Maklum saja beberapa hari ini asisten rumah tangganya sedang pulang kampung. Otomatis ia harus
Belakangan ini, Rina sudah tidak lagi bekerja di puskesmas Desa Kayu Jati setelah mengalami peristiwa Dewi Lajer. Ia ingat betul bagaimana sosok nenek tersebut membawanya ke suatu tempat antah-berantah yang disebut PANINGGARAN.
"Iya, mah. Kebetulan aku mau top-up Gopay. Lumayan buat pesan makan kalau
"Jangan buang-buang uang, rin. Itu hasil jerih payah kamu di kampung. Sementara kamu sekarang sudah tidak kerja lagi," sahut ibunya Rina.
Rina hanya terkekeh tanpa membalas kata-kata ibunya.
"Laela sekarang di Jakarta, mah. Ia bernasib baik, kerja di rumah sakit besar dengan gaji yang tentu tidak main-main, mah," tukas Rina.
"Kamu yang sabar aja, rin. Rezeki tidak akan ke
"Aamiin. Terima kasih, mah. Mamah memang is the
"Tidak usah sok Inggris. Jangan sampai biar bingung asal British," tukas ibu Rina seraya terkekeh.
Lina tertawa. Ia sejenak teringat akan kebiasaan ibunya mendengarkan musik-musik hard rock seperti Jamrud.
Sesampainya di pasar Rina melihat seseorang yang sepertinya ia pernah bertemu dengannya.
"Oh, ada teman? Ya sudah, samperin dia, gih," tukas ibu Rina.
"Oh, Rina? Kamu di sini?" ucap Johan terkejut dengan kedatangan Rina.
"Iya, aku di sini. Bagaimana kabarmu?" kata Rina seraya menatap lekat Johan.
"Seperti inilah kabarku, rin.
"Papah dan mamahku alhamdulillah sehat semuanya tak kurang apapun. Kamu jadi menanyakan kabar papah mamahku seperti sudah pernah bertemu mereka saja," ucap Rina seraya terkekeh.
"Calon apa, nih? Calon menantu, kah?" kata Rina membuat Johan tergelak.
"Yakin aku cocok denganmu? Hahaha," tukas Johan.
Sejak itulah, hubungan keduanya semakin intens.
Bersama Lina, Silvi, dan Rafika, ia menikmati makanannya sembari berbincang-bincang.
"Menanyakanku? Ada perlukah dia denganku?" tanya Rina sembari mengerutkan kening.
"Bang Johan menyukaimu, mbak," ucap
Lina yang melihat itu lantas memberi isyarat teman-temannya agar berhenti menggoda Rina.
"Nggak apa-apa, kali. Setidaknya kita sudah membantu bang Johan juga. Ya, nggak, Fika?" ucap Silvi seraya menatap dengan pandangan penuh arti
"Kalian mengada-ada. Aku tidak percaya kalau bukan dia sendiri yang berbicara langsung padaku," tukas Rina disambut riuh oleh Silvi, Lina, dan Rafika.
Rina hanya dapat menepuk jidat saat dirinya digoda gadis-gadis remaja itu. Ia pun melanjutkan makannya meski
"Ciyee yang kepikiran," goda Lina saat melihat Rina seperti sedang tidak bernafsu menghabiskan makanannya.
"Kalian sih berisik!" sergah Rina disambut kekehan Lina dan kawan-kawan.
Saat itu muncul dua orang laki-laki bertampang sangar dengan tatto memenuhi sepasang tangan mereka.
Rina tidak menyahut. Hatinya dag,dig,dug tidak karuan. Ia merasa dua orang tersebut bukan orang baik-baik.
Kecurigaannya semakin menguat ketika preman satunya
Bahkan ia berani mencolek pipinya dengan tangannya yang burik penuh tatto. Rina hanya dapat mengumpat seraya menepiskan tangan preman itu.
Namun preman satunya bergegas hendak melecehkan Rina. Di saat itu secara tidak disangka, Johan
Tanpa banyak bicara, Johan menyergap kedua orang itu. Ditambah lagi ia saat itu datang bersama Ricky. Maka otomatis kedua preman itu lari tunggang-langgang.
"Dasar kurap!" umpat Ricky yang tidak sedang dalam wujud harimaunya.
"Kamu tidak apa-apa, nona?" ucap Johan ke
Rina mengangguk. "Terima kasih sudah menolongku, mas Johan," ucapnya disambut tatapan tidak dapat ditebak dari Johan.
"Oh, itu sudah menjadi kewajibanku. Mereka memang pantas mendapatkan itu. Jika mereka kembali, aku siap menghajar mereka lagi," tukas Johan.
Kini kembali ke masa sekarang, di mana Rina memperkenalkan Johan kepada ibunya.
"Mah, ini lho mas Johan yang aku ceritakan,"
"Oh, kamu nak Johan itu?" ucap ibu Rina seraya menerima salam dari Johan dengan ramah.
"Iya, bu. Saya Johan. Temannya Rina," tukas Johan setelah menyalami ibu Rina.
"Hanya temankah?" tanya ibu Rina membuat Johan
"Tenang aja, mah. Mas Johan hanya teman, kok. Nggak pake dilebih-lebihkan. Benar kan, Mas Johan?" ucap Rina seraya menyikut Johan.
"Iya, betul sekali, bu. Rina betul. Kami hanya berteman," kata Johan agak gelagapan.
"Kalau bisa mah jangan sekedar teman.
Ibu Rina terkekeh melihat raut wajah putrinya dan Johan. Ia melihat kecocokan di antara mereka berdua.
Tinggal memberitahu papah soal ini, begitu pikir ibu Rina.
Di rumah Rina, Johan cukup lama duduk mengobrol dengan tuan rumah. Niatnya sih untuk bertemu langsung dengan ayahnya Rina.
Namun hingga petang menjelang, ayahnya Rina belum pulang.
Rina pun turut menelepon ayahnya, namun selalu tidak tersambung. Ia pun menjadi khawatir karenanya.
"Kalau boleh tahu, memangnya ayahnya Rina pergi ke mana, bu?"
"Papah sih tadi pagi bilangnya mau pergi ke Warung Kiara. Katanya diundang teman lamanya yang sedang nikahan anaknya," jawab Rina.
"Warung Kiara? Kenapa saya jadi ingat dengan Irman, ya?" ucap Johan saat teringat sesuatu yang pernah ia bicarakan bersama Irman.
"Warung Kiara itu sebenarnya di mana, nak Johan?" ibu Rina pun turut bertanya karena penasaran.
Johan menghela nafas berat. Ia merasa berat untuk membeberkan fakta terkait kota itu. Sebab, ia pernah mendengar cerita Irman dan
"Warung Kiara adalah sebuah kota yang cukup terpencil. Akses ke sana tidak mudah karena terletak di pegunungan serta dikelilingi hutan lebat yang belum terjamah tangan manusia. Konon kota itu dibangun bukan oleh manusia," tutur Johan membuat Rina
"Kamu mengada-ngada, nak Johan!" sergah ibu Rina.
"Saya pernah mendengar desas-desus itu dari Irman. Rina mungkin pernah bercerita tentangnya. Irman pernah mengatakan ada suatu kota bernama Warung Kiara. Kota ini sangat terpencil. Akses ke sana
Rina dan ibunya hanya dapat duduk dengan raut wajah muram di hadapan Johan. Bagaimana tidak, mereka sangat mengkhawatirkan ayahnya Rina yang ternyata sedang berada di kota Warung Kiara.
"Hati-hati di jalan, nak Johan. Kalau sudah malam susah untuk melihat jalan. Apalagi jalan dari sini ke rumah nak Johan tidak ada penerangan jalannya," ucap ibu Rina setelah Johan
"Tentu saja, bu. Saya akan berhati-hati," tukas Johan kemudian menatap ke arah Rina. "Kamu jaga kesehatan. Jangan sering-sering nonton sinetron. Hehehe," lanjutnya seraya terkekeh.
"Enak aja. Begini-begini juga aku anti sinetron, lho," sergah Rina seraya menatap
"Itu terdengar melegakan. Baiklah, aku pulang. Bu, rin, sampai ketemu lagi," tukas Johan seraya undur diri.
"Iya, hati-hati di jalan, mas," kata Rina seraya melepas Johan dari teras rumah bersama ibunya.
Johan tampak melangkah menuju mobil yang terparkir
Saat membuka pintu mobil, Johan terhenyak melihat seorang perempuan berkebaya merah duduk di samping bangku sopir. Perempuan tersebut tidak ia kenali dan sangat misterius.
"Kkamu siapa!" Johan sontak mundur.
"Nak Johan, ada apa?" seru ibu Rina.
"Mas, ada apa? Kok seperti kaget begitu?" seru Rina.
Johan mundur ke arah Rina dan ibunya.
"Perempuan itu
"Lho, Dita?" ucap Rina ketika melihat perempuan tersebut.
Perempuan yang adalah Dita itu menoleh pelan ke arah Rina. Wajahnya tampak pucat membuat semuanya terkejut.
"Nak Dita?"
Rina lantas menghampiri Dita yang masih duduk di bangku depan samping bangku sopir.
"Dita? Kenapa kamu bisa ada di sini? Please, bicaralah," ucap Rina seraya menatap bingung ke arah gadis itu.
"Rin, tolong kembalikan aku
Rina lantas terkejut kemudian menangis
Ibunya Rina dan Johan hanya dapat menatap pilu ke arah
Johan sejenak menyadari ada sesuatu yang memperhatikan mereka dari suatu rumah berjarak kira-kira 6 meteran dari lokasi mereka. Rumah tersebut tampaknya tidak berpenghuni karena tiadanya lampu yang menyala di sana. Ditambah lagi rumah itu
"Bu, rumah itu sepertinya kosong, ya?" ucap Johan seraya melihat rumah itu.
"Iya, nak Johan. Memangnya kenapa?" tanya ibu Rina.
"Ada sesuatu di sana. Saya sepertinya tidak bisa meninggalkan ibu dan Rina dalam keadaan begini,"
Rina lantas menatap cemas ke arah Johan. Ia lantas menarik tangan Dita agar ikut ke dalam rumah. Namun Dita malah menolak.
"Tidak apa-apa, rin. Aku di sini saja. Aku akan
"Duuh, kenapa sejak dari sana hidupku selalu runyam. Hal-hal itu terus saja membuntutiku," ucap Rina dengan kesal.
Sementara Dita tetap berada di dekat mobil Johan. Ia masih memperhatikan rumah itu. Tak lama kemudian tubuhnya melesat cepat ke arah rumah kosong itu.
Sesampainya di sana ia melihat
Jurig tersebut berwujud mengerikan seperti seekor babi hutan namun dapat berdiri tegak dan bertanduk melengkung seperti tanduk domba.
'Grrrrrrrr' Jurig tersebut melihat
"Kau pasti dari Cikahuripan. Maaf saja aku tidak mau mengembalikan jimat itu. Kecuali aku telah mendapatkan apa yang aku ingin," ucap Dita seraya menunjuk jurig itu dengan telunjuknya.
'Groaaaaahhhhhhrrhhhrrr' Jurig tersebut berteriak nyaring saat
"Hmm, aku harus menemui Rina. Dia harus membawaku kembali ke Rawa Gaib," ucap Dita seraya melesat ke arah rumah Rina.
"Dita?" Rina terkejut melihat kemunculan temannya itu.
Dita tanpa berkata-kata menyambar
Namun suatu tepukan tangan Johan sukses membuat Dita mundur kemudian melepaskan genggamannya.
"Kau ingin membawa Rina ke Rawa Gaib? Langkahi dulu mayatku!" Johan menatap
Dita lantas terbelalak melihat keris yang dibawa Johan. Ia mundur seperti ketakutan dengan keris itu.
"Aku dititipi keris ini oleh seseorang
"Dita, apa benar kau ingin membawaku ke Rawa Gaib?" tanya Rina seraya menatap tajam ke arah Dita.
Dita tidak menjawab. Ia malah berbalik hendak pergi.
"Aaaaahhhhh.....!" Dita menjerit kemudian jatuh telungkup di atas lantai.
"Mas Johan! Apa-apaan kamu ini!" teriak Rina kaget.
"Entah ini kebetulan atau tidak, Dita muncul di sini, rin. Aku
Ia selanjutnya mengeluarkan handphone-nya kemudian menelepon seseorang.
Dengan sebuah minibus, mereka tiba di depan rumah Rina.
"Assalamu'alaikum Wr Wb," ucap Abah Qodir.
"Maafkan kami karena mengganggu waktu istirahat kalian. Kami hanya ingin menjemput nak Dita. Terima kasih nak Johan sudah membantu melumpuhkannya," ucap Abah Qodir seraya
"Sejak kapan Dita kabur dari pondok, Abah?" ucap Rina seraya menatap ke arah Abah Qodir.
"Tepat dua hari setelah kamu pulang, nak. Kebetulan waktu itu abah ketemu nak Johan ini. Abah pun menugaskannya untuk mencari Dita," tukas Abah
"Abah, saya juga ingin meminta bantuan soal ayah Rina yang sampai sekarang belum pulang juga. Beliau tadi pagi berangkat ke Warung Kiara untuk menghadiri undangan pernikahan anak temannya," ucap Johan lantas membuat raut wajah Abah Qodir berubah.
"Na'udzu billah!
Johan menatap cemas ke arah Abah Qodir kemudian
Beberapa lama kemudian Abah Qodir bersama para santrinya berpamitan untuk pulang membawa serta Dita.
Setelah itu suasana hening. Johan pun berniat untuk pulang karena ia tidak mungkin
Rina dan ibunya pun melepas kepergian Johan yang dengan mobilnya membelah gelapnya malam.
Mereka berdua pun kembali ke dalam rumah untuk beristirahat meski perasaan takut menggelayuti.
Saat itu mereka berdua memilih tidak masuk ke kamar masing-masing karena kejadian tadi.
"Ada apa, bu?" Rina yang penasaran lantas melihat ke
Ia hanya dapat terbelalak tanpa mampu berkata-kata.
Rupanya sesosok makhluk mistis sedang menyeringai dari kegelapan sudut ruangan itu. Kedua matanya yang menyala merah menatap dengan buas ke arah Rina dan ibunya.
"Rin, apa tidak sebaiknya kita pergi mengungsi ke rumah tetangga?" ucap ibu Rina dengan cemas.
"Jangan, bu. Aku tidak ingin kita dituding membawa mereka, Kita harus
Saat mengembalikan pandangan ke depan.
Baaaammmm!
Raut wajah mengerikan itu muncul begitu saja di hadapannya.
"Aaaaaaahhhhh!" jerit Rina disambut teriakan ibunya.
"Rina, ibu, buka pintunya! Aku Johan!" teriak orang di luar yang adalah Johan.
Rupanya Johan memilih kembali ke rumah Rina. Di saat tiba di rumah Rina, ia telah mendapati kekacauan itu.
Tubuh mereka berdua seolah terkunci sehingga tidak dapat bergerak.
Di luar, Johan merasa sangat panik karena tidak ada tanggapan dari dalam.
Nihil, ia masih tidak dapat menemukan Rina dan ibunya. Johan pun berinisiatif membuka paksa pintu dengan dongkrak yang diambilnya dari mobil.
"Rina! Ibu!" pekik Johan seraya menghampiri mereka berdua. Namun suatu kekuatan tak
"Apa-apaan ini!" Johan lantas mencabut keris yang dibawanya.
Tiba-tiba ia melihat bayangan hitam mirip angin puyuh sedang mengitari ruangan di mana ia berada. Johan mengarahkan kerisnya ke arah bayangan angin puyuh itu terus-menerus.
'Groaaaarrrrrrr' Suara auman membahana terdengar dari bayangan angin puyuh disusul setidaknya lima sosok berlompatan keluar.
Mereka semua berdiri
Johan mengarahkan kerisnya seraya memutar, mewaspadai serangan yang bisa saja datang kepadanya.
"Katakan siapa yang menyuruh kalian!" bentak Johan seraya mengarahkan keris ke salah satu
'Hrrrrrrrrrrr' Suara geraman terdengar dari sosok-sosok mengerikan itu. Makhluk-makhluk tersebut tampaknya tidak memahami kata-kata Johan. Atau bisa saja mereka tidak mau menjawab.
"Mungkin aku harus merobohkan kalian!" kata Johan seraya memulai pertarungannya dengan
Di saat itu, empat sosok sisanya menyerang Johan secara serentak. Akibatnya Johan kewalahan karenanya.
Ia pun dengan tidak terarah
Tiga makhluk sisanya lantas mengeroyok Johan dengan berbagai serangan yang sulit untuk dihindari.
Pemuda itu pun terpojok dengan luka-luka sayatan memenuhi tubuh.
Saat itu Johan sudah kelelahan. Ditambah luka-luka yang dialaminya benar-benar parah. Di situ ia merasa seolah hidupnya sudah
Apalagi serangan pamungkas tiga jurig itu tampaknya akan sukses mengakhiri hidupnya jika saja keajaiban tidak muncul.
Ketika tiga jurig itu menyerang Johan dengan cakarannya, mendadak sesosok perempuan berpakaian serba biru, muncul menghadang serangan para jurig itu.
"Nyingkah sia! (pergi kamu!)" teriak perempuan itu disusul menghilangnya sosok para jurig itu.
Selanjutnya ia menyarungkan goloknya kemudian memeriksa kondisi Johan.
Sedangkan Johan terkapar
Sementara Rina dan ibunya masih dalam kondisi mematung. Tampaknya jiwa keduanya masih berada di jauh. Entah di mana masih belum diketahui.
Selanjutnya ia mencecap luka-luka di tubuh Johan dengan kapas yang telah dibasahi antiseptic.
Johan dalam kondisi lemah sebenarnya ingin bertanya, namun ia lebih memilih meringis
"Namaku Lidia, mas. Aku juga belum tahu nama kamu. Tapi nanti saja, lagipula masnya lagi terluka begini," ucap perempuan bernama Lidia itu.
Johan hanya mengangguk. Ia sejenak melirik ke arah Rina dan ibunya yang masih berdiri
Beberapa lama kemudian setelah Lidia selesai merawat luka-luka Johan. Ia mengambil keris Johan yang tergeletak di salah satu sudut ruangan, kemudian menyerahkannya ke laki-laki itu.
"Aku butuh bantuanmu, mas. Kita harus ke Warung Kiara," ucapnya.
Di sampingnya, Lidia tengah menatap penuh konsentrasi ke depan. Sedangkan di
"Tampaknya itu sudah mengikutiku sejak dari pasar," ujar Johan seraya melihat ke arah spion kanan.
"Kalian memang telah diikuti sejak dari desa itu, mas,"
"Terlihat seperti kuntilanak yang sedang terbang. Mereka berjumlah setidaknya ada lima," tukas Johan. "Kenapa mereka membuntuti kita?"
"Kita? Tidak, mereka membuntutimu, mas. Mereka telah menargetkanmu," kata Lidia.
"Whoaa, kita sebenarnya sedang ada di mana, sih? Padahal tadi siang tempat ini ramai," pekik Johan seraya melihat ke kiri dan kanan di mana lapak-lapak dagangan yang tutup
Lidia menoleh ke arah Rina dan ibunya. Jelas ia melihat Dementor tersebut sedang berusaha masuk melalui jendela mobil.
"Dia berusaha mengambil Rina. Sebenarnya ada masalah apa sih tadi sore?" ucap Lidia.
"Teman lama Rina, namanya Dita, datang ke rumah, dan ingin
Lidia tampak seperti sedang berpikir. Ia berkali-kali menengok ke
"Apa itu tidak apa-apa?" tanya Johan.
"Tidak apa-apa selama semua pintu tertutup rapat dan terkunci. Kita harus waspada ketika tiba di Taman Ramayana. Di sana mereka sangat ganas.
Lampu mobil menyorot ke depan tepat ke arah barisan pepohonan di mana terdapat siluet wajah raksasa yang mengerikan di sana.
"Kita membutuhkan lebih banyak bantuan. Siapapun orang pintar dalam hal ini sangat kita butuhkan. Apalagi kita akan menghadapi bukan hanya satu atau dua
Setelah sekitar dua jam melaju, tibalah mereka di suatu persimpangan yang disebut Taman Ramayana. Di sana mereka dapat dengan jelas melihat sekumpulan makhluk asing di dalam taman.
Mereka terlihat sangat beringas.
Beberapa di antaranya terlihat beringsut hendak mengejar mobil yang melaju kencang di jalanan yang hanya diterangi
Johan menginjak dalam-dalam pedal gas saat menyadari makhluk-makhluk tersebut membuntuti mobilnya.
Sedangkan Lidia, beringsut mencabut golok dari sarungnya. Ia sepertinya merasakan jika para makhluk tersebut akan segera melakukan serangan awal.
Mobil berguncang saat suatu suatu serangan dari belakang menghantam bagian belakang mobil. Johan berusaha mengendalikan kendaraannya agar tidak keluar jalur saat mobilnya bergoncang.
Serangan tersebut benar-benar kuat. Mobil pun melindas bahu jalan yang berupa
Duk, duk, duk, dari belakang terdengar suara hantaman ke pintu bagasi. Jelas makhluk-makhluk tersebut sedang mencoba memecahkan kaca belakang mobil.
Johan pun semakin dalam menginjak pedal gas agar dapat melaju lebih cepat lagi.
"Hati-hati, mas Johan. Kita
"Mereka sedang mencoba menghancurkan pintu belakang. Akan sangat gawat jika pintu hancur. Makhluk yang melayang itu akan membawa Rina," tukas Johan dengan nada panik.
Namun, makhluk-makhluk masih berada di belakang mobil, menggebuk-gebuk kaca belakang seraya
"Kita harus tiba secepatnya di Warung Kiara atau kita kalah. Mereka cepat atau lambat pasti dapat memecahkan kaca itu," ucap Lidia seraya melongok ke belakang.
Johan tidak menyahut. Ia lantas menghidupkan wiper belakang yang seterusnya membuat
Namun sisanya dengan ganas menangkap wiper tersebut dan mematahkannya. Selanjutnya mereka kembali memukuli kaca belakang.
"Aah, padahal aku baru menggantinya kemarin!" umpat Johan jengkel.
"Nanti bisa diganti lagi,"
Dengan kecepatan naik turun, mobil yang dikendarai Johan akhirnya tiba di ujung tanjakan. Dari sana ia dan Lidia dapat melihat samar-samar lampu jalanan kota.
Namun mereka tidak melihat satupun kendaraan di sana. Kota tersebut seperti kota yang tidak berpenduduk.
Tapi di kota ini sama sekali tidak ada seorang pun terlihat, apalagi kendaraan lain yang
Beberapa bangunan yang berjejer di pinggir jalan terlihat gelap tanpa penerangan. Hanya lampu jalan dengan warna kuning yang sedikit memberi penerangan pada jalan.
Ketika memasuki kota tersebut, makhluk-makhluk yang menempel di belakang mobil satu persatu melompat
"Mereka kembali ke taman itu?" ucap Johan.
"Sepertinya begitu. Taman itu adalah tempat mereka berkumpul. Mungkin mereka tidak diperbolehkan memasuki kota ini oleh yang punya kota," tukas Lidia seraya menyarungkan goloknya.
"Mungkin ada hal
"Bangunan pendopo itu?" ucap Lidia saat melihat samar-samar sebuah
Ia juga dapat melihat secara samar-samar tenda berwarna biru yang tampaknya adalah tenda bekas melangsungkan suatu acara hajatan.
Johan yang turut melihat hal tersebut langsung teringat ayahnya Rina.
"Sepertinya ini tempatnya!
Lidia mencabut goloknya
Johan melihat ke arah Lidia. "Apa tidak sebaiknya aku saja yang ke sana? Biar kamu jaga Rina dan ibu di sini," ucapnya.
Lidia menggeleng.
"Aku sudah terbiasa dengan hal ini. Biarkan aku pergi. Aku akan menemukan Pak Hamid," tukas Lidia
"Maafkan aku, mas Johan. Aku tidak bisa menurutimu. Ini soal para demit penghuni kota ini. Aku tidak yakin mas Johan sanggup menghadapi mereka," ucap Lidia membuat Johan menunduk.
Johan sejenak teringat pengalamannya bertarung dengan para demit hingga
Lamunan Johan mendadak buyar ketika Lidia
"Lidia!" pekik Johan ketika melihat gadis itu terangkat ke udara dengan wajah mendongak ke atas.
Tubuh Lidia perlahan turun ke atas tanah. Dengan kedua matanya
"Lidia? Kau kenapa?" Johan panik melihat Lidia yang kini berubah menjadi liar tidak seperti sebelumnya.
"Lidia! Kamu kenapa sebenarnya? Kamu kerasukan?" Johan panik
Tanpa disangka, Lidia tiba-tiba menyerang Johan dengan goloknya.
'Srett'
"Aaahhh!" teriak Johan kesakitan saat golok tersebut menyayat lengannya.
Ia lantas melompat mundur seraya sigap mencabut
"Aku tidak peduli siapa yang merasukimu, Lidia. Aku tidak bisa menyerangmu yang telah menyelamatkanku," ucap Johan seraya bersiaga untuk menyambut serangan berikutnya dari Lidia.
Lidia dengan kecepatan penuh menyerang Johan dengan goloknya. Johan lantas
Pertarungan antara Johan dengan Lidia yang kerasukan pun tidak terhindarkan. Pertarungan tersebut jelas tidak imbang mengingat Lidia dirasuki oleh sesuatu yang sangat kuat. Sedangkan Johan belum pulih betul
Johan begitu berhati-hati ketika menghadapi Lidia mengingat gadis itu sedang kerasukan. Ia tidak ingin melukai gadis yang telah menyelamatkannya itu.
"Aku tidak tahu bagaimana cara menyadarkannya," gumam Johan seraya melompat mundur.
Lidia yang sedang gencar lantas melompat ke arah Johan
Johan dengan segera melompat ke samping hingga tebasan goloknya Lidia tidak mengenainya.
"Ini gawat! Apa aku harus melukainya?" gumam Johan bimbang. "Aaah, tidak ada waktu untuk berpikir!" ucapnya seraya menyambut serangan Lidia yang berikutnya.
Beberapa terjangan kemudian, Johan berhasil memasukkan pukulannya ke punggung
Luka sabetan golok jelas terpampang di dadanya serta mengeluarkan darah. Johan pun meringis kesakitan.
Namun kemudian tiba-tiba sesosok harimau muncul menyergap
Johan lantas berteriak kaget.
"Lidiaaaa.......!"
Tubuh Lidia terkulai kemudian jatuh ke atas tanah.
Harimau yang baru saja mencabik Lidia lantas melihat ke arah Johan.
"Maaf, kalau aku
"Ricky! Kau telah membunuhnya!" teriak Johan seraya bangkit kemudian menunjuk ke arah wajah Ricky.
"Apa? Memangnya kenapa, bang?" tanya Ricky seraya melihat ke arah tubuh Lidia yang sudah tidak bergerak lagi.
"Aaaahh!" teriak Johan frustrasi.
"Maafkan aku, bang. Aku tidak tahu kalau dia adalah temanmu. Aku pikir dia demit yang menyamar yang ingin membunuhmu. Yah, aku lihat dia memang hendak membunuhmu," ucap Ricky setelah ia kembali ke wujud manusia.
"Aku benar-benar spontan menyerangnya, bang. Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika aku tidak... Ya sudahlah, itu mengerikan sekali," kata Ricky sambil melihat ke arah tubuh Lidia
Johan masih terlihat lesu. Ia tidak menyahut perkataan Ricky. Ia merasa begitu hancur. Niat hati ingin menolong Rina dan keluarganya, malah dihadapkan dengan hal pahit.
Secepat inikah perkenalannya dengan Lidia?
"Apa yang akan kamu lakukan, bang?" Ricky melihat dengan terkejut ke arah Johan yang roman wajahnya seolah menggambarkan kemarahan yang sangat.
Ricky lantas mundur seraya menatap waspada ke arah Johan.
"Bang, itu kamu yang berbicara, hah? Atau makhluk yang sama yang merasuki dia?"
"Ini aku sendiri yang berbicara. Aku ingin menuntut keadilan! Kau sudah membunuh Lidia, maka kau juga harus mati!" Ricky terhenyak mendengar kata-kata Johan. "Seharusnya kau membiarkanku mati dan tidak menyerang
"Bang, sadarlah! Kau sedang dipengaruhinya!" seru Ricky seraya menatap waspada ke arah Johan.
"Aku tidak sedang dipengaruhi siapapun!" teriak Johan seraya melompat ke arah Ricky sembari menusukkan kerisnya.
"Aaahhh, brengsek!" Ricky
Johan yang sedang diliputi amarah, dendam, dan kesedihan, menerjang ke arah Ricky.
'Dugggg'
Tendangannya tepat mengenai perut Ricky hingga remaja itu terlontar ke belakang sembari mengaduh.
"Ahhh, hentikan itu, bang! Kau benar-benar
"Tidak ada iblis yang merasukiku! Ini murni niatku!" teriak Johan dengan suara parau.
Ia kembali menyerang Ricky dengan kerisnya.
'Trang'
Keris dan kuku tajam Ricky beradu. Dalam wujud harimaunya, Ricky mencoba membendung serangan Johan yang seolah tidak dapat dihentikannya.
"Bang Johan, dia merasuki hatimu! Tahan emosimu!" teriak Ricky seraya berusaha mendorong Johan yang kini menekannya
"Kau matilah, setan!" Johan terus menekan gagang keris hingga ujung keris hampir mencapai leher Ricky.
"Sadar, bang! Kau sedang diperdaya iblis itu!" teriak Ricky seraya mendorong Johan, namun tidak bisa karena kuatnya dorongan
Saat itu Ricky sedang terpojok di bawah sudut pagar tembok. Hal itu jelas membuatnya tidak dapat kabur dari cengkeraman Johan yang sedang dipengaruhi kekuatan jahat.
Di saat ujung keris yang tajam hampir mengenai leher Ricky, mendadak dari salah satu pohon
Johan yang sedang dirasuki secara halus itu tidak mempedulikan kemunculan perempuan itu. Ia terus menekan keris
"Bang Johan, Rina, bang, Rina!" teriak Ricky spontan menyebut nama gadis yang masih tidak sadarkan diri di dalam mobil.
Johan tiba-tiba tertegun. Mendadak ia melemparkan kerisnya ke arah sosok perempuan di
Keris tersebut dengan kecepatan tinggi lantas menancap ke dada sosok perempuan tersebut hingga tembus ke punggung dan menancap di pohon di belakangnya.
"Aaaahhhh.......!!" perempuan tersebut menjerit seraya meronta saat tubuhnya tertusuk keris yang dilempar
"Ricky, katakan apa yang telah aku lakukan!" Johan lantas mundur saat menyadari dirinya dalam posisi mengancam Ricky.
"Syukurlah kau sadar, bang. Aku hampir mati, lho!" tukas Ricky seraya bangun setelah Johan melepaskannya.
"Iblis ini yang merasuki Lidia. Dia telah membuat Lidia terbunuh," ucap Johan seraya menatap tajam ke arah sosok Salasatri.
"Dia adalah Salasatri. Aku tahu namanya saat ia merasuki Lidia. Dia mengaku putrinya Margon. Aku tahunya Mardan Suharma, pembantai dari Buni Asri," tukas Johan. "Ayo bantu aku, rick. Aku harus mengambil kerisku."
Sementara Ricky di belakang hanya memperhatikan apa yang dilakukan Johan.
"Ricky, tempelkan telapak
"Hati-hati, bang. Dia hendak melepaskan tangannya dari keris," tukas Ricky seraya melompat ke arah Johan kemudian langsung menempelkan kedua telapak tangan di pundak Johan.
"Akhhhhhhrrrr.....!!!" Salasatri menjerit kepanasan saat api mulai berkobar menyulut
Di saat bersamaan, Johan berhasil mencabut kerisnya dan membiarkan Salasatri jatuh ke atas tanah dalam kondisi terbakar.
Johan dan Ricky pun mundur sembari menyaksikan Salasatri yang meronta-ronta dibalut api yang
Tak lama kemudian tubuh Salasatri terkulai ke atas tanah. Selanjutnya sosok Salasatri menguar menjadi bulir-bulir api yang terbang untuk selanjutnya menghilang.
"Sekarang dia sudah tidak ada. Selanjutnya apa yang akan kita lakukan, bang?" ujar Ricky setelah
Johan tanpa menjawab, menunjuk ke arah tenda biru dan bangunan pendopo.
"Bang, sepertinya kita kedatangan tamu," ucap Ricky saat merasakan hawa panas muncul seolah menghembus ke tengkuknya.
"Ternyata dedengkotnya masih ada. Makhluk apa lagi
Mendadak terlihat api menguar dari kolong mobil Johan yang terparkir di depan gerbang.
"Oh, tidak! Kita harus keluarkan Rina dan ibu!" teriak Johan seraya berlari ke arah mobil.
Ricky lantas
DUUAAAAARRRRRRR
Mobil Johan pun musnah setelah ledakan tersebut. Seluruh bodi mobil habis dilalap si jago merah.
Ricky yang berada dekat Johan tidak mampu berbuat apa-apa karena ia yakin memadamkan api di mobil tersebut tidak akan membantu sama sekali. Mobil tersebut telah hancur karena ledakan.
Johan dan Ricky lantas melihat ke arah sosok tersebut seraya mundur.
"Manusia raksasa, bang!" pekik Ricky saat melihat sosok tersebut semakin jelas.
Johan hanya
"Selamat datang di Paninggaran, Johan Febriansyah putra
"Siapa kau? Kau tahu kami?" Johan menatap waspada ke arah sosok raksasa itu.
"Aku Margon. Kau pernah menyebut namaku sebelum ini, bukan," tukas raksasa itu.
"Oh, Salasatri yang memberitahumu. Putriku malang, dia ternyata tidak sanggup menghadapi kalian," kata Margon seraya menatap datar ke arah Johan dan Ricky.
"Kau petarung harimau, memiliki kemampuan bertarung yang tidak dapat dianggap remeh. Aku hanya ingin menguji kalian dengan permainan maut. Jika kalian bisa melewatinya, maka aku akan
"Percuma saja. Dia tidak akan melihat dan mendengarmu. Kamu juga tidak akan bisa menyentuhnya," kata Margon membuat Johan terhenyak.
"Bagus sekali. Ternyata putriku sudah dapat membunuh sebelum akhirnya dia lenyap," ucap Margon seraya terkekeh.
Mereka berdua pun kini berhadapan dengan Margon yang masih terlihat santai.
"Sudah kubilang, kalian harus melewati ujian dariku terlebih dahulu. Setelah itu kalian
Mendadak terdengar suara seperti sirine yang meraung-raung disusul suatu benda menukik jatuh ke atas tanah.
DUARRRRRRRR
Benda tersebut meledak ketika mencapai tanah menyerpihkan tanah dan material ke segala arah.
Johan dan Ricky yang belum siap lantas
Mereka berdua pun tidak sadarkan diri. Ledakan tersebut rupanya berasal dari sebuah proyektil altileri yang entah datang darimana setelah Margon mengibaskan tangannya.
Suara dentuman meriam terdengar di kejauhan disusul suara benturan keras di salah
Suara benturan keras tersebut membuat Ricky terbangun. Ia lantas melompat ketika suatu serpihan besar mengarah kepadanya.
"Apa-apaan ini! Di mana aku?" Ricky celingukan setelah berhasil meloloskan diri dari
"Bang Johan! Kamu di mana?" teriak Ricky seraya kedua pandangannya mencari-cari.
Tidak ada jawaban. Hanya suara dentuman altileri yang terdengar menggelegar memenuhi udara. Ricky pun merasakan kedua kupingnya pengang setelah mendengar suara dentuman itu.
Ia lantas berlari ke arah bekas proyektil altileri jatuh sebelumnya. Ia kemudian mencari-cari di sekitar gundukan tanah hingga memasuki lubang
Tak lama kemudian menatap ke arah sepasang jejak sepatu yang sepertinya belum lama ini terbentuk di atas tanah bekas ledakan.
"Bang Johan?" Ricky kemudian menelusuri jejak sepatu tersebut ke arah sebuah bangunan yang
'Dorrrrr' Tiba-tiba suatu tembakan dari arah yang tidak diketahui melesatkan peluruh ke arah Ricky. Beruntung ia dapat menghindari terjangan peluru yang bisa saja membunuhnya.
"Sial! Siapa yang menembakiku!" umpat Ricky seraya bersembunyi di
'Dorrrrr' Sebutir peluru kembali melesat ke arah Ricky dan menghantam tembok. Sepertinya penyerang kesulitan untuk menembak dengan tepat ke arah Ricky.
"Siapa sih yang menembakiku? Apa dia tidak lihat aku tidak bersenjata?" ketus Ricky seraya merunduk saat
Ricky kemudian merapal doa yang pernah diajarkan Abah Qodir untuk bertransformasi menjadi harimau. Namun ia gagal berubah karena setelah berkali-kali membaca doa itu, ia tidak juga berubah.
"Margon telah mematikan kekuatanku? Dia pasti
Ia pun lantas berjalan mengendap-endap di antara reruntuhan bangunan. Ia kemudian terkesiap melihat beberapa mayat bergeletakan dalam kondisi hancur.
Ia pun merasa mual melihat pemandangan tersebut. Ditambah bau bangkai bercampur mesiu yang membuat
Sejenak Ricky melihat ke langit. Hari itu pasti siang, namun matahari hampir tidak terlihat karena tertutup kabut hitam dari ledakan-ledakan altileri di medan perang.
"Jadi ini Perang Dunia? Aku tidak dapat membayangkan jika keadaannya separah ini," gumam Ricky seraya
"Mungkin aku harus balas menembak keparat itu!" Ricky memungut senapan tersebut kemudian memperhatikan magasinnya yang ternyata terisi.
Artinya si pemilik senapan belum sempat menggunakannya saat terjadinya serangan udara.
'Dorrrrr'
'Cklekk' Ricky gagal menembak karena ternyata senapan Lee Enfield tersebut
Ia lantas merobohkan diri kemudian tiarap di bawah pagar tembok yang memisahkannya dengan bangunan tersebut.
"Sial! Aku tidak tahu cara menggunakan senjata ini. Apa ini penguncinya?" Ricky sembari tiarap menekan pengunci senapan tersebut kemudian
'Dorrrrr' Letusan senjata membuncah membuat popor senapan tersebut terbenam ke dalam tanah yang sudah gembur.
Setelah peluru pertama keluar, Ricky menarik baut (Bolt) kemudian mendorong peluru dengan baut tersebut. Selanjutnya ia kembali
Ricky lantas menembakkan senjatanya dengan cepat.
'Dorrrrr' Sebutir peluru yang ditembakkan Ricky melesat menghantam helm besi yang dikenakan
Ricky melihat musuhnya terjengkang kemudian tidak muncul lagi. Namun ia tidak yakin musuh telah terbunuh. Oleh karenanya ia lantas menghampiri bangunan tersebut kemudian memasukinya seraya menodongkan senapan.
Dengan laras senapan ia mendorong daun pintu perlahan.
Tiba-tiba....
'BUKKKK'
Orang yang meninjunya tersebut berpakaian seragam militer berwarna hitam berkulit putih bermata biru. Ricky dapat menebak jika orang
Tanpa memberi kesempatan, tentara Jerman tersebut menyerang Ricky bertubi-tubi sembari menghunus pisau.
Ricky yang dalam posisi jatuh tentu tidak sempat menghadapi serangan brutal itu.
Namun keberuntungan masih berpihak. Mendadak terdengar letusan
Ricky melihat seorang tentara dengan seragam warna khaki sedang tergopoh menaiki tangga sembari menenteng senapan.
"Are you okay?" ujar tentara tersebut dalam bahasa Inggris.
Ricky tercenung mendengar ucapan tentara
"Ya, I am okay." Ricky menjawab tergagap.
"Okay, soldier. We need to go. This place will be ruined soon. The Germany still bombards this city," ucap prajurit itu kemudian memeriksa
"Why?" tanya Ricky seadanya.
"Our friends are still here and Germany troops knew it. But we can't escape because this city is surrounded," jawab prajurit tersebut seraya menuruni tangga diikuti Ricky. "What is your name, sir?I have never seen you before"
"What is your division, corporal? Oh, by the way, I'am Michigan, Robert Michigan. I'am from New Castle division," kata prajurit bernama Robert Michigan itu.
Sementara Ricky hanya tercenung bingung harus menjawab apa mengingat ia bukanlah
"Why didn't you answer?" tanya Robert.
"Honestly, I am not soldier, sir," ucap Ricky membuat Robert menghentikan langkah kemudian menoleh.
"What is this, corporal?" ucap Robert
Ricky terkejut saat menyadari jika pakaian yang dikenakannya adalah seragam tentara Inggris dengan namanya sendiri di papan nama.
Kalau ada papan nama kenapa Robert harus menanyakan siapa namanya?
"Yes, sir!" sahut Ricky agak tergagap.
Sebuah proyektil altileri jatuh tepat beberapa meter di depan mereka berdua, meledakkan tanah hingga berlubang. Beberapa bangunan yang telah hancur yang berada di dekatnya menjadi semakin hancur saja.
"That's so close!" umpat Robert seraya memberi isyarat Ricky
Dorrrr, dorrrr, dorrrr
Beberapa tembakan beruntun meletus ke arah Ricky dan Robert. Keduanya lantas lari kemudian
"They burn holy place. What is religion they profess?" gumam Robert seraya menarik baut senjatanya.
Ricky pun melakukan hal yang sama. Ia lantas mengintip melalui ujung tembok
Dorrr....
"Damn!" umpat Ricky seraya merunduk.
"We must move. They will bombard us with bombshell!" ucap Robert seraya beringsut.
Ricky dengan waspada mengawasi jalur yang dilewatinya bersama Robert.
"Yes, sir. His name is Johan," tukas Ricky.
"Johan what? Just Johan? Everyone must have at least two names ; first name and last name,"
"Johan Febriansyah, sir. That is his complete name," tukas Ricky disambut tatapan bingung Robert.
"What kind of name is that?" ucap Robert.
"Sir, I think we walk on wrong way. This road is likely toward enemy's area,"
"Oh, no. We will die here. We will be same like the other," ucap Robert dengan nada putus asa.
Ricky lantas merasa bingung dengan pria itu. Padahal sebelumnya tentara tersebut terlihat begitu
"Sir, we must go back. We will not survive if keep moving forward!" kata Ricky seraya berbalik hendak kembali ke jalur sebelumnya.
Namun Robert tidak mengikuti Ricky. Ia malah berdiri mematung.
"Go, save yourself!" ucap Robert setengah berteriak.
"No, we must stick together! I will not let you die here!" Ricky memaksa.
"I refuse, sir! We die together!" balas Ricky seraya mengokang senjata setelah mendorong baut senjatanya.
"Aaah, fuck off! Lets run!" Akhirnya Robert mengalah.
"Don't look at back or you will fall!" ujar Robert tanpa menoleh ke arah Ricky.
Mereka berdua terus berlari hingga kemudian terdengar suara teriakan.
Ricky tanpa menyahut, terus berlari hingga melampaui Robert.
"Keep running, boy!" ujar Robert.
'Dorrrrrr'
Tiba-tiba sebutir peluru menembus punggung Robert hingga pria itu pun jatuh tersungkur.
"Watch out, boy!" teriak Robert disusul beberapa tembakan mengarah padanya.
Ricky lantas mundur setelah beberapa butir peluru menerjang tubuh Robert yang memang telah lemah akibat tembakan sebelumnya.
"Sir!"
"Let me, boy. I knew I will not survive. Please, take this and give it to my uncle," ucap Robert terbata seraya meringis menahan sakit.
"No, sir. You must live. I will take care of you. I don't know what will I do if you don't make
"Son, this is our first and last met. Please let me here. Take this. It will help you to find way out," kata Robert dengan suara melemah seraya memberikan gulungan peta kepada Ricky.
"Hurry, son! They come to us! Run, run, boy!" kata Robert saat tembakan berikutnya datang dengan peluru berdesingan ke arahnya dan Ricky.
Ricky pun dengan terpaksa meninggalkan Robert. Ia ingin sekali menyelamatkan pria itu namun desingan peluru telah mengakhiri
Ricky hanya mampu menatap pilu dari kejauhan ke arah jasad Robert sebelum ia berlari kembali.
Saat itu menjelang sore, lembayung hanya terlihat samar-samar dari ufuk barat, tertutup kabut gelap hasil peperangan.
Ricky lebih fokus berlari. Ia lebih memikirkan mencari jalan keluar yang ditunjukkan peta
Setelah berhasil melewati beberapa rintangan, Ricky pun mencapai pinggiran kota di mana banyak sekali tentara musuh berkeliling dengan senjata lengkap.
"Sial! Bagaimana aku bisa keluar dari sini? Benar kata Robert, reruntuhan ini sedang dikepung," gumam Ricky.
Ricky dapat mendengar suara riuh para tentara yang sedang berpatroli. Mereka sepertinya sedang memperbincang
"Aku tidak mungkin membunuh orang lebih dulu kecuali orang itu yang lebih dulu hendak membunuhku. Apa ini harus aku
Ia kemudian menggendong senapannya kemudian menghunus pisau. Selanjutnya ia bergerak perlahan di dalam kegelapan.
Ricky lantas memutar otak, bagaimana cara menghindari kontak dengan para tentara tersebut.
Mendadak suar menguar
"Sial, cahaya suar itu bisa membuatku ketahuan!" Ricky lantas tiarap di belakang tembok.
'Dorrrrr' Mendadak suatu tembakan kepadanya.
Ia lantas beringsut memasuki area gelap lainnya. Namun
Popor senapan tersebut tidak berhasil mengenai Ricky karena ia berhasil menghindar dengan cara menggelindingkan tubuhnya ke kiri. Tidak hanya itu, Ricky lantas bangun kemudian menikam penyerangnya itu.
Beberapa lama kemudian, tentara tersebut terkulai tewas. Ricky lantas pergi meninggalkan mayat
Ia berlari saat melihat beberapa orang tentara berlarian ke arah lokasi di mana Ricky sebelumnya berada.
"Bang Johan, di mana sih kau? Aku khawatir dia bernasib tidak lebih baik dariku," gumam Ricky seraya berlari.
Tak lama kemudian terdengar suara ledakan
Ricky menyarungkan pisaunya kemudian mengokang senjata untuk selanjutnya berlari ke arah area di mana penjagaannya mulai longgar.
'Dorrr, dorrr' Suara letusan senjata api mengarah
Ricky dalam posisi tiarap kembali menembak ke arah jendela bangunan di mana tembakan berasal.
Tiba-tiba
Duarrrrrr....
Bangunan tersebut meledak terkena serangan altileri.
Ricky hanya menunggu di balik pagar tembok yang memisahkan kota dengan jalan raya yang memisahkannya dengan area
Tak lama kemudian Ricky melihat para tentara dengan seragam yang serupa yang dipakainya muncul sembari meneriakkan yel-yel.
"Victory! The royal army wins ones more!" (kata-kata ini diambil dari game Stronghold Crusader :D)
"Halo, pak. Apakah anda kenal dengan Letnan Alfred Phillipson?" tanya Ricky dalam bahasa Inggris kepada salah seorang tentara terdekat.
"Apa?
"Oh, maaf. Saya hanya ingin bertemu dengannya. Di mana saya bisa menemuinya?" tanya Ricky.
Prajurit tersebut berhenti berjalan kemudian menatap bingung ke arah Ricky.
"Tapi, pak. Saya mendapat amanat memberikan ini kepadanya,"
"Apa? Jadi kau berasal dari resimen New Castle? Aku pikir kau satu resimen denganku," kata prajurit itu terkejut saat melihat kalung yang ditunjukkan Ricky. "Jika kau ingin menemui sir Alfred, kau harus
"Aku tetap akan menemuinya meski mungkin aku akan gagal karena terbunuh. Aku harus menyampaikan ini," ucap Ricky bertekad.
"Dia ingin menemui Sir Alfred, Ron. Aku sudah mengatakan untuk menemuinya harus memasuki neraka terlebih dahulu," tukas William.
"Oh, kamu dari resimen New Castle? Kami menemukan mayat teman
"Terima kasih, pak. Mungkin saya harus pergi sekarang, mumpung masih gelap," tukas Ricky.
"Sebaiknya begitu, prajurit. Segeralah berangkat.
"Sampaikan salam kami kepada Letnan. Katakan, kota pinggiran telah aman," kata Ron seraya melepas kepergian Ricky.
Pada akhirnya Ricky pun pergi dengan membawa kalung Robert. Ia sebetulnya tidak
Apapun itu misterinya, mungkin ada hal lain yang akan ditemui Ricky nanti di perjalanan.
Terlihat di atas lahan bekas pertempuran tersebut mayat-mayat tentara yang belum sempat diambil
Di dekat salah satu parit, dalam gelapnya malam, Ricky sedang berjalan setengah merunduk sembari menenteng senjatanya. Ia sesekali tengkurap
Ricky kemudian menuruni ceruk menuju ke arah ujung parit. Di sanalah Ricky dapat melihat mayat-mayat tentara bergelimpangan. Mereka bercampur antara tentara Jerman dengan tentara Inggris.
"Ukkhh, lebih baik aku tidak ke sini!" ucap
Ricky lantas menembus
Ia tidak berusaha menyalakan api agar tidak menimbulkan kecurigaan dari para tentara Jerman.
"Sial!" Ricky lantas menghunus pisau kemudian memasangkannya ke laras senapan.
Pisau yang dipasang di laras senapan biasa disebut sebagai bayonet. Dengan itu, ia bisa menyerang
Suara-suara langkah tersebut semakin dekat disusul nyala lampu dari arah itu. Cahaya semakin mendekat membuat Ricky semakin kalut saja.
Mereka pasti ada lebih dari satu orang. Ricky pun harus bersiap untuk melarikan diri jika ia tidak dapat
Ricky beringsut kemudian mencoba mencari jalan keluar lain. Namun ia kesulitan menemukannya karena gelapnya kondisi di dalam bunker.
Tanpa sadar ia menendang suatu benda yang tampaknya adalah kaleng hingga menimbulkan suara gaduh.
Terdengar
Ricky lantas bersembunyi ke balik dinding dekat posisi ia menendang kaleng. Selanjutnya ia menunggu sampai cahaya lampu semakin menerangi ruangan tersebut.
Ricky memperhatikan dengan seksama dua tentara
Alhasil Ricky pun kelabakan. Sedangkan di sekitarnya buntu, tidak ada jalan melarikan diri sama sekali.
Tiba-tiba salah seorang tentara Jerman berteriak
Melihat itu, Ricky langsung melepaskan tembakan.
'Dorrrr' Tentara yang berteriak itu roboh bersimbah darah diiring jerit kesakitannya.
Sementara rekannya lantas berteriak kemudian melepas tembakan ke arah Ricky, namun meleset.
'Jressss' Tentara tersebut berteriak kesakitan saat bayonet menembus dadanya.
Ricky kemudian menghampiri tentara tersebut kemudian mencabut senapan dengan
Belum sempat ia menyentuh popor senapan, mendadak seseorang di belakang meninjunya hingga terjatuh. Bahkan orang tersebut menghantamnya dengan popor senapan saat ia terjatuh.
"Du stirbst!" teriak tentara Jerman yang menjatuhkan Ricky.
Ketika ia membalikan badan, mendadak tentara Jerman tersebut tertegun.
"Ricky?"
"Bang Johan? Apa ini benar-benar kamu?" Ricky menatap penuh selidik ke arah tentara Jerman yang wajahnya tidak terlalu terlihat karena cahaya lampu yang tidak sempurna
"Kau tentara Inggris?" tentara Jerman itu menatap bingung ke arah Ricky.
"Aku bukan tentara manapun. Begitupun dengan dirimu, bang. Kita sedang disesatkan penyihir itu," tukas Ricky lantas bangkit kemudian mengambil lampu yang tergeletak di samping mayat
"Aku tidak mengerti, kenapa kita bisa menjadi dua tentara di pihak yang berbeda?" ucap Johan bingung seraya melepas topi besinya kemudian memperhatikannya.
"Sudah kubilang, kita bukan tentara manapun, bang. Kita harus segera keluar dari ilusi ini!"
"Jujur, aku agak sedikit linglung setelah bertemu denganmu, rick. Apa mereka telah mencuci otakku, ya?" kata Johan setengah bergumam.
"Apa pada masa ini Jerman sudah mengenal
"Itu, aku tertembak tentara Inggris di Leine Sapre, tepat di kepala. Topi ini untungnya kuat, jadinya kepalaku hanya terluka seperti ini," kata Johan.
"Apa! Aku tidak
"Kenapa harus susah-susah? Bukankah wajahmu juga terlihat seperti orang Inggris? Pakai aja seragam tentara Inggris. Di luar sana banyak mayat yang memakai itu,"
"Kau gila, huh? Aku tidak mungkin mengenakan pakaian mayat!" tolak Johan.
Ricky terdiam sejenak. Ia terlihat berpikir.
Ia kemudian berbicara, "Begini saja, kamu pakai bajuku dan aku pakai bajumu. Dengan begitu kita akan terlihat lebih
"Itu bukan ide yang bagus tapi aku setuju," kata Johan membuat Ricky bernafas lega.
Ricky dan Johan pun akhirnya bertukar baju seragam. Mereka bertukar tidak dengan celananya juga karena Ricky menginginkan mereka berdua
Mereka berdua dengan seragam sepotong Jerman sepotong Inggris pun keluar dari bunker kemudian pergi mengendap-endap.
"Aku tidak tahu apa alasanku harus membantumu mengantarkan kalung dan peta itu," ujar Johan.
"Ini amanat, bang. Lagipula ini bukan peta
"Hei, aku selama menjadi tentara Jerman sudah melihat banyak hal mengerikan. Pembunuhan, orang-orang terbakar hingga perempuan diperkosa sudah menjadi pemandangan umum di depanku," kata Johan
"Aku juga pernah melihat orang-orang terbakar dan juga orang-orang yang lehernya tertusuk bayonet, namun aku tidak melihat ada pemerkosaan. Tempat yang aku lewati biasanya hanya kota yang hancur dengan tentara musuh yang mengejar-ngejarku," tukas Ricky.
"Lantas kau dan pasukanmu turut melakukan hal yang sama dengan para tentara seragam biru pudar itu?" tanya Ricky.
"Sebagian besar pasukanku, ya. Mereka melakukannya. Namun aku bersama beberapa tentara junior memilih
"Jika kau melakukannya mungkin sekarang kau sudah menjadi mayat yang terapung di sungai, huh," kata Ricky seraya memberi isyarat Johan agar
"Korps Bergwolf. Pasukan seragam biru pudar yang aku maksud, rick. Mereka telah mencapai tempat ini," ujar Johan.
"Ini kabar buruk. Hei, apa kau tidak memiliki teman baik di pasukanmu?" ucap Ricky seraya bertanya sembari merunduk di belakang gundukan tanah.
Ricky tahu apa
"Sersan Robert Michigan, memintaku memberikan kedua benda ini ke Letnan Alfred Philipson di parit garis depan Hellberg. Aku berutang nyawa padanya," tutur Ricky.
"Mungkin kau lebih baik, rick. Aku malah diminta
"Apa? Yang benar saja. Bertemu kaisar Jerman tidak semudah itu. Apalagi mana ada yang akan mengizinkanmu memasuki istana,"
"Kecuali kaisar sedang berada di luar istana," tukas Johan.
"Sebaiknya kita pergi mumpung posisi mereka masih jauh," kata Ricky seraya melihat ke arah kelip-kelip cahaya di kejauhan.
Johan mengangguk, kemudian menuju area yang mengarah ke sebuah pemukiman.
"Jelas, lihat saja rumah-rumah yang rusak itu. Terkadang kedua belah pihak menyerang pemukiman karena mengira di
"Rumah itu tidak kosong, huh? Kita harus hati-hati, bisa saja di dalamnya ada tentara yang
Johan merentangkan telapak tangan kiri ke samping bawah kemudian mengokang senjata untuk selanjutnya melangkahi pagar kecil menuju rumah tersebut.
Ricky lantas mengikuti. Ia pun turut mengokang Lee Enfieldnya
Johan pun mengetuk pintu seraya berucap.
"Bitte öffnen. Wir sind keine Bösen."
"Sedikit. Itu juga aku dapat belajar dari temanku yang aku ceritakan itu," tukas Johan seraya menurunkan senjatanya.
Tak lama kemudian pintu terbuka, dan di baliknya muncul seorang perempuan berambut pirang dengan bola mata berwarna biru.
"Maaf nona, kalau boleh tahu kenapa anda bertahan di sini? Sementara perkampungan ini sudah ditinggalkan penduduknya," ujar Johan dalam bahasa
Perempuan berusia di atas 25 tahun tersebut tidak langsung menjawab. Ia malah menatap penuh selidik ke arah Johan dan Ricky.
"Kalian tentara Inggris atau Jerman?" ucap perempuan itu dengan nada ragu.
"Bukan dua-duanya, nona. Kami hanya tersesat dan terseret dalam
"Aku bisa menebak kamu pasti tentara Bohemia dan dia tentara Inggris," tunjuk perempuan itu ke arah Johan kemudian Ricky.
"Bohemia? Saya tidak tahu apa itu, nona. Kami sedang mencari jalur terdekat menuju pos terdepan Hellberg," kata Johan.
Setelah di dalam rumah, perempuan itu menutup pintu kemudian duduk di samping ranjang bayi.
"Jadi kami harus mulai dari mana?" tanya Ricky dalam bahasa Inggris. Tentu saja perempuan itu bingung.
Beberapa lama kemudian perempuan itu bercerita mengapa ia tetap bertahan di tengah-tengah perkampungan yang dikosongkan itu.
"Jadi kamu menunggu kekasihmu pulang?" ucap Johan.
"Dia bukan anakku. Dia anak bibiku yang terbunuh waktu penyerangan tentara Jerman ke kampung ini," kata perempuan itu membuat Johan dan Ricky terkejut.
"Kamu mengerti kata-kataku?"
"Itu hanya kebetulan, rick. Bukan berarti dia mengerti ucapanmu," kata Johan setengah berbisik sambil menoleh ke arah Ricky.
"Kalian berbicara apa? Aku tidak mengerti," kata perempuan itu.
"Ngomong-ngomong nama kamu siapa?" tanya Johan.
"Lina, rick. Kau tidak ingat dia, kah?" ucap Johan seraya menoleh ke arah Ricky.
"Jangan ngawur, bang. Lina tidak bersama kita, kecuali Lina yang ini," tukas Ricky.
"Aku Johan, dan dia Ricky. Kami sebenarnya berasal
Paulina terlihat bingung, kemudian ia tertawa ditahan sambil menutup mulut.
"Mungkin kita tidak usah terlalu jujur sama orang-orang, bang," kata Ricky.
"Otomatis dia menjadi tentara Jerman. Bukan tidak mungkin ia menjadi salah satu pelaku perusakan kampung itu,"
"Apa? Itu tidak mungkin! Dia laki-laki yang bermartabat. Tidak mungkin ia melakukan perbuatan itu!" sergah Paulina dengan nada naik.
"Menjadi tentara Jerman harus bengis, nona. Setidaknya di dalam divisi tertentu. Aku sudah menyaksikan sendiri
"Wolfberg!" ujar Ricky membuat Johan lantas menyambar senjatanya.
Johan pun meminta Paulina
"Bergwolf, itu yang benar," ucap Johan seraya beringsut ke arah jendela.
Dari celah-celah jendela ia dapat melihat satu kompi tentara Jerman berseragam biru pudar sedang bergerak dalam barisan yang rapi melewati jalur yang membelah kampung.
"Syukurlah mereka tidak menggeledah rumah-rumah," ucap Ricky.
Mendadak terdengar suara derit pintu dari belakang rumah, membuat Johan dan Ricky terperanjat kemudian
Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki memanggil-manggil Paulina.
"Paulina, Paulina, bist du noch hier?"
Paulina yang sedang bersembunyi di kamar lantas keluar menemui laki-laki itu.
"Hei, hei, kau tidak lihat aku ini orang Jerman?" ucap Johan dalam bahasa Jerman.
"Sedang apa kalian di sini! Jangan-jangan kalian
"Stein, mereka tidak melakukan apa-apa terhadapku. Mereka hanya tentara yang tersesat," kata Paulina mencoba menenangkan kekasihnya itu.
"Aku harus membunuh mereka! Mereka tentara Inggris
'Dorrrrrr'
"Kau bajingan! Kalau jantan kalian duel, tidak usah menggunakan senjata!" bentak Ricky dalam bahasa yang hanya dimengerti Johan.
Johan lantas mengambil senjata
"Aku di sini bukan untuk mencari musuh. Aku sedang mencari jalur yang benar menuju Hellberg. Kau tahu itu di mana?" kata Johan sambil menatap dingin ke arah Stein.
"Kau Jerman tapi kenapa ingin pergi ke pos musuh?" Stein balik menatap tajam ke arah
"Kau pikir menghentikan perang itu mudah?" Kali ini Paulina yang menyahut, di mana ia masih berdiri di dekat Stein.
"Berhenti mencari pembenaran. Aku hanya ingin kau tunjukkan jalur ke Hellberg. Kami
Stein kemudian melihat peta tersebut lekat-lekat. Ia kemudian berdiri.
"Ayo kita tinggalkan tempat ini. Lebih cepat lebih baik," ucapnya.
Setelahnya mereka berempat ditambah bayi keponakannya Paulina, beranjak meninggalkan
Saat itu sore hari di mana lembayung samar-samar terlihat di antara gelapnya langit karena kabut asap bekas perang.
"Kau menjadi desertir?" Johan melihat ke arah Stein.
"Aku melakukan ini karena kalian berjanji akan menghentikan perang," tukas Stein.
"Lantas seberapa keyakinanmu soal berhentinya perang?" tanya Paulina kemudian berhenti untuk bergantian dengan Stein menggendong bayinya.
"Siapa namanya?" tanya Ricky
"Namanya Leo. Leopold von Häusern," kata Paulina dengan mantap.
"Bakal calon raja, nih," tukas Ricky.
"Kekaisaran Jerman dan Kerajaan Prussia
"Kalian berbicara dalam bahasa apa sebenarnya?" tanya Stein penasaran.
"Bahasa Indonesia. Mungkin kau tidak pernah tahu bahasa itu," tukas
"Di mana itu Indonesia?" tanya Paulina.
"Di timur jauh sana. Lagipula pada masa ini namanya bukan Indonesia," tukas Johan seraya menghentikan langkah kemudian berlari ke sebatang pohon yang berbatasan dengan ujung pemukiman dengan lahan landai.
"Kita mencari jalur yang tidak mereka lewati," ucap Stein seraya membimbing Paulina menuju lereng terjal di sebelah timur laut perkampungan.
Ricky dan Johan pun mengikuti ke
"Sial! Kita harus menunggu malam," ucap Stein seraya merunduk.
Mereka kemudian diam di tempat hingga malam pun tiba.
"Kita tidak bisa mengambil resiko dengan
"Sebaiknya kalian tunggu di sini. Aku ada ide," ujar Ricky seraya beringsut hendak pergi.
"Apa yang mau kau lakukan?" tanya Johan.
"Hanya mengalihkan, bang. Tapi kalau terpaksa mau tidak mau aku menghabisi sebagian dari
"Jangan ceroboh. Mereka itu Bergwolf. Stein pasti tahu bagaimana kekejaman mereka," kata Johan.
Ricky tidak menyahut. Ia lantas pergi setelah menepuk pundak Johan dua kali.
"Mau ke mana dia?" tanya Stein.
"Hunting."
"Melewati jalan ini sangat beresiko ketahuan musuh. Tidak ada objek untuk
Sejenak ia berhenti kembali saat mendengar suara menderu dari atas langit, deru pesawat tempur yang tidak diketahui dari pihak siapa.
Pesawat tersebut memiliki lampu sorot yang terkadang mengarah ke daratan membuat Ricky harus
Tak lama kemudian Ricky melihat suatu pemukiman kecil yang berada di area landai tersebut, di mana para tentara Jerman sedang berkumpul.
Ricky kemudian mendekat ke arah pemukiman tersebut. Ia melihat setidaknya ada sepuluh orang tentara yang beberapa di antaranya sedang
"Benar, kalau perjalanan dilanjutkan akan menjadi gawat jika mereka masih ada. Ini akan menjadi akhir yang buruk bagiku dan yang lain," gumam Ricky.
Ia kemudian beringsut kemudian mengamati area lain yang mungkin dapat dilewati.
Ricky kemudian berpikir bagaimana cara melewati pemukiman kecil itu tanpa
Tampaknya ia harus nekat menerobos pemukiman itu dan melumpuhkan satu persatu musuh yang ada di sana.
Ia pun akhirnya beranjak menuju pemukiman kecil itu, kemudian menyelinap melalui belakang salah satu rumah. Selanjutnya ia terperangah saat seorang tentara
"Wer bist du? Was machst du hier?" kata tentara Jerman berseragam biru pudar dengan helm besi bundar berlambang kepala serigala itu.
Ricky tidak dapat berkata apa-apa karena tidak mengerti kata-kata tentara Jerman tersebut.
"Bist du verloren?" kata tentara itu.
"Kau tentara Inggris, huh?" ucap tentara itu dalam bahasa Inggris membuat Ricky terkejut. "Jangan takut, aku di sini tidak sedang dalam rangka memerangi kalian."
"Untuk apa kau mengajakku bicara?" tanya Ricky.
"Terserah kaulah mengira aku ini sama dengan mereka yang di sana. Tapi aku
"Aku Ricky, dan aku bukan orang Inggris. Bahkan aku bukan tentara," tukas Ricky akhirnya.
"Kalau kau bukan orang Inggris lalu siapa? Orang Prancis? Kau tidak ada tampang Prancis sama sekali," ucap Ulric
"Kau bawa teman? Mereka orang-orang Inggris?" tanya Ulrich.
"Itu bisa diatur. Tapi pertemukan aku dengan mereka terlebih dahulu. Kau bisa mempercayaiku," tukas Ulrich.
Sementara Ricky tampak ragu.
"Apa itu konsekuensinya?" tanya Ulrich dengan nada seolah mengolok-olok.
"Kau akan tahu."
Ricky kemudian mencapai tebing kecil yang membentengi jalan kecil di mana seharusnya Johan bersama yang lain
Namun mereka tidak berada di situ, membuat Ricky terkejut. Ia lantas segera menelusuri tempat itu untuk menemukan Johan, Paulina, dan Stein.
"Sial! Kenapa mereka bisa-bisanya meninggalkanku!" rutuk Ricky seraya terus berjalan hingga ia tidak sengaja menendang sesuatu.
"Ini senapan yang dibawa bang Johan. Kenapa bisa patah begini? Apa yang telah terjadi?" gumam Ricky.
Tak lama kemudian Ulrich muncul sambil celingukan.
"Ada apa, bung?"
"Mereka tidak ada," tukas Ricky.
"Tentu saja mereka tidak ada. Aku tadi mendapat kabar dari teman-temanku bahwa sebagian dari mereka beberapa waktu lalu kemari melakukan penyisiran," kata Ulrich membuat Ricky terkejut.
"Apa!" Ricky langsung
Selanjutnya ia terlihat seperti sedang berpikir.
"Aku tidak tahu apa-apa sampai aku bertemu temanku sesama tentara di pemukiman tadi," kata Ulrich.
"Mungkin aku harus melakukannya," ucap Ricky setengah bergumam.
"Melakukan apa?" tanya Ulrich tampak bingung.
"Membunuh teman-temanmu!"
"Aku juga membenci mereka tapi membunuh bukan jalan keluar," seru Ulrich.
"Apa alasanmu membenci mereka? Bukannya kau bagian dari mereka?" sahut Ricky.
"Mereka telah membunuh gadis yang baru aku taksir. Mereka juga
"Kau tahu kenapa ada orang yang bilang bahwa tidak semua orang pantas hidup?" kata Ricky lantang.
"Terserah katamu, tapi membunuh bukan jalan keluar. Lagipula memangnya kau sanggup membunuh mereka semua?" teriak Ulrich.
"Iya!" balas Ricky.
Dalam kegelapan ia bergerak, mencari target yang dapat menjadi sasaran empuknya.
Sementara Ulrich kebingungan karena kehilangan jejak.
Ia kemudian dikejutkan dengan suara erangan halus disusul suara gedebuk dari dalam salah satu rumah. Ia pun lantas menuju rumah itu
"Oh Tuhan!" serunya saat melihat salah seorang tentara Jerman tergeletak bersimbah darah di atas lantai.
"Rombber!" pekiknya saat mengenal rekannya sesama tentara Jerman itu. "Apa salah dia harus terbunuh seperti ini? Ricky, di mana kau sebenarnya?
Ia kemudian beranjak keluar dari dalam rumah itu. Sejenak ia melihat pergerakan di balik kegelapan. Ia dapat meyakini jika itu adalah Ricky.
"Ricky, tunggu!" serunya.
Dorrr, dorrr, terdengar suara tembakan diiringi
"Astaga! Apa-apaan itu?" Ulrich lantas berlari ke arah lokasi di mana pembantaian terjadi. "Ricky, hentikan itu!" teriaknya.
Ia kemudian mendapati setidaknya dua orang
"Orang ini tidak berasal dari masa ini. Aku sempat melihat sorot mata yang seperti mata harimau itu. Untuk apa dia berada di masa ini?" gumam Ulrich seraya beranjak untuk menelusuri jalur di area itu.
Sejenak ia tertegun.
Ulrich kemudian memasuki area gelap dengan harapan dapat menemukan Ricky, namun nihil. Ia lantas keluar kemudian menelusuri tempat lain yang sebelumnya para tentara berkumpul di sana.
Ulrich cuma menemukan para tentara rekannya sudah terbujur kaku di lokasi itu
Ulrich terus melangkah hingga melewati perbatasan pemukiman dengan suatu hutan dengan pepohonan tinggi serta sungai dengan airnya yang mengalir deras.
Namun kemudian ia menghentikan langkah ketika sungai yang lebar dengan airnya yang deras menghadang langkahnya.
Ia pun menggernyitkan kening.
Ulrich pun menelusuri tepian sungai dengan harapan menemukan area dangkal ataupun jembatan yang dapat dilewati.
Pencariannya nihil karena tidak ada area
Ulrich tidak mau mengambil resiko menyeberangi sungai yang sangat deras itu. Ia pun termangu di pinggir sungai, tidak tahu harus melakukan apa.
Ulrich lantas berlari ke arah sebatang pohon kemudian bersembunyi seraya mengintip ke arah sumber suara baku tembak itu.
"Tentara Inggris?" gumamnya saat melihat beberapa orang tentara Inggris sedang
Di antaranya ada yang menjatuhkan diri untuk tiarap. Tampak kilatan-kilatan tembakan berseliweran di tengah gelapnya malam di hutan tersebut.
Terdengar suara teriakan kesakitan disusul suara seperti geraman harimau yang membahana.
"Apa itu? Tidak mungkin ada harimau
Ulrich melihat beberapa orang tentara Inggris berjatuhan seperti terkena serangan sesuatu yang tidak terlihat. Meski di antaranya terdapat kilatan tembakan yang dilontarkan pihak lain.
"Ricky? Apa itu dia?" gumamny
Ia dapat melihat bayangan asing seperti harimau yang berdiri dengan dua kaki, sedang menyerang para tentara
"Ini tidak benar! Aku harus menghentikannya tapi bagaimana caranya?" gumam Ulrich.
Ia merasa bingung bagaimana cara menghentikan pembunuhan itu sekaligus menghentikan pertempuran antara dua pihak.
Dorrrr...
Harimau tersebut lantas berbalik ke arah Ulrich kemudian berlari ke arahnya.
Ulrich lantas berlari ke arah sungai dengan tujuan
"Sial!" umpatnya ketika menyadari makhluk tersebut telah berada beberapa inci darinya bersiap menyerang.
"Ricky!" teriak seseorang yang muncul
"Kita berdua telah diperalat oleh makhluk yang sama. Kau tahu iblis perempuan itu tidak benar-benar setelah aku lempar keris waktu itu!" ucap Johan, orang
Harimau yang adalah Ricky lantas mengalihkan pandangan ke arah Johan dengan tatapan buas.
"Ricky, kau harus melawannya! Membunuh banyak orang membuatmu kehilangan dirimu sendiri. Kau harus tahu itu yang diinginkan
Ulrich yang masih terduduk di atas tanah hanya mengamati. Ia tidak berusaha untuk bangun mengingat kakinya terkilir.
"Jerman, sebaiknya kau pergi. Aku yang akan menghadapinya," kata Johan membuat
Johan perlahan maju ke hadapan Ricky yang terlihat begitu buas dengan sorot matanya yang berwarna merah menyala.
"Tenanglah, macan. Kita akan pulang. Kita hanya perlu mencapai Hellberg kemudian bertemu kaisar agar kita bisa pulang," kata Johan seraya
Namun kemudian dari arah belakang Ricky terdengar suara riuh para tentara yang berdatangan ke arah tempat itu.
"Oh, tidak," gumam Ulrich seraya beringsut ke arah sebatang pohon.
"Ini tidak akan berjalan dengan baik. Stein dan Paulina pasti sudah
Tak lama kemudian para tentara Inggris bermunculan mengepung tempat tersebut dengan senjata semuanya terarah ke Johan dan Ricky.
"Menyerahlah, Jerman!" teriak salah seorang tentara.
"Jangan mendekat!" teriak Johan berusaha untuk mencegah Ricky kembali ....
Namun apa yang dilakukan Johan sia-sia. Para tentara Inggris terus merangsek. Akibatnya mereka menjadi korban keganasan Ricky berikutnya.
Suara jerit kematian serta suara letusan senjata dan dentingan pedang menggema di area tersebut.
"Kaki keseleo. Lagipula memangnya kau pikir kau bukan orang Jerman?" sahut Ulrich seraya berusaha berdiri.
"Aku memang bukan Jerman. Tapi raksasa itu mengirimku kemari
"Aku tahu siapa raksasa yang kau maksud. Aku akan
"Kalau begitu bantu aku mengalihkan perhatiannya. Hentikan pembantaian yang dia lakukan, aku akan menyadarkannya," kata Johan setelah Ulrich berhasil berdiri.
Sementara Johan berlari ke sisi timur dari barisan pepohonan. Sembari melewati mayat-mayat tentara yang bergelimpangan
"Namanya adalah Salasatri yang artinya 33. Entah kenapa angka itu sering disebut-sebut sebagai angka keramat bagi kaum satanis," gumam Johan.
Selanjutnya ia mengamati pergerakan Ulrich yang sedang berupaya
"Ricky! Hentikan itu! Kau harusnya tahu sedang berada di mana!" teriak Johan seraya melompat ke
"Awas!" teriak Ulrich saat melihat Ricky mengayunkan cakarnya ke arah Johan.
Johan lantas menjatuhkan diri sehingga cakaran Ricky menghantam angin. Selanjutnya ia menusukkan sesuatu yang dari tadi ia genggam, sebilah keris yang ternyata terbawa.
"Maafkan aku. Ini lebih baik daripada kau tidak kembali," ucap Johan seraya melompat mundur.
"Apa yang kau lakukan?" ujar Ulrich seraya mundur bersama Johan.
"Keris itu kuncinya," tukas Johan.
"Kita tunggu saja," kata Johan seraya melihat ke arah Ricky yang berlutut di atas tanah kemudian jatuh telungkup hingga keris yang menancap di perutnya tembus hingga ke punggung.
"Oh, sial!" kata Ulrich saat menyaksikan hal itu.
"Tempat ini tuntas sudah. Mereka tidak ada yang selamat. Aku tidak tahu apakah ini akan termaafkan. Tapi yang jelas, kehidupan kami
"Pasti ada cara untuk kalian kembali ke masa kalian hidup. Bukankah misi kalian mengantarkan surat-surat itu, kan?" kata Ulrich.
"Pasti Ricky pernah bercerita kepadamu. Aku jawab 'iya'. Aku malah harus bertemu kaisar mengenai hal itu," tukas Johan.
"Aku harap kita menemukan jembatan atau bagian dangkal sungai ini," ujar Ulrich yang berada di posisi depan.
"Tapi tentara Jerman akan
"Tidak perlu khawatir. Aku akan mengatasinya jika kita berpapasan dengan mereka," kata Ulrich.
Mereka terus berjalan melewati bantaran sungai yang ditumbuhi pepohonan tinggi dan juga rerumputan. Hingga akhirnya mereka tiba di suatu jembatan gantung
"Kita tidak mungkin melewatinya. Tapi kita tidak bisa mengambil risiko terus bergerak ke barat. Di sana adalah garis depan Bergwolf. Sedangkan jika kita ingin ke Hellberg, kita harus menyeberangi sungai dan pergi ke utara," kata Ulrich.
"Kau tidak bisa
"Jangan menggampangkan. Mereka adalah binatang buas. Ratusan kota mereka hancurkan. Penduduknya mereka bantai. Mereka sangat sadis," tukas Ulrich.
"Aku juga pernah melihatnya sendiri bagaimana mereka membunuh rekan satu divisiku," ungkap Johan.
"Talinya berderit. Sepertinya
"Lebih baik kita cepat. Jika berhenti di tengah-tengah, justru jembatannya akan cepat putus," tukas Ulrich yang berada di depan sembari bersiap mengambil langkah seribu. "Dalam hitungan 1 sampai 3!" lanjutnya.
'Brukkkkk' Ulrich dan Johan yang membawa Ricky jatuh di atas tanah seberang sungai. Mereka berhasil melewati jembatan yang kini telah runtuh itu.
"Uhh, hampir saja," kt Johan.
"Ricky? Kau sudah sadar, hah?" Johan langsung menatap ke arah Ricky.
"Di mana aku? Apa yang telah terjadi?" ucap Ricky.
"Beruntunglah kau sudah sadar. Aku pikir iblis itu tidak
"Iblis? Siapa?" tanya Ricky.
"Wanita iblis Salasatri merasukimu, membuatmu membunuh banyak sekali orang," kata Johan membuat Ricky tercengang.
"Apa? Bukannya dia?" kata Ricky terkejut. "Jadi aku sudah membunuh banyak orang?"
Ricky yang dalam posisi terbaringnya kemudian bangun untuk selanjutnya melihat sekeliling.
"Kita harus ke mana?" tanya Johan.
"Kalian sudah saling mengenal?" tanya Ricky.
"Kami bertemu pas kau kerasukan,"
"Sebaiknya kita pergi. Obrolannya nanti saja," kata Ulrich seraya menunjuk ke arah jalan yang akan mereka lalui. "Hati-hati dengan ranjau."
"Tentu saja. Seluruh wilayah Prancis utara hingga perbatasan Jerman adalah medan perang. Hutan, perkampungan, bahkan kota pasti telah dipasangi ranjau darat," tukas Ulrich.
"Ngomong-ngomong kota, itukah kota?" kata Johan sambil
"Paulina dan Stein?" ujar Ricky.
"Kota itu bernama San Zabou. Kabar baiknya, Hellberg tidak jauh dari sana," kata Ulrich seraya melihat ke arah kota.
"Kota itu adalah tempat pertempuran sengit. Hujan artileri hampir setiap hari memborbardir kota. Intinya memasuki kota itu artinya mempertaruhkan nyawa," ucap Ulrich.
"Apa tidak ada jalur lain untuk mencapai Hellberg tanpa melewati kota itu?"
"Tentu saja ada tapi lebih jauh dan lebih merepotkan. Apalagi kita sewaktu-waktu menjumpai pasukan Bergwolf yang sadis itu," ungkap Ulrich.
"Kota ini sepertinya lebih baik meski dihujani artileri daripada bertemu Bergwolf," kata Johan kemudian.
"Watch out!" teriak seorang tentara disusul sebuah proyektil jatuh meledakkan area di mana ia dan rekan-rekannya
Dari balik salah satu bangunan, Johan, Ricky dan Ulrich mengintip, melihat ke arah lokasi ledakan itu.
"Kota ini sempat direbut Inggris, namun Jerman membombardirnya untuk merebut kembali kota," kata Ulrich.
"Kita maju tanpa senjata?" tanya Ricky.
"Kita akan punya.
"Apa di sini ada Bergwolf juga?" tanya Johan.
"Kemungkinan besar ada. Makanya kita harus mendapatkan senjata. Mereka pantas mati karena mereka sudah seperti manusia yang otaknya
Beberapa saat kemudian, mereka bertiga bergerak menuju lokasi yang diperkirakan menjadi tempat para tentara Inggris berakhir.
Sesampai di sana, mereka melihat mayat-mayat tentara bergelimpangan.
"Lebih baik ambil yang praktis. Senapan mesin sama sekali bukan pilihan. Kecuali jika kau ingin menjadi pahlawan yang bisa membunuh banyak musuh seorang diri," ujar Ulrich.
Mereka lantas
"Tidak ada senjata otomatis, kah?" gumam Ricky.
"Tentu saja kalau mau mencari. Lebih baik kita gunakan yang ada saja," tukas Ulrich.
Setelah mendalatkan senjata, mereka kemudian bergerak ke arah pusat
Tak lama terdengar suara letusan senjata dari arah timur laut, membuat ketiganya tiarap sembari mencari arah dari mana suara letusa n tersebut.
"Tentara Inggris," ucap Ricky.
"Kita lebih baik menghindar. Kecuali jika dia sudah keterlaluan," kata Ulrich.
Ulrich memberi isyarat agar semuanya kembali bergerak.
"Salasatri." Keduanya berucap secara bersamaan membuat Ulrich mengerutkan kening.
"Awas!" teriak Ricky seraya mendorong Ulrich hingga jatuh terjengkang.
Sedetik kemudian bongkahan reruntuhan bangunan berjatuhan
Gurudug, gurudug, gurudug,
Bongkahan material tersebut menimbun jalan setapak tersebut, memisahkan Johan dan Ricky dengan Ulrich.
"Ulrich, kau baik-baik saja?" seru Johan seraya memperhatikan timbunan material yang tingginya hingga tiga
Tidak ada jawaban. Ricky dan Johan pun dibuat penasaran.
"Ulrich, kau masih di situ?" seru Ricky seraya berupaya memanjat gundukan itu namun dicegah Johan.
"Ini akan runtuh. Sebaiknya kita pergi. Ulrich pasti akan menemukan kita," ujar Johan seraya mengawasi
"Aku tidak mau kerasukan dia lagi. Berapa banyak orang yang aku bunuh," tukas Ricky.
Johan sejenak termangu kemudian ia langsung menarik Ricky untuk selanjutnya pergi meninggalkan lokasi itu.
"Ulrich. Iblis itu sekarang mengendalikannya," tukas Johan membuat Ricky terkejut.
"Lantas kita harus bagaimana?" tanya Ricky.
"Kita akan menghadapinya setelah kita keluar dari tempat ini," kata Johan.
"Astaga! Lari!" teriak Johan seraya berlari kencang diikuti Ricky.
Material-material berat yang
"Lari!" teriak Johan.
Terdengar suara geraman membahana dari arah belakang tepatnya dari kumpulan material yang beterbangan yang mengikuti Johan dan Ricky ke mana pun.
"Iblis itu sepertinya hanya mengincar kita," ucap Johan.
"Lalu di mana gerangan Ulrich?" kata Ricky sambil melihat ke
"Perhatikan langkahmu! Banyak lubang bekas ledakan!" kata Johan seraya melompati salah satu lubang di hadapannya.
Mereka berdua berlari secepat mungkin. Namun, material hidup yang mengejar mereka dapat mencapai posisi di mana mereka berada.
"Di sini!" teriak Johan seraya menarik Ricky kemudian menjatuhkan diri bersama Ricky ke dalam sebuah lubang menganga di tengah jalan, sebuah lubang drainase.
Johan dan Ricky yang kini berada di dalamnya hanya menunggu sampai material tersebut melewatinya. Mereka tidak menyadari jika material tersebut ternyata bersiap menimbun mereka berdua.
Material terbang tersebut berjatuhan ke arah lubang drainase di mana Ricky dan Johan berada. Akibatnya mereka berdua tertimbun dan terkurung di dalam saluran air tersebut.
"Sial! Kita terperangkap!" umpat Ricky seraya melindungi kepalanya dengan kedua
Johan pun melakukan hal yang sama. Ia setengah tiarap melindungi kepala belakangnya dari runtuhan material.
"Kita bisa menelusuri saluran air ini. Lihat, sebuah lorong yang panjang," ucapnya seraya melihat ke arah lorong saluran air yang cukup lebar itu.
Mereka berdua dapat mendengar suara gemuruh diiringi teriakan orang-orang.
Terlebih sosok tersebut merupakan kiriman Margon, titan yang mengirim Ricky dan Johan ke masa
Kembali ke Johan dan Ricky yang kini telah mencapai ujung lorong di mana suatu area terbuka bekas ledakan artileri berada di sana.
"Jalan keluar. Tapi kita harus berhati-hati. Musuh bisa saja menemukan kita," ucap Johan seraya keluar dari area tersebut dengan merangkak.
"Mereka tidak menembaki kita. Mereka menembaki Salasatri," ujar Johan yang berada di bibir lubang bekas ledakan itu.
"Mereka menembaki Ulrich?" tanya Ricky.
"Ayo," katanya.
Johan dan Ricky kemudian berlari bersijingkat setelah keluar dari lubang besar itu. Mereka berlari sembari merunduk ketika desingan tembakan mengarah kepadanya.
"Itukah Hellberg?"
"Awas!" teriak Johan seraya mendorong Ricky hingga jatuh telungkup ketika beberapa butir peluru berdesingan ke arah mereka.
"Kita hampir mencapai Hellberg!" ucap Ricky seraya melongok ke arah Johan.
"Lupakan itu! Kita sedang terkepung!"
Kota tersebut rupanya jadi medan pertempuran sengit antara pasukan Jerman dengan pasukan Inggris. Kedua pihak juga
Sosok tersebut kini sedang terbang mengarah ke lokasi di mana Johan dan Ricky berada.
"Salasatri sedang kemari. Aku akan menghadapinya," kata Johan seraya menghunus kerisnya.
Johan melihat ke arah langit di mana beberapa pesawat
"Pesawat Jerman," gumamnya.
Sementara sosok Ulrich yang sedang melayang dengan kedua sayap lebarnya ke arah Johan dan Ricky. Ulrich saat itu memang sedang dikendalikan oleh Salasatri. Oleh karenanya ia dapat terbang.
Johan menusukkan kerisnya ke arah Ulrich namun tidak mengenai sasaran. Sebaliknya Ulrich dapat
Ricky tidak tinggal diam. Ia melakukan serangan dengan bayonet yang sedari tadi ia genggam.
"Kembalikan Ulrich, dasar iblis!" teriak Ricky.
"Dia milikku!" Ulrich berbicara dengan suara berat dan mendengung.
Johan yang terlempar kembali
Ricky dan Johan pun terlempar saat sabetan kedua tangan Ulrich
"Kita harus lari, bang!" kata Ricky saat ia merasa tidak mungkin lagi untuk melawan iblis di balik sosok Ulrich.
"Aku penasaran, rick. Lagipula jika kita tidak mengalahkannya, kita tidak akan berhasil ke Hellberg dan kamp Kaisar," tukas Johan.
'Whuuuusshhh' Hembusan angin serangan Ulrich menerpa mereka berdua.
Tanpa banyak kata, Johan dan Ricky berlari menjauh dari Ulrich.
"Celaka! Kita tidak bisa terus berlari," ujar Ricky.
"Iblis itu masih mengejar kita. Aku akan mencoba menahannya," kata Johan optimistis.
"Pesawat-pesawat itu sudah mencapai kota.
Tiba-tiba sebuah pesawat pembom terbang di atas mereka berdua kemudian menjatuhkan muatannya.
Ricky pun lantas
Duarrrrr....
Bom yang dijatuhkan pesawat itu meledak menghancurkan area pinggir sungai itu. Namun sosok Ulrich tetap berada di sana, tidak terdampak ledakan bom.
Selanjutnya ia mengejar ke mana Ricky dan Johan hanyut.
"Takkan kubiarkan
Sementara Johan dan Ricky pontang-panting di antara derasnya arus. Mereka hanya bisa menggapai-gapai sampai mereka mencapai tepian.
Di saat itu pula Ulrich melayang di atas mereka kemudian menghambur-
Johan dan Ricky pun lantas menyelam untuk menghindari serpihan material yang berjatuhan ke arah mereka.
Sembari menyelam mereka terus menggapai hingga mencapai tepian yang landai. Mereka pun segera keluar dari sungai kemudian lari
Di dalam parit-parit tersebut terlihat banyak tentara sedang berjibaku melawan musuh yang menyerbu ke arah parit.
Tampak ledakan demi ledakan artileri membuncah
"Hellberg?" gumam Ricky.
"Kita harus cepat. Salasatri tepat di belakang kita," kata
Mereka berdua pun berlari ke arah ujung parit di mana beberapa orang tentara Inggris menghadang mereka.
"Stop kalian berdua!" teriak salah seorang tentara.
Johan dan menghentikan langkah. Johan menunjuk ke belakangnya membuat
"Apa itu!" pekik seorang tentara saat melihat sosok Ulrich tengah melayang dengan aura gelapnya.
Para tentara tidak lantas mundur. Salah seorang dari mereka melihat ke arah Ricky kemudian berkata setengah berteriak.
"Kau bagian dari kami?
Ricky lantas menyahut.
"Aku bukan tentara Inggris dan dia juga bukan tentara Jerman. Aku utusan seseorang yang ingin perang ini berakhir!"
Para tentara itu terkejut. Namun mereka segera waspada ketika sosok Ulrich
"Lebih baik jangan mempermasalahkan siapa kami. Makhluk itu sangat berbahaya. Kita harus menghadapinya," kata Johan dalam bahasa yang dimengerti para tentara Inggris itu.
"Cepatlah temui Kolonel! Kita dihadapkan musuh lain yang lebih berbahaya," ucap tentara itu.
"Baik, komandan!" sahut tentara yang diperintah itu.
"Celaka! Pasti keris itu jatuh di sungai!" kata Johan dengan nada panik.
"Keris itu bukan milikmu jika tidak kembali lagi, bang. Sebaiknya kita lanjut pergi," tukas Ricky.
Johan dan Ricky tidak menanggapi. Mereka
"Perang ini akan terus berlangsung hingga kalian semua musnah!" kata Ulrich dengan suara besar mendengung.
Ulrich mengeluarkan sesuatu dari balik pinggangnya.
"Kita harus merebutnya. Keris itu satu-satunya senjata yang dapat digunakan melawan iblis itu. Hanya saja kita belum tahu cara menggunakannya yang benar," kata Ricky.
"Ayo."
Mereka berdua pun berlari kemudian melompat ke arah parit di mana beberapa orang tentara menyambut mereka dengan todongan senjata.
"Berhenti di situ!" seru seorang tentara.
"Saya ingin menemui Kolonel Alfred Philipson. Saya ingin menyampaikan ini ke beliau," kata Ricky seraya memperlihatkan sepucuk surat.
"Surat dari siapa? Biar aku yang memberikannya kepada beliau." tentara itu mendekat.
"Biar saya sampaikan sendiri. Lihatlah teman-teman kita sedang direpotkan makhluk jadi-jadian itu," kata Ricky.
"Kau tidak akan ke mana-mana apalagi
"Bagaimana kalau aku mengizinkan mereka, prajurit?" Sebuah suara dari arah belakang prajurit itu sukses membuat semuanya mengalihkan perhatian.
"Jenderal," ucap prajurit tersebut seraya memberi hormat diikuti
Sementara Johan dan Ricky termangu menyaksikan kedatangan tokoh kunci peperangan di parit sektor Hellberg tersebut.
"Kolonel Alfred Philipson?" ucap Ricky disambut tatapan sang jenderal.
"Sebaiknya aku lihat surat itu, anak muda. Aku tahu ada hal urgent
Ia kemudian mengambil surat dan beberapa benda yang turut diserahkan oleh Ricky.
"Jadi Robert sudah tiada. Keluarga kakakku benar-benar
Mendadak tubuh Ricky menguar kemudian melebur dan menghilang di udara.
"Ricky!" Johan tercekat melihat Ricky
"Perjalananmu juga akan segera selesai. Beberapa prajurit akan mengantarmu ke Lokensolden. Kamu harus melewati beberapa medan perang dengan tank dan juga truk," kata Kolonel Alfred
Johan hanya terdiam menatap Kolonel Alfred. Ia merasa bingung harus melakukan apa agar ia dapat menyusul Ricky kembali ke masa ia hidup.
~~SEKIAN~~
Karena sdh terlalu panjang, maka ceritanya cukup sampai di sini. Jika ada waktu akn dibuatkan lanjutannya