Itupun jika Darmin atau Luhut tidak tercemar konflik kepentingan dengan perusahaan sawit.
Mengapa bisa murah?
Tanahnya dari menggusur rakyat, land clearingnya bakar lahan, buru dibayar rendah, dan standar lingkungannya jeblok.
Yang bisa hidup jauh lebih banyak jika hutan tak dibabat atau lahan ditanami heterogen. Jangka panjang dan tak rentan fluktuasi harga komoditas.
Jokowi saja nyuruh petani sawit pindah tanam durian.
Di Halmahera Utara pernah ada perkebunan monokultur pisang untuk impor. Gulung tikar. Buruhnya nganggur.
Tapi warga sekitar yang tumpangsari kelapa, ubi, cokelat, kebal krisis.
Banyak petani tak punya pilihan karena kanan-kirinya sudah sawit. Air dan tanah kadung rusak. Sementara tanaman seperti durian butuh agen penyerbuk seperti kelelawar.
Ekosistemnya?
Pakai teknologi.
Modalnya?
Bukit-bukit dipapras. Warga yang juga pemilik kebun durian merasa tambang itu berkah karena ada income lain.
Tak sadar, yang dipapras habitat kelelawar. Sejak itu pohon durian tak pernah berbuah.
Tapi jika pejabat seperti Luhut mengatakan jangan mikirin orangutan, tapi pikirkan rakyat, jelas fatal.
Orangutan lah yang membuat pohon-pohon beregenerasi, sehingga Luhut atau Jokowi bisa punya usaha mebel.
Ajarkanlah ini di sekolah. Jangan hapalan rumus dan ayat saja.
Pohon-pohon itu yang membuat Prabowo bisa kaya dari PT Kiani Kertas.
Di lapangan, mereka yang pegang bedil dan modal adalah bagian serius dari hancurnya lingkungan.