Sebuah cerita horor. Real atau bukan tidak apa kan? Just for fun.
#bacaceritahoror #ceritaseram
#ceritahoror #demit
"Aaaaaahhhhh!!!" jeritnya lantang saat kapak itu menderu ke arahnya.
"Laela!!!" teriaknya.
Itu aneh, dia yang hendak dihantam kapak, namun dia melihat yang hendak dihantam kapak adalah
Ia sejenak menutup kedua mata saat kapak itu mendekat dengan cepat ke arah Laela.
"Aaaaaaa.....!!!"
Rasmi menjerit kemudian terbangun dari mimpi buruknya.
"Rasmi? Ada apa, nak?" teriak ibunya kaget seraya memasuki kamar Rasmi.
"Soal Laela?" tanya ibu.
Rasmi mengangguk. "Laela tidak memiliki hubungan yang baik dengan uwak Ijah dan uwak Rahman. Mereka berdua seolah tidak menganggapnya sebagai anak. Kalau bukan kita yang memperhatikan Laela, lalu
Ibu terdiam mendengar perkataan Rasmi.
"Sekarang dia sedang PKL di suatu tempat antah-berantah. Saya khawatir itu menjadi hal buruk baginya," kata Rasmi lagi.
"Kita doakan Laela, semoga ia baik-baik saja di sana," tukas ibu.
"Dia sebenarnya siapa?" ujar seorang warga.
"Kita belum pernah melihatnya di desa kita. Apa dia dari desa sebelah?" tukas yang lain.
Pak Dodi yang merupakan kepala desa
"Ini tidak mungkin," ucapnya seraya memperhatikan wajah perempuan itu. "Aku mengenalnya. Dia adalah pengasuhku sewaktu aku masih kecil."
"Mbak Sarnah? Pasti mbak tidak mengenali saya," ujar Pak Dodi.
"Bapak siapa, ya? Ngomong-ngomong desa ini sekarang ramai?" kata Sarnah seraya menatap ke arah
"Mitos bilang 'alam gaib dapat membuat seseorang menjadi awet muda'. Sepertinya mitos itu berlaku padamu, mbak Sarnah," kata Pak Dodi membuat Sarnah tercengang heran.
"Apa maksud bapak?" tanya Sarnah bingung.
"Saya adalah Dodi Sanjaya, putra Pak Mahfud dan bu
Mimik wajah Sarnah berubah. Ia terlihat sangat terkejut setelah mendengar pemaparan Pak Dodi.
"Itu tidak mungkin! Dodi tidak mungkin setua bapak!" sergah Sarnah.
"Ini memang aneh dan sulit diterima akal
Sarnah masih terkejut. Ia benar-benar merasa tidak percaya dengan apa yang dialaminya kini.
"Sudah berapa tahun aku disesatkan iblis itu," gumamnya.
"Hari itu aku dibawa oleh sosok iblis yang sangat mengerikan. Kang Dadang tidak berhasil mencegahnya membawaku," tutur Sarnah.
"Aku sudah mendengarnya langsung dari Pak Dadang. Saat itu ia sedang dipenjara karena kasus
Sarnah tercengang mendengar perkataan Pak Dodi.
"Sekarang ia telah tiada, bukan?" tanyanya.
"Mbak sudah tahu?" Pak Dodi menatap bingung ke arah Sarnah.
Sarnah hanya terdiam. Kedua matanya tampak
"Saya mohon maaf, mbak. Saya tidak dapat mencegahnya dari menyerang Ki Rawuk. Tidak sempat lebih tepatnya," kata Pak Dodi.
Sarnah masih terdiam.
Pak Dodi hanya menunggu perempuan itu berbicara. Ia pun turut terdiam.
Glederrrrrrr
Suara petir membahana diiringi percikan kilat,membuat semua orang terperanjat ngeri.
"Ada apa ini? Aku merasakan ada yang tidak beres yang akan terjadi. Di mana gerangan Rahayu?" gumam Pak Dodi.
"Rahayu?" Sarnah terkejut mendengar kata-kata Pak Dodi.
"Kakek tidak bisa begitu saja membangkitkan kembali Kerajaan Paninggalan. Ini di jaman apa?" Rahayu berkata suara agak keras. Tampaknya sebelumnya ia sempat adu
"Tanah itu bukan hak warga desa. Tanah itu telah dibasahi darah para korban pembantaian. Monumen yang dibangun di atas tanah itu seharusnya adalah sebuah istana kerajaan yang megah. Istana Kerajaan Paninggalan yang baru. Aku ingin membangkitkan kembali
"Kakek mungkin sakti, tapi kakek tidak pernah mempertimbangkan kemungkinan adanya orang lain yang lebih sakti yang berpihak ke negara. Pokoknya Rahayu tidak setuju, kek. Juga tolong kembalikan Pak Rohidin!"
"Raden Jara Saksana
"Raden Jara itu anakmu sendiri, kek. Pamanku yang berjasa mengantarkan ayah ke puncak tahta. Beliau juga yang membantuku kabur ketika peristiwa
Ki Rawuk terkekeh.
"Itu adalah takdir yang harus keluarga kita terima. Kakek tidak muncul karena waktu itu
"Setelah sekian lama kakek menghilang. Sekarang kakek baru peduli pada kerajaan?" Rahayu berdecak.
Rahayu hanya menatap miris ke arah arca Jara.
"Kau akan tahu, cucuku," tukas Ki Rawuk seraya merapal mantra.
Namun, Ki Rawuk dengan cepat menangkis konde itu hingga melayang jauh.
Rahayu melakukan upaya lainnya dengan menghantam pilar
Upaya ketiga yang dilakukan Rahayu adalah menggunakan kemampuan magisnya. Dengan kekuatannya ia berhasil membuat Ki Rawuk menghentikan mantranya.
"Apa maumu, Rahayu! Tidak bisakah kau bantu kakekmu membangkitkan
"Tapi apa yang kakek lakukan bisa membunuh warga desa. Petir itu bisa menghancurkan apapun yang ada di sekitar lahan itu!" teriak Rahayu.
"Kerajaan ini membutuhkan lebih banyak
Rahayu terdorong ke belakang. Ia tidak gentar. Lantas ia kembali menyerang Ki Rawuk yang sedang mulai dengan mantranya.
Wuuuushhhh
Serangan Rahayu kembali membuat Ki Rawuk terganggu.
Rahayu yang tidak mengira mendapatkan serangan itu, tertegun saat sinar merah pukulan Ki Rawuk menembus tubuhnya.
Tubuh Rahayu melayang ke udara dengan kedua matanya terbeliak.
Kini Ki Rawuk leluasa menjalankan rencananya. Namun ada hal yang
Ia tahu Rahayu berhasil mematikan seluruh mantranya saat detik-detik ia terkena serangan.
"Sial! Mantraku berhasil dimatikannya!" geram Ki Rawuk. "Aku akan mengirimkan teror ke desa itu agar rencanaku
Ki Rawuk kemudian duduk bersila di depan pondoknya kemudian merapal mantra pembangkit para demit.
Ia berencana mengirim pasukan demit untuk meneror desa.
"Malam ini sepi sekali ya, kang. Persis seperti malam itu, saat Sanca Ireng meneror keluarga Pak Subhan," ujar seorang warga yang ikut meronda.
"Jangan berbicara yang aneh-aneh, kalian berdua. Lebih baik tetap berpikir positif. Kita harus berdoa
"Pastilah kang Usup, kita harus sering-sering berdoa. Apalagi kampung kita berada dekat dengan hutan larangan Alas Kawuni. Ditambah tanah bekas eksekusi massal itu," tukas warga yang pertama membuka
"Alas Kawuni konon memiliki banyak petilasan kerajaan demit bernama Kerajaan Paninggaran. Konon petilasan itu masih dihuni makhluk-makhluk halus," timpal warga kedua seraya bergidik.
"Aah, makhluk halus mah tidak melulu berada di petilasan. Di antara kita juga
Pak Usup menggernyitkan kening mendengar kata-kata temannya. Ia kemudian mengalihkan pandangan ketika merasakan sesuatu berkelebat di belakangnya.
"Kang Usup? Iiiituu...!!" Warga yang bersama Pak Usup mendadak
"Allaahu akbar!!" Pak Usup lantas bertakbir seraya berbalik arah kemudian membelakangi dua rekannya itu.
Tampak di hadapannya sesosok demit perempuan berwajah hancur, terlihat sangat
"Sanca Ireng! Mau apa kau kemari!" Pak Usup tanpa gentar berteriak.
"Hihihihi, aku sedang mencari seorang perempuan bernama Sarnah," tukas demit bernama Sanca Ireng itu seraya tertawa mengikik.
"Untuk apa kau mencarinya? Dia tidak akan kembali ke Tungtung Dunya,
"Kalau begitu sebentar lagi desa ini akan menjadi desa hantu. Hihihihi." Tawa Sanca Ireng membuat bulu kuduk siapapun yang mendengarnya akan merinding.
Kedua warga yang bersama Pak Usup mendadak terjatuh kemudian kejang-kejang.
"Tttooolong kami, kang Usssuppp." Suara erangan minta tolong perlahan hilang dengan keluarnya sukma mereka.
"Tidaaaaakk!!" teriak Pak Usup.
"Siapapun, tolooongg!" teriaknya.
Beberapa saat kemudian para warga berdatangan ke tempat Pak Usup.
"Apa yang terjadi, pak?" tanya Pak Dodi yang turut bersama warga. "Astagfirullah al adzhiim,
"Sanca Ireng, Pak Kades!" tukas Pak Usup.
"Sanca Ireng? Apa yang sebenarnya telah terjadi dengan Tungtung Dunya? Di mana gerangan Rahayu?" gumam Pak Dodi.
Mendadak dari kejauhan muncul Rina
"Kalian berdua ada apa ini?" Pak Dodi langsung menyambut dua gadis itu.
"Gawat, pak! Sepupu saya Rasmi hilang di perjalanan menuju kemari!" tukas Laela dengan nada panik.
"Sepupu kamu hilang di mana?" tanya Pak Dodi.
"Di jalan tengah
Setelah berkata demikian, Pak Dodi bersama Laela dan Rina beranjak menuju rumah di mana tukang ojek itu ber
Sesampainya di sana, bapak ojek tersebut terlihat seperti sedang kebingungan. Di sana pemilik rumah juga ada menemani bapak itu.
"Saya benar-benar tidak tahu apa itu yang menyeret neng Rasmi ke dalam hutan. Warnanya hitam gelap, ditambah keadaan sekeliling gelap gulita,
"Tampaknya apapun yang membawa sepupumu ke dalam hutan bukanlah manusia. Bisa jadi penghuni hutan itu. Apalagi hutan di sana adalah bagian dari Alas Kawuni," kata Pak Dodi seraya
"Terus apa yang harus kita lakukan, pak? Mencarinya ke hutan sangat menyeramkan. Hiii," tukas Laela.
"Mungkin kita bisa meminta bantuan Pak Rohidin dan mbak Rahayu," usul Rina disambut gelengan kepala Pak Dodi.
"Mereka telah menghilang, nak Rina,"
Bapak ojek itu mengangguk. "Saya bertetangga dengan bu Sarti, ibunya Rasmi yang juga bibi mbak Laela ini. Sejujurnya saya bingung apa yang sebenarnya sedang terjadi
"Nama bapak siapa?" tanya Pak Dodi.
"Saya Aslim, Pak Kades," tukas bapak ojek bernama Pak Aslim itu.
"Begini, Pak Aslim. Boleh percaya boleh tidak, desa ini dikelilingi wilayah para makhluk halus tinggal. Mulai dari Alas Kawuni di barat daya, Leuweung Cocogan
"Lalu yang di barat, Pak Dodi?" tanya Laela.
"Area barat adalah area kosong yang berbatasan langsung dengan Alas Kawuni bagian barat. Area kosong yang landai itu disebut sebagai Rawa Gaib. Bukan rawa sesungguhnya, namun jika seseorang menginjakkan kaki
"Hal yang seperti itu benar-benar ada ya?" ucap Pak Aslim.
"Iya, betul, Pak Aslim. Boleh percaya boleh tidak, tapi itu
"Kalau Tungtung Dunya, pak?" ucap Rina membuat Pak Dodi mengalihkan perhatian kepadanya.
Pak Dodi sejenak berpikir hingga beberapa saat kemudian ia menanggapi pertanyaan Rina.
"Pasti kamu pernah bertemu Sanca Ireng di Rawa Gaib, bukan? Dia
"Dita?" Rina teringat dengan temannya yang gagal ia selamat
"Jin di sana bisa berwujud apapun yang dia suka termasuk menyerupai temanmu. Namun tentu sifat liar mereka akan tetap terlihat meski memiliki wujud manusia modern," jelas Pak Dodi.
"Lalu bagaimana dengan sepupu saya, pak? Kita harus mencarinya tapi saya tidak mau kembali
"Pak Maman dan beberapa warga sedang menuju Leuweung Cocogan. Mereka akan segera memberi kabar," tukas Pak Dodi seraya melihat handphone-nya.
Cerita akan dimundurkan ke peristiwa penculikan Rasmi di Leuweung Cocogan.
Selamat mengikuti...
Motor itu rupanya dikemudikan Pak Aslim dan membonceng Rasmi di belakang dan barang bawaan di belakang setang.
"Astaga, kenapa malah mati mendadak begini. Tidak biasanya begini," ucap Pak Aslim seraya menghidupkan kembali mesin. Namun ia tidak berhasil menghidupkannya.
"Aduh, mana gelap,
"Malam-malam mati mesin begini. Ini akan menjadi pertanda tidak baik, neng," tukas Pak Aslim seraya terus mencoba menghidupkan mesin sepeda motornya. "Masih tidak mau menyala. Saya akan coba menyelanya."
Selanjutnya ia menyela sepeda motornya, namun tetap tidak berhasil menghidupkan mesin.
"Celaka, motor benar-benar mogok!" keluhnya seraya menoleh ke arah Rasmi.
Namun betapa
Belum sempat memanggil Rasmi, sosok tersebut melesat ke arah Pak Aslim. Akibatnya ia terjatuh tidak sadarkan diri di dekat sepeda motornya.
"Hihihi, kuambil
Suara parau nenek-nenek demit terdengar bergema di sekeliling tikungan itu.
Keadaan gelap tanpa cahaya sama sekali. Sementara Rasmi menghilang di dalam gelap dibawa sosok negatif dari Rawa Gaib itu.
Suara degup jantung berpacu seiring dengan tersadarnya si gadis yang sedang terbaring di bawah pohon beringin yang rimbun itu.
Malam yang pekat menyelimuti tempat itu hingga siapapun tidak dapat melihat keadaan sekitarnya.
Gadis yang adalah Rasmi perlahan
Sayup-sayup ia mendengar suara erangan halus dari belakangnya. Ketika menoleh ia langsung menjerit.
"Aaaaaaahhhh!!!"
"Jangan mendekat kau, setan!" Rasmi bergidik seraya mundur.
Sosok itu semakin mendekat ke arah Rasmi seraya menjulurkan lidahnya yang
"Menjauh dariku, perempuan ular! Tidak cukupkah kau mengganggu keluargaku!" teriak Rasmi seraya terus mundur.
Degg, kakinya menyentuh pangkal batang pohon di belakangnya.
"Hehehehe, akhirnya aku mendapatkan keris Ki Ambar yang tersohor itu. Dengan keris ini aku akan menjadi ratu segala
Tiba-tiba Rasmi menusuk wajah Sanca Ireng dengan sebilah keris yang entah ia dapatkan dari mana.
"Waaaaaakkkkkkk......" Sanca Ireng meraung
"Bukan keturunan Ki Ambar jika aku tidak bisa mengalahkanmu!" seru Rasmi seraya menusukkan keris ke arah Sanca Ireng yang tiba-tiba saja menghilang.
"Awas kau!! Tunggu pembalasanku!" Ancaman Sanca Ireng bergema di dalam hutan tersebut.
"Aku harus ke desa. Pasti Laela sedang mencari-cariku," gumamnya seraya melangkahkan kaki.
Beberapa lama ia berjalan akhirnya melihat beberapa kilauan cahaya senter di kejauhan.
"Di sini!" seru Rasmi seraya melambai.
Para warga segera menuju ke arah posisi Rasmi.
"Rasmi, bukan?" ujar seorang warga yang terlihat lebih sepuh dari yang lainnya.
"Kamu mengenalnya?" tanya Rasmi.
"Aku juga mengenalnya, ndok," kata Laela.
"Ndok? Sendok kali," tukas Rina.
"Terus apa lagi yang kamu lihat?" tanya Laela. "Jangan bilang kalau kamu melihat Ki Rawuk juga."
"Lah, Ki Rawuk dari awal memang mencurigakan, rin. Tidak peduli dia berganti nama menjadi Ki Rohidin. Tindak-tanduknya tetap mencurigakan," tukas Laela.
"Bukan soal itu, la. Ada yang lebih
"Ki Rawuk yang ini? Maksudmu Ki Rawuk ada dua gitu?" Laela menatap heran ke arah Rina.
"Bisa iya, bisa juga tidak," kata Rina membuat Laela tambah bingung.
Rasmi terlihat sedang mengamati telapak tangannya.
Laela dan Rina menatap lekat ke arah Rasmi. Tak lama Rina teringat sesuatu yang mungkin ia lewatkan ketika sedang di Rawa Gaib.
"Mungkin arca itu adalah Pak Rohidin yang kamu maksud. Sedangkan Ki Rawuk adalah kakek itu," ucap Rasmi.
"Mungkin maksudmu Pak Rohidin itu aslinya adalah arca yang disihir Ki Rawuk?" timpal Rina.
"Pak Rohidin memang Ki Rawuk tapi bukan Ki Rawuk kakek-kakek yang kulihat dalam mimpi," kata Rasmi membuat Rina dan Laela bingung.
"Bukan seperti itu. Kita tidak akan tahu sampai salah satu di antara dua Ki Rawuk itu memberitahu kita. Tapi itu sepertinya tidak mungkin. Kecuali Pak Rohidin yang kalian maksud masih ada," tukas Rasmi.
Laela dan Rina saling
Lama mereka terdiam hingga Pak Dodi masuk ke ruangan sembari berbicara.
"Kami masih belum menemukan Rahayu dan Ki Rawuk. Kami belum bisa memasuki pusat Alas Kawuni. Tempat itu dijaga sekelompok
"Jadi Pak Kades mencoba masuk ke sana?" tanya Rina sembari menatap Pak Dodi.
"Betul, tapi ya seperti itulah, kami gagal. Mungkin
"Di jaman sekarang sangat sulit menemukan orang yang memiliki darah keturunan para raja di masa
Rasmi tampak terdiam setelah mendengar pembicaraan Pak Dodi dengan Laela dan Rina. Ia sejenak menatap pergelangan tangan kanannya.
"Rasmi, ada apa? Kok diam saja?" tanya Pak Dodi.
"Mungkin saya bisa membantu," ucap Rasmi membuat Pak Dodi terkejut.
"Rasmi, apa kamu yakin mau ke sana?" ujar Laela.
"Aku harus ke sana. Sebab, desa ini tidak akan bertahan jika Ki Rawuk masih ada di sana. Lagipula teror Sanca Ireng belakangan ini pasti karena Ki Rawuk,"
"Mungkin kita harus meminta bantuan Abah Somad. Tapi sayangnya beliau sudah tidak mungkin dapat membantu kita. Faktor umur juga yang membuat beliau tidak dapat membantu kita," ucap Pak Maman.
"Saya akan kembali ke sana bersama Rasmi. Lebih baik cukup saya dan
"Hari bukannya masih pagi, ya? Kok seperti sudah mau maghrib saja, ya?" ujar Pak Usup saat menyadari ada yang janggal pagi itu.
"Ini aneh, bukannya Sangkapati sudah tidak ada. Atau jangan-jangan!"
Semua orang perhatiannya tertuju pada tangan Pak Dodi yang menggenggam kalung.
Teriakan itu bergema seiring dengan kemunculan sosok negatif Sangkapati di pertigaan jalan pinggir dusun itu.
Kondisi yang gelap membuat dua pemuda itu hanya bisa berlari tak tentu arah.
"Cepatlah, demit itu sedang memburu kita!" ujar pemuda pertama panik.
"Masalahnya dia sudah menyuruh kita pergi menemui Pak Dodi. Apa pun yang terjadi kita harus terus berlari ke desa," sahut pemuda pertama.
"Tadi kau dengar teriakan itu. Aku khawatir
Setelah beberapa lama mereka berlari, akhirnya tibalah di depan balai desa di mana tidak ada seorang pun berada di sana.
"Pak Kades! Pak Kades!" teriak mereka berdua.
Tidak ada jawaban. Hanya sepi yang dirasa.
"Han, di belakangmu...." Rekan pemuda itu tercekat saat melihat sesosok laki-laki berbadan sangat besar dengan kapak besar di tangannya.
Handi hanya terdiam tanpa berani menoleh.
Darah membuncah membasahi tanah. Sementara Dimin begitu kaget menyaksikan pemandangan horor di hadapannya. Ia menyaksikan temannya tewas dalam kondisi tubuh terberai setelah ditebas kapak iblis berbadan besar itu.
Dimin pun langsung mengambil langkah
"Toloooonnnggg!!!" teriak Dimin seraya terus berlari.
Mendadak muncul seseorang menghentikan langkahnya.
"Dimin, apa yang terjadi?" ujar orang tersebut.
"Aduh, Pak Usup. Syukurlah ada bapak. Itu, aaanu..."
"Anu, apa? Bicara yang jelas," tukas Pak Usup.
"Iiitu, pak. Handi sudah tiada. Dia dibunuh demit Kapak Wesi." Sintak Pak Usup kaget mendengar kata-kata Dimin.
"Sebaiknya kita ke rumah Pak Amri.
Ketika mereka sedang berjalan tergesa, terlihat kelebatan sesosok kuntilanak dari dahan ke dahan pepohonan sekitar jalan itu.
Waaaaaahhhhhahaha......
"Allahu akbar!" Pak Usup mundur seraya berucap.
Sementara Dimin hanya mampu menutupi kedua matanya sembari membaca-baca doa.
"Ayo, dim. Kita harus cepat. Ini baru satu yang
Mereka berdua terus ber
"Celaka! Kita tidak menemukan jalan ke rumah Pak Asmar. Rumah ini adalah mimpi buruk. Rumah bekas tempat tinggal almarhum Pak Marbun, kakeknya Pak Kades," ucap
"Saya belum pernah ke rumah ini, pak. Tapi saya pernah mendengar desas-desus soal rumah serba kayu ini. Apakah rumah ini tidak ada yang menghuni? Kenapa terlihat sepi sekali?" tanya Dimin.
Pak Usup celingukan kemudian berujar, "Kita harus
Namun, mendadak terdengar suara gemerisik berat dari arah barat daya. Suara gemerisik tersebut diiringi suara geraman binatang buas.
Geraman besar harimau-harimau yang entah datang darimana terdengar bersahutan, dan semakin membesar seiring
"Dim, saya meminta maaf. Saya tidak tahu jika akan menjadi begini. Sang Bala Pati pun telah datang. Siap tidak siap mungkin itulah takdir kita. Bukan tidak mau berusaha, tapi mereka bukan harimau biasa." Pak Usup
Pandangannya hanya tertuju pada sosok-sosok kawanan harimau Lodaya yang kini tepat berada di hadapannya. Ia merasa sudah siap menghadapi segala sesuatu yang mungkin saja terjadi beberapa detik ke depan.
Ia tidak dapat menyelamatkan diri
Sementara Dimin, hanya dapat terdiam tanpa melakukan apa-apa. Ia menyadari jika apapun yang akan dilakukannya akan percuma. Lari tidak dapat menyelamatkannya karena harimau-harimau tersebut telah mengepungnya dan Pak Usup.
"Mbahku berkata, 'hidup
Sesaat kemudian tempat tersebut dipenuhi suara riuh binatang-binatang buas
Bala Pati pun menunjukkan taring-taringnya yang tajam, mengoyak segala bentuk kehidupan di tempat tersebut.
Malam itu benar-benar menjadi malam malapetaka, di mana banyak warga dusun yang tewas dimangsa harimau Lodaya dari Alas Kawuni atau dibunuh Kapak Wesi
Tetesan darah meleleh di dinding-dinding rumah warga yang terbuat dari bambu yang dianyam. Juga suara auman harimau terdengar dari
"Aaaaakkkkhhhh....." Suara jerit kematian membuncah dari dalam rumah-rumah warga diiringi suara benturan keras.
Beberapa di antaranya terlihat mengobarkan api hingga menerangi kondisi dusun yang gelap.
"Ki Rawuk benar-benar mengamuk. Dia mengirimkan
Semua orang hanya bisa tertegun dengan perasaan takut bukan
"Pasti ada cara untuk menghentikan pembantaian ini, pak. Yang perlu kita lakukan hanya mencoba. Saya siap mengorbankan diri jika memang harus. Saya tidak boleh menyia-nyia
"Mungkin Pak Usup tidak akan kembali. Jika nekat kembali, bisa saja ia sekarang sudah tiada, pak. Keadaan gonjang-ganjing seperti sekarang pernah
"Saya pernah mendengar soal Ki Ambar. Ia adalah seorang resi dari
"Ki Ambar adalah buyut saya, pak. Meski bukan seorang raja, namun beliau adalah keturunan raja Padjajaran yang tidak banyak dikenal orang. Beliau lebih memilih menjadi
"Seandainya kamu lebih cepat bercerita, kita sekarang mungkin sudah menyelamatkan banyak nyawa. Sekarang kita harus dari sini. Kita hadapi Ki Rawuk dan Sangkapati!" ujar Pak Dodi tiba-tiba.
Pak Dodi menatap ke arah Laela kemudian ke arah Rina.
"Ki Rawuk malam ini benar-benar mengerahkan seluruh demit yang disebut sebagai Bala Pati. Dari namanya sudah ketahuan, kan? Artinya para demit datang bukan
Sayup-sayup terdengar suara lolongan serigala disertai suara jeritan dari kejauhan.
Laela hanya mampu menatap Pak Dodi sembari menahan tangis. Ia kali ini benar-benar merasakan ketakutan yang luar biasa. Meski tidak menyaksikan langsung peristiwa-peristiwa di desa,
Sedangkan Rina hanya mampu saling peluk dengan Rumsah yang juga sama-sama ketakutan.
"Saya sudah bilang, seharusnya kalian waktu itu ikut saja bersama neng Sarnah dan Pak Subhan ke kota. Sekarang, semua sudah terlanjur.
"Jika kami pergi, tidak ada yang menjaga desa ini, pak," tukas Rasmi.
"Sekarang kalian tidak pergi, tapi desa tetap tidak ada yang menjaga.
"Pak Asmar, dari dulu desa ini memang tidak ada penjaganya, tapi aman-aman saja hingga malam ini. Memang inilah takdir kita harus menghadapi peristiwa yang sama buruk
"Oh, iya. Baiklah, sebaiknya kita keluar
Selanjutnya ia merogoh saku celananya kemudian mengeluarkan sebuah kantong kain yang dari dalamnya ia mengeluarkan kalung Sukma milik Rahayu.
"Apa itu tidak akan jatuh, pak?" tanya Rumsah yang turut bangun dari duduknya.
"Kalung ini tidak akan jatuh. Terlebih setelah ditanggalkan Rahayu, kalung ini akan selalu kembali pada saya," tukas Pak Dodi seraya mendekati
"Tunggu dulu, pak!" ujar Rasmi membuat semuanya terkejut. "Di luar ada seseorang berbadan besar serta membawa kapak yang juga besar. Saya yakin itu adalah Kapak Wesi. Sosok yang sering muncul dalam mimpi saya."
Ia kemudian melihat ke arah Laela. "Laela, tetap bersamaku!"
"Kapak Wesi sangat berbahaya. Kita sebisa mungkin harus menghindarinya. Pak Asmar, sebaiknya cepat bawa istri bapak dan anak-anak keluar. Sebisa mungkin bapak harus membawa mereka mencapai sungai,"
Pak Asmar tampak menatap Pak Dodi dengan tatapan bingung.
"Ke sungai? Apakah kami bisa lolos dari bala pati jika telah mencapai sungai?" tanya Pak Asmar bingung.
"Sungai perbatasan desa ini bisa menjadi alternatif
"Maksudnya
"Lebih daripada itu, nak. Tampaknya Ki Rawuk berniat menyerang semuanya," tukas Pak Dodi membuat terhenyak semua orang yang ada di sana.
"Kalau begitu, kita harus cepat. Saya akan
"Apa? Kok setan itu mengincarku?" Laela terpekik mendengar perkataan Rasmi.
"Aku melihatnya melalui mimpi, la. Kita harus bersiap," tukas
Sementara Pak Asmar dan keluarganya sedang mengendap-endap menuju pintu belakang, sebagaimana yang disarankan Pak Dodi. Mereka tampak berhati-hati ketika hendak membuka pintu.
"Saya akan bersama mereka. Maaf, Rasmi. Aku tidak bisa ikut
"Laela?" ucap Rina seraya mencoba mencegah Laela.
"Rina, biarkan dia. Mungkin ini yang harus terjadi. Jika tidak begini, ceritanya bisa akan lain," kata Rasmi.
Rasmi tampak berjalan ke arah pintu yang sudah terbuka kemudian menatap ke arah rombongan Pak Asmar yang sedang
"Aku khawatir setan itu menyusul mereka, pak," ujar Rina dengan cemas.
Pak Dodi hanya menatap ke arah Rina kemudian menyentuh anak kunci dan memutarnya.
'Cklekkk'
Pak Dodi membuka pintu seraya dengan waswas melihat-lihat sekeliling.
"Kita ke belakang!" serunya seraya berlari ke arah dapur.
Otomatis Rumsah dan Rina turut menyusul Pak Dodi.
Lalu Rasmi? Dia tiba-tiba saja tidak ada di
Pak Dodi bersama Rumsah, dan Rina berlari menerjang kegelapan menyusul Rasmi yang lebih dahulu menyusul Pak Asmar dan yang lain.
Tepat sekitar lima puluh meteran ke depan, Rasmi sedang tertegun di tempat melihat Laela
"Laela?" ucap Rasmi lirih saat menyaksikan sepupunya itu sedang dalam bahaya.
Laela tampaknya tidak dapat melarikan diri dari sosok
Rasmi sejenak terpekur kemudian memunculkan keris yang tempo hari digunakan untuk melawan Sanca Ireng.
"Aku harus bisa! Jangan sampai aku gagal menyelamatkan Laela!" ucapnya seraya dengan perlahan melangkah.
Kemunculan demit yang dapat menyentuh bahkan membunuh manusia itu dirasanya memang bukan sesuatu yang aneh mengingat desa tersebut berada di tengah-tengah
Laela sejenak memejamkan kedua matanya ketika Kapak Wesi mengayunkan kapak besarnya ke lehernya.
'Jressssss'
Darah membuncah membasahi area tersebut berikut sekujur badan Laela.
'Groaaarrrkhhhhh.....'
Laela terkejut melihat hal tersebut. Ia pun segera menyadari ada seseorang
Seorang laki-laki berusia sekitar 25 tahun ke atas. Ia tampak menggenggam gagang tombaknya seraya menatap tegas ke arah jasad Kapak Wesi yang masih tertancap tombaknya.
Rasmi yang melihat kejadian tersebut langsung
"Laela, kamu baik-baik saja, kan?" ucapnya seraya menghampiri Laela kemudian menarik gadis itu menjauh dari jasad Kapak Wesi. "Siapapun kamu, saya sangat berterima kasih karena kamu telah menyelamatkan saudari saya," ucapnya seraya menatap ke arah laki-laki itu.
"Irman? Kamu pulang, nak?" ujar Pak Dodi seraya menghampiri laki-laki yang ternyata adalah putranya.
"Kamu bersama Handi dan Dimin? Ke mana mereka berdua?" tanya Pak Dodi.
"Mereka telah tiada." Irman
"Apa?" Pak Dodi terkejut mendengar ucapan Irman.
"Handi telah dibunuh Kapak Wesi, dan saya terlambat menyelamatkannya. Dimin telah tewas dimangsa Maung Lodaya. Saya menemukan kepalanya bersama kepala Pak Usup di depan rumah kayu," lanjut
"Innalillahi wa inna ilaihi rooji'uun," ucap Pak Dodi bersama yang lainnya.
"Kekacauan akibat bala pati ini tidak bisa kita hentikan sebelum berhasil mengembalikan Rahayu," ucap Irman.
Irman menggeleng. "Tidak semudah itu, pak. Jika saja Abah Ardi masih hidup, mungkin beliau bisa membantu kita mengembalikan Rahayu. Tanpa beliau, kita
"Saya akan membantu mengembalikan Rahayu. Pak Kades, barangkali dengan pusaka yang saya punya, saya dapat membantu mengembalikan Rahayu ke sosok semula," kata Rasmi.
"Bapak tidak pernah memberitahu saya jika ada seseorang yang memiliki pusaka gaib itu," ujarnya seraya menatap Pak Dodi dan Rasmi bergantian.
"Bapak juga baru tahu, man," tukas
"Sebelum menemukan Handi terbunuh, saya sempat bertemu Sangkapati. Ia tidak terlihat seperti Sangkapati. Ia memiliki wujud Rahayu, namun sangat agresif. Ia memiliki dua pasang taring yang sangat tajam dan dapat memanjang keluar dari mulutnya. Ia sempat menyerangku
Pak Dodi tidak menyahut. Ia sejenak memasang pendengarannya baik-baik saat
"Biar saya yang menghadapinya, pak. Saya pernah mengalahkannya sekali. Barangkali kali ini saya berhasil mengusirnya secara total," ucap Rasmi seraya mempersiapkan keris pusakanya.
"Nak Rasmi, jangan menganggap enteng Sanca Ireng
"Lho, itu kan Dita!" pekik Rina saat melihat seseorang muncul sembari berjalan setengah terhuyung.
Rina segera menghampiri sosok Dita, namun
"Kamu ingat nggak, rin waktu kita di Rawa Gaib? Yang jalannya seperti itu bukan Dita. Masa tidak bisa membedakan Dita dengan Demit Segawon!" semprot Laela seraya menarik Rina menjauh.
"Demit Segawon? Kok wujudnya perempuan cantik?" gumam Irman.
"Jangan cuma
Selesai Laela berkata begitu, sosok Dita menoleh kemudian
Namun, sebuah tusukan keris tepat menembus kepalanya.
'Cressss'
Itu adalah Rasmi yang telah menghunus kerisnya dan
Semua orang terkejut melihat kemampuan Rasmi yang dengan cepat dapat melenyapkan sosok demit tersebut.
'Kainnnnnngggggg.....' Demit Segawon melolong panjang kemudian menghilang begitu saja.
"Kau harus tega meninju wajah cantik
Beberapa saat kemudian, rombongan pergi menuju ujung desa yang juga perbatasan dengan Tanah Pengorbanan. Mereka berencana akan menghadapi Sangkapati maupun Sanca Ireng di sana.
Bagaimana tidak, sepasukan orang mati terlihat berjalan sempoyongan mirip zombi di film-film atau game bergenre zombi.
Di antara pasukan mayat hidup tersebut, di antaranya hanya tinggal
(Jerangkong bisa berarti kerangka atau tulang belulang komplit)
"Mereka muncul lagi di sini. Berarti monumen itu tidak cukup kuat untuk menahan mereka. Para demit itu ternyata bisa mendapatkan cara mengeluarkan kerangka-kerangka
Tak lama kemudian dari balik kerumunan mayat dan jerangkong hidup itu muncul sesosok perempuan yang adalah
"Penampilan baru?" ucap Laela disambut toyor-an Rina.
"Kita jangan terpencar. Tetap bersama. Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kita kabur," ucap Rasmi.
"Hati-hati, man. Bukan tidak mungkin mayat-mayat itu akan mengeroyok kita," ujar Pak Dodi seraya membelitkan kalung Sukma di telapak tangannya.
Irman mengangguk seraya kembali bergerak maju. Namun tiba-tiba,
"Irman!" seru Pak Dodi seraya berlari ke arah Irman yang terjungkal oleh serangan mendadak itu.
"Hehehehehe, aku akan menghabisi kalian semua!" teriak sosok berwarna hitam itu seraya menerjang kembali ke arah Pak Dodi.
Sosok hitam tersebut kembali melakukan serangan. Kali ini ia mengincar tiga orang yang dianggapnya mudah untuk dihabisi sekaligus yaitu Rina, Laela, dan Rumsah.
Namun Rasmi tidak tinggal diam. Ia lantas menghadang sosok itu
Sosok tersebut menyeringai seraya melakukan serangan berupa cakaran ke arah Rasmi.
'Shshshshshsh......' Dengan suara desisan keras, Sanca Ireng menerjang ke arah Rasmi dalam posisi melayang.
Rasmi menghadang
Sanca Ireng tidak melanjutkan serangannya. Ia lantas berbalik hendak menyerang Pak Dodi dan Irman sekaligus karena mereka sedang berada di titik yang sama.
Irman yang jengkel karena serangan makhluk itu
"Aaaaaaaaakhhrrrr.........." Sanca Ireng berteriak kesakitan kemudian jatuh ke atas tanah.
"Aku akan mengakhirimu, ular!"
"Apa dia tidak akan kembali lagi?" tanya Rina setelah wujud Sanca Ireng menghilang menjadi debu.
"Tidak akan kecuali ada manusia yang sengaja membangkitkan-
Ia melihat ke arah belakang tepat di mana Sangkapati sedang berjalan setengah melayang di atas tanah ke arahnya dan kawan-kawan.
Pak Dodi segera bersiap dengan kalung di tangannya. Ia bersiap untuk mengembalikan Rahayu untuk kedua
Sangkapati melayang semakin cepat ke arah mereka. Ia menyeringai memperlihatkan taringnya yang tajam dan berkilat terkena cahaya senter yang disorotkan Rumsah.
Whuuuushhhh, Sangkapati mengibaskan selembar selendang berwarna hijau ke arah semua orang. Efek dari kibasan
"Apa? Ini tidak mungkin!" Pak Dodi tercekat kemudian mundur sembari menggigil kedinginan.
Tiga orang yang bersama Rasmi tampak menggigil kedinginan. Mereka tampaknya tidak dapat bergerak karena tubuhnya menjadi
Sedangkan Rasmi berusaha mengusir dingin dengan menyalakan kerisnya hingga mengeluarkan api yang berlenggak-lenggok karena tiupan angin Sangkapati.
"Bapak, kita harus melumpuhkannya segera atau kita semua akan mati kedinginan!"
"Setuju!" tukas Pak Dodi seraya merangsek ke arah Sangkapati.
Irman lebih cepat merangsek seraya memutar-mutar tombak.
Sedangkan Rasmi, melihat dua orang sedang berjibaku. Ia pun turut mengikuti sembari mengarahkan kerisnya.
Setelah berkata demikian, Rasmi berlari ke arah Sangkapati kemudian melompat sembari menusukkan kerisnya. Namun, suatu kibasan tangan Sangkapati membuatnya terlempar beberapa
Di saat Sangkapati mengibaskan tangan itulah, Irman menghantam Sangkapati dengan pangkal tombaknya. Namun, sama seperti Rasmi, ia juga terlempar ke belakang.
Sementara Pak Dodi yang sudah berada di belakang Sangkapati lantas melompat kemudian menjeratkan
Sangkapati lantas mengibaskan Pak Dodi hingga terlempar kemudian membentur batang pohon di belakangnya.
"Aghhhh.....!" Pak Dodi mengaduh dengan mulutnya memuntahkan darah.
"Ayah!" teriak Irman seraya berlari ke arah Pak Dodi.
"Rasmi, cepat tusuk dia!" teriak Pak Dodi sebisanya.
"Lakukan, Rasmi! Sebelum pasukan mayat hidup mencapai tempat
Rasmi tanpa menyahut langsung menyerang Sangkapati dengan kerisnya. Namun ia kalah cepat.
Musuhnya sudah lebih dahulu mengibaskan tangannya, membuat Rasmi terpental ke belakang.
'Jresss'
Tombaknya menembus punggung Sangkapati hingga ke perut.
Sangkapati tanpa meraung kesakitan bergolek dalam keadaan berdiri kemudian terjatuh ke atas tanah. Selanjutnya kalung yang
Sangkapati yang telah kembali menjadi Rahayu bangkit dari jatuhnya kemudian celingukan kebingungan.
Di saat yang sama, pasukan mayat dan jerangkong hidup berjatuhan.
Rahayu menatap tubuhnya kemudian memeriksa kebayanya yang berlubang bekas tusukan tombak Irman.
"Rahayu, syukurlah kamu kembali. Uhuk, uhuk," ujar Pak Dodi seraya terbatuk.
Rahayu lantas menoleh ke arah Pak Dodi.
Rasmi bersama Rina, Laela, dan Rumsah pun turut menghampiri Pak Dodi.
Sementara Irman sudah lebih dulu di samping ayahnya sembari dengan panik mencoba
"Pak Kades?" Rina terkejut melihat kondisi Pak Dodi yang sangat mengkhawatirkan.
Wajahnya pucat, darah meleleh dari sudut bibirnya. Di samping wajahnya di atas tanah jelas bekas muntahan darahnya yang tidak sedikit. Pak Dodi mengalami luka dalam.
"Tidak perlu, Rahayu. Yang perlu kamu lakukan, pergilah ke Alas Kawuni bersama Irman, dan Rasmi. Mereka berdua akan membantumu mengkonfrontasi Ki Rawuk. Dengan begitu, semoga bencana di desa ini segera ber
Rahayu hanya mampu menggigit bibir sembari kedua matanya berlinang.
"Saya akan menjaga Pak Dodi," ujar Rina seraya melihat ke arah Rahayu kemudian ke Rumsah, dan Laela.
Rumsah dan Laela mengangguk.
"Rahayu,
Irman segera bangkit setelah Rina menawarkan diri merawat Pak Dodi
"Ayo!" Hanya satu kata yang diucapkan Irman sebelum ia beranjak pergi seraya menenteng tombaknya.
Rahayu segera mengejar Irman bersama Rasmi. Mereka berjalan beriringan. Gadis itu sudah tidak dapat berjalan melayang lagi sebagaimana ketika ia masih
Mereka bertiga pun melewati tanah bekas rumah orangtua Pak Dodi, menyeberangi sungai kecil, menaiki jalur menanjak yang dikelilingi pepohonan tinggi dan semak belukar.
Sementara Rina bersama Laela dan Rumsah bahu membahu membawa Pak Dodi ke salah satu rumah
Saat itu, keadaan desa sudah mulai tenang. Tidak ada lagi suara teriakan minta tolong ataupun suara-suara mengerikan lainnya.
Fajar di ufuk timur pun telah mulai menunjukkan wajahnya, pertanda bencana di desa telah berlalu meski menyisakan kepedihan yang dalam.
(Mode On)
Pagi telah tiba. Sang surya menunjukkan wajahnya dari ufuk timur. Sinarnya yang hangat menyinari jalan kecil di tengah-tengah rerumputan dan perdu yang lebat.
Di jalan kecil itu, Rahayu bersama Rasmi dan Irman ber
"Apa mereka akan baik-baik saja di dusun?" ujar Rasmi saat teringat pada Laela dan kawan-kawan.
"Tenang, Rasmi. Mereka akan baik-baik saja. Justru Pak Dodi yang aku khawatirkan," tukas
"Apa ini ada hubungannya dengan Kisah Raja Paninggaran?" tanya Irman penuh selidik.
"Aku tidak tahu," tukas
"Mbak tidak memanggilnya 'kakek'?" tanya Rasmi.
"Kakekku sudah lama mati, Rasmi. Yang akan kita hadapi
Irman menghentikan langkah
"Maung Lodaya? Biar aku yang menghadapi mereka," ucap Rasmi seraya mengeluarkan kerisnya.
Benar saja, dari berbagai arah muncullah harimau-harimau besar meloncat menerjang rerumpunan serta semak belukar ke arah tiga orang
"Hei kalian! Lebih baik tidak menggangguku dan teman-temanku! Tidakkah kalian tahu kalau aku Dewi Rasmini Sri Utari cicit Ki Ambar Wisesa Hadyodiningrat tidak suka dengan keangkuhan kalian!" seru Rasmi dengan suara tegas.
Melihat itu, Rahayu dan Irman
Oleh karenanya, para harimau yang bermunculan hanya termangu, bahkan di antaranya menyingkir dari jalan seolah mempersilahkan Rasmi dan kawan-kawan melanjutkan perjalanan
Tidak terasa mereka telah tiba di pusat Alas Kawuni. Di sana terdapat sebuah rumah panggung tidak berdinding serta barisan arca di depannya.
Di depan rumah tersebut juga
Di salah satu sudut kolam terdapat sebuah arca yang membuat Rahayu menghela nafas panjang.
"Aku tidak tahu Pak Rohidin menjadi arca di sini," ujar Irman.
"Di mana gerangan kakek
Rahayu menunjuk ke suatu sudut dengan pandangan kedua matanya. Ia pun berlalu ke sana diikuti Rasmi dan Irman.
"Tempat ini dulunya sangat megah dan tertata. Kami memiliki rakyat yang kehidupannya makmur tanpa kurang sesuatu apa
"Ki Rawuk, sekarang bukan zamannya lagi memimpikan kemakmuran bagi rakyat. Kau tahu
"Iya, aku tahu itu, cucuku. Tolonglah, panggil aku 'kakek'. Jangan menjadi cucu durhaka, cucuku," ucap Ki Rawuk seraya membalikkan badan.
Ki Rawuk
Di pinggangnya terselip sebilah senjata khas daerah Banten, yaitu golok pendek bersarung.
"Aku ingin selalu mengembalikan tatanan dunia seperti
Ki Rawuk terkekeh.
"Aku pikir dunia ini sudah kehilangan orang-orang kuat. Rupa
"Tidak perlu berkomentar, Ki Rawuk. Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu yang merusak desa dan membunuh penghuninya!"
"Hehehe, itu tidak seberapa, cucuku. Itu hanya sebagian kecil korban yang kakek butuhkan. Kakek membutuhkan korban yang lebih banyak lagi, dan sebentar lagi desa lainnya akan bernasib sama seperti desamu, anak muda," kata Ki Rawuk membuat
"Jadi kau akan membunuh banyak orang lagi!" Irman yang terpancing amarah menodongkan tombak ke arah Ki Rawuk.
"Hati-hati, man," ucap Rasmi khawatir dengan tingkah Irman yang sedang naik darah.
Ki Rawuk terbahak-bahak seolah
"Tidak usah tertawa, Ki Rawuk. Mungkin kau merasa yakin niatmu akan tercapai jika berhasil membunuh kami bertiga. Itu pun jika berhasil. Aku menantangmu untuk membunuhku terlebih dahulu!" dengan suara keras dan tegas, Irman berseru seraya memutar tombak.
"Apa-apaan suara ketawanya membuat telingaku pengang!" pekik Rasmi.
Sementara Irman memutar-mutar tombaknya hingga menimbulkan suara mendenging keras. Suara tersebut ia gunakan untuk menahan terjangan
"Sekarang!" Irman sembari berteriak melompat kemudian menusukkan tombaknya ke arah Ki Rawuk.
Ki Rawuk lantas menghentikan tawanya kemudian menangkap ujung tombak Irman kemudian menariknya dan melemparkannya bersama pemiliknya ke arah sebatang
'Duakkkkkk'
Irman terhempas menghantam batang pohon kemudian jatuh berdebum ke tanah.
"Irman!" teriak Rasmi seraya mencoba menghampiri Irman. Namun suatu serangan tak kasat mata Ki Rawuk menghantamnya hingga terlempar ke dalam rumah tak berdinding di belakangnya.
"Kau tidak kapok juga, cucuku!"
Ki Rawuk melontarkan pukulan merah ke arah Rahayu namun berhasil dihindari.
"Jangan bilang kau ingin mengirimku lagi ke Tungtung Dunya!" kata
Serpihan putih kepingan es melaju deras ke arah Ki Rawuk. Begawan tersebut menangkisnya dengan pukulan merah andalannya.
Rahayu memutarkan selendangnya seraya melayang di atas tanah. Selanjutnya ia menyerang Ki Rawuk dengan
'Tranngggg'
Ki Rawuk menangkis selendang tersebut dengan golok yang telah ia hunus.
"Jangan kira dengan selendang hijau itu kau bisa mengalahkanku! Aku sudah bertekad mendirikan kerajaanku lagi apapun rintangannya!" ucap Ki Rawuk
Namun sebuah tusukan tombak sukses membuatnya berhenti menyerang Rahayu.
"Keparat!" Ki Rawuk menggenggam tombak yang menusuk pinggangnya kemudian mematahkannya menjadi dua.
Tidak hanya itu, ia melemparkan Irman hingga
'Byurrrrrr' Irman terjerumus masuk ke dalam kolam.
"Irman?" Rasmi yang baru keluar dari dalam rumah langsung menghampiri kolam dengan niat membantu Irman.
"Jangan meleng, Rasmi!" teriak Irman seraya menggapai pinggir kolam. Darah
Rasmi segera menyadari jika dirinya juga diincar Ki Rawuk. Ia lantas mengeluarkan kerisnya kemudian menangkis golok yang hampir mengenai lehernya.
'Prang'
Golok Ki Rawuk terpental membuat begawan itu terkejut terlebih
"Kau!" Ki Rawuk menatap tajam seraya merapal mantra.
Dari belakangnya muncul Rahayu dengan serangannya yang cukup kuat. Namun bukan Ki Rawuk kalau tidak dapat mengantisipasi serangan mendadak seperti itu.
Ia menahan serangan Rahayu
"Mbak Ayu!" teriak Rasmi.
Irman yang masih dalam kondisi kesakitan hanya bisa menempeli di tepi kolam sembari meludahkan darah dari mulutnya.
"Sial! Aku terkena serangannya!" keluhnya.
"Aku tidak peduli. Tidak apa aku
Ki Rawuk terkekeh.
"Kita lihat saja, siapa yang akan lenyap!" ucapnya seraya mengubah goloknya menjadi panjang seperti pedang.
"Celaka!
Sementara Irman melihat Rasmi sedang terancam, perlahan keluar dari kolam kemudian diam-diam memungut
Kembali ke Rasmi yang kini sedang bertarung sengit dengan begawan yang mustahil untuk ia lawan. Namun tekadnya mengalahkan kekhawatirannya. Ia memilih untuk mati tapi bukan mati sia-sia.
Kerisnya yang menyala beradu
"Kau boleh juga, nak. Aku semakin penasaran saja," ucap Ki Rawuk seraya merapal mantra kemudian melontarkan puluhan bola-bola cahaya berwarna merah ke arah Rasmi.
Terlambat, beberapa bola sukses menerjang tubuh gadis itu hingga terlempar jauh ke arah petilasan misterius yang berada di tempat itu.
'Brakkkkk'
Tubuh Rasmi menghantam tumpukan bebatuan
"Rasmi!" teriak Rahayu panik. Ia merasa tidak berguna karena tidak dapat membantu Rasmi bahkan tidak dapat melindunginya.
Ki Rawuk yang berhasil melemparkan Rasmi menyarungkan goloknya
Namun, sebuah tusukan menghantam pundaknya dari belakang. Tak ayal ia murka sembari menarik si penyerang kemudian membantingnya dengan keras ke arah sebatang pohon besar di mana Rahayu terjebak.
"Akhhhhhh...." Irman berteriak kesakitan seraya memuntahkan
"Irman!" jerit Rahayu ketika menyaksikan pemudia itu tumbang di bawahnya.
"Sekarang tinggal sedikit lagi bagiku menjalankan niatku! Matilah kalian yang berani mengusik dan mengganggu rencanaku!" Ki Rawuk menghunus kembali goloknya sembari merapal
"Saba Raka, kau adalah Saba Raka. Manusia tidak mungkin hidup kekal di dunia!" ujar Rahayu seraya menatap cemas ke arah Irman yang tergeletak di bawahnya.
"Lalu kau apa? Kau juga hidup kekal bukan!" Ki Rawuk sembari menenteng goloknya berjalan ke arah tubuh Irman.
"Kalau begitu, hentikanlah jika kau bisa melepaskan diri dari pohon iblis ini," tukas Ki Rawuk seraya tersenyum miring. "Maaf-maaf, jika bocah ini mati lebih dulu," lanjutnya seraya
Sembari membaca mantra ia mengangkat goloknya kemudian menebaskannya.
'Sretttttt, jresssssss'
"Aku sudah bilang, aku tidak akan mati sebelum melenyapkanmu!" Rasmi dengan wajah berlumuran darah bekas terbentur bebatuan petilasan berkata dengan
Seperti mendapat bantuan tenaga gaib, Rasmi kemudian mendorong keris yang menancap di punggung Ki Rawuk ke arah pohon iblis di mana Rahayu sedang terkekang.
"Aaaaaakkhhhrrrr.......!!" Ki Rawuk meraung sesaat setelah badannya menempel di batang pohon tepat
Mendadak muncul asap tebal saat tubuh Ki Rawuk menempel dengan batang pohon tersebut.
"Ughhhhharrrkkkkkhhhhh.....!!" Ki Rawuk meraung tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Mendadak pohon iblis tersebut runtuh membuat Rahayu terlepas dari kekangan. Sementara
Sosok Ki Rawuk kini bersatu dengan pohon iblis yang telah menjadi arang dengan keris masih menancap.
Makhluk tersebut sangat menyeramkan. Penampilannya persis seperti gambaran iblis di film-film fantasi.
"Grooooarrrrr......!"
"Mbak Ayu, sampaikan salamku untuk teman-teman di desa. Jangan lupa beri tahu ibu soal ini." Rasmi dengan tatapan memelas menatap ke arah Rahayu.
Rahayu hanya bisa terisak menangis sembari menggelengkan kepala.
Glederrrrrrrr..........
Suatu petir diiringi kilat berwarna oranye menyambar sosok Saba Raka diikuti dengan menguarnya tubuh Rasmi menjadi serpihan oranye.
Sosok Saba Raka meronta-ronta di udara untuk kemudian terjun kemudian menembus tanah, tidak kembali lagi.
Rahayu menangis hampir tiada henti di depan pohon iblis yang kini tinggal setengah dengan sebilah keris menancap di sana.
Keris Ki Ambar jika sudah menjadi pengunci abadi sosok iblis Saba Raka maka si pemilik terakhirnya tidak akan
~Bagaimana ceritanya? Seru? Nanggung? Tidak tuntas? Tidak sesuai dengan yang diharapkan? Silahkan berkomentar
Lalu Rahayu, kemana gerangan dia?
"Pak Maman, lihat itu den Irman!" seru Pak Subhan seraya berlari ke arah lokasi di mana Irman terbaring.
"Tempat
"Di mana gerangan neng Rasmi?" ucap Pak Aslim yang ternyata ikut bersama rombongan.
"Lihat keris itu, pak." Tunjuk Pak Maman.
"Dia telah pergi," gumam Pak Aslim lirih.
Meski begitu, Pak Subhan yang saat ini menggantikan Pak Dodi sebagai kades memilih untuk mengosongkan desa tersebut atas saran Pemda dan
Barangkali keputusan alm Pak Marbun mendirikan desa di tengah-tengah wilayah pemukiman demit sama sekali tidak bijak. Itulah yang diperbincangkan para warga desa yang tersisa yang kini bermigrasi menuju desa terdekat.
Hore, ceritanya selesai. Jangan lupa komen dan subscribe ya. Eh?
Rangkaian cerita sudah tuntas. Jika pun ada, itu hanya kilas peristiwa pasca pertarungan di Alas Kawuni. Terima kasih..