Sampai kemudian, seorang tetangga menawarkan kaveling makam. Kami menolak tawaran, karena sudah dibantu oleh teman baik kakak.
Si tetangga itu malah memaksa, berdalih kavelingnya adalah yang terbaik: dekat dari tempat parkir, tak perlu survey—bla bla bla.
Namun keesokan paginya, kami didatangi Pak RT dan seorang akang bertubuh besar penuh tato beraroma unik, mengaku dari TPU Cikutra—lokasi makam yang kami pilih. Ia minta surat kematian dan KTP almarhum ayah dengan gaya intimidatif.
Astaghfirullah al-‘Adzim!
Setelah kedok terbongkar, mereka undur diri, pura-pura salah rumah. Blah!
(Info foto di atas: saya lagi numpang cuci kaki setelah ikut turun memakamkan ayah)
Gusti nu Agung, meuni hoyong nampiling abdi teh.