark adlh bagian PALING MUDAH dr proses PLOTTING cerita.

Bagian tersulitnya justru ada di SUBPLOT.

Sedihnya, subplot sering dianggap anak bawang yg gak diperhatiin. Pdhl, sbnrnya jalan cerita TIDAK TERJADI di landmark, melainkan di SUBPLOT.
If we don't pay attention to the subplot(s), our story will be ruined.

Gw sering denger penulis ngeluh: "Gue ud bikin plotpoin, tapi pas nulis tetep mampet n gue gak tau mau kemana lagi."

Lah? Gimana, sih? Bukannya udh punya arah, kenapa bisa kesasar?
Akhirnya gw jadi nyari tau proses (yg gw lakuin jg) n nemu:

Penulis yg mampet walau ud bikin "plotpoin" adlh mereka yg (sengaja atau nggak sngaja) meremehkan SUBPLOT. Mereka pikir cerita bisa ngalir gitu aja dr satu titik ke titik lain dg mengandalkan: ILHAM!

Wataw!
Bisa aja sih klo mau mengandalkan ilham, tapi pastikan dulu kalo kita penulis JENIUS atau semacam nabi yg terus2an dibisikin ILHAM sama Yang Mahakuasa Alam Raya.

Percaya deh, mostly penulis novel adlh orang biasa n bukan nabi yg punya akses Ilham langsung dr Tuhan.
Mengandalkan ILHAM (so-called INSPIRASI) hanya dilakukan oleh penulis2 jenius (yg jarang ada) DAN penulis2 over-pede yang menulis cerita kek sedang tenggelam dalam melodrama telenovela.
Gw sadar, gw BUKAN jenius (aplg nabi!). 😓 Jd, mengandalkan INSPIRASI utk nulis, bkl bikin gw jd golongan penulis over-pede melodramatik.

Ini kek minta bantuan tuyul biar kaya! Duit bs dtg tiba2. INSPIRASI menulis mnkn ada, tapi yg lebih sering adlh INSPIRASI muncul sbg MITOS.
Subplot BUKAN sekadar tempat protagonis muter2 ke sana kemari biar cerita jadi panjang.😓

SUBPLOT = ARGUMEN yg bikin kejadian di landmark terhubung sbg KURVA sebab akibat yg nyambung.
Kalau cerita = orang:

LANDMARK adlh SENDI yg bikin cerita bisa jalan, dan SUBPLOT adlh TULANG dan OTOT yg bikin sendi itu ada n bisa digerakkan. 💪🏻

Sederhananya, Landmark adlh PERTEMUAN minimal 2 (dua) rangkaian SUBPLOT.
Jangan overestimate kejadian penting seakan2 klo udh ditemuin, trus cerita pasti beres n nulisnya lancar jaya.

Meremehkan subplot adlh penyebab utama kemacetan menulis.

Subplot yg lemah akan bikin landmark (yg seharusnya) penting jadi (selain) gak masuk akal, juga remeh.
Subplot BUKAN kejadian di luar cerita. Subplot adlh sistem dukungan buat cerita n dunia fiksi. Secara ekstrem bisa gw bilang:

Landmark cerita berdiri di atas subplot sbg fondasi. Bhkn, Landmark boleh aja diganti gegara subplot.
Argumen2 yg bikin cerita masuk akal sebagian besar terletak di Subplot. Tanpa subplot yg kuat, bangunan cerita akan runtuh dg sendirinya.

Inilah sebabnya, jumlah Subplot jauuuh lebih banyak dr Landmark. Bisa 3 atau 4 kali jumlah landmark. Kerumitan cerita ada di Subplot.
Dalam konsep 4 ACT STRUCTURE Adam Skelter, terdapat 24 (dua puluh empat) PLOTPOINT yg terdiri dari:

1 Hook;
6 Landmark; dan
17 SUBPLOT (catet!)

Ntar, ada gambarnya. Ikutin aja thread ini.
Kalo Protagonisnya 2 (dua), ya tinggal kali 2 aja. 🤣 Ini hasil ngakal2in sistemnya Adam Skelter.

Mengapa perlu diakal2in? Karena eh karena sistemnya Adam Skelter sbnrnya lebih cocok buat naskah pelem, bukan utk novel.

Klo mau dipake buat novel, harus ada penyesuaian sedikit.
Subplot terletak di antara semua landmark. Subplot bukan terdiri dari satu kejadian, melainkan bbrp kejadian yg punya hubungan sebab-akibat.

Jumlahnya bisa dobel kalo protagonisnya dua. Jd tripel kalo protagonisnya tiga. Dst.
Subplot-lah yg bikin novel jd tebel. So, hati2. Jgn sampe ketebalannya sia2; tebel tp kopong.

Subplot bisa bikin penulis kesasar. Hrsny ke Z eh ke Y (atau muter2 di B). Gagal di subplot, gagal ceritanya. Landmark kita bisa keren BGT, subplot babak belur yaaaa ceritanya ancur.
Semua proses perubahan karakter yg terjadi (emosional, perilaku, n kepribadian) dibangun scr GRADUAL di subplot.

Makanya, gw sering ngernyit pas baca cerita yg tokohnya berubah tiba2, smcam patah hati satu kali TIBA2 trauma trus fobia cinta! Wataw!
Perubahan krakter yg tiba2 cuma mungkin terjadi klo karakternya disamber geledek.

Tiba2 gosong!
Kalau ada 2 Plot kronologis, apakah rentang kejadiannya harus sama persis? Tidak. Ini trgantung dari bentuk cerita yg mau kita sampaikan.
Kalau kamu baca cukup detail, #RahasiaSalinem terdiri dari 2 Plot yg rentang kejadiannya drastis berbeda.

Plot milik Salinem memiliki rentang puluhan tahun (antara 1924-2013), sementara plot milik Tyo rentangnya cuma kurleb 2 (bulan).
Fiksi adlh permainan waktu. Adegan 5 menit bs jadi 100 halaman n Adegan 100 tahun bisa jd 1 (satu) halaman. Kalo penulisnya mau.

Waktu yg kerja di NASKAH bukan waktu kronologikal tapi WAKTU NARATIF yg berjalan DI ATAS KERTAS (konsep waktu naratif ini wajib dipahami n dikuasai).
Buat nentuin perubahan karakter bisa sampe level mana (emosional, perilaku, atau kepribadian), kita perlu belajar dulu ttg PSIKOLOGI.

Jgn bikin karakter trauma, fobia, depresi, n berbagai gangguan tanpa pemahaman ini.

Semua perubahan dilakukan di SUBPLOT.
Begini cara gw merekayasa Subplot (yg sangat boleh dilanggar).

Ini sederhana banget.

Pertama: Saya lihat adegan2 landmark yg sudah saya reka secara kira2 sblmnya.
Jangan takut untuk mengira2. Semua hal yg muncul dari tindakan manusia selalu berdasarkan kegiatan mengira2. Ini alami.

Tidak ada yg bisa 100% pasti kalau terkait tindakan manusia.

Jangan mencari kepastian.
Kesalahan pertama penulis adalah menganggap Landmark sbg titik yg berurutan, semacam 1 > 2 > 3 > 4 > 5 > 6

Padahal(!), landmark tidak per se urutan. Dalam konsepnya Adam Skelter, urutannya begini 👇
Alias, urutannya adalah:

3 > 6 > 12 > 18 > 21 > 24

Catat: dg asumsi, plotpoin-nya dibuat plek ketiplek kek urutannya Adam Skelter.

CATATAN: untuk novel, klo urutan itu diikutin persis sama, hasilnya adlh novel kaku kek tiang bendera!
Adam Skelter yg udah bikin urutan aja, trnyata menghasilkan landmark yang nggak bener2 urut. Jd, kalo penulis nganggap landmark itu urutan, kemungkinan besar cuma bingung sendiri.

Klo penulisnya punya pacar, boleh lah bingung sama pacarnya. 😅
Kesalahan yg kedua adlh menganggap: angka2 yg berurut perlu dikerjain urutan by number jg. Alias dari 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5 ke 6, dst.

Inilah salah satu yg bikin subplot malah kesasar.

Catat: Kejadian hidup mmng urutan, tapi NOVEL bukan kehidupan. Itu cuma tiruan taksempurna.
Walaupun angka itu urutan, bukan berarti cerita itu berisi 1 (satu) kejadian. Minimal terjadi 6 (enam) URUTAN KEJADIAN.

1-3
3-6
6-12
12-18
18-21
21-24

Yang TERPISAH-PISAH.

Maksudnya bijimana? Bukannya itu satu cerita?
Iya. Bener. Itu satu cerita. Tapi, bukan berarti kejadiannya sama kek berangkat ke pasar trus balik ke rumah.

Itu adalah 6 Kejadian yg berbeda.

Jadi, bisa aja dikerjakan secara RANDOM dan melompat2.
(Inget ya gw mulai nulis awal-akhir cerita duluan, bahkan sblm outline).

Berdasarkan 2 tiang pertama cerita itu, gw mulai merangkai subplot dr BELAKANG.

Gw mulai di titik (18-21).

Plot (21-24) adlh HASIL yg bisa dianggap TETAP. Begitu pula kurva (1-3) yg jadi titik berangkat.
21 itu titik apa, sih? Cek deh. Oke, males ngecek, kan? 😅

Titik 21 adlh CLIMAX cerita.

Gw mulai proses pembuatan Subplot dr titik CLIMAX.

Kemudian, gw cek titik 18—LOWPOINT (titik tokoh kehilangan semuanya tp dpt semacam kekuatan utk gerak ke Climax).
Skrg gw punya 2 (dua) titik tempat Protagonis berdiri di tempat berbeda dalam WAKTU Kronologisnya, antara Climax dan Lowpoint.

Artinya, gw punya 2 (dua) titik kosong yaitu 19 n 20. Inilah titik Subplot yng membuat Lowpoint bergerak ke Climax.
Karena ADEGAN dalam Climax sudah gw ketahui jelas (inget, klo gw langsung ubah landmark jd adehan), termasuk SETTING-nya, maka IMAJINASI gw tidak berjalan dg liar dan seenaknya.

Gw bisa memperkirakan kejadian2 apa yg mungkin terjadi sebelum klimaks.
Pertanyaan pertama adalah: Apa PENYEBAB langsung KEJADIAN di CLIMAX?

Selanjutnya: Terjadi di mana? Adakah tokoh lain yg mendorong? Dengan cara apa?

Proses ini menuntut Kreatifitas, krn jawabannya ada di "Out Of Nowhere" yaitu: IMAJINASI.
Minimal ada 2 penyebab tindakan tokoh.

Pertama, penyebab langsung (kejadian yg mendorong tindakan FISIK yg dilakukan tokoh).

Kedua, penyebab tidak langsung (serangkaian kejadian yg menimbulkan MOTIVASI dalam benak tokoh).
Bnyk penulis lupa sama MOTIF tokoh. Mereka sangka, satu kejadian cukup. Padahal, tidak.

Klopun cuma gegara satu kejadian, Respon tokoh BUKAN HANYA dipicu kejadian melainkan KEPRIBADIAN-nya yg nggak bisa muncul di satu kejadian.

MOTIF dlm CLIMAX dibangun sejak awal tulisan.
Proses pembuatan Subplot adlh proses tarik menarik intensitas yg muncul antara titik2 landmark yg sdg disambung.

JANGAN bikin semua adegan berintensitas tinggi. Kecuali mau bikin: Novel yg "teriak-teriak" n bikin pembaca pengang.

Kek pelem yg sound-effect-nya bikin budeg.
Setelah itu, gw lanjut lagi utk menyeberangkan titik 19 ke 18. Begitu seterusnya.

Mampet di titik 18? Nggak bisa lanjut ke titik 17?

Gak usah khawatir, pindah aja ke bagian kurva yg lain. Jangan maksa. KREATIVITAS nggak bisa dipaksa.

Tapi, jangan berhenti dulu.
Misal: lanjut ke titik 6-12 (ini titik antara DRAMATIC QUESTION dan MIDPOINT).

Lagi2, krn gw udh bikin adegan di dua titik itu. Gw tinggal nyeberangin aja.

(((TINGGAL))) 😂
Prosesnya sama: dirangkai dr belakang dg pertanyaan yg sama: APA PENYEBAB DIA MELAKUKAN INI? Apa motifnya? Apa yg mendorongnya?

Artinya, makin lama motif tokoh di Climax makin lengkap n rumit. Alias, Protagonis yg awalnya berkarakter FLAT-STATIS perlahan2 jadi ROUND-DINAMIS.
Gak usah dijelasin yak apa itu karakter flat-round, statis-dinamis? Googling aja.

Yg jelas, proses ini yg bikin kita gak perlu bikin KARAKTERISASI di awal kek lagi bikin laporan medical-checkup

(Hampir) Semua terjadi di proses.
Proses ini terus dilakukan sampai semua titik subplot terisi.

Catat: Nggak perlu urutan. Makin dipaksa urutan, kemungkinan kena MITOS writer's block jg makin tinggi. Kreatifitas tidak linear, tapi lateral.

Proses ini butuh IMAJINASI yg sangat memeras otak. 😅
Catatan: Novel beda FORMAT ama FILM. Jadi, nggak semua titik subplot ala Adam Skelter harus diisi. Bisa dikurangi atau ditambah, sesuai dg kebutuhan cerita. Klo Subplot terasa kepanjangan, ya buang titik yg gak perlu. Klo kurang: tambahin.

Pertimbangannya: KECUKUPAN ARGUMEN.
Kecukupan (atau kekurangan) Argumen sering baru disadari n terasa setelah DRAF PERTAMA selesai. Jadi, jangan terlalu diribetin di fase ini. Follow-your-gut aja.

Alias: yakin aja dulu.

Termasuk yakin aja klo trnyata kelak harus menghapus bagian yg gak perlu. 😅
Bagian paling AKHIR yang gw kerjain di manuskrip awal ini malah Plotpoin 1 alias HOOK.

Mengapa? Karena HOOK sebenarnya adalah RINGKASAN isi novel yang TIDAK BOLEH sampai membocorkan jalan cerita.
Temen gw pernah bilang: Penulis adlh salah satu pekerjaan paling tidak natural krn penulis menghasilkan "sesuatu" yang bahannya adalah nggak ada kecuali pengetahuan dia sendiri.

Catat! PENGETAHUAN.
Pengetahuan adalah cuma pengetahuan, yg TIDAK ADA GUNANYA sampai pengetahuan itu dipakai. Ini saatnya pengetahuan bener2 dipakai.

Pengetahuan dapat dari mana? PENGALAMAN dan BELAJAR.
Pengalaman adlh sumber terbaik utk dpt kemampuan kreatif, TAPI pengalaman jg TIDAK BISA diandalkan dlm proses menulis. Lho?

Iya. Manusia terbatas, nggak mungkin mengalami semua hal. Klo cuma mengandalkan pengalaman utk nulis bisa2 kita cuma nulis itu2 lg, atau nggak nulis apa2.
Inilah manfaat RISET.

Kita BELAJAR lewat RISET.

Lewat riset, kita bisa tahu ttg setting dsb. Setting adalah AKAR dari kejadian dalam ADEGAN. Bahkan PLOT. Bukan cuma latar.

Kemampuan bikin SUBPLOT trgantung sama kemampuan RISET.
Tanpa setting, ndak ada satupun adegan yg bisa berlangsung. Setting WAJIB ada.

Klo nggak bikin setting, pembaca-lah yg akan bikin sendiri, yaitu: RUANG HAMPA.

Kecuali, tujuannya mmng itu.

Hubungan setting n adegan fiksi adlh Romeo-Juliet. Cinta yg ndak mungkin dihalangi. 😓
Proses pembuatan subplot ini bisa lama, bisa sebentar. Tapi, jelas, buat gw ini proses yang paling banyak memakan pemikiran, karena ...

Proses ini adalah proses PEMBANGUNAN ARGUMEN.
Apakah subplot wajib ditulis di outline)?

Tidak.

Ada penulis2 cerdas yg "seakan2" nggak nulis subplot. Dia cuma punya titik2 penting cerita.

Tapiiii, itu krn mereka cerdas! Ingatan n logika mrk bekerja dg baik utk nggak perlu detail nulis outline sblm mulai nulis naskah.
Bersyukur aja klo kita termasuk penulis Cerdas. TAPI, klopun BUKAN (saya trmasuk yg bukan), jadilah PENULIS PEMBELAJAR yg mencatat n menganalisis outline.

Semoga, kita adlh PENULIS PEMBELAJAR yg CERDAS.

Amin. Amin dong ah. 😇
Stlh semua landmark n subplot selesai dirangkai. Peram lg. Isilah waktu dg nonton Drakor, komedi Thailand, atau bikin stok rendang buat setahun. Lalu?

Baca ulang.

Periksa, adakah bagian yg sebab-akibat-nya nggak logis? Semua kejadian penting HARUS ada sebabnya.
Kejadian nggak penting, yaitu kebiasaan manusia yg berterima secara umum, misal: Cuci kaki sebelum tidur, gak perlu diterlalu dipikirin: Astaga! Kenapa dia cuci kaki???

Klo semua2nya dijelasin, itu bukan novel, melainkan tutorial make-up.😓
Kalau ada titik plot yg gak jelas hubungan sebab-akibatnya (terutama ttg protagonis): Revisi dan BONGKAR. Jangan khawatir. Ini demi kebaikan.

Proses bongkar pasang ini TIDAK TERJADI sekali dua kali. Bisa terjadi bongkar pasang ratusan kali!
D'ya heard it right? Yes!

Bisa ratusan kali bongkar pasang! Sampai, semua kejadian dan plotpoin dalam outline novel kita "terkunci" ketat dan terkait.
Nah! Setelah semua faktor sebab-akibat terkait dan terkunci, mulailah menulis dg merencanakan semua adegan di dalam setting. Tulis sampai selesai.

Kapan2, gue cerita ttg proses membangun ADEGAN alias SCENE.

Abis itu selesai? Jangan sedih .... Belum.
Dengan merangkai semua ini, kita cuma baru akan mendapatkan DRAF PERTAMA yg fungsinya CUMA menunjukkan apakah kita paham sama ceritanya atau nggak.

Hasil dari proses ini cuma untuk penulisnya sendiri. 🤣
Penulis jg bisa nggak paham ama ceritanya sendiri n cerita jd masuk akal (alias: argumennya gak jelas).

DRAF PERTAMA adlh utk menguji apkh kita benar2 paham sama ide cerita n FORMAT penceritaan yg dipake.

Apa itu memahami cerita?
Memahami cerita adlh mampu melihat dan merumuskan hubungan sebab-akibat atas semua kejadian dlm cerita yg kits tulis sendiri. Apakah benar kejadian A bisa memicu kejadian B dan seterusnya?

Kemungkinan proses ini gagal: SANGAT BESAR. Tapi, gagal bukan akhir dunia, kok.
Nggak sreg dg draf pertama? Misal: adegan yg sia2, kekeliruan POV (kpn2 kita bahas POV), kesalahan naratif (mis: di satu titik tokohnya berenang, eh di lain waktu ada tulisan dia gak bisa berenang), dsb.

Inilah gunanya: REWRITING. (proses ini nyebelin, tapi seru

tapi boong.)🤣
Semua yg gak pas TULIS LAGI. Bisa berkali2 sampai kita merasa selesai.

Udah selesai rewriting masih salah? Rewriting lagi.

Ud ditangan pembaca n masih ada kesalahan. Ya, udah. Jadi pbelajaran buat novel berikutnya aja biar lebih okeh.

Amin.
Jadi jangan heran kalo nulis novel bisa makan waktu berbulan2 atau bertahun2.

Makanya! JANGAN BELI BAJAKAN.

Sip! Ini lebih dr Subplot, yak??? Wkwkwk. Gpp lah ya ...

Kapan2 gw lanjut. Semoga bermanfaat.

Siyu! 🙏🏻😇
Pantser atau Plotter? (1)

Tentang Penulis PLOTTER.

Menulis Novel

Thread
Buat dikau penulis tipe Plotter (seperti gw), gw udah tulis thread serba-serbi ouline (yg bakal saya lanjutin lagi).

Buat yg pantser boleh baca, kali aja berguna.

Sila cek, like, n RT pinned-twit di profil twitter gw.

Jangan lupa follow (kalo mau). 😅
Pertama, apa itu Plotter dan Pantser?

Pada dasarnya, tipe penulis terbagi jadi dua bagian besar, yaitu Plotter n Pantser.

Namun, harus diingat kalo kategorisasi ini BUKAN kek kelompok Hitam-Putih. Plotter dan Pantser adalah SPEKTRUM metode pendekatan pada proses menulis.
Ada penulis yg plotter murni, ada yang pantser murni, dan sebenarnya (saya hampir yakin) sebagian besar penulis adalah tipe campuran antara keduanya.

Mungkin, cuma kadarnya aja yg beda2.
Tipe Plotter adalah penulis yang bikin OUTLINE detail sebelum mulai menulis.

Semntara, Tipe Pantser adalah penulis yang langsung terjun ke tulisan bahkan sblm dia tahu ttg ceritanya selain IDE DASAR.

Mana yg lebih bagus? Tidak ada yg lebih bagus. Ini cocok2an aja.
Kali ini, gw cuma akan bahas penulis PLOTTER yg bikin outline dulu.

Apa yang sebenarnya ditulis dalam outline?

Bagian terbesar dari Outline adalah PLOT. Penulis Plotter menyusun serangkaian Plotpoint yang menjadi acuan dalam menulis.
TAPI, PLOT tidak bisa berdiri sendirian.

Jadi, dlm outline juga ada informasi karakter, setting, adegan, narator, bahkan POV, data2 hasil riset, jumlah kata, dan perencanaan pembagian bab, dsb ... dsb ... yg dianggap perlu.

Tempel foto pacar jg boleh, buat penyemangat. 😍
Outline adalah KITAB TAKDIR di sebuah dunia FIKSI. Cuma dg baca outline, selesai tuh semua perkara dlm novel

(KALAU outline-nya dibuat superlengkap komponennya).
Seluruh komponen dalam Outline fungsinya adalah "serve the plot", karena TUJUAN dari penyusunan outline adalah menghasilkan PLOT yang MASUK AKAL untuk terjadi.
Apa itu Plot yang masuk akal?

Plot yang masuk akal adalah plot yang seluruh susunan plotpoint di dalamnya BERHASIL menunjukkan hubungan sebab-akibat yang memenuhi standar LOGIKA.
Menulis novel pada dasarnya adalah Menyusun serangkaian adegan melalui penggunaan informasi secara efektif untuk membangun ARGUMEN atas kemasukakalan cerita.
Jadi, outline itu bisa TEBAL

Contoh: Outline-nya #RahasiaSalinem keknya antara 20-30 halaman. Gw nggak ngitung persisnya, soalnya outline-nya tulis tangan.

Skrg, gw pake dua cara. Tulis tangan dulu trus disusun struktural pake MWord (xls jg bole). Biar gampang diikutin.
Kenapa begitu? Karena ada fungsi lain dari Outline buat seorang penulis, yaitu:

ALAT untuk menguji pola-pikirnya sendiri. Lewat outline, kita sudah bisa memeriksa apakah jalan cerita yang kita susun MUNGKIN untuk dieksekusi, diperbaiki, atau malah mending dibuang aja. 😅
Jangan pernah sayang membuang atau menghapus tulisan/ide.

Keahlian menghapus tulisan adalah ketrampilan terpenting untuk seorang penulis stlh tidak buta huruf.

😅
Lewat outline, seorang penulis menguji dirinya sendiri.

Apakah ada argumen bolong? Ada kejadian gak masuk akal? Ada deus-ex-machina? Ada karakter sia-sia? Kurang data? Harus riset lagi? Apakah ketebalannya cukup? Berapa lama pengerjaannya?
Semua perkara2 yg bakal mempengaruhi naskah novel bisa dianalisis lewat Outline (bahkan bisa diujikan ke orang lain yang kita anggap mumpuni).

Misal: minta tolong temen utk liat "eh, cerita ini gimana? Masuk akal nggak?"
Apa yang dihindari oleh seorang PLOTTER?

MENTOK!

Yup! Penulis Plotter sebenrnya sedang mnghindari terjadinya MENTOK di tengah proses penulisan.
Waktu sdg aktual menulis novel, seorang plotter bener2 cuma nulis ngikutin panduan yg sudah dia buat sendiri sblmnya.

Nggak ada lg proses riset, ngecek data, mikir mau ke mana, dsb. Doi cuma menulis novelnya dg cara ngecek outline.

Sisanya ud dilakukan sblmnya.
Apa kelemahan dari Plotter?

Proses Aktual Menulis-nya jadi terasa sangat TEKNIS (dan bisa membosankan). TIDAK ADA lagi kejutan dan petualangan selama proses menulis karena semua kejadian sudah diketahui sejak awal.
Proses Kreatif Penceritaan seorang plotter terjadi saat dia membuat outline.

Pas Proses Aktual Menulis, seorang plotter "cuma" menyusun kata-kata untuk membangun DRAMATISASI lewat struktur permukaan tulisan.

(Dramatisasi cerita sudah dilakukan di outline).
Buat Penulis Plotter, nggak bakal ada tuh pertanyaan:

Apakah tokoh ini akan gw buat mati? No! Dr awal udah ketahuan si tokoh bakal kenapa2 apa nggak.

Atau, eh! Atau mati trus idup lagi? Nggak.
Kalo sampe di tengah proses penulisan ada perubahan, Plotter akan berhenti nulis dan balik lagi ke outline-nya utk ngecek apakah perubahan itu menimbulkan akibat pada bagian lain dr novel.

Krn sy cenderung plotter, sy ceritain pengalaman sy yaaa.
Semoga dikau ud baca #RahasiaSalinem.

Dalam outline PERTAMA #RahasiaSalinem, sbnrnya Tokoh Giyo dan Parjo adalah 1 (satu) orang.

JengJeng! 😅🤔
Jadi rencana awalnya adalah Giyo itulah yg tentara (bukan kusir kek di yg skrg). Tapi batal, gegara waktu sy sedang aktual menulis eternyata berubah pikiran.

Tokoh ITU saya pecah jadi dua, karena saya butuh "serve the plot" aka "serve the climax".
Selain, gw butuh "mematangkan" karakterisasi Salinem biar kejadian di Klimaks jd wajar n masuk akal. Alias, Salinem "siap" utk melakukan tindakan di klimaks yg di zaman itu adlh keputusan yg kurang wajar.

Yaudlah sih saya brenti dulu dan kembali ke outline.
Efeknya banyak. Perubahan itu gak sesederhana belah kue trus sebelah ke sono sebelah ke sini. 🤣

Perubahan itu membuat PLOT berubah signifikan bahkan terhadap Protagonis Salinem dan seluruh novel.
Penambahan karakter itulah yg jd titik gw bikin Salimem jadi "Kurir". Ini fase besar dlm hidupnya

Soalnya gw hrs bisa jawab: Dari mana tokoh baru ini muncul? Gmn bisa ketemu ama Salinem? N yg trpenting: Protagonis gw siap menjalani the final battle di klimaks.

Bisa kebayang?
Gara2 keputusan "kecil itu. Seluruh novel berubah.

Bahkan sampai ke isi dialog masa kecil Tyo (protagonis pertama) dg Salinem.

Hati2 makanya kalo bikin perubahan. This is somekind of butterfly effect. 🦋🦋🦋
Inilah enaknya jadi Plotter.

Kita bisa memeriksa apa efek perubahan yg kita buat. Seberapa jauh akibatnya. Cuma berakibat sama satu kejadian, atau malah berentet ke mana2?

Bayangkan kalo saya Pantser, perubahan ini bakal bikin proses rewriting yg masif.
Jadi, apakah sy spnuhnya Plotter? Sbnrnya nggak juga.

Saya tetep membuka kemungkinan perubahan outline bahkan ketika sedang dalam proses menulis.

Outline should serve the story and not the other way around.

Outline harus tunduk sama cerita.
Plotter jangan keras kepala sama outline-nya sendiri, klo nggak mau hasil ceritanya kaku n ketebak.

Kaku n ketebak adalah salah satu jebakan betmen buat penulis tipe Plotter.
Cara sederhana utk menghindari kesan kaku adalah: CEK SETTING mikro di dalam novel.

Apakah terus2an di tempat yg sama? Apakah terus2an indoor? Atau outdoor semua?

Setting BUKAN cuma latar cerita "biar bisa dibayangin".
Asli! Gw agak sebel itu sama frasa "biar bisa dibayangin" yg jadinya overrated.

Gw sering banget denger "biar bisa dibayangin" pas nanya "kenapa ditulis dg cara ini?"

Coba cari alasan lain yg lebih bagus, lah. 😅🤔
SETTING adalah salah satu fondasi penting dr semua jenis adegan.

Contoh: Adegan dialog antar tokoh.

Apa sih dialog? Dialog sbnrnya cuma adegan tanya-jawab.
Setting (bisa) mengubah dialog jadi gak cuma tanya-jawab. Dialog jadi PUNYA nilai. Dialog yg tujuannya sama bs beda klo settingnya beda.

Nembak cewek/cowok di kelas ama nembak di atas metromini beda, kan?

Bikin adegan nembak cewek di kuburan? Pernah nyoba?

Sy pernah. 🤣
Penulis Plotter sgt mngkn terjebak "kaku", "klise", n "monoton".

Js, awalnya, coba ubah2 setting. Pindahin tokoh ke mana, kek. Jgn di sekolah muluk. Klo pun di sekolah, pindahin ke pojok2 aneh.

Detik ini, Kantin itu klise. Kecuali di kantin ada portal menuju dimensi lain. 🚀
Setting sangat berpengaruh sama perubahan Model Situasi.

Ih! Kapan2 cerita apa itu Model Situasi.

Eh, harusnya ini ngomongin Plotter, yaaa. Mulai melantur saaayah. 😅😂😂
Buat Plotter (trmasuk gw sndiri): Jangan lupa utk bisa melakukan self-critics n self-assessment.

Tiap titik plot, tiap adegan, tiap karakter, dan semua yg ada di outline harus sempet ditanyain:

"Kalau bukan ini, ada cara lain?"
Baiklah. Kalau gitu cukup sampe di sini aja. Kapan2 sy bakal terusin cerita ttg PANTSER.

Sy pernah nyoba jadi pantser, eternyata kurang cocok. Nah! Kali aja dikau cocok, sodara. Semoga berguna

Well, siii yuuu. 😄🙏🏻
Narator dan POV

THREAD ttg Menulis Novel

Sila dilike, diRT n follow.

😍
Narator trkait erat dg POV dlm novel. N lebih gampang buat gw ceritain POV lewat pendekatan Narator.

NARATOR adalah konsep penting dalam penulisan NASKAH fiksi. Cara kita menulis cerita tergantung pada bgmn Narator dimunculkan dalam naskah.
Keberadaan Narator adlh PEMBEDA DASAR antara karya FIKSI n NONFIKSI; alasan sebuah karya disebut Fiksi.

Tanpa Narator (penulis bicara langsung ke pembaca), naskah jdi Nonfiksi (laporan ilmiah, berita, atau biografi) yg isinya "kebohongan".

Fiksi tanpa narator adlh mustahil.
Pemahaman ini muncul sbg konsekuensi bahwa pd dasarnya semuaaaaa kejadian dlm Fiksi SELALU terjadi di MASA LALU Narator dan TIDAK NYATA.

Narator TIDAK BISA menceritakan apa yang dia nggak tahu.

Penulis-lah yg bikin Narator mengetahui suatu informasi terkait ceritanya.
Narator adlh SAKSI yg memahami keseluruhan cerita yg tertulis di naskah. Narator TIDAK AKAN BISA cerita ttg kejadian yg belum terjadi.

Dlm karya2 berbahasa Inggris, HUBUNGAN NARATOR dg CERITA bisa tampak jelas krn Bahasa Inggris memiliki bentuk Past-Tense.
Logika dasar kepenulisan fiksi selalu:

"Ada suatu kejadian yang SUDAH TERJADI scr fiksional, disampaikan oleh penulis kepada Narator, dan Narator menceritakannya pd pembaca."

Bingung? Kenapa gak penulis langsung ke pembaca?

Ikuti Thread ini.
Apa yg disebut "sekarang", dlm fiksi, tetap terjadi di masa lalu.

Seperti dalam kalimat:

"NOW, I deeply SWAM into your eyes. They were glowing like stars drowning into the darkest part of an unknown sea."
Cerita berbahasa Inggris memungkinkan "sekarang" terjadi dan ditulis dlm bentuk past-tense

Ada kata "NOW" tapi kata kerja "SWAM" dalam bentuk past-tense.

Bayangkan gmn kalimat itu bisa jadi Bahasa Indonesia tanpa kehilangan makna "masa lalu". Kalimat itu akan jd sangat rumit.
Sekarang, coba cek novel2 berbahasa Inggris yg kamu punya. Perhatikan cara kerja gramatikalnya.

Itu bukan cuma perkara grammar. Itu adalah BUKTI bahwa dalam cerita fiksi SELALU ada NARATOR.
Saya blm nemu fiksi berbhasa Inggris yg diceritakan TIDAK dlm bentuk past-tense. KECUALI, di bagian mengenai Naratornya sendiri (alias, Narator scr langsung atau gak, menyatakan diri sbg Narator).

Misal: "NOW, I WANT to tell you story about a boy who FELL in love with a girl".
Perhatikan kalimat di atas, Narator memberlakukan "NOW" dan "WANT" hnya pd dirinya sendiri n BUKAN pd tokoh. Tokoh tetap dlm kerangka past-tense "FELL".

Dlm naskah berbahasa Indonesia, fenomena ini TIDAK MUNCUL LITERAL krn nggak ada perbedaan gramatikal terkait waktu kejadian.
"I sit" & "I sat" = "Saya duduk".

Kecuali, ada kata keterangan waktu lampau (kemarin, dsb).

Akibatnya, seakan2 "Saya duduk" disampaikan sekarang oleh penulis.

Padahal, cerita SELALU ditulis oleh penulis di kertas, dan DISAMPAIKAN oleh Narator sbg kejadian Masa Lalu kpd pbaca.
Pertanyaan selanjutnya:

Apakah Narator = Penulis?

Seharusnya pertanyaan ini ud kejawab dg baca cerita2 yg pake Ekspresi POV AKU.

Klo cerita kita berisi protagonis berumur 7 (tujuh) tahun yg mengakui dirinya sbg Narator

apakah KITA (sbg penulis) adalah anak umur 7 thn juga?
"Aku adalah anak berumur 7 tahun yang suka makan beling."

Apakah saya 7 tahun? Saya suka makan beling?

Jelas, Tidak.

Saya bukan narator dlm kalimat fiksi itu. Saya penulisnya yang tidak suka makan beling.
Apakah naskah yg menggunakan Ekspresi POV DIA, Narator = Penulis?

Juga TIDAK.

Narator dalam naskah yg pake Ekspresi POV Dia adalah "SAKSI MURNI" atas sebuah kejadian fiksional.

Alias, Narator yang TIDAK terlibat dalam cerita.
Pemahaman dasarnya adalah "Narator BUKAN Penulis".

Dalam FIKSI, NARATOR adalah hasil invensi (penemuan) penulis. Penulis TIDAK BISA secara langsung masuk ke dalam naskah FIKSI.

Penulis masuk ke dalam FIKSI harus lewat sosok Narator.
Saya beri sedikit contoh.
Novel FORGIVEN karya @Miss_Morra.

Novel ini WAJIB BACA terutama buat yg seneng nulis Teenlit.

Di antara banyak novel Indonesia bergenre Remaja, novel ini salah satu yang terbaik (sy blm baca novel Mb Morra yg lain, tapi sy yakin bagus juga).
Coba perhatikan bahwa NARATOR AKU dan TOKOH AKU yang ditulis dalam cerita FORGIVEN adalah dua sosok yang berbeda.

Narator dan Tokoh Aku dlm novel FORGIVEN ada di lokasi dan waktu yang berbeda WALAUPUN keduanya menyebut dirinya sebagai "AKU".
Narator AKU berada di MASA DEPAN dari si Tokoh AKU (alias Tokoh Aku adalah MASA LALU si NARATOR).

Kita akan menemukan banyak kalimat sepola ini (di setting masa lalu):

"..., bertahun-tahun kemudian, aku akan mendapati Will masih menyimpan kertas itu."
Siapa yg mengucapkan kalimat2 tsb?

Pengucapnya adlh Narator yg mewakili dirinya sebagai TOKOH AKU di masa depan. Ini adlh hasil invensi (penemuan) Mbak Morra atas cerita fiksinya; dan

@Miss_Morra konsisten mempertahankan eksistensi dan POV Naratornya sepanjang cerita.
Model Situasi dasar dari Novel Forgiven adalah "Kisah seorang Tokoh Aku yang diceritakan oleh NARATOR AKU yang sedang MENGENANG masa lalunya".
Teknik penceritaan ini adlh salah satu hal yg bikin saya menganggap bahwa FORGIVEN by @Miss_Morra adlh salah satu teenlit (entahlah apkh Mba Morra keberatan klo Forgiven sy anggap teenlit) yg dikerjakan dg crafting serius.

Wajib dibaca pokoknya.

Thank you, Mba Morra. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
NARATOR adlh ALAT yg digunakan Penulis utk menyampaikan cerita.

Dan, krn "Narator = Alat Pencerita bagi Penulis" maka posisinya bisa diganti2 semau2nya sm si Penulis. Kelak ini akan berhubungan dg POV (point of view) yg digunakan dlm tulisan.
Posisi Narator MIRIP ama Protagonis n Tokoh. Penulis Fiksi sbnrnya tidak akan pernah jadi Narator.

Penulis PERLU merumuskan SIAPA Naratornya seperti dia merumuskan tokohnya.

Penulis fiksi sdg menulis ttg NARATOR yg sdg menceritakan Protagonis dan tokoh2nya kpd pembaca.
Bagannya jadi seperti ini:

Penulis >>> Narator >>> Cerita

Bagan di atas sudah seperti takdir. Tidak bisa dihindari. 😂
Penulis HARUS terima klo pencerita selalu si Narator.

Mau ditulis "berdasarkan kisah nyata" kek ... Cerita Fiksi SELALU diceritakan oleh Narator.

Kecuali, yang kita tulis adalah OTOBIOGRAFI. Dalam Otobiografi fungsi Narator dan Penulis menyatu.
Begitu juga dg cerita LISAN. Misal: kita mendongeng di atas panggung. PENCERITA jadi mengambil peran "Narator" jg.
Sampai di sini semoga paham karena pemahaman ttg NARATOR adalah pemahaman mendasar dalam kepenulisan FIKSI.

Yaitu: Teknik yang digunakan penulis untuk MENGAMBIL JARAK dengan cerita dalam tulisan.
Jarak TERDEKAT yg bisa diambil penulis fiksi terhadap cerita adalah menjadikan NARATOR sebagai AKU yang berperan sebagai tokoh.

Dalam cerita2 ber-NARATOR AKU, penulis "memasukkan" Narator ke dlm salah satu TOKOH cerita.
Implikasinya: Narator Aku HANYA bisa melihat/merasa/mendengar LEWAT dan DIBATASI oleh ALAT INDRA tokoh yang sedang dia wakili.

Narator cenderung SUBJEKTIF, dan terbatas. Pengetahuan Tokoh menjadi sama persis dengan pengetahuan Narator.

Kelebihannya: Bisa emosional.
Narator Aku HANYA BOLEH menyatakan PERSEPSI tokoh atas lingkungan dan dirinya sendiri sejauh alat indranya sanggup menangkap.
Capek. Istirahat dulu
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to 🖋Wisnu Suryaning Adji 🌹
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!