Sangat melelahkannya hari ini, seharian penuh dengan kegiatan perkuliahan yang sangat padat, nyaris gak ada jeda dari pagi hingga sore.
Sesampainya di rumah, gw berniat untuk beristirahat di kamar saja malam itu, gak mau ke mana-mana lagi.
Rumah sepertinya dalam keadaan nyaris kosong, hanya kamar Irwan yang terlihat ada kehidupan, itu pun karena terdengar musik yang mengalun dari dalam. Sementara penghuni lain gak terlihat batang hidungnya.
Waktu itu hari Jumat, menjelang akhir pekan biasanya penghuni rumah Teteh banyak yang punya acara sendiri, tapi terkadang gak jarang kami melakukan kegiatan bersama di luar, entah itu makan malam, nongkrong ngopi, atau lainnya. itu lebih sering kami lakukan pada jumat malam.
Tapi gak untuk kali ini, seperti yang gw bilang tadi, rumah Teteh sepertinya sepi.
Tadi sebelum masuk kamar, gw sudah menyalakan semua lampu hingga ke lantai dua.
Yang pada akhirnya, gw hanya berleyeh-leyeh di tempat tidur sambil nonton tv.
***
Jam delapan lewat sedikit, gw baru aja pulang makan dari warung Teh Yanti.
"Brii, gw jalan dulu ya.."
Irwan bilang begitu ketika kami berpapasan di ruang tamu.
"Mau ke mana lo?, balik gak?"
Gw bertanya, memastikan apakah dia akan pulang atau nggak.
"Gak tau, gimana nanti deh, hehehe."
Cengar cengir Irwan menjawab, bukan jawaban yang pasti juga.
"Wah, balik dong Wan, masa gw sendirian.." Ucap gw sedikit memelas.
Iya, gw menghindari sendirian pada malam itu, perasaan gak enak, sangat gak enak.
Kenapa begitu?
***
Jadi, waktu itu ada kejadian yang sangat jarang terjadi, sesuatu yang membuat kami penasaran dan bertanya-tanya.
Sudah nyaris satu bulan lamanya Teteh gak menampakkan diri..
Gak muncul..
Gak ada juga kejadian atau peristiwa menyeramkan yang menunjukkan eksistensinya..
Itulah peristiwanya, momen yang gak pernah terjadi selama kami tinggal di rumah ini.
Ke mana Teteh? Gak ada yang tau..
Selama nyaris sebulan kami penasaran, ada apa dengan Teteh? Kok menghilang?
Jangan salah, kami bukannya lega atau merasa senang karna Teteh "Gak ada kabar", suasana rumah malah seperti ada anggota keluarga yang hilang, gak seperti biasanya.
Iya, kami kehilangan, kami kangen Teteh..
***
Beberapa pesan singkat terkirim, gw bertanya kepada seluruh penghuni rumah, kapan mereka akan pulang.
Asep dan Doni menjawab, mereka bilang akan pulang tapi entah jam berapa. Nando gak memberi kabar, gak pasti kapan pulang, begitu juga dengan Irwan, gak jelas.
Sudah hampir jam sepuluh malam, gw masih berposisi leyeh-leyeh di atas tempat tidur menonton tv.
Seperti biasa, udara malam itu cukup dingin, anginnya menghembus masuk melalui celah jendela yang gw biarkan tetap terbuka.
Seperti yang sudah gw ceritakan tadi, nyaris satu bulan lamanya kami gak melihat dan merasakan kehadiran teteh di rumah ini, gak ada kejadian atau peristiwa apa pun juga yang mengarah ke aktifitas Teteh, gak ada.
Tapi anehnya, suasana rumah malah terasa “kosong”, seperti ada yang hilang.
Walaupun gak bisa dipungkiri kalau sering kali penampakan dan kehadiran Teteh membuat kami ketar ketir ketakutan, berteman sih berteman, tapi ya tetap saja mencekam.
Teteh, sosok yang “baik” tapi menyeramkan, sedikit banyak kami merasa kehilangan..
***
Tiba-tiba ponsel berbunyi, kaget.
Buyar semua lamunan..
“Halo, Mas Brii, Mas lagi ada di rumah gak?”
Suara Sisi terdengar dari ujung sana ketika gw menjawab telpon.
“Aku di rumah, Ada apa Si?”
“Aku boleh minta tolong gak mas?"
“Tolong apa Sisi?”
“Tolong cek ke kamar aku, ada dompet aku gak, soalnya baru sadar kalau aku gak bawa dompet, kamar gak dikunci kok,”
“Oh, ok, nanti aku lihat ke atas ya. Ngomong-ngomong, ini Sisi di mana? Bareng Memi juga kah?”
Sisi bilang dia sedang di rumah Tantenya yang di Buah Batu, dia bilang gak sedang bersama Memi, tapi sebentar lagi Memi akan datang juga ke Buah Batu.
Jadi, dapat dipastikan kalau malam itu mereka berdua gak akan ada di rumah.
Biasanya, kalau Memi dan Sisi sedang gak ada di rumah, Teteh akan datang..
***
"Ah Sisi, ada-ada aja deh, masa gw harus ke atas malam-malam gini.." Ucap gw dalam hati.
Sudah jam setengah dua belas malam ketika gw masih terus saja bergulat dalam hati apakah akan beranjak ke lantai atas seperti yang Sisi minta atau nggak, karna saat itu perasaan gak enak, insting mengatakan kalau ada sesuatu yang akan terjadi.
Teteh sudah lama gak muncul, tetapi malam itu bayangannya selalu ada di kepala, seperti memberikan sinyal pertanda kalau beliau akan datang segera.
Beberapa kali gw abaikan pikiran itu, berharap firasat gw salah, berharap malam ini akan baik-baik aja.
"Kriiing..kriiing.."
Dering suara ponsel mengagetkan gw sekali lagi, ada tulisan "Memi" pada layarnya.
"Mas Brii, ini Sisi, ponselku mati. Sekali lagi aku minta tolong ya Mas, tolong lihat di kamarku ada dompetku atau nggak. Karna ada catatan di kertas kecil yang aku perlu."
Panjang lebar Sisi menjelaskan maksud dan tujuan dia menelpon.
"Oke Si, aku ke atas sebentar lagi ya, nanti aku telpon."
"Terima kasih Mas."
Percakapan selesai..
***
Situasi yang sebenarnya sudah beberapa kali gw rasakan, benar-benar sendirian di rumah Teteh. Di setiap kejadian, situasinya nyaris sama, selalu merasakan peristiwa janggal dan menakutkan.
Sama juga dengan malam ini, perasaan gw gak enak.
Tapi itu tadi, Sisi meminta tolong gw untuk ke kamarnya di lantai atas, gak enak untuk menolaknya.
Ketika nyali sudah sedikit terkumpul, gw melangkah ke luar, dengan ponsel di tangan yang memang sengaja gw bawa.
***
Suasana ruang tengah sangat gelap ketika gw masih berdiri di depan pintu. Hanya sedikit cahaya menembus sela jendela yang membantu penglihatan.
Kok gelap? Padahal tadi semua lampu sudah menyala, termasuk ruang tengah.
Entahlah, gw gak terlalu ambil pusing, lalu lanjut membawa kaki ini melangkah menuju tangga dan menaikinya.
Sudah beberapa kali gw ceritakan, kalau lorong tangga keadaannya selalu gelap, kami memang membiarkannya seperti itu.
Di ujung tengah tangga ada lukisan yang menurut gw menyimpan banyak cerita dan misteri, yaitu lukisan bunga berwarna ungu.
Memi, Sisi, dan keluarganya gak tau asal muasal dan sejarahnya, lukisan itu sudah ada sebelum mereka membeli rumah ini. Begitu juga dengan pemilik rumah sebelumnya, katanya mereka juga gak tau dari mana lukisan ini berasal.
Intinya, lukisan sudah ada di tempatnya sejak lama, kami gak tau milik siapa dan siapa yang melukisnya, misterius.
Beberapa detik gw berdiri menatapnya, pigura kaca yang sudah terlihat kusam membingkai lukisan yang sepertinya menyimpan banyak cerita, sepertinya juga menjadi salah satu saksi dari banyak peristiwa yang sudah pernah terjadi di rumah ini.
Perlahan gw usap permukaannya dengan tangan, menyeka debu tipis yang menyelimutinya.
"Seandainya kamu bisa cerita.." Begitu ucap gw dalam hati.
Heningnya suasana melempar pikiran gw jauh ke belakang, membayangkan apa gerangan yang telah terjadi di rumah ini, peristiwa apa yang pernah terjadi di rumah Teteh..
"Sreekkk.."
Tiba-tiba ada suara yang memecah sepi..
Gw langsung menoleh ke arah sumber suara, ke ujung tangga paling atas. Di sana memang ada kursi kayu yang menemani meja bundar kecil, menghadap lorong kamar Sisi dan Memi.
Gw yakin kalau itu suara kursi kayu yang bergeser berpindah posisi..
Lama berdiri diam di tengah anak tangga, berperang bathin memilih untuk tetap terus naik atau memutuskan untuk turun kembali ke kamar.
Suasana semakin hening dan sepi, gak ada suara apa pun..
Dead silence..
Entah apa yang ada di pikiran, akhirnya gw melanjutkan langkah ke atas, menuju kamar Sisi.
Remang lampu yang kemerahan menambah cekam suasana,
Sesampainya di atas, gw langsung melirik ke kiri, ke ujung lorong..
Kosong, gak ada apa-apa..
Sepinya berbicara, heningnya seperti sedang menyusun rencana..
Allah, gw mulai mulai merinding.
Sangat perlahan langkah kaki menyusuri lorong menuju pintu kamar Sisi yang berada hampir di paling ujung.
Sampai akhirnya, gw sudah berdiri di depan pintu kamar..
Berdiri diam sebentar, lalu memutar gagang pintu, memastikan kalau memang benar-benar dalam keadaan gak terkunci.
Benar kata Sisi, pintu gak terkunci..
Gw mendorong untuk membukanya..
Pada saat inilah tiba-tiba terdengar sesuatu,
"Brii..."
Ada suara pelan yang memanggil, suara yang sepertinya bersumber dari ujung lorong..
Gw gak menoleh ke arah situ, gak berani. Tapi dari sudut mata, terlihat samar kalau ada sosok yang sedang berdiri diam.
Sosok itu menghadap ke arah gw, berdiri dengan rambut panjangnya yang terurai..
Itu Teteh..
***
Beberapa detik lamanya gw terdiam di depan pintu, berkecamuk pikiran dan perasaan antara ingin melihat langsung atau masuk saja ke kamar Sisi..
Seketika itu juga wangi bunga menyeruak memenuhi ruangan, menyentuh indera penciuman, menabrak nyali yang semakin melebur habis.
Gw takut..
Lalu memutuskan untuk masuk ke kamar Sisi..
Dari dalam, gw menutup pintu..
Sial, ternyata pintu gak ada anak kuncinya, terpaksa membiarkannya dalam keadaan tidak terkunci..
Menyalakan lampu, kemudian gw duduk di tempat tidur, belum memutuskan untuk mencari dompet Sisi.
Masih terngiang suara Teteh yang menyebut nama gw, dari jarak yang sangat dekat..
Cukup lama gw diam sambil terus memperhatikan pintu kamar, berharap Teteh tetap beraktifitas di luar,
"Jangan masuk kamar ya Teh.."
***
Sebelumnya, sudah beberapa kali gw masuk ke kamar ini, kamar yang cukup besar, tipikal kamar mahasiswi, rapih dan bersih.
Tempat tidur di sisi kiri, karpet rajutan terhampar di tengah-tengah. Di sisi kanan, ada meja yang cukup besar, di atasnya ada monitor komputer dan beberapa buku tergeletak gak beraturan, seperti baru saja dibaca.
Di ujung meja, ada ayunan pendulum yang diam gak bergerak, ayunan bergantung beberapa pendulum yang apa bila digerakkan akan saling berbenturan ke kiri ke kanan dan menghasilkan suara.
Terus aja gw menerawang ke seluruh sudut kamar, sambil juga mencari dompet Sisi.
Pandangan terhenti di ujung tempat tidur, menyembul ujung dompet yang terlihat malu-malu dari bawah bantal.
"Ah itu ternyata dompetnya.."
Lalu gw langsung menghubungi Sisi melalui ponsel yang gw bawa sejak tadi.
"Sisi, ini dompetnya ada. Kamu mencari apa?"
Gw langsung ke pokok pembicaraan ketika Sisi sudah menjawab di ujung sana.
"Buka dompetnya Mas, di kantong paling luar ada secarik kertas yang isinya alamat dan nomor telpon temanku, bisa tolong dibacain Mas?"
Gak lama, gw menemukan secarik kertas yang Sisi maksud, kemudian membacakan isinya untuk Sisi.
"Oke, terima kasih Mas."
Percakapan selesai..
***
Lama gw berdiam diri di kamar Sisi, gak berani keluar, belum sanggup untuk menghadapi Teteh yang kemungkinan besar masih ada di lorong depan pintu.
Gak terasa, Jam sudah lewat jauh dari angka dua belas..
Gak ada suara apa pun..
Yang biasanya sesekali suara motor yang seliweran terdengar di depan rumah, kali ini sepi, seperti gak berpenghuni..
Keluar kamar Sisi dan berlari ke bawah?, belum ada nyali untuk itu..
Bingung.
Gw terjebak di kamar ini..
***
"Trak.. Trak.. Trak.."
Gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba ayunan pendulum yang ada di meja bergerak dengan sendirinya, menghasilkan suara khas membangun kesempurnaan suasana mencekam.
"Trak.. Trak.. Trak.."
Pendulum swing terus saja bergerak ke kanan ke kiri..
Gw terkesima keheranan..
Entah ada nyali dari mana, gw akhirnya memutuskan untuk ke luar aja, lalu berdiri dan berjalan menuju pintu..
Ketika sudah menggenggam gagang pintu, tiba-tiba lampu kamar mati..
Gelap seketika..
Hanya cahaya lampu dari luar yang masuk dari sela jendela yang membantu penglihatan.
Sementara ayunan pendulum terus bergerak sendiri menghasilkan suara..
Ketika hendak memutar gagang pintu, seketika tercium wangi bunga, wangi bunga khas Teteh..
Mengurungkan niat untuk keluar, gw memutuskan untuk mundur beberapa langkah ketika mendengar Teteh memanggil nama gw lagi..
"Brii.."
Sumber suara berasal dari balik pintu, Teteh berada tepat di balik pintu..
Gw ketakutan, semakin mundur menjauh..
Ketika sudah beberapa langkah menjauh, gw melihat gagang pintu bergerak sendiri, seperti ada yang mencoba memutarnya dari luar, berniat untuk membuka pintu..
Teteh ingin masuk..
***
Terus gw mundur perlahan mendekati pintu kamar yang satu lagi, pintu yang menghubungkan kamar ke teras,
Lalu, pintu kamar yang satu lagi perlahan mulai terbuka..
"Trak.. Trak.. Trak.."
Suara pendulum beradu terus saja menyempurnakan suasana.
Setelah sudah bersandar di pintu teras, gw mencoba untuk membukanya, memutar anak kunci dan membuka pintunya..
Pandangan terus menatap ke pintu kamar ketika gw perlahan melangkah ke luar menuju teras..
Samar gw melihat baju terusan warna putih muncul dari balik pintu, Teteh sudah terlihat..
Gak tahan lagi, gw lari menuju sudut teras yang sebelah kanan..
Panik, gw lupa menutup pintu..
***
Di teras itu gw gemetar ketakutan, berharap semoga Teteh tetap berada di dalam..
Tapi harapan tinggal harapan..
Ternyata Teteh juga bergerak menuju teras, gw melihatnya keluar dari pintu, berjalan nyaris seperti melayang menuju teras sebelah kiri, membelakangi gw yang diam gak bisa berbuat apa-apa..
Rambut panjangnya tergerai tertiup angin, baju putihnya melambai mengikuti gerakan langkahnya yang masih terus berjalan ke sudut.
Tepat di ujung teras, Teteh berhenti, lalu memutar tubuhnya jadi menghadap ke depan rumah..
Di gelap dan heningnya malam itu, gw melihat Teteh diam berdiri menatap ke depan, gak bergerak.
Wajahnya tertutup gerai rambut panjangnya yang hitam..
Lutut gw lemas, gw ketakutan, lalu jatuh terduduk menyaksikan semuanya..
Malam sepertinya akan sangat panjang, ketika gw terjebak bersama Teteh di teras atas..
***
Hai..
Kita lanjut minggu depan aja ya.. ☺️, bakalan tambah seru.
Jangan lupa sisihkan uang jajan buat beli buku #rumahteteh, di situ akan terungkap semuanya, dijamin makin sayang sama Teteh setelah baca.
Met bobo, semoga mimpi ketemu Teteh.
Salam
~Brii~
~Teh Lena~
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kadang keadaan memaksa kita untuk menempati tempat tinggal baru. Sering kali, susahnya proses adaptasi harus ditambah dengan terpaan seram dari sisi gelap.
Ada teman yang mau berbagi cerita pengalaman ketika harus menempati rumah baru.
Simak di sini, hanya di Briistory..
***
Lagi-lagi, aku menemukan beberapa helai rambut panjang, entah ini sudah yang keberapa kali, kali ini aku menemukannya di depan lemari ruang tengah. Beberapa helai rambut ini kalau diukur dengan tubuh perempuan dewasa, kira-kira dari kepala sampai ke pinggul, panjang memang.
Apa yang aneh? Ya anehlah, karena di rumah gak ada seorang pun yang memiliki rambut sepanjang itu. Rambutku hanya sebatas pundak, itu pun jenisnya gak sama dengan rambut yang sudah beberapa kali kami temukan.
Gak memandang apa pekerjaan kita, “Mereka” akan datang dengan keseraman tanpa diduga, dengan berbagai bentuk yang gak tertebak.
Malam ini, simak pengalaman seorang supir travel di salah satu bagian Sumatera.
Hanya di sini, di Briistory…
***
~Lampung, Circa 1998~
“Hati-hati, Bang. udah malam ini, kenapa gak besok lagi ajalah nariknya.”
“Hehe, tanggung, Man. Setoran masih belum setengahnya ini, nanti bos marah.”
Nyaris jam sebelas malam, ketika aku masih berada di pelabuhan Bakauheuni, Lampung. Percakapan dengan Iman, rekan sejawat, sejenak membuyarkan lamunan.
Sejarah panjang dan kelam sering kali terungkap dalam senyap, tergambar oleh tarikan garis seram.
Satu sudut di Lembang, tersaji horor tempat pelatihan, seorang teman coba bercerita pengalaman seramnya di sana.
Simak di sini, hanya di Briistory..
***
Waktu seperti berhenti, udara sama sekali gak bergerak, suara detik jam yang tadinya samar terdengar tetiba gak ada lagi. Dalam gelap, aku terus memperhatikan ujung tangga, menunggu kira-kira siapa gerangan yang akan turun dari lantai atas.
Sementara itu, suara yang sepertinya bunyi langkah kaki, terus saja kedengaran, makin jelas, makin dekat.
Cadas Pangeran, satu tempat bersejarah. Ratusan tahun berusia, sahihkan kisah hitam dan putihnya, terus bergulir hingga kini.
Mamal ini, seorang teman akan menceritakan pengalamannya ketika melintasi daerah ikonik ini. Seram? Tentu saja.
Simak di sini, hanya di Briistory.
***
Lepas dari pusat kota Jatinangor, aku akhirnya masuk ke daerah yang terlihat seperti gak berpenduduk.
Tahun 1998, Cadas Pangeran masih sangat sepi, jalan berkelok dikelilingi oleh pepohonan yang membentuk hutan, sama sekali gak ada penerangan, gelap gulita.