Ke mana gerangan Rahayu?
Hanya di "Rahayu"
Selamat menyimak....
#ceritahoror #aksi #ceritaseram
"Saya mengerti, Pak Didin. Tapi ini harus dilakukan. Mau tidak mau. Apalagi para penguasa
"Jadi, Pak Subhan menyalahkan mereka?" tanya Pak Marwan.
"Saya tidak menyalahkan mereka. Saya hanya menyayangkan kenapa mereka berani mengusik tanah yang dihuni para lelembut itu," kata Pak Subhan seraya menatap ke kejauhan, tepat ke arah luar rumah.
Mereka sejenak menundukkan kepala seraya membaca kalimat 'Innalillaahi wa inna ilaihi rooji'uun.
"Pada akhirnya kita harus melepaskan kepergian saudara kita/kepala desa cikahuripan, Bapak Dodi Sanjaya bin Mahfud Sanjaya. Semoga amal baiknya
Setelah itu prosesi pemakaman dimulai sebagaimana yang biasa dilakukan dalam agama Islam. Semua orang turut mengantar jenazah Pak Dodi ke
Di antara para pelayat tampak sepupu Pak Dodi, yaitu Pak Andre yang jauh-jauh datang dari Jakarta. Ia masih tidak menyangka sepupunya akan meninggal dengan cara tidak biasa.
Pak Dodi meninggal karena menderita luka dalam setelah berjuang
Beberapa saat kemudian setelah prosesi pemakaman selesai. Di depan makam Pak Dodi, tampak Pak Andre sedang terpekur sendiri.
"Aku tidak tahu bagaimana cara memberitahukan kabar buruk ini ke Irman. Ia masih koma setelah
"Pak Andre?" ujar Pak Subhan yang tampak menghampiri Pak Andre.
Pak Andre bangkit kemudian menatap ke arah Pak Subhan.
"Pak Subhan, bisakah bapak menjelaskan semua ini?" kata Pak Andre.
"Mengosongkan desa sama dengan tidak menghargai jerih payah Dodi, Pak Subhan. Anda harusnya tahu dia mati untuk apa," ucap Pak Andre gusar.
"Saya tahu itu, Pak Andre. Sangat tahu
"Ki Rawuk sudah tidak ada. Siapa lagi yang akan memobilisasi para lelembut itu?" Pak Andre menghela nafas.
"Mereka punya pemimpin, pak.
"Saya heran. Mereka telah disediakan banyak tempat untuk tinggal tapi serakah terhadap manusia," kata Pak Andre.
"Mereka adalah makhluk kekal, pak. Mereka terus bertambah
"Saya faham itu. Namun bagi saya tidak mudah untuk melupakan tempat itu. Saat-saat muda saya di sana dengan kejadian-kejadian unik nan menyeramkan," papar Pak Andre.
Ia merasakan kembali kenangan itu terutama saat remaja, saat menemukan cinta pertamanya yang gagal menjadi cinta terakhirnya.
"Pak Subhan? kok
"Tidak, Pak Andre. Saya hanya mengingat masa-masa kecil di sana. Tentu saja saya bukan satu-satunya yang mengalami kejadian menyeramkan di desa. Semua warga tampaknya pernah mengalami hal yang sama. Bahkan Abah Somad sekalipun,"
Waktu beranjak sore. Pak Andre bersiap kembali ke Jakarta.
Saat sedang menunggu sopir pribadinya mengeluarkan mobil dari parkiran balai desa ia melihat sebuah SUV melaju tepat ke arah tenggara atau jalur menuju Desa Cikahuripan.
"Siapa mereka? Jangan-jangan
Pak Andre kemudian masuk ke dalam mobil. Saat Pak Subhan dan Pak Didin datang untuk melepasnya, ia berkata : "Ada sebuah mobil berwarna merah melaju ke
"Saya juga melihat mobil itu, pak. Setelah ini kami akan ke Cikahuripan. Hal buruk akan terjadi jika ada orang asing datang ke sana," tukas Pak Subhan seraya melihat ke arah jalan.
SUV tersebut setidaknya berpenumpang lima orang terdiri dari tiga perempuan dan dua laki-laki. Kesemuanya adalah para remaja kecuali yang menyopiri mobil itu.
"Tidak mungkin tersesat. GPS aja nunjuknya kemari," ucap remaja laki-laki yang duduk di samping Johan.
"Percaya banget sih sama GPS! Percaya itu sama Tuhan!"
"Kalau aku sih percaya kalau kampung di depan kita kosong," ucap gadis yang duduk di sebelah kiri gadis tadi.
Tiba-tiba.....
'Ngiiiikkkkkkk'
Johan mendadak menginjak pedal rem hingga membuat mobil berguncang.
"Aku merasa melihat sesuatu berkelebat tadi di depan. Makanya aku ngerem mendadak," tukas Johan membuat para gadis saling tatap khawatir.
"Paling juga kalong lewat, bang," sergah remaja itu seraya terkekeh.
"Tau nih, Ricky!" ucap teman-temannya di belakang.
"Yee, malah pada ngebulli aing!" umpat Ricky seraya menggaruk kepala.
Gadis yang duduk di sebelah kiri bangku belakang, yang berpakaian
"Teman-teman, apa kita tidak sebaiknya putar balik saja?" ucapnya.
"Jangan ngaco kamu, lin. Kita sudah sejauh ini!" tukas Ricky tidak setuju.
"Jauh ya jauh tapi keselamatan lebih
"Keselamatan? Memangnya kita sedang berada di desa para demit apa!" sergah temannya yang duduk di sebelah kanan.
"Hei, hei, jangan berbicara sembarangan!" sergah Johan seraya menggebrak setir.
"Tau nih Rafika!" ucap
"Iya nih, Rafika! Biangnya 3in1," ledek Ricky membuat gadis itu mendengus kesal.
"Kalian ini dari tadi ribut terus. Nggak di pantai nggak di hutan," komentar
"Nah, begitu, dong. Tegas dikit sama anak-anak bau kencur," ujar Ricky seraya cengengesan.
"Huuh, padahal aku ingin lihat
"Tahu begini, aku duduk di belakang saja sama barang-barang," celetuk Silvi, gadis yang duduk di tengah.
SUV melaju meninggalkan area tersebut kembali menuju jembatan. Setelah melewati
Hal yang lebih tidak ia mengerti terjadi. Alih-alih mencapai desa terdekat, ia malah mengemudikan
"Lho, bang Johan! Kenapa malah kembali kemari!" ujar Ricky kaget saat menyadari mobil kembali berada di desa kosong.
"Aku tidak tahu. Padahal mobil ini sudah melaju sesuai jalur waktu kita lewat tadi sore," tukas
"Rumah itu besar sekali. Sepertinya kayu semua," ucap Rafika sembari memperhatikan rumah itu.
"Mungkin kampung ini sebenarnya tidak kosong. Mungkin ada warga di dalam rumah-rumah itu?"
Jregggg
Tiba-tiba mesin mobil mati saat hendak memutarbalik. Otomatis mobil jadi melintang di tengah jalan.
"Ahhh, kenapa harus mati mesin segala. Padahal
Gagal. Berkali-kali Johan men-starter mesin namun tidak juga berhasil menghidupkannya.
"Kalau begini caranya, kita harus mendorong mobil. Kalian harus keluar terus dorong mobil," ujar Johan dengan
"Iiih aku nggak mau!" tolak Rafika seraya bergidik.
"Ricky, kamu kan laki-laki. Kamu saja yang keluar, gih," kata Silvi membuat Ricky mendengus.
"Semua harus keluar. Aku tidak bisa mendorong mobil sendirian!" ucap Ricky sewot.
Cklikk, pintu belakang bagian kiri
"Ricky, ayo kita dorong mobilnya. Setidaknya kita berdua bisa dorong mobil," ucap Lina seraya menutup pintu kemudian berlalu ke belakang mobil.
Ricky pun turut keluar dari mobil kemudian berlalu menuju Lina.
"Uuh, beratnya!" umpat Lina seraya mendorong mobil sekuat tenaganya.
"Kalian berdua keluar, dong. Jangan membebani begini!" ujar Ricky seraya mengetuk-ngetuk jendela.
"Iya, nih. Mana gelap lagi," timpal Silvi.
"Berat bukan karena mereka!" ucap Johan dengan pandangannya lekat menatap ke depan tepat ke arah sesosok laki-laki berpakaian serba hitam dengan wajah hampir tidak terlihat.
"Entahlah, aku pikir dia penduduk desa," tukas Johan.
"Lalu kenapa abang bilang mobil berat bukan karena kita?" kata Silvi penasaran.
"Mobil ini ditahan sama sesuatu yang tidak terlihat. Posisinya tepat di depan bapak itu,"
"Aaahhhhh......."
"Ada apa, sih? Kenapa kalian teriak-teriak?" seru Ricky dari belakang mobil.
Lina menatap ke arah depan mobil di mana sosok bapak itu berdiri.
"Dia bukan warga manusia!" ucap Lina.
"Apa!" Ricky terkejut.
"Aaaaa......"
Rafika yang juga melihat penampakan tersebut turut menjerit. Sementara Johan hanya bisa celingukan panik.
"Aaah, kenapa ini harus terjadi! Tidak
"Ada sih di sana?" seru Ricky.
"Hari sudah gelap, rick. Desa ini sama sekali tidak ramah kepada kita," ucap
"Rumah itu meski terlihat menyeramkan tampaknya akan menjadi tempat yang aman bagi kita berlindung," ucap Johan seraya keluar dari mobil.
"Lho, kok malah keluar, sih!" kata Rafika dengan gusar.
"Kalian juga keluar. Kita sement
"Aku tidak mau! Rumah itu seram, tau!" teriak Rafika.
"Jangan teriak-teriak, 3in1!" ucap Ricky seraya membuka pintu mobil di mana Rafika di baliknya.
"Jangan paksa aku, bodoh!" Rafika menepis tangan Ricky yang mencoba menariknya keluar.
"Fika, jangan berpikir mobil adalah tempat paling aman. Kita harus mencari tempat berlindung. Rumah itu satu-satunya yang meyakinkan.
Setelah itu, Johan bersama rekan-rekan menuju rumah besar yang terletak agak jauh dari jalan utama.
Selanjutnya ia mengetuk pintu seraya mengucap salam.
Tidak ada jawaban dari dalam rumah pertanda rumah itu dalam kondisi kosong.
Johan kemudian membuka rumah kunci dengan obeng
Setelah pintu terbuka ia pun masuk ke dalam rumah sembari menyalakan lampu senter.
"Aman. Setidaknya untuk saat ini, rumah dalam kondisi aman," ucap Johan disambut tatapan bingung teman-temannya.
"Ayo, sebaiknya kita masuk," ucap Lina yang berada di belakang.
"Rumah ini berlantai dua?" ucap Silvi sambil menunjuk ke arah tangga yang berada di ruang tengah tepat di belakang barisan
"Sebentar. Rumah ini kalau dilihat dari luar tidak terlihat seperti rumah bertingkat," tukas Johan sambil memperhatikan tangga berukir dengan cat hitam mengkilat itu.
"Aku penasaran di atas ada ruangan apa saja," ucap Rafika disambut gelengan kepala Johan.
"Bersikap
"Padahal kita penasaran, lho," kata Ricky mendukung Rafika.
"Simpan saja
"Terus sekarang kita ngapain?" tanya Rafika gusar.
"Ada dua kamar yang berdekatan dengan ruangan tengah. Fika,
Johan kemudian memeriksa dua kamar itu. Setelah memastikan kedua kamar itu aman untuk ditempati ia pun menuju kamarnya bersama Ricky.
"Eh, ngomong-ngomong pintu depan sudah dikunci belum, ya?" ujar Rafika tiba-tiba.
"Aku tidak tahu. Seharusnya bang Johan sudah menguncinya. Memangnya kenapa, fika?" tanya Silvi.
"Kamu coba dengar, deh. Seperti ada suara orang sedang membuka pintu tapi perlahan-lahan." Rafika dengan wajah
Lina dan Silvi memperdengarkan apa yang didengar Rafika. Ternyata benar, mereka mendengar suara decitan seperti pintu yang sedang dibuka namun secara perlahan.
"Bang Johan, apa itu kamu di luar?" seru Rafika membuat Silvi dan Lina
"Jangan berteriak, iiiih!" gerutu Silvi kesal.
Dari luar terdengar suara Johan menyahut.
"Aku sedang di kamar. Ricky juga sedang di kamar. Memangnya ada apa?"
Rafika saling pandang dengan Silvi. Sementara Lina bangkit dari duduknya kemudian menghadap pintu.
"Aaaaahhhh.......!!!"
"Ricky, jangan main-main!"
"Ada apa, bang Johan?" teriak Rafika.
"Ricky kerasukan!" teriak Johan.
"Apa?"
Rafika dan Silvi terperanjat kemudian berpelukan karena saking takutnya.
"Jangan main-main, Ricky! Kau harus tahu kapan dan di mana kamu bisa bercanda!"
"Grrrrrr........!!!"
"Aaaahhhh.......!!!" Rafika dan Silvi menjerit histeris tatkala mendengar suara auman seperti harimau dari kamar sebelah.
'Brakkkkk' Terdengar
"Kamu benar-benar, ya!" Johan yang berada di luar mengunci kedua tangan Ricky yang sedang mengamuk itu.
Lina yang baru keluar dari kamar terkejut melihat adegan itu. Ia bingung kenapa Ricky menjadi seperti itu.
"Lina, kenapa malah keluar?" ucap
"Tadi ada seseorang masuk rumah, bang. Lebih tepatnya sesuatu karena itu bukan manusia. Sepertinya dia yang merasuki Ricky," ucap Lina membuat Johan terkejut.
"Apa? Kamu tahu soal itu?" tanya Johan.
"Seekor macan, bang. Wujudnya
"Aaaahhhhhh..... Grrrrr...... Aing macan!!" aum Ricky dengan suara serak.
"Keluar kau, macan!" teriak Lina seraya menepuk-nepuk kening Ricky
'Bruggggg....' tubuh Ricky menimpa lantai papan hingga menimbulkan bunyi keras itu.
Johan terkejut setelah melihat kemampuan Lina mengeluarkan roh dari tubuh
Setelah selesai mengeluarkan roh lelembut dari tubuh Ricky, Lina mengetuk-ngetuk pintu kamar di mana Silvi dan Rafika masih ketakutan.
"Fika, Silvi. Sudah beres, kok. Jangan takut lagi," ucap Lina.
"Lin, tampaknya ini belum selesai," ucap Johan sambil
Dari ruang tengah, pintu depan dapat terlihat. Di tengah-tengah pintu terdapat siluet sesosok seperti seorang perempuan sedang berdiri menatap ke arah Johan, Lina, dan Ricky.
"Dia tidak jahat. Posisi dia sebenarnya tidak sedang di pintu
Setelah berkata demikian, Lina langsung masuk ke dalam kamar kemudian menguncinya
Setelah mereka masing-masing telah di dalam kamar, mendadak terdengar suara riuh dari luar. Ditambah lagi suara daun pintu yang berderik-derik seperti sedang tertiup angin kencang.
"Aku juga!" sahut Silvi sambil menangis.
"Kita semua ingin pulang. Bersabarlah sampai besok pagi," ucap Lina seraya memperdengarkan dengan seksama suara-suara aneh yang berasal dari luar.
Suara-suara tersebut di antaranya seperti
"Hihihihihihi........" Suara cekikikan hantu tersebut terdengar melengking pertanda jaraknya cukup jauh dari rumah itu.
Suara hembusan
"Sebaiknya kita tidur. Jika terus terbangun begini, pasti kalian akan terus ketakutan," ujar Lina seraya membalikkan sprei di atas
"Di saat begini? Kami mana bisa tidur, lin! Coba kau dengar suara-suara mengerikan itu!" tukas Rafika sambil menatap dengan kedua mata berkaca-kaca ke arah Lina.
"Aku hanya menyarankan untuk tidur. Kalau tidak mau ya sudah," ucap Lina enteng seraya
"Kamu gila ya, lin. Di saat begini bisa-bisanya tidur!" ketus Silvi seraya memandang gusar ke arah Lina.
"Kalau nggak tidur memangnya mau ngapain lagi? Mendengarkan mereka?" ucap Lina santai.
Akhirnya Silvi dan Rafika mau tidak mau ikut
Mereka harus melupakan ketakutan itu dengan harapan pagi segera tiba. Tentu saja mereka hanya berbaring tidak benar-benar tidur.
Mereka takut sesuatu yang buruk akan terjadi dan menimpa mereka. Terlebih para lelembut tersebut sedang mengepung rumah itu.
"Gila nih anak. Pulas banget tidurnya. Di saat horor begini bisa-bisanya tidur," keluh Rafika dengan gusar.
Tiba-tiba dari luar terdengar suara gruduk-gruduk seperti suara seekor tikus besar sedang berlari.
"Vi, itu apaan? Suaranya berisik banget," kata Rafika seraya menutup kedua telinganya.
Saat ini suara riuh yang lama telah menghilang. Tinggallah suara riuh lain seperti langkah-langkah seekor tikus sebesar domba garut. Hal itu membuat Rafika dan Silvi
'Gruduk, gruduk' Suara tersebut semakin keras terdengar. Suara langkah lari-lari sesuatu yang besar dan cepat itu terdengar melewati lorong di antara kamar Rafika dan kawan dengan kamar Johan dan Ricky.
Rafika dan Silvi terdiam dan saling
Tiba-tiba....
'Durugdugdugdugdug........'
Suara serudukan binatang terdengar beradu dengan pintu kamar Rafika dan kawan-kawan. Otomatis Rafika dan Silvi menjerit-jerit ketakutan.
"Kalian ini punya sopan santun, nggak, sih!" ketusnya seraya menatap jengkel ke arah Rafika dan Silvin yang masih menjerit
"Sopan santun otak lu lepas!" balas Rafika sengit.
"Makhluk itu tidak akan menerjang-nerjang pintu jika kalian diam!" bentak Lina sambil menatap marah kepada dua temannya yang berisik itu.
Silvi dan Rafika pun akhirnya hanya bisa menangis setelah dibentak Lina.
Ia kemudian melihat ke arah lemari kecil yang berada di samping tempat tidur. Selanjutnya ia membuka pintu lemari tersebut kemudian mengeluar
"Apapun itu, pasti bukan sesuatu yang ramah. Kalian juga harus waspada. Jangan hanya bisanya takut dan takut. Semakin kalian takut, makhluk itu semakin cepat mendatangi kalian," ucap Lina seraya menghunus kujang itu.
Pintu terbuka setelah didorong dengan kuat oleh makhluk tersebut. Kemudian terlihatlah sesosok tikus berukuran sangat besar. Bahkan sangat besar persis seperti yang diperkirakan sebelumnya.
"Aaaahhhhhh!!!" jerit Silvi dan Rafika sembari terpojok di sudut kamar.
"Setan tikus, majulah! Aku tidak akan lari meninggalkan teman-temanku," ucap Lina menantang tikus itu.
'Ciiiiittttttttt' Suara cicitan tikus besar itu bergema membuat telinga
Di saat itu juga, sang tikus menerjang ke arah Lina yang sudah siap dengan kujangnya.
"Hiaaaahhhh....!!!" Lina menebaskan kujang tepat mengenai
leher tikus itu seraya berkelit.
Setelah berkelit, tikus itu tidak mengejar Lina. Justru malah melihat ke arah Rafika
"Aaaaaahhhhhh!!!" Silvi dan Rafika menjerit sekuatnya ketika tikus itu menerjang ke arah mereka.
Tikus tersebut gagal mencapai Rafika dan Silvi karena keburu terbunuh oleh kujang yang ditebaskan Lina. Di saat itu pula Ricky dan Johan datang masuk ke dalam kamar dan terkejut
"Lina? Apa itu?" ucap Ricky masih terkejut.
"Kau sudah sadar, hah?" tukas Lina tanpa menjawab pertanyaan Ricky.
"Aaaahh.....!!" Sembari menjerit, Silvi dan Rafika
"Berhenti teriak-teriak, oyy!" seru Lina.
"Berarti makhluk ini yang tadi sangat berisik," ucap Johan sambil mengamati bangkai tikus besar itu.
"Fika, Silvi?" ucap Ricky ketika mendengar suara langkah-langkah cepat
"Oh, tidak. Mereka naik ke lantai atas!" Johan dengan segera beranjak ke ruang tengah diikuti Ricky dan Lina.
"Di lantai atas ada apa, sih? Kok sepertinya gawat sekali, bang?" tanya Ricky penasaran.
"Kau macan diam saja!" sergah
Ia kemudian menelusuri lorong di lantai atas tersebut sembari menyoroti lorong itu. Ia melihat ada sedikitnya empat kamar dengan pintu yang berbeda-beda warnanya. Ada merah, hijau, kuning, dan abu-abu.
"Kok mereka seperti
"Fika, Silvi!!" panggil Lina dari belakang Johan. Sementara Ricky mengikuti seraya ikut memanggil-manggil kedua gadis labil itu.
"Fika, Silvi... Di mana kalian??" panggil Ricky.
"Di alam kubur!! Hihihihihi.......!" Tiba-tiba terdengar suara serak
"Waaaaaa....!!" Ricky berteriak ketakutan saat mendengar suara tersebut.
Johan dan Lina hanya dapat saling pandang. Mereka berdua tidak mengerti apa maksud perkataan 'Di alam kubur' itu.
"Tolong! Bang Johan, bukain pintunya!" teriak Rafika dan Silvi dari balik salah satu pintu, namun tidak dapat dipastikan pintu yang mana.
"Fika, Silvi. Kalian di kamar yang mana?" sahut Johan seraya memeriksa semua pintu kemudian mencoba membukanya.
"Bang Johan, aku sama Silvi di kamar berpintu abu-abu!" teriak Rafika seraya menggedor-gedor pintu.
"Aku coba bukain!" tukas Lina seraya mencongkel pintu abu-abu dengan kujangnya.
Sementara Johan dan Ricky menunggu.
Brakkkk,
Terdengar suara berderak keras dari balik pintu berwarna kuning. Otomatis Johan dan yang lain mengalihkan perhatian ke arah pintu itu.
"Aaaaaaahhhhhh!!!!" Rafika dan Silvi terdengar berteriak histeris.
"Fika, Silvi!! Bertahan!" teriak Lina.
Suatu bayangan besar mengangkang di belakangnya dan Johan juga Ricky.
Bayangan itu adalah dari sesosok makhluk serba hitam dengan taring besar dan panjang.
"Apa itu, bang?!!" pekik Ricky ketakutan.
"Aku merasa kita tidak usah membuka semua pintu karena Fika dan Silvi tidak berada di dalam kamar-kamar ini," ucap Lina membuat Johan dan Ricky terkejut.
"Mereka memang berada di dalam kamar yang mirip dengan kamar-kamar ini tapi bukan di dunia ini," jelas Lina semakin membuat Johan terkejut.
"Maksudmu mereka di alam lain?" tanya Johan bingung.
"Apa yang akan kita lakukan, lin? Kita harus mencari Fika dan Silvi. Mereka berdua sangat penakut," kata Johan turut melihat ke arah sosok itu.
"Bagaimana cara kita pergi
Lina berjalan ke arah sosok itu seraya menodongkan kujangnya.
"Biarkan kami lewat. Siapapun kamu, tolong jangan menghalangi kami," ucap Lina.
"Hati-hati, lin. Dia kelihatan buas. Matanya menyala merah.
"Ricky, sepertinya hanya kamu yang bisa menghadapinya," kata Lina membuat Ricky terkejut.
"Apa katamu? Jangan ngawur! Aku lihatnya saja sudah takut. Jangan paksa aku menghadapinya!" sergah Ricky dengan gemetar.
"Lina?" pekik Johan kaget dengan apa yang dilakukan gadis itu.
Tiba-tiba Ricky jatuh kemudian berguling. Selanjutnya ia merangkak sembari mengaum seperti seekor macan.
"Aing macan!!!!"
"Apa-apaan ini, lin?" Johan terbelalak melihat Ricky yang sedang kerasukan.
"Makhluk di dalam tubuh Ricky aku bangkitkan, kak. Itu satu-satunya cara kita mengusir makhluk hitam itu," jawab Lina.
Groarrrrr.... Ricky mengaum kemudian mencakar-cakarkan kedua tangan ke arah sosok yang balik melawannya dengan tamparan.
"Ricky!" pekik Johan khawatir.
"Tidak apa-apa, kak. Ricky tidak akan kenapa-kenapa. Makhluk di dalam dirinya akan selalu melindungi Ricky," ucap Lina menenangkan Johan.
"Tunggu dulu, kak. Ricky belum selesai dengan makhluk itu," ujar Lina seraya melihat ke arah Ricky yang sedang meninju makhluk hitam berkali-kali hingga terdengar suara gemeretak.
Lina dan Johan terkejut saat
"Ini tidak benar!" ucap Lina kalut.
"Apa yang harus kita lakukan? Lin, kamu sebaiknya tepuk jidatnya biar dia kembali ke wujud Ricky.
"Umm." Lina hanya terpaku untuk kemudian berseru "Lari!"
Akhirnya Lina dan Johan berlari kemudian menuruni tangga.
Sedangkan Ricky dalam wujud harimaunya turut berlari keluar dari rumah. Kemunculannya dari balik pintu membuat Johan dan Lina panik. Mereka pun kembali berlari.
"Kenapa kamu tidak tepuk jidatnya, lin?" tanya Johan seraya berlari di samping Lina.
"Menepuk jidat harimau? Aku tidak sekonyol itu kali!" sergah Lina.
Tiba-tiba terdengar teriakan dari belakang.
Lina dan Johan menghentikan langkah seraya melihat dengan kaget ke arah sosok harimau yang menyusul mereka.
"Ricky?" ucap Lina tercengang.
"Ricky sekarang jadi harimau?" ucap Johan.
"Lin, mumpung dia sadar, coba tepuk jidatnya," ujar Johan disambut anggukan Lina.
"Ke sini, Ricky. Aku akan mencoba menolongmu," ucap Lina seraya perlahn maju
Lina tanpa membuang kesempatan langsung menepuk dahi Ricky dengan mantap. Namun, sesuatu tidak terduga terjadi.
Alih-alih Ricky ke wujud manusianya, ia malah menjadi
"Aaaaahhhhh!!" Lina berteriak ketakutan seraya melompat mundur ke arah Johan.
Mereka berdua pun lari pontang-panting kembali untuk menghindari amukan harimau jelmaan Ricky.
"Ahh, kenapa malah menjadi begini??" Johan mengerang frustrasi
Sementara Ricky dalam kondisi beringas mengejar kedua orang di depannya.
"Tunggu, tunggu, kita semakin jauh dari desa," ujar Johan sambil menoleh ke arah Lina.
"Tapi Ricky terus
"Lin," ucap Johan pendek seraya menyentuh pundak gadis itu.
"Apaan, kak?" tanya Lina.
"Itu!" Johan menunjuk ke arah depan.
Lina mengalihkan pandangannya ke depan dan mendapati sesosok
"Siapa itu?" ucap Lina sambil memberanikan diri mendekat ke arah sosok itu.
"Jangan, lin!" kata Johan khawatir.
"Haaah?" Lina terperangah melihat sosok tersebut menatapnya dengan garang.
"Lina, sebaiknya kita pergi!" kata Johan seraya berusaha menarik Lina.
"Lina, dia bisa melayang. Sepertinya itu setan!" kata Johan seraya menarik Lina mundur dari posisi semula.
'Rrroarrrrrr.................
Sosok tersebut mengeluarkan suara auman melengking membuat telinga rasanya seperti
Di saat itu juga, Lina dan Johan melihat sosok lain yang muncul di belakang sosok perempuan bertudung itu. Suatu sosok besar dengan kepala bertanduk seperti kambing.
"Kambing Mendez?" ucap Johan perlahan.
"Itu berarti iblis," gumam Lina saat menyaksikan itu.
Namun tiba-tiba ia berhenti saat mendengar suara dengusan dari belakangnya.
"Ricky?" Lina menoleh ke belakang dan mendapati Ricky sedang menatap ke arah depan.
"Maafin aku, Ricky. Aku tidak tahu harus bagaimana. Lagipula roh itu masuk ke dirimu bukan karena aku, lho," tukas Lina gusar.
"Mereka itu setan?"
"Bisa jadi mereka adalah setan. Sebaiknya kita kabur!" tukas Johan seraya berlari kemudian menggaet tangan Lina.
"Hei, hei, tungguin gue!" teriak Ricky yang kemudian turut berlari mengikuti mereka.
"Tapi gue bukan harimau! Gue cuma kena sihir!" sergah Ricky sambil berlari layaknya seekor macan.
Mereka bertiga mendadak berhenti saat sosok perempuan dan kambing mendez itu sudah ada di hadapan mereka.
"Matamu Shawn Mendez!" balas Lina seraya mundur diikuti Johan.
Johan menatap waspada ke arah dua sosok misterius itu. Keduanya sama-sama menyeramkan dan dipastikan memiliki maksud tidak baik terhadapnya dan
Lina, Johan, dan Ricky menatap waspada ke arah dua sosok yang semakin mendekati mereka.
"Kita harus lari melewati jalur itu," bisik Johan sambil menunjuk jalur sebelah kanan.
Ricky bergidik saat mengikuti telunjuk Johan dan menyaksikan sesosok mayat berbalut kain
"Kun, kun, kuntilanak!!" teriak Ricky.
"Itu pocong, woyy!" balas Lina sambil menjewer telinga Ricky.
"Jangan sampai kamu menepuk jidatnya lagi atau kita akan celaka," kata Johan mengingatkan.
"Kita harus kabur. Kita bertiga rasa-rasanya mustahil bisa melawan dua setan itu," ucap Lina seraya mundur.
"Apa kita kembali saja ke lapangan itu?" ucap Johan seraya berancang-
Lina mengangguk. Tiba-tiba ia melompat ke punggung Ricky kemudian menungganginya.
"Hei, apa-apaan lu!" pekik Ricky seraya terlonjak membuat Lina hampir terjatuh.
"Kak Johan, cepat naik!" ujar
"Oww, sialan! Lepasin, bodoh!" pekik Ricky merasa geli oleh cubitan Lina.
Sementara Johan, meski ragu-ragu segera menaiki punggung Ricky.
"Sekarang lari!" teriak Lina seraya menarik tengkuk Ricky yang ia cubit.
"Aaaahhhh!" Ricky berlari
"Kalian berdua enteng sekali, ya. Seperti sedang membawa balon," ucap Ricky seraya berlari dalam kecepatan macan.
"Terus lari, rick. Aku pikir di seberang lahan
Benar saja, di seberang lahan dengan tugu yang roboh terdapat suatu bangunan
"Ternyata ada bangunan seperti itu di sini ya?" gumam Johan sambil melihat takjub ke arah bangunan itu.
"Apa mereka mengikuti kita? Kuntilanak itu?"
"Aku rasa begitu," ucap Lina saat melihat ke belakang.
Sesampainya di depan benteng itu, Ricky berhenti. Lina dan Johan kemudian turun dari punggung Ricky.
"Bagaimana cara kita masuk?" tanya Johan sambil memperhatikan bangunan di hadapannya.
Mereka pun menaiki benteng itu menggunakan tangga panjang yang mereka temukan. Masalah kemudian muncul ketika tiba giliran Ricky.
"Gimana aku naiknya?" tanya Ricky sambil memperhatikan
"Mungkin kamu berjaga di situ aja, rick," tukas Lina dari atas benteng.
"Enak aja! Jangan samain gue sama harimau beneran, ya!" sergah Ricky seraya berupaya memanjat tangga itu.
"Kau pasti bisa, rick. Kucing saja bisa memanjat tangga," kata Johan.
"Shawn Mendez datang!" pekiknya seraya gelayutan di tangga.
"Di mana-mana kambing yang takut sama harimau, bukan sebaliknya!" ujar Johan sambil mencoba membantu Ricky
Ia pun akhirnya berhasil menaiki tangga meski dengan susah payah.
"Kambing Mendez itu datang dengan nyonya hitam. Mereka mengincar kita!"
"Jatuhkan tangganya!" kata Ricky setelah tiba di atas.
"Percuma! Mereka juga punya tangan dan kaki!" tukas Lina.
"Lin, lihat itu," ucap Johan sambil melihat ke arah barat di atas benteng itu.
Johan menggeleng.
"Aku akan mencakar-cakar kayunya. Dengan cara itu kita dapat menyalakan perapian," tukas Ricky seraya berlari ke arah perapian dengan setumpuk kayu bakar di dekatnya.
Ricky kemudian mencakar-cakar sebatang kayu kering
"Eh, aku bawa ini!" ucap Lina seraya menunjukkan sebuah senter kecil dengan korek gas di ujung lainnya.
Ricky termangu sambil mendengus.
"Dasar bocah setan!"
"Kedua setan itu tidak naik?" tanya Ricky.
"Astaga! Mereka membawa pasukan! Kita tidak sedang berada di abad pertengahan, bukan?" pekik Johan saat menyaksikan sekumpulan pasukan merangsek ke arah
"Pasukan zombie?" pekik Lina.
"Kita tidak bisa berdiam diri di sini. Kita harus kabur!" pekik Ricky.
"Lalu untuk apa kita susah payah kemari? Tempat ini bisa untuk kita berlindung," tukas Lina waswas.
Ricky saat menoleh ke belakang terperanjat melihat sesosok
"Hihihihi......!!"
"Uwaaaa, kuntilanak beneran!" teriak Ricky sambil menutup kedua matanya.
"Harimau takut kunti?" gumam Lina.
Sementara Johan menatap waspada ke arah sosok menakutkan
Tiba-tiba seseorang muncul dari sebuah pintu di sebelah tenggara puncak benteng itu. Sembari berlari, orang tersebut mengibaskan selendang berwarna hijau ke arah kuntilanak.
(Maaf ceritanya jadi ngaco)
"Maaf, aku terlambat. Kalian pasti sedang mencari dua teman kalian, kan?" ucap perempuan itu yang ternyata adalah Rahayu.
"Mbak siapa?" tanya Ricky kemudian melihat ke arah kuntilanak yang melayang
"Aku Rahayu. Aku baru tiba di sini saat pasukan Embe Liar mengepung kalian," tukas Rahayu memperkenalkan diri.
"Mbak tinggal di sini?" tanya Lina heran.
"Tidak. Justru aku terkejut ketika melihat benteng ini. Padahal dulu di sini tidak ada apa-apa," kata Rahayu.
"Haaah, ada harimau bisa berbicara!" Rahayu tersentak melihat Ricky seraya mundur.
"Ke mana aja, sih mbak? Kok baru sadar?" ucap Lina seraya menepuk dahi.
"Aku bukan harimau, mbak. Aku manusia yang terkena sihir!" tukas Ricky.
"Sihir? Dari siapa?"
"Dia mengada-ada, mbak. Bukan sihir tapi jin harimau menempati tubuhnya. Mungkin karena jin itu sangat sakti sehingga bisa mengubah wujud Ricky menjadi harimau," tutur Lina.
"Wooow!" Johan terpekik saat lantai tempatnya berpijak berguncang keras.
"Embe Liar!"
"Mereka sebenarnya dari jaman mana, sih? Seperti sedang berperang di era kerajaan jaman dulu aja," kata Lina seraya celingukan.
"Lalu bagaimana dengan dia?!" Lina menunjuk ke arah sosok perempuan berpakaian serba hitam dengan tudung menutupi wajah.
"Juga bagaimana dengan dia?" tunjuk
"Kau hadapi gorila itu, rick! Aku akan menghadapi nyonya hitam," ujar Lina seraya mendorong Ricky.
"Lalu bagaimana dengan bang Johan? Dia menghadapi siapa?" tanya Ricky.
Rahayu tiba-tiba melompat seraya mengibaskan selendangnya ke arah sosok berpakaian serba hitam itu. Sosok tersebut melayang menghindari serangan Rahayu.
Wuuuuttttt, selendang Rahayu sukses menyingkap tudung yang menutupi wajah sosok itu. Rahayu pun terkejut saat melihat wajah di balik tudung
"Dita?" Rahayu menjejakkan kakinya kemudian menatap bingung ke arah sosok yang ternyata adalah Dita.
"Mbak mengenalnya?" tanya Lina yang berada di belakang Rahayu.
Rahayu mengangguk. "Tapi aku merasa dia bukan Dita yang dulu. Dia sudah tercemar."
"Tercemar?" ucap Johan.
"Bukan, tapi dia udara yang tercemar polusi mulutmu!" sergah Lina.
"Haah, haah, aku belum memakan apapun sejak kita tiba di dusun ini. Wajar dong kalau sedikit bau," tukas Ricky.
Rahayu menatap ke arah Dita kemudian
Baru dua langkah, tiba-tiba Dita melancarkan serangan ke arah Rahayu yang kemudian berhasil ditangkisnya.
Sementara Lina, Ricky, dan Johan dengan panik mencoba bertahan saat benteng bergoncang karena serangan dari bawah. Rupanya pasukan pendobrak sedang
"Gorila itu memukuli tembok!" pekik Ricky setelah melongok ke bawah.
"Kambing itu sedang mengacung-acungkan kedua tangan. Apa dia sedang melakukan sihir?" gumam Johan.
"Mungkin kita harus menyerangnya. Ricky, lakukan tugasmu!" seru Lina.
"Harimau kok penakut begini, ya? Kalah sama mayat-mayat itu, dong," tukas Lina.
Tiba-tiba petir menyambar membuat gelapnya malam menjadi terang sejenak.
Glederrrrr......
"Siapa mereka?" ucap Johan.
"Warga desa. Dua teman kalian yang membawa mereka," tukas Rahayu seraya merangsek ke arah Dita.
"Apa?" Johan, Lina,
Di saat itu juga, Rahayu berhasil mendorong Dita hingga jatuh dari atas benteng. Sosok Dita terjatuh kemudian menghilang di belakang benteng.
"Ada seseorang yang membuatnya tidak dapat melawanku. Orang itu bersama warga," ucap Rahayu.
Semua orang yang berada di atas benteng dapat menyaksikan pasukan zombie menguar menjadi serpihan kemudian menghilang.
Hingga kemudian seseorang yang membawa tombak menghampirinya kemudian menusuknya dengan tombaknya.
"Aku tidak ingin apa yang sudah dibangun ayahku sia-sia begitu saja," ucap Irman, orang yang
"Irman, apa mereka ada di sana?" seru Rina yang bersama para warga yang datang.
"Iya, mereka ada di atas sana," tukas Irman. "Rahayu?" ucapnya saat melihat Rahayu di atas benteng bersama yang lain.
"Mbak Ayu....." teriak Rina seraya berlari.
"Fika, Silvi?" ucap Lina ketika melihat dua kawannya datang bersama warga.
"Kalian ke mana saja,
"Aaaahhhh... Ada harimau!" jerit Rafika dan Silvi saat melihat Ricky.
"Hei, hei, ini aku Ricky!" teriak Ricky. "Oh, sial. Wujudku belum berubah juga, padahal sudah pagi!" keluhnya.
Rafika dan Silvi tidak langsung menjawab. Mereka berdua malah saling pandang.
"Semalam kita semua kan emang lari ke desa sebelah. Terus kamu sama Ricky, dan bang Johan tiba-
"Kalian yang hilang semalam di rumah itu. Kami pikir kalian terkurung di salah satu kamar di lantai dua," kata Ricky.
"Aaahhh... Harimau itu bisa berbicara!" jerit Silvi disambut jitakan di
"Sudah jelas-jelas kita semua keluar dari rumah itu terus lari ke desa sana. Kita bersama melewati jalan yang membelah hutan itu," papar Rafika semakin membuat Johan dan kawan-kawan bingung. "Kalian tidak ingat?" tandasnya.
Johan, Lina, dan Ricky tercenung.
"Jangan ngarang, lin. Setelah kamu mengalahkan tikus itu, kita semua lari keluar dari rumah. Kita semua
"Ini aneh," gumam Johan.
"Benar-benar aneh," timpal Ricky.
"Aaaa, aku takut harimau!" jerit Silvi.
"Jadi harimau ini adalah manusia?" ujar Irman sambil menatap bingung ke arah Ricky.
"Bukan, harimau ya tetap harimau. Di mana-mana juga pasti selalu begitu, kan?" tukas Lina sambil ter
"Mas, tolongin saya, dong. Saya tidak tahan dengan wujud ini. Rasanya susah sekali bergerak," kata Ricky sambil memutar-mutar badannya.
Irman menghampiri Ricky. Ia kemudian mengamati sosok Ricky yang saat ini adalah harimau itu.
"Coba kamu berdiri seperti biasanya,"
"Seperti biasanya?" tanya Ricky bingung.
"Maksudnya berdiri seperti kita-kita ini, lho," tukas Irman.
"Oh begitu. Baiklah," ucap Ricky seraya mencoba berdiri dengan dua kaki yaitu kaki belakangnya.
Awalnya ia merasa kesulitan, namun setelah berdiri tegak sempurna
Kenapa?
"Astaga, kenapa aku jadi telanjang?!" pekik Ricky seraya dengan cepat berjongkok.
Irman menggeleng. "Ini persis
"Lin, ambilkan tasku di mobil, dong. Semua pakaianku ada di sana," seru Ricky dalam posisi membelakangi para gadis.
Tiba-tiba Rahayu maju ke hadapannya seraya menyodorkan pakaian
"Mbak Ayu melihat Dita?" ujar Rina seraya melihat ke arah matahari yang mulai bersinar.
"Dia sudah tercemar, rin. Dia terlalu lama berada di sana. Pasti Getah Damar telah
"Getah Damar? Ada seseorang yang mengotori Dita dengan getah damar?" ucap Rina bingung.
"Bukan. Getah Damar itu nama Pangeran Demit di Rawa Gaib, yang membawa Dita ke istananya," tukas Rahayu.
"Terus bagaimana cara kita mengeluarkan Dita dari sana?
"Dita sudah keluar, rin. Tidak perlu dikeluarkan lagi," tukas Rahayu membuat Rina terkejut. "Sekarang dia menjadi entitas Pejalan Malam yang baru. Coba
"Tapi, mbak. Kan dia sudah tercemar. Bukan tidak mungkin dia sudah tidak mengenaliku lagi," tukas Rina.
"Itu jelas, rin. Tapi kamu bisa bersama Laela menemuinya. Setidaknya
Irman yang sedari tadi menguping pembicaraan Rahayu dan Rina langsung turut nimbrung.
"Aku akan melenyapkan Getah Damar. Aku ikut kamu, rin," ucapnya.
Rina dan Rahayu menatap bingung ke arah
"Jangan ngarang kamu, man. Dengan melenyapkan Getah Damar tidak serta merta dapat mengembalikan Dita kembali menjadi manusia," kata Rahayu mengingatkan.
"Maaf, mbak. Aku tidak rela gadis secantik dia menjadi gundik pangeran demit. Aku rela menikahinya tidak peduli dia
"Dasar mata keranjang!" umpatnya.
"Kamu sudah jatuh hati pada Dita sejak melihat kembaran gilanya itu, kan?" ucap Rina ke Irman.
Irman hanya terkekeh.
Sementara Lina dan teman-teman sibuk dengan obrolannya.
"Aku akan berbicara baik-baik dengan pamanmu, Silvi. Pak Erbi pasti akan memaklumi meski dia tidak percaya hal-hal gaib," tukas Johan.
"Akan sulit meyakinkan pamanmu. Dia sudah kadung terkontaminasi rasionalisme," tukas Ricky. "Ah aku bicara apa, sih?"
"Biasanya hantu tidak akan menampakkan diri di hadapan orang seperti Pak Erbi. Hantu kan hanya menampakkan diri di hadapan penakut dan memiliki masalah kejiwaan
"Bang, jangan bicarakan soal itu. Bahasanya terlalu berat. Pembahasanmu bukan untuk anak kecil," sergah Ricky. "Kami yang di sini bisa sakit kepala mendengar kata-katamu," lanjutnya.
Johan terkekeh. "Sebaiknya kita ke mobil. Jangan lupa
"Memangnya mobil sudah bisa dihidupkan?" tanya Ricky.
"Barangkali sudah bisa. Kan sudah siang," tukas Johan seraya berlalu menuju kelompok Irman dan kawan-kawan.
Johan berjalan menghampiri Irman, dan sejenak ia tercekat melihat
"Ada apa, mas?" tanya Irman yang heran melihat kedatangan Johan namun dilanjutkan dengan termangu.
Johan hanya menatap ke arah sosok nenek tersebut. Ia masih tidak berbicara.
"Nenek?" ucapnya pelan.
"Pak Subhan memang benar. Tempat ini tidak bisa dipertahankan," ucap Irman dengan nada lirih.
"Nenek itu adalah salah satu Bala Pati. Dia
"Aku tidak percaya nenekku diserupai oleh demit. Tapi aku juga tidak percaya jika nenek masih hidup. Beliau sudah lama meninggal dalam kebakaran rumah
"Lagipula neneknya kak Johan jika pun masih hidup tentu tidak akan berada di sini, bukan?" tukas Lina yang duduk di belakang Johan.
Johan mengangguk mengiyakan.
"Bala Pati itu sebenarnya apa, sih, mbak?"
"Bala Pati itu pasukan demit yang berasal dari Paninggaran, sebuah kerajaan demit yang memiliki nama yang mirip dengan Kerajaan Paninggalan, kerajaan keluargaku," tukas Rahayu sambil menatap ke arah rumah kayu.
"Aku tidak mengerti," ucap Rafika
"Dia adalah ratu demit yang ke-#$@%#," tukas Rahayu dilanjutkan dengan kata-kata aneh.
"Bicara apa, sih?" kata Ricky bingung.
"Sebaiknya kita segera pulang. Lagipula kita harus bantu Silvi menemui
Tak lama kemudian mesin mobil berderu pertanda berhasil dinyalakan.
"Mohon maaf, nih. Mobilnya tidak cukup untuk membawa semuanya," ucap Johan seraya menatap ke arah Rahayu dan Irman juga Rina yang baru tiba bersama Pak Subhan.
"Mas Irman, kalau boleh tahu kenapa rumah-rumah di sini pada rusak bahkan sebagian
"Biar saya yang menjawab, dik. Bala Pati yang menyebabkannya. Sekarang dusun ini harus dikosongkan bahkan seluruh desa. Jika tidak, akan ada kejadian yang sama yang akan terulang," tukas Rahayu.
"Tidak masalah, nak. Lagipula kalian tidak tahu-menahu soal tempat ini. Tapi setelah kejadian ini tolong beritahu teman-teman kalian yang lain agar jangan coba-coba kemari jika tidak ingin berurusan dengan para penghuni sekitar desa ini," tukas Pak Subhan.
Saat Johan menyalami Rahayu, mendadak ia merasa kepalanya agak pusing serta hidungnya rasanya seperti mengisap asap
"Bang Johan?" ucap Ricky saat sedang menyalami Irman sembari melihat bingung ke arah Johan.
Rahayu yang sedang disalami Johan lantas menarik tangannya. Ia menatap seksama ke arah pemuda itu.
"Dewi Lajer mengincarmu. Kalian sebaiknya segera pergi," ucap Rahayu
"Tidak usah nanya yang aneh-aneh!" sergah Lina yang berada di belakangnya.
Ricky dan Lina pun membimbing Johan masuk ke dalam mobil. Ricky pun bersedia menggantikan Johan menyetir mobil.
"Kita juga sebaiknya pulang. Para warga telah kembali ke desa. Tempat ini memang semakin tidak aman. Benteng yang dibangun Pak Dodi di bekas
Irman yang mendengar kata-kata Pak Subhan hanya terdiam. Sementara Rina yang berada di sampingnya hanya menghela nafas.
Langkah radikal pun dilakukan. Salah satunya adalah menghancurkan jembatan
Lalu bagaimana dengan rencana Irman dan Rina untuk mencari Dita?
Mereka seolah telah melupakan niat itu hingga pada suatu malam di Desa Kayu Jati.
Rina yang saat ini bekerja di puskesmas desa setempat juga tinggal di salah satu
Malam itu ia sedang bekerja di puskesmas. Setelah selesai dengan pasien terakhir, ia menunggu beberapa saat sebelum jam shift-nya selesai.
Ia sejenak menatap keluar tepat ke arah sebatang pohon yang tidak terkena pencahayaan lampu di depan
Ia melihat sesosok nenek-nenek berkebaya oranye sedang berdiri menatap ke arahnya.
Rina pun lantas menuju depan puskesmas agar dapat melihat dengan jelas siapa nenek tersebut.
"Nek, ada yang bisa saya bantu?" ujar Rina ketika ia mencapai tempat di mana nenek itu
Nenek tersebut tidak menyahut. Ia malah menatap tajam ke arah Rina membuat gadis itu menjadi bingung.
"Nek, kenapa menatap saya seperti itu?" tanya Rina penasaran.
"Kawula sumping arek neang salira!" (Aku datang untuk menjemputmu!) tukas nenek itu dengan suara berat.
Warga desa malam itu langsung geger saat mendengar suara teriakan keras dari arah depan puskesmas. Mereka berbondong-bondong ke arah puskesmas.
"Rina!! Kamu di mana?" teriak Irman yang tampak panik sembari mencari-cari.
"Celaka! Dewi Lajer mendatangi
"Siapa yang sudah membawa iblis itu kemari!" teriak salah seorang warga yang mendengar perkataan Pak Didin.
Rahayu yang turut mendatangi lokasi kejadian hanya bisa mengeluh prihatin. Ia menyesal tidak menemani Rina sewaktu di
"Aku harus mencari Rina. Pasti Dewi Lajer membawanya ke Paninggaran!" ucap Rahayu seraya berlalu dengan langkah cepat.
"Rahayu, tunggu!" seru Irman sambil berlari mengejar Rahayu. "Aku ikut," lanjutnya.
Rahayu bersama Irman berjalan setengah berlari melewati jalur menuju tengah hutan Alas Kawuni. Mereka sedang mencari Rina yang dibawa pergi Dewi Lajer.
Mencapai reruntuhan dengan pepohonan yang hangus dan tinggal setengah, mereka kemudian berhenti.
"Apa mbak tidak ingat di mana tepatnya pintu masuk istana Paninggalan?" tanya
"Itu sudah lama sekali. Kerajaan Paninggalan sudah lama musnah di tangan Bala Pati kiriman Prabu Shoka Lima," tukas Rahayu. "Aku tidak ingat sama sekali pintu itu letaknya di mana."
Irman menghela nafas.
"Aku akan mencoba mencarinya tapi mbak
"Baiklah, man. Ayo kita telusuri pusat hutan ini," tukas Rahayu setuju.
"Kalau keris itu kita cabut, apa yang akan terjadi, mbak?" ujar Irman sambil melihat ke arah keris milik Rasmi.
"Mbak berlebihan sepertinya. Tidak ada yang mustahil, mbak. Termasuk dengan keris itu," sanggah Irman.
"Mbak bukannya bisa membawa kita langsung ke alam gaib. Kenapa tidak menggunakan cara itu saja?" tanya Irman.
"Jangan bodoh. Aku harus menjadi Sangkapati jika ingin pergi ke alam gaib. Kau sudah pernah
"Susah juga, ya," gumam Irman.
Mereka berdua kemudian mencapai sebuah tempat dengan banyak pohon beringin tumbuh di sana. Pepohonan tersebut dikelilingi tembok yang tinggal setengah dan berlumut juga diselimuti semak-
Terdapat juga gugusan bebatuan dengan bercak-bercak merah.
"Darah Rasmi?" ucap Irman tertegun.
Rahayu menghentikan langkahnya menatap ke arah bebatuan itu.
"Aku akan mencoba menggalinya," tukas Irman seraya
Ia pun segera menggali gundukan batu dengan tombaknya. Lama ia menggali hingga akhirnya ia berhenti tiba-tiba.
"Aku menemukan ini, mbak," ucapnya seraya memperlihatkan sebuah mahkota terbuat dari emas yang terlihat kusam karena lama terkubur.
"Itu mahkota mendiang ayahanda. Bagaimana mungkin itu selama ini terkubur di sini?" ucap Rahayu.
"Sebaiknya kamu simpan, man. Barangkali itu akan kita butuhkan nanti. Tentunya bukan untuk mendirikan kerajaan seperti keinginan Saba Raka," tukas Rahayu. "Barangkali kalau kita gali lebih
Irman kemudian menyimpan mahkota itu ke dalam tas yang ia gendong.
Selanjutnya ia kembali menggali. Setelah beberapa lama kemudian mata tombaknya menyentuh sesuatu yang ganjil di dalam lubang bekas galiannya.
"Sudah berapa kali saya bilang, pak. Saya bersama Silvi dan teman-teman benar-benar mengalaminya. Kalau tidak ya mana mungkin kami sampai telat pulang begini,"
"Alah, bohong! Hantu itu tidak ada! Setan itu tidak ada! Jangan bicara ngawur dengan saya!" kata Pak Erbi sambil menatap tajam ke arah Johan.
"Paman, sudahlah. Kalau memang masih tidak percaya kenapa tidak paman abaikan saja? Juga bang Johan, tolong jangan
"Masalahnya Pak Erbi ini memarahi kamu terus, vi. Aku hanya menjelaskan yang sebenarnya. Tidak menambah-nambahi apalagi mengarang cerita," kata Johan.
"Kalian para bocah ingat ya! Sesuatu itu ada jika kita berpikir bahwa itu ada. Begitu
"Sudah malam. Apa tidak sebaiknya kita sudahi obrolan ini?" ucap Lina mencoba menengahi.
"Pak Erbi, saya tidak masalah jika anda berpikir seperti itu. Tapi tolong jangan
Pak Erbi menatap sengit ke arah Johan.
"Itu tergantung mereka mau dengar kata saya atau tidak," katanya.
"Umm, sebenarnya
"Kamu maniak game tidak usah tahu urusan orang tua!" sergah Pak Erbi.
"Saya perlu tahu juga, pak. Tadi bapak bilang bahwa setan itu tidak ada. Kalau saya percaya
"Kalau setan itu benar-benar ada tunjukkan pada saya bagaimana wujudnya dan di mana sekarang!" tantang Pak Erbi sambil melotot ke arah Ricky.
"Lah, itu setannya," pungkas Ricky sambil menunjuk wajah Pak Erbi.
Akhirnya mereka minus Silvi terpaksa pergi dengan waswas. Mereka takut Silvi akan kenapa2.
"Tidak seharusnya kamu membuatnya marah, rick. Lihat kita jadi terlantar begini," sergah Rafika
"Untuk itu aku minta maaf. Aku hanya bingung harus bilang apa agar Silvi tidak lagi dimarahi," kata
"Bicara dengan orang seperti pamannya Silvi memang tidak mudah. Sepertinya kita hanya perlu menunggu sesuatu terjadi dulu. Aku merasakan ada yang mengikuti kita sejak dari desa kosong itu," ucap Lina membuat Ricky dan Rafika mendelik ke arahnya.
"Lin, aku kok jadi kepikiran pada gadis semampai itu ya. Dia yang datang bersama Irman dan Pak Subhan. Dia..." kata Johan tidak dilanjutkan karena
"Dia memangnya kenapa, bang? Cantik ya? Pasti bang Johan naksir dia. Hahaha," cerocos Ricky seraya tertawa.
"Bukan begitu. Okelah aku naksir dia tapi bukan itu intinya. Dia memiliki nama yang mirip sama nama kamu, lin," kata Johan menjelaskan.
"Kamu ingat dengan nama Paninggalan dan Paninggaran? Keduanya mirip tapi berada di alam yang berbeda," jelas Johan.
"Lantas?" ucap Lina.
"Dua orang yang pernah berada di tempat yang sama
"Jangan membuat semua orang bingung, bang. Kami jadi pusing mendengarnya," sergah Ricky.
Lina tampak tercenung setelah
"Duuh, kok malah pada diam, sih?" rengek Rafika merasa tidak nyaman dengan suasana saat ini.
Tiba-tiba dari arah rumah pamannya Silvi terdengar suara ribut disusul suara jeritan Silvi.
"Aaaaaaahh, toloooong!!"
Ricky, Lina, dan Rafika pun menyusul. Mereka tergopoh-gopoh mencapai rumah di mana Silvi berada.
Mereka terhenyak saat menyaksikan Pak Erbi mengamuk sembari mengeluarkan suara auman seperti
Sementara Silvi tampak terpojok di sudut ruangan saat Pak Erbi sedang mengamuk. Tampaknya pamannya Silvi tersebut sedang kerasukan.
"Silvi, bertahan di sana. Aku akan memancingnya!" teriak Johan seraya menghadang laju Pak Erbi.
Ricky yang didekati Lina tampak heran.
"Kamu mau apa!" katanya.
"Kamu diam saja, rick. Kita lihat apa yang akan dilakukan makhluk itu di dalam tubuh Pak
Sementara Johan tampak sibuk mengalihkan perhatian Pak Erbi agar tidak terus-terusan mengejar Silvi. Ia menggunakan sapu untuk menghalau Pak Erbi.
"Hei, musuhmu di sini!" serunya seraya memukul Pak Erbi dengan sapu.
Rrroaaaarrrrr.....
Pak Erbi mengaum.
Rrrooooaaaarrrrr....
Pak Erbi mencakarkan tangannya ke arah Johan.
"Whoaaa!" Johan terlonjak kemudian mundur.
Lina yang melihat itu mendadak menepuk dahi
"Hei!" Ricky berseru pendek sebelum ia kerasukan jin harimau yang beberapa waktu lalu merasukinya.
Ricky yang kerasukan melompat dengan garang ke arah Johan.
"Woooyy, jangan serang gueee!" pekik Johan seraya mundur menjauh.
Kini Ricky pun berhadapan dengan Pak Erbi
"Aku hanya dengar suara mereka berdua dan suaramu," tukas Lina.
"Aku mendengar seperti suara nenek-nenek sedang berbisik," kata Rafika sambil mencoba menelusuri asal suara
Rafika bergidik mendengar suara tersebut terus merangkul tangan kiri Lina.
"Fika? Kamu mendengar apa, sih?" Lina menengok ke arah Rafika dengan bingung.
"Suara nenek itu muncul lagi, lin. Duuh, mana cuma aku yang
Lina yang penasaran mencoba memperdengarkan apa yang didengar Rafika.
Sementara Johan telah berhasil membawa Silvi keluar dari rumah. Ia pun lantas meminta Rafika dan Lina ikut keluar juga.
"Fika, Lina, ayo. Bahaya kalau di dalam
Brakkkkk,
Tiba-tiba Pak Erbi terlontar menghantam pintu setelah diterjang Ricky.
Grrrrrrrr....
Sosok harimau dalam diri Pak Erbi mengaum. Di saat itu pula sesosok nenek-nenek berwajah hancur muncul, menyerang Ricky dengan telekinetik.
Ricky terlempar
"Ouuwwww, sakit sekali!" ringis Ricky mendadak sadar dari kerasukannya.
Lina bersama yang lain lantas menghampiri Ricky.
"Ricky!" ucap Lina.
"Kenapa aku di sini?" tanya
"Astaga!" Silvi berteriak saat melihat sesosok nenek berwajah hancur di belakang Ricky.
"Ricky! Lari!" teriak Rafika.
Lina yang berada paling depan lantas menggapai Ricky dan menariknya menjauh.
"Dia menyerangku?" ucap Ricky seraya berlari.
"Kita harus segera pergi! Ayo!" kata Johan seraya berlari diikuti yang lain.
Mereka segera memasuki mobil yang terparkir di pinggir jalan. Setelah itu, Johan segera
"Apa mereka mengejar kita?" ujar Johan sambil memacu mobilnya.
"Entahlah, kak. Tapi aku masih merasakan aura kehadiran sosok itu," tukas Lina.
"Mereka mengikuti kita, bang. Tapi mereka tidak menampakkan diri," ucap Ricky membuat semuanya bingung.
"Pak
Ricky tidak segera menjawab. Ia tampak melihat-lihat keluar jendela. Ia terhenyak saat melihat Pak Erbi melayang di pinggir jurang dengan seutas tali tambang melilit di lehernya dan menggantungnya.
"Lihat itu!" ujarnya.
"Paman!!" teriak Silvi histeris.
"Na'udzubillahi min dzaalik!" pekik Rafika.
Lina yang tampak kaget segera menguasai keadaan.
"Itu bukan Pak Erbi. Itu hanya tipuan yang dibuat nenek itu,"
Semua orang melihat ke arahnya, kecuali Johan yang fokus mengemudi.
"Hati-hati, kak. Bisa saja ia muncul di depan," kata Lina sambil melihat ke arah kaca depan.
Benar saja, tiba-tiba sosok nenek berwajah rusak muncul di kaca depan.
"Whoaaaa!" Johan lantas
"Aaaahhh....!" Silvi dan Rafika menjerit.
"Jurang!" teriak Lina saat menyadari mobil berhadapan dengan jurang yang dalam.
Johan segera menghentikan mobilnya. Ia kemudian memundurkan kendaraannya.
"Kak Johan, hati-hati. Aku merasakan itu masih ada di sekitar sini," kata Lina sambil melongok ke belakang.
Di belakang mobil hanya gelap tanpa penerangan selain lampu belakang.
"Lho, ini kan Taman Ramayana?" ucapnya.
Ia kemudian melangkah melewati jalan kecil di taman tersebut. Ia sejenak berhenti saat mendengar suara tangisan dari sebuah bangunan di utara taman.
"Rumah itu? Seingatku di sana tidak ada rumah," gumamnya.
Lina penasaran. Ia mendekati gadis itu tanpa curiga.
"Dik, kamu kenapa? Tidak bisa masuk rumah, kah?" ucap
Si gadis berusaha menghentikan tangisnya. Sembari terisak, ia mengangguk.
"Ibu, dan ayahmu ada di dalam, kah?" tanya Lina sembari menatap penasaran ke arah gadis itu.
Si gadis hanya diam namun masih terisak sembari
Lina yang merasa penasaran lantas mengetuk pintu dengan harapan pemilik rumah mendengarnya.
Tok, tok, tok, ketukan pintu berkali-kali tidak mendapatkan respons apapun.
Lina pun berinisiatif membuka pintu tersebut. Ketika kunci angin diputar, pintu
Dari balik pintu terlihatlah ruangan gelap tanpa pencahayaan sama sekali. Namun, betapa terkejutnya Lina saat melihat dua sosok tubuh tergantung di langit-langit dengan tali tambang.
Ia terperangah melihat itu. Kedua mayat yang tergantung itu adalah
Saat menengok ke si gadis, Lina terperanjat karena gadis itu sudah tidak ada.
Saat mengembalikan pandangan, ia kembali terperanjat saat
"Na'udzubillahi min dzaalik!" seru Lina seraya mundur.
Brakkk!!
Tiba-tiba pintu tertutup membuat Lina tidak melanjutkan langkahnya. Ia lantas berbalik kemudian mencoba membuka pintu.
Kemudian terdengar suara seperti seseorang sedang berbisik. Lina lantas melihat ke arah sumber suara. Namun tidak ada apa-apa di sana.
"Apa aku sedang dipermainkan?
Tidak ada apa-apa di ruangan itu selain ketiga mayat yang dalam kondisi mengerikan itu.
Mendadak terdengar suara lirih dari atas plafon. Seperti suara tangisan namun
'Hiiiihhhiiii....'
Suara lirih dengan nafas berat itu terdengar mengerikan di telinga. Lina meyakini suara tersebut berasal dari sesuatu yang mengerikan.
Benar saja. Saat ia mendongak ke arah plafon, terlihatlah sesosok perempuan berambut panjang
"Haaaa?" Lina tercekat melihat sosok tersebut.
Mendadak sosok itu menghilang, namun suara rintihannya masih terdengar.
'Hiiiiihhhhiiii....'
Lina mencari-cari sumber suara yang kini berpindah-pindah.
"Aaaahhh!" Lina lantas mundur. Ia pun waspada. "Sial! Kenapa aku jadi dipermainkan begini!" umpatnya.
Lina mencoba mencari cara untuk menemukan sosok mistis itu.
Ia melihat setidaknya ribuan bahkan lebih binatang-binatang
Lina lantas panik karena tawon-tawon besar itu berhamburan menerjang kaca jendela hingga retak-retak.
Tak, tak, tak, tak, ribuan tawon besar itu menabraki kaca jendela. Sementara Lina di dalam terlihat
Di saat itu pula, Lina tidak lagi mendapati serangan kejutan dari sosok Wewe Gombel yang sebelumnya menakutinya.
Ia kemudian menuju tangga naik yang
Ia menaiki tangga tersebut kemudian menelusuri ruangan di lantai dua rumah tersebut. Ia lantas menemukan sebuah kamar yang pintunya dapat dengan mudah ia buka.
Ia pun memasuki kamar dan menguncinya dari dalam.
Dari dalam kamar
Lina dapat mendengar tawon-tawon itu sedang menabraki pintu kamar di mana ia saat ini berada.
"Celaka, tawon-tawon itu mengincarku! Apa yang harus
Mendadak terdengar suara benda jatuh di belakangnya. Ia lantas menoleh ke belakang dan melihat sebuah rak penuh
Lina lantas menghampiri buku tersebut dan mengambilnya. Buku tersebut bersampulkan kulit dengan warna cokelat agak kusam. Di bagian depan sampul buku tersebut terdapat judul bertuliskan 'BERTEMU DIA'.
Misalnya : dia di keremangan senja kutemui yang terbersit saja....
Mendadak terdengar suara hantaman benda keras ke arah pintu kamar di mana ia berada.
'Senja hari, melaut, di tepi danau, kakek tua, jernih, Rawuk, Ki'
"Aaahhhh, kenapa jadi begini!" ucapnya panik.
"Duuuh, apa yang harus aku lakukan? Ayo berpikirlah, Lina!" geram Lina sembari menjambak rambutnya sendiri. "Mbak Rahayu!"
Entah kenapa ia menyebut nama itu begitu saja, seolah itu bisa membantunya keluar dari rumah horor yang saat ini sedang dikerubungi tawon-tawon besar.
Pintu terdengar berderak seperti dihantam oleh sesuatu yang besar dan berat. Lina lantas melihat ke arah pintu itu dengan cemas meski pandangannya masih gelap efek dari membaca tulisan di buku misterius itu.
Di saat itu juga, mendadak ia merasa tubuhnya seperti tertarik
Sosok besar itu rupanya yang mendobrak pintu kamar.
'Groaaaarrrrrr'
~~~ S ~~~
"Lho? Itu, kan?" Irman menatap ke arah sosok yang baru muncul itu.
"Kamu bukannya yang tersesat di desa?" Rahayu menatap ke arah Lina yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Hei, lihat ke sini. Dengerin kami," kata Irman membuat Lina tersentak.
"Haah, kalian? Sedang apa kalian di sini?" tanya Lina dengan raut wajah bingung.
"Seharusnya kami
"Kamu habis dari mana? Sepertinya ada sesuatu yang gawat yang kamu alami," kata Rahayu sembari menghampiri Lina.
"Uhh, aku sendiri juga bingung kenapa aku bisa begini, dan tiba-tiba jadi ada di sini," tukas Lina.
Rahayu tertegun saat melihat
Lina terpaku sejenak kemudian melihat ke arah buku yang digenggamnya. "Buku aneh, mbak. Aku tidak mengerti kata-katanya."
"Boleh kupinjam?" tanya Rahayu.
Lina mengangguk kemudian menyerahkan buku itu.
"Itu sebuah relik,"
"Lebih dari itu, man. Buku ini berisi mantra-mantra sakti yang disamarkan dengan tulisan-tulisan modern. Itulah dia kenapa tulisan-tulisannya sangat membingungkan ketika dibaca. Namun satu hal yang sangat penting adalah, munculnya buku ini
"Maksudnya, mbak?" tanya Lina.
"Dewi Lajer menuntunmu ke alam lain yang disebut Batang Rotan. Tujuannya tidak lain agar kau mengambil buku ini untuk selanjutnya ia akan mengambil
Lina terkejut, lantas berucap, "Apa yang akan terjadi jika buku ini aku serahkan padanya?"
Rahayu terdiam sejenak. Ia lantas melihat ke arah buku itu.
"Apakah itu gawat?" tanya Irman.
"Jelas, man. Bagaimana tidak gawat. Coba kamu bayangkan manusia setiap hari harus bertarung dengan sesuatu yang tidak dapat disentuh, didengar, dan dilihat. Apalagi tujuan Dewi Lajer sudah jelas, yaitu
"Terdengar aneh dan berlebihan. Tapi itu bisa jadi benar," gumam Irman.
"Kita? Kamu nggak. Ini sudah tugasku untuk menghadapi Dewi Lajer. Oh, iya, buku ini kamu pegang. Hanya kamu yang bisa menjaganya," kata Rahayu sembari memberikan buku ke Lina.
Lina hanya tercengang setelah Rahayu memberikan buku.
Rahayu menatap ke arah Irman. "Hanya Lina yang bisa menjaga buku itu karena dia yang menemukannya. Di samping itu, ada teka-teki yang
Lina menggernyitkan kening mendengar perkataan Rahayu. Ia pun teringat dengan mayat-mayat keluarga muda itu. Ia memang sempat berpikir jika itu
"Sebaiknya kita bergerak. Kita harus menemukan Rina. Dewi Lajer pasti membawanya ke Paninggaran. Kita masih tiga gerbang lagi menuju keraton Paninggaran," ucap Rahayu membuat Lina terkejut.
"Apa?" ucapnya.
"Pergi ke sana akan sangat berbahaya jika sendirian, mbak. Lagipula apa kita tidak sebaiknya mengantar Lina bersama-sama?" ucapnya.
Irman seolah memahami makna dari tatapan Rahayu yang baginya tidak biasanya.
"Baiklah, mbak. Aku akan mengantar Lina sekalian mencari teman-temannya. Aku berharap mbak dapat
Sementara Lina yang menyaksikan hal tersebut menjadi bingung karenanya. Apa yang sebenarnya sedang disembunyikan Irman dan Rahayu.
"Aku akan menemukan Rina, dan secepatnya
"Mbak Rahayu," ucap Lina pendek seraya menatap ke arah Rahayu yang menghentikan langkahnya seraya menoleh ke arahnya. "Tolong kembalilah dengan selamat."
Rahayu hanya menatap Lina seraya tersenyum. Selanjutnya ia
"Aku tidak mengerti ada apa sebenarnya," ucap Lina.
"Tidak usah dipikirkan. Ayo kita pergi. Teman-temanmu pasti sedang mengkhawatirkanmu," tukas Irman seraya beranjak sembari menggandeng Lina ke arah berlawanan dari
Mereka berdua melewati jalur yang diapit dua dinding tebal bebatuan yang tinggi. Jalur yang dilewati pun terkadang menanjak dan menurun.
"Kami sudah melewati jalur ini sekitar dua jam yang lalu. Artinya kita selama dua jam akan melewati jalur ini hingga keluar
Sementara Lina tidak menyahut. Ia fokus dengan suara-suara aneh di sekitar jalur yang ia dan Irman lewati.
"Suara-suara itu berasal dari roh-roh yang terjebak di atas parit ini. Mereka sedang
"Kau benar-benar percaya kalau roh bisa bersuara?" tanya Lina.
Irman menggeleng. "Aku hanya pernah mendengar dari para pemabuk itu. Kata mereka roh
Lina tertawa kecil seraya menggeleng. Ia terus melangkahkan kedua kakinya hingga dua jam kemudian tiba di depan mulut sebuah goa dengan pernak-pernik menyeramkan menghiasi pinggirannya.
Lina dapat melihat banyak sekali
Ia pun bergidik melihat itu.
Lina mengangguk lantas memasuki mulut goa yang terlihat begitu gelap jika dilihat dari luar. Namun sesampainya di dalam, Lina dapat melihat deretan obor yang menyala sepanjang jalur
"Tunggu dulu!" ucap Irman seraya menarik lengan Lina. "Aku merasa jalur ini telah dialihkan secara gaib oleh seseorang atau sesuatu lebih tepatnya," lanjutnya.
Lina tercengang. Ia lantas melihat ke arah buku yang dibawanya.
"Dewi Lajer?" ucapnya.
"Dia datang?" tanya Irman sembari menatap Lina penasaran.
"Buku ini bergetar keras, kak. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan agar buku
Irman celingukan kemudian melihat ke arah gumpalan asap yang menghambur bersama material dari arah mulut goa di mana mereka sebelumnya lewat.
"Aku akan melawannya!" Irman mengambil sesuatu dari pinggangnya. Sebuah mata tombak.
Irman menatap tajam ke arah serpihan material yang sedang menghambur memasuki goa bersama gumpalan asap tebal
"Tapi..." Lina berucap pendek.
"Lakukan!" kata Irman menegaskan.
Lina pun menuruti permintaan Irman meski pikirannya diliputi tanda tanya.
Mendadak buku tersebut menghilang dari genggamannya. Sontak Lina terkejut kemudian berteriak
Sementara Irman yang telah bersiap dengan serangan, langsung membendung serangan yang datang tiba-tiba. Mata tombaknya menggores sesuatu yang berada di balik serpihan material yang sedang
"Kak Irman! Bukunya!" teriak Lina dengan cemas.
Irman menoleh ke arah Lina. "Mbak Ayu bilang jangan panik! Buku itu sekarang aman!"
Lina menatap bingung ke arah Irman. Ia lantas mengalihkan perhatiannya saat sesosok tinggi besar muncul dari balik kegelapan.
"Apa!" Lina terkejut mendengar perkataan Irman.
Sebuah sapuan besar dari sosok tinggi besar itu mengarah ke
Namun di saat itu pula muncul sesosok perempuan berkebaya merah menangkis serangan sosok besar itu. Selanjutnya perempuan kebaya merah mendorongkan kedua tangannya ke arah sosok besar yang kemudian sosok itu terjerembab masuk ke dalam dinding goa yang berbatu.
Jika dilihat secara sepintas, perempuan tersebut pasti sangatlah cantik. Namun entah kenapa dia tidak mau berbalik
Irman tercekat melihat lirikan perempuan berkebaya merah itu. Ia merasa bingung siapa perempuan itu dan kenapa bisa ada di tempat antah-berantah ini.
Sedangkan Lina menatap waspada ke arah perempuan tersebut. Ia curiga jika perempuan itu adalah
"Kalian tunggullah dulu sampai ada seseorang menabrak pasar dengan mobilnya," ucap perempuan itu membuat Irman dan Lina saling pandang tidak mengerti.
"Maksudmu?" tanya Irman penasaran sembari menatap ke arah perempuan itu.
Setelah perempuan itu menghilang, tiba-tiba tanah tempat Irman dan Lina berpijak bergetar hebat disusul runtuhnya dinding dan langit-langit goa.
Tidak hanya itu, posisi Irman dan Lina kini tidak lagi di
Kecelakaan tersebut menimbulkan kemacetan panjang di jalur yang melewati pasar itu. Orang-orang tampak berlarian ke
Lina dan Irman lantas keluar dari dalam pasar kemudian menyaksikan beberapa orang yang sedang mengevakuasi mobil dan pemiliknya yang mengalami kecelakaan.
Mereka juga membantu pedagang yang terkena tabrak mobil itu.
Sabar ya, nanti dilanjut lgi cerita nggk jelas ini...
"Mungkin sudah karma kali, ya. Melakukan usaha dengan bantuan setan memang tidak akan bertahan lama.
"Intinya mah ambil hikmahnya dari kejadian ini. Yang julid mah pasti akan mendapat batunya pada akhirnya," timpal yang lain.
Irman menyikut Lina agar terus berjalan. Ia tahu Lina sedang
"Aku tahu pasar ini, kak. Namanya Pasar Buah Huni. Dulu sekali aku pernah kemari," ucap Lina. "Kenapa kita bisa tiba-tiba ada di sini, ya? Apa perempuan itu sengaja membawa kita kemari?" tambahnya.
"Aku tidak tahu, lin. Siapapun perempuan
Lina terdiam sembari terus melangkah. Ia sesekali melihat ke arah bangunan pasar yang tampak begitu semrawut oleh lapak-lapak pedagang yang tidak beraturan.
Irman mendadak menarik tangan Lina lantas menariknya menjauh dari area pasar.
"Jangan meliarkan pandanganmu! Atau kita tamat!"
Mereka berdua lantas menuju halte di mana terdapat sebuah angkot bercat biru muda sedang ngetem.
"Cibaraya, Cibaraya..." seru sopir dari balik kemudi.
Lina dan Irman pun menaiki angkot itu.
"Pak, apakah angkot ini lewat Taman Ramayana?" ujar
"Tentu saja, den. Taman Ramayana mah selalu saya lewati tiap hari," tukas sopir angkot.
"Kalau begitu, antar kami ke sana, pak," ucap Irman.
Sopir mengangguk kemudian melambaikan tangan ke arah para calon penumpang yang akan menyeberang
Setelah para penumpang tersebut duduk di dalam angkot, sopir pun melajukan mobilnya melewati jalanan dengan aspal yang sebagian telah rusak.
Lama angkot melaju di jalanan rusak tengah kota kecil agak kumuh itu. Sesekali terdengar para penumpang mengobrol.
"Biasalah, ceu. Kota ini dibangun dengan cara tidak benar," tukas ibu-ibu
"Tidak benar bagaimana, bu?" tanya ibu muda itu.
"Konon walikotanya membangun sendiri kota ini menggunakan uangnya.Uang tersebut kata orang-orang berasal dari hasil pesugihan," tukas ibu lantas membuat semua penumpang terperangah kaget berikut pak sopir.
"Lho, saya hanya menyatakan kabar dari orang-orang
"Bu, saya bilang bagaimana jika ada yang menguping pembicaraan ibu barusan? Bukan kita yang ada di dalam mobil tapi yang di luar mobil," kata Irman sembari menunjuk ke arah kaca jendela di belakangnya dengan sudut
Ibu tersebut tampak terkejut mendengar kata-kata Irman. Ia lantas tidak berkata-kata lagi.
"Kalian berdua sebaiknya tetap bersama saya dan teman saya ini. Mereka sedang membuntuti kita," ucap Irman membuat suasana menjadi mencekam.
"Pak Sopir bagaimana, kak? Ia melihat juga," ucap Lina.
"Ini di luar dugaan. Berarti semua orang yang ada di mobil ini jangan ke mana-mana," ucap
Waktu beranjak sore, namun angkot tersebut belum juga tiba di Taman Ramayana. Padahal menurut sopirnya, perjalanan ke tujuan tersebut seharusnya tidak selama itu.
Keterangan sopir jelas membuat seisi angkot merasa ketakutan.
"Apa kehadiran kita membawa malapetaka, kak?" tanya Lina setengah berbisik ke arah Irman.
"Bisa jadi, ya. Kita membawa
Saat mobil melaju melewati jalanan pinggir lapangan, Lina sontak melihat sebuah mobil SUV merah sedang
"Pak, stop!" ucap Lina lantang membuat sopir lantas menginjak rem.
"Mobil itu, lin?" ucap Irman disambut anggukan kepala oleh Lina.
Angkot pun berhenti di pinggir lapangan itu setelah mundur terlebih dahulu karena sempat melampaui lokasi tersebut.
"Di mana kak Johan, Ricky, Rafika, dan Silvi, ya?" ucap Lina lirih sembari melihat ke dalam mobil itu.
Di saat itu tiba-tiba terdengar suara ledakan keras dari belakang mereka berdua.
"Allahu akbar!" teriak Lina saat menyaksikan angkot tersebut telah musnah bersama penumpang dan juga sopirnya. Bahkan ia sempat mendengar suara jerit tangis dan teriakan
"Subhanallah!" pekik Irman seraya berlari ke arah angkot yang ludes tersebut. Ia mengitari angkot tersebut untuk memeriksanya.
Ia terpaku, tercekat saat melihat sosok-sosok terbakar di dalam angkot dalam keadaan sudah tewas.
Lina menangis tersedu-sedu di samping angkot yang sudah ludes itu. Terbayang wajah lucu bayi laki-laki itu dalam gendongan ibunya. Namun bayi lucu itu kini telah tiada.
Irman berjalan menghampiri Lina
"Jika saja kita pergi sendiri tanpa bersama mereka, tentu kejadiannya tidak akan kayak begini," ucapnya.
"Tanpa kita bersama mereka belum tentu mereka tetap selamat, kak. Apalagi pembicaraan ibu itu sudah mengarah pada gosip yang berbahaya, dan itu ternyata
Irman mengangguk kemudian melihat ke arah SUV merah yang telah kosong itu. "Kita gunakan itu. Kita harus mencari teman-temanmu," ucapnya.
SUV yang dikemudian Irman telah mencapai tempat tersebut. Irman mengemudikan mobil itu ke arah suatu titik di mana menurut Lina terdapat sebuah rumah.
Sesampainya di sana, tidak ada rumah yang dimaksud. Di sana hanya terdapat sebuah lahan kosong
"Kamu yakin tempatnya di sini?" tanya Irman.
"Aku yakin sekali, kak. Harusnya rumah itu di sini," tukas Lina. "Ngomong-ngomong untuk apa kita kemari?" tanyanya.
"Mengembalikan buku itu ke tempat semula," tukas Irman membuat Lina
"Untuk apa kita kembalikan buku ini ke tempat semula? Dewi Lajer justru akan mendapatkannya dengan mudah," kata Lina tidak setuju.
"Kalau kamu tidak keberatan diikuti mereka ya tidak usah dikembalikan ke tempat semula. Memangnya kamu nyaman dibuntuti terus?" tanya
Lina menatap Irman penasaran.
"Jelas aku tidak nyaman, lah.Setiap langkah selalu saja mereka mengikutiku. Tapi buku ini akan rawan jika dikembalikan," ucapnya.
"Kamu keliru, lin. Jika buku ini sudah dikembalikan ke rak itu, maka Dewi Lajer tidak dapat mengambilnya. Kau
"Aku tidak mengerti," tukas Lina.
"Kamu tidak perlu mengerti. Sekarang yang penting adalah kita masuk ke lahan itu. Ayo," ucap Irman seraya keluar dari mobil.
"Jadi, mengambil buku itu adalah kesalahan?"
"Tidak juga. Kau telah mempelajari setidaknya 100 halaman dari seribu halaman isi buku itu. Untungnya yang 100 halaman itu bukan incaran Dewi Lajer, jadi kau aman," tukas Irman.
Mereka berdua memasuki lahan yang dipenuhi rerumputan itu. Sesekali mereka melihat
Irman menyorotkan senter ke arah barat laut lahan kosong itu.
"Inilah kamar itu. Ayo," ucapnya seraya berlalu ke arah area itu.
Tiba-tiba tanah bergetar. Semakin kencang dirasa. Gempa pun melanda tempat tersebut.
"Cepatlah, lin! Mereka datang!"
"Sekarang kita harus apa, kak? Hanya ditaruh begitu saja bukunya?" tanya Lina setelah tiba di area yang dipenuhi rerumputan dengan kontur tanah berair itu.
"Pasti yang ia maksud rak itu, kak. Tapi bagaimana cara kita ke sana?" ucap Lina.
Di saat mereka berdua sedang berdiskusi mencoba
Sosok-sosok lelembut yang terdiri dari banyak jenis mulai dari pocong,
"Kak, bagaimana ini? Mereka keburu datang! Kita terlambat, kah?" tanya Lina dengan panik.
"Tidak, selama Dewi Lajer dan pengawalnya yang berkepala kambing itu tidak
Lina yang hanya membawa buku hanya bisa panik sembari celingukan. Terkadang terbersit di pikirannya untuk membuka buku
Tiba-tiba dari arah kerumunan para lelembut itu muncul sesosok makhluk tinggi besar berkepala dengan sepasang tanduk melengkung seperti tanduk domba. Mungkin sosok ini yang dimaksud Irman.
"Gawat! Satu biangnya muncul. Berarti mbak Rahayu
Suara langkah kaki makhluk tersebut terdengar sangat berat. Langkahnya terdengar menggruduk-gruduk saat berlari di antara rombongan lelembutnya.
Makhluk kepala domba itu berhenti berlari ketika tiba di hadapan Irman dan Lina. Makhluk tersebut menatap sangar ke arah mereka
"Lin, rencana cadangan. Pegang buku itu seperti ini," kata Irman seraya membentangkan tangan Lina ke samping sambil
Seolah sudah tahu apa yang akan dilakukan Irman, makhluk kepala domba itu lantas melompat sembari menjejakkan kaki kanannya ke arah Irman.
Tentu saja Irman tidak diam saja. Ia lantas melompat
Nihil, suatu sapuan makhluk tak kasat mata melemparnya jauh hingga ke pinggir jalan, meninggalkan Lina sendiri di dalam kepungan para lelembut.
"Kak Irman!" teriak Lina seraya terperangah
"Bertahanlah Lina!" sahut Irman seraya bangkit kemudian melompat ke arah kerumunan demit dan menyapunya dengan tebasan mata tombaknya.
Selusinan demit terlempar berhamburan saat terkena tebasan mata tombak Irman. Namun, sosok tak
"Ughhh! Makhluk yang menyerangku tidak kelihatan!" makinya seraya bangkit kemudian menodongkan mata tombaknya ke arah depan.
Sementara Lina yang kini didekati makhluk kepala domba hanya bisa pasrah. Ia
Tiba-tiba sesosok makhluk seperti harimau namun berdiri tegak melompat dari arah belakang kemudian menerjang semua demit dan mencakarinya. Para demit tersebut mengeluarkan suara riuh
"Lina, kau tidak apa-apa?" ujar sosok harimau tersebut membuat Lina terkejut. Ia terkejut karena mengenali suara harimau itu.
"Ricky?" ucapnya pendek.
Pertarungan sengit pun tak terelakkan. Keduanya saling bertarung hingga mencapai ujung lahan itu di mana di sana terdapat pagar kawat yang
Ricky beberapa kali terdorong mundur oleh kuatnya tenaga si kepala domba.
"Kali ini aku tidak takut dengan makhluk sepertimu!" ucapnya seraya menerjang ke arah si kepala domba kemudian mencabiknya dengan kuku-kukunya.
Groarrrrrrr......... Si kepala domba
"Aku tidak tahu demit juga ternyata bisa kesakitan," ucap Ricky seraya merangsek.
Namun sebuah tendangan makhluk itu sukses melontarkannya hingga melampaui pagar kawat di belakangnya.
"Aaaah! Kampret!" sungut Ricky setelah mendarat di belakang pagar.
Si kepala domba lantas melompat sembari menggapaikan tangan hendak merebut buku di tangan Lina. Namun tiba-tiba.
Crasssshhhhh
Makhluk itu pun melotot menatap ke arah Lina kemudian jatuh terjerembab. Makhluk itu pun rubuh kemudian wujudnya menguar menjadi asap.
Bahkan Irman mengalami luka-luka yang cukup mengkhawatirkan akibat tidak dapat memperkirakan posisi di mana penyerangnya.
Jressssss.....
"Aaaaaahhhh!" terdengar suara jeritan seperti seorang perempuan kesakitan setelah senjata Irman
Setelah itu, Irman langsung melihat seorang perempuan muncul tiba-tiba dari arah kiri dalam kondisi berlumuran darah akibat dari serangannya.
"Bukannya kamu?" Irman menatap perempuan berpakaian serba hitam dengan tudung kepala itu.
Perempuan tersebut jatuh
Ia tahu perempuan tersebut bukanlah demit melainkan seorang manusia yang memiliki kemampuan menghilang.
"Rina dan mbak Rahayu akan terkejut melihat ini," gumamnya.
"Memangnya harus terjadi apa? Bukannya keadaan di sini begini-begini saja, kan?" ujar Ricky yang masih dalam wujud harimaunya.
Irman terlihat berpikir. "Mbak Rahayu masih
"Ricky, ke mana kak Johan, Fika, dan Silvi?" tanya Lina ke Ricky.
"Mereka sedang di suatu pesantren sekarang, lin. Mereka aman, Insya Allah," tukas Ricky.
"Lalu bagaimana bisa kau
"Abah Haji Qodir yang mengajariku," tukas Ricky tanpa memberitahu siapa itu orang yang namanya baru ia sebut.
Irman kemudian menatap ke arah wajah perempuan berpakaian hitam yang masih dalam kondisi tidak sadarkan diri itu.
Mendadak dari arah pagar kawat muncul seberkas sinar berwarna merah yang kemudian membesar. Cahaya tersebut menguar dan
"Mbak Rahayu?" Irman lantas menyambut kedatangan dua perempuan itu.
Rina menatap ke arah Irman sembari menggeleng dengan kedua matanya seperti sedang
"Jadi, yang mengarahkan kita ke pasar itu mbak Rahayu?" ucap Lina saat melihat kebaya merah yang dikenakan Rahayu.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Ricky sembari melihat penasaran ke arah Rina.
"Mbak Ayu kehilangan kekuatannya. Ia kalah bertarung,"
"Terus di mana sekarang Dewi Lajer?" tanya Irman.
Rina tidak menjawab. Ia fokus dengan Rahayu yang masih tidak sadarkan diri.
Tampak sesosok nenek berkebaya oranye sedang menatap garang ke arah mereka sembari menggenggam buku yang telah hancur.
"Kurang ajar! Berani sekali kalian menghancurkan bukuku!"
Namun, Dewi Lajer hanya terpaku di tempat sembari menatap buku yang telah hancur itu. Ia hanya bisa memaki-maki.
"UAAAAAAGGGGGHHHHHHH!!"
Dewi Lajer berteriak kemudian
"Hanya begini?" ucap Ricky bingung.
"Kita berhasil. Itu buktinya," kata Irman sembari melihat ke arah serpihan buku yang telah hancur. "Aku baru ingat kalau itu bukan buku yang asli. Buku yang asli telah tertanam dalam
Ricky menggaruk-garuk kepala karena bingung dengan ucapan Irman.
(Para pembaca juga pasti bingung dengan cerita asal jadi ini. Mohon maafkanlah)
"Temanmu yang lama hilang, bukan?" tanya Irman.
Rina mengangguk. "Mudah-mudahan kali ini aku bisa membawanya pulang. Aku tidak akan membiarkannya menghilang lagi."
Irman tercengang
"Ayo kita pergi. Ricky, bantu aku bawa mbak Rahayu," kata Irman.
Selanjutnya mereka meninggalkan area tersebut dengan membawa Rahayu dan Dita. Menggunakan SUV merah milik Johan, mereka pun pergi.