Thread by @Dandhy_Laksono

#SexyKillers adalah film terakhir rangkaian Ekspedisi Indonesia Biru (1 Jan - 31 Des 2015).

Terima kasih untuk dukungan kawan-kawan sepanjang perjalanan. Yang memberi tumpangan tempat tidur dan makan :)

Juga semua yang telah mengikuti film demi film selama 4 tahun terakhir.

Tahun 2009, saya membantu dokumentasi jurnalis Farid Gaban dan Ahmad Yunus melakukan Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa, berkeliling Indonesia.

Sejak itu saya ingin punya rute ekspedisi yang berbeda, tapi dengan metode dan tema yang sama: sosial dan ekologi.

Setelah bekerja dan menabung selama 5 tahunan, akhirnya kesampaian juga bisa melakukan Ekspedisi Indonesia Biru bersama fotografer @ucokparta asal Aceh.

Setelah menyelesaikan film "Yang Ketu7uh" dan "Belakang Hotel", kami berangkat 1 Jan dan kembali ke Jakarta 31 Des 2015.

Sepanjang perjalanan satu tahun non-stop kami numpang dari satu tempat ke tempat lain, mengandalkan jaringan perkawanan sebagai jurnalis.

Makan, tidur, ngedit, nulis, dilakukan di mana saja. Tapi tak semua karya dalam ekspedisi ini adalah karya jurnalistik. Sebagian besar bukan.

Jika kehabisan logistik, kami "menjual keindahan Indonesia" ke beberapa media. Misalnya, gambar-gambar cantik yang biasa diputar untuk membuka siaran TV, salah satunya hasil shooting ekspedisi ini.

Setelah bekal terkumpul lagi, kami meneruskan perjalanan. Begitu seterusnya.

Tapi misi utamanya bukan mencari gambar indah. Namun mematutkan konsep Ekonomi Biru (Blue Economy) dari @MyBlueEconomy dalam konteks pengetahuan dan kearifan Nusantara. Kira-kira kalau ada Islam, ini Islam Nusantara :)

Karena itu diberi nama Ekspedisi Indonesia Biru.

Dalam konteks Ekonomi Biru itulah kami tidak hanya merekam konflik sosial dan lingkungan seperti #SexyKillers, juga kabar gembira tentang mereka yang masih mempertahankan peradabannya sendiri seperti dalam film "Baduy" yang ditonton 1 juta views dalam 4 tahun di Youtube.

Setelah menempuh 19.833 km, kami membawa pulang kira-kira 12 TB video.

Tapi hanya 6 film yang kami selesaikan di jalanan. 6 film lain kami cicil di sela-sela waktu luang kembali bekerja di rumah produksi @watchdoc_ID.

Tapi cerita 6 film yang tersisa itu perlu di-update, diberikan konteks, dilengkapi dengan riset, atau dikuatkan dengan video-video tambahan.

Dalam rangka mengumpulkan semua itu, kami berkolaborasi dengan kawan-kawan jurnalis atau aktivis.

Lahirlah "Asimetris" dan #SexyKillers.

Adapun dua film seperti "Rayuan Pulau Palsu" atau "Jakarta Unfair" bukan bagian dari Ekspedisi Indonesia Biru. Tapi sama-sama produksi @watchdoc_ID yang digarap sutradara lain dengan konsep kolaboratif.

Seperti "Jakarta Unfair" yang sutradara dan videografernya adalah mahasiswa.

Sekarang saatnya menjawab pertanyaan yang paling sering dilontarkan: "Mengapa film tertentu dirilis jelang hajatan politik?"

Lantas kapan saat yang tepat membicarakan kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak, jika tidak dalam salah satu momen penting demokrasi?

Behind thr scene editing film-film Ekspedisi Indonesia Biru sepanjang perjalanan (2015).

Adapun Gorontalo Baik, Boti, Made in Siberut, Asimetris" dan #SexyKillers baru diedit antara 2016-2019.