Kenapa remake? Karena versi pertama thread-nya tidak berurutan bikin pembaca pusing. Skrg sudah diperbaiki...
@bacahorror @deffrysrc @ceritaht #bacahorror #ceritahoror
Sebabnya suatu suara ketukan selalu membuatnya terjaga. Suara ketukan pelan di pintu belakang rumahnya itu masih saja terdengar.
Jam dinding telah menunjukkan pukul 00.00.
Bukan kali ini saja ia mendengar ketukan di tengah malam. Di malam-malam sebelumnya pun acap kali terdengar suara ketukan itu.
Itu sering terdengar sejak ia menempati rumah bekas tempat tinggal bibinya tersebut.
Tidak ada apa-apa yang dijumpainya di sana. Hanyalah kosongnya malam serta semilir angin aneh yang membuat bulu kuduknya merinding yang ia jumpai.
Andre teringat akan pamannya yang kini menghilang entah ke mana. Diduga pamannyalah tersangkanya.
Namun ia tidak yakin
Lalu kenapa dia kabur? Hal itulah yang membuat kecurigaan semua orang menguat kepadanya.
"Brug, brug, brug.."
Suara ketukan pelan mendadak berubah menjadi suara gedoran
"Siapa itu?" serunya seraya beranjak dari tempat tidur.
Andre tanpa mempertimbangkan kemungkinan hal buruk yang akan terjadi, langsung menuju sumber suara gedoran.
Cahaya temaram dari bohlam lampu menerangi
Andre mendekati pintu dapur yang
"Andre....."
Suatu suara serak sedikit bergema terdengar seperti mengalun melalui angin malam di luar sana.
"Brakkkk"
Mendadak pintu dapur terbuka diikuti hembusan angin yang
Andre yang mendadak panik berusaha menutup kembali pintu, namun nihil.
Andre merasakan kuatnya dorongan angin yang membuatnya kesulitan menutup pintu. Sayup-sayup suara serak mirip suara nenek-nenek terdengar kembali.
"Siapa kamu?" teriak Andre dengan panik berusaha menutup pintu.
Meski sedang panik, Andre menyempatkan diri melihat keluar melalui pintu yang terbuka.
Samar-samar terlihat sesosok bungkuk di tengah gelapnya malam dan kencangnya angin ribut.
Tanpa menunggu jawaban dari sosok tersebut, Andre menutup pintu sekuat tenaga. Ia kemudian mengunci pintu rapat-rapat.
"Sial! Apa itu barusan? Mana aku sendirian lagi di sini..." rutuk Andre dengan
Saat itu posisi Andre tengah menghadap pintu pasca menutup pintu tersebut dan menguncinya.
Kini ia berbalik hendak kembali ke kamar. Namun tiba-tiba sesuatu yang menyeramkan berdiri di hadapannya.
Sosok bertubuh tinggi besar berbulu lebat berwarna hitam
Andre tercekat di tempat dan tidak dapat berbuat apa-apa selain mematung dengan ekspresi wajah yang tidak terperikan ketakutannya.
Andre dalam keadaan panik tanpa
Setelah pintu dibukanya, secepat kilat ia keluar dari rumah kemudian lari tunggang-langgang tak tentu arah.
Ia terus berlari hingga mencapai dusun yang lokasinya berdekatan dengan rumahnya.
"Tampaknya arwah Bu Rodiah penasaran," ujar salah seorang pemuda kampung itu.
"Jangan bicara sembarangan. Bu Rodiah sudah tenang di
"Saya sering mendengar, pak. Jika seseorang mati dengan cara tidak wajar, arwahnya akan gentayangan."
Tak lama muncul seorang sesepuh desa diantar
Saat itu Andre sedang ditenangkan oleh beberapa orang warga yang kebetulan sebelumnya menemukannya pingsan di depan gang.
"Rumah itu atau tepatnya tanah tempat rumahmu berdiri sedang diawasi," ujar sesepuh desa ketika
"Diawasi siapa, Pak Somad?" tanya Andre penasaran.
"Sesuatu yang jahat, yang datang dari hati yang jahat," ucap sesepuh desa bernama Pak Somad itu.
"Maksud Pak Somad?"
"Terkadang sesuatu yang tidak terlihat namun berbahaya datangnya dari hati manusia
"Saya masih tidak mengerti, Pak Somad."
"Tanah tempat berdirinya rumah itu adalah tanah sengketa. Sengketa itu dimenangkan pamanmu,
Andre tercenung setelah mendengar perkataan Pak Somad. Ia mencoba mencerna apa yang barusan dikatakan tokoh masyarakat tersebut.
"Ya sudah, saya pamit dulu. Ada pengajian di desa sebelah. Saya harus tiba tepat waktu. Tidak enak sama Pak Kades," ucap Pak Somad berpamitan.
Pak Somad mengangguk. Ia kemudian melangkahkan kaki keluar dari rumah itu.
Namun tiba-tiba ia berhenti ketika hendak mencapai pintu keluar. Selanjutnya ia
"Nak Andre, sebaiknya kamu tidak usah menempati rumah itu dulu. Pulanglah ke rumah orangtuamu."
"Saya mengerti, pak. Pasti karena kejadian semalam akan terulang lagi. Bukan begitu, pak?" tukas Andre.
Pak Somad tersenyum pahit. Ia menggeleng, membuat
"Mengenai hal tersebut, kamu sebaiknya meningkatkan keberanianmu, nak Andre. Jangan takut terhadap mereka. Mereka adalah makhluk yang suka iseng. Satu hal yang saya pesan, jangan menyerupai mereka (suka berbuat iseng/jahil). Kita adalah manusia, memiliki akal
Andre mengangguk setuju dengan perkataan Pak Somad.
"Saya akan selalu mengingat wejangan Pak Somad."
"Baiklah, kalau begitu saya pamit. Assalamu'alaikum," ucap Pak Somad seraya melangkah keluar.
"Jadi sekarang bagaimana, nak Andre?" ujar warga yang sebelumnya berada di luar. Dia adalah warga yang mengenakan kopiah berwarna hijau terang.
"Saya masih bingung, Pak Dadang. Bagi saya pulang kemudian tinggal di rumah kedua orang tua sama
Pak Dadang terlihat mengurut kening. Ia tampaknya sedang berpikir. Lalu ia pun berbicara setelah
"Saya mempunyai keponakan yang setiap malam meronda bersama teman-temannya. Bagaimana kalau nanti saya menyuruhnya untuk tinggal bersama nak Andre. Ya, biar nak Andre ada temannya."
"Saya rasa itu ide yang bagus, pak. Tapi ada satu hal yang
"Apa itu, nak Andre?"
"Apa keponakan bapak normal?"
Pertanyaan macam apa itu?
Pada suatu hari saat sedang bersih-bersih rumah, Andre menemukan lembaran sertifikat tanah yang warnanya sudah buram.
"Apa paman lupa menyimpan sertifikat ini, ya? Aku menemukannya di kolong lemari," gumam Andre seraya mengerutkan kening.
Mendadak dari teras rumah terdengar suara seseorang sembari mengetuk pintu. Lantas Andre bergegas menuju teras.
Dijumpainya seorang remaja lelaki bertampang tengil seperti seorang baragajulan (berandalan).
"Oh, kamu yang namanya Thomas. Kamu siap berjaga di sini?"
"Siap banget, kakak. Segala jenis demit bakql gue lawan sampe lari."
"Bukan, tapi guenya yang lari. Bahahaha."
Thomas tertawa lepas. Sementara Andre hanya mengernyitkan kening merasa aneh dengan kelakuan bocah itu.
"Sekarang kamu masuk. Mandi sana, jangan lupa berdandan ala JOKER agar kamu bisa melihat setidaknya satu di antara
"Jiaah, si kakak ini suka bercanda juga rupanya. Ide bagus," tukas Thomas seraya masuk ke dalam rumah sembari bersiul.
"Pak Dadang bilang keponakannya normal. Nggak tahunya seperti ini. Salahku tidak jelas menanyakan soal normal yg seperti apa,"
Di puskesmas, Andre malam itu bertugas seorang diri. Ia tidak memiliki rekan kerja di sana.
Ada beberapa hal yang membuat para mantri dan dokter enggan bekerja di desa tersebut. Apapun itu, bagi Andre sangat tidak dapat diterima.
Sementara Thomas, ia tinggal
Andre menghela nafas ketika penciumannya menangkap bau familiar saat ia tengah berada di teras puskesmas, yaitu bau obat-obatan.
Samar-samar di kejauhan terlihat siluet sosok seorang lelaki sedang berjalan dengan langkah kaki tak tentu arah.
Sepasang kakinya yang tidak beralas seolah tidak
Andre melihat dengan seksama ke arah sosok tersebut dengan penasaran.
Andre mencoba menajamkan penglihatannya. Sosok tersebut rupanya berjalan ke arah puskesmas.
"Paman?" Andre langsung mengenali siapa sosok tersebut.
Namun, sosok tersebut tiba-tiba berbalik arah ketika Andre menghampirinya.
"Paman, tunggu..." Andre berusaha mengejar sosok pamannya itu, namun sosok tersebut sudah tidak
Andre hanya dapat menghela nafas ketika gagal mengejar pamannya.
Sejenak ia tersadar jika dirinya sudah terlalu jauh pergi. Posisinya kini sudah cukup jauh dari puskesmas.
"Celaka, aku terlalu jauh. Aku harus kembali."
Andre pun mempercepat
Namun baru beberapa langkah berjalan, Andre mendengar suara rintihan dari sisi jalan tepatnya semak-semak di pinggir jalan.
Dengan ragu-ragu Andre melirik ke arah sumber suara tersebut dan .....
WAAAAOOOO.......HIHIHIHIHI......
Tampaknya apa yang barusan dilihatnya adalah sosok kuntilanak, hantu yang telah menjadi legenda dalam cerita horor di Indonesia.
Sesampainya di salah satu sudut jalan yang agak
"Kebakaran? Di mana itu? Oh, tidak, jangan-jangan!"
Setelah bersusah payah berlari, tibalah Andre di depan rumahnya yang ternyata sedang mengalami kebakaran.
"Thomas...." Andre memanggil-manggil remaja itu.
"Di mana Thomas?" Andre sembari terengah bertanya ke salah seorang warga yang sedang memadamkan api.
Warga tersebut hanya
Tak lama muncul Pak Dadang dengan raut wajahnya yang tegang.
Sesekali ia bertanya kepada warga yang ditemuinya.
Ia pun akhirnya bertemu Andre.
"Saya tidak tahu apa-apa soal ini, pak. Saya malam ini berjaga di puskesmas
"Celaka, apa yang harus saya katakan pada kak Hendi? Ini kecerobohan saya
Andre hanya terdiam. Ia tidak tau harus berbicara apa mengenai peristiwa yang baru saja menimpa Thomas dan juga rumahnya.
Sejam setengah kemudian api berhasil dipadamkan. Andre buru-buru memeriksa seisi rumahnya yang
Selanjutnya ia bersama warga memeriksa salah satu kamar yang diduga adalah di mana terakhir kali Thomas berada. Tidak ditemukan apapun selain tas Thomas yang sebagian
Thomas tidak ada di rumah ketika terjadi kebakaran? Lalu ke mana gerangan anak itu?
"Ini sedikit melegakan karena Thomas tidak sedang di rumah saat terjadi kebakaran," ucap Pak Dadang setelah selesai menelusuri reruntuhan rumah Andre.
"Padahal saya berpesan
Sebuah tabung gas melon 3 kg dan kompor gas serta panci masak berisi mi instan menjadi bukti kuat penyebab
"Jangan-jangan dia lari sesaat setelah gas mengalami kebocoran?" gumam Andre.
"Dia akan melapor jika ada kejadian, nak Andre. Saya tahu betul Thomas anaknya selalu jujur," tukas Pak Dadang.
Andre memang tidak sepenuhnya percaya pada perkataan Pak Dadang. Terlebih
Akhirnya malam itu terpaksa Andre tidur di salah satu rumah warga. Meski ia merasa tidak enak karena rata-rata rumah di sana tidak
Barangkali hanya rumahnya yang sedikit lebih baik daripada rumah-rumah warga setempat. Itulah kenapa Andre lebih suka menolak untuk tinggal di rumah warga.
Itu merupakan kehidupan yang tidak biasa ia jalani. Namun
Saat shubuh, Andre terperanjat menyaksikan putri pemilik rumah tempat ia menginap, sedang berganti pakaian.
Gadis itu tampak canggung meski tidak tahu kalau tamunya sudah terbangun.
Sedangkan Andre
Setelah gadis tersebut beranjak pergi ke dapur, Andre pun bangkit dari posisinya kemudian menuju dapur ke arah tempat air atau tempayan
Pada hari itu, Andre seperti biasa bertugas di puskesmas.
Sedangkan untuk pencarian Thomas, Pak Dadang telah mengerahkan para warga di sekitar lingkungannya. Ia tampaknya yakin jika Thomas masih hidup karena mayatnya tidak ditemukan di reruntuhan rumah Andre.
Remang-remang cahaya lampu bohlam di rumah-rumah warga menambah suasana syahdu di malam itu.
Malam terus berlalu, semakin malam semakin sunyi.
Andre saat itu masih berada di puskesmas setelah melayani para pasien yang rata-rata adalah warga kampung sini, di mana puskesmas berada.
Menjelang jam 9, saat ia hendak mengunci pintu depan, bersiap untuk pulang, dari kejauhan
Dibantu tongkat, nenek itu berjalan hingga mencapai pintu gerbang puskesmas.
"Ada yang bisa saya bantu, nek?" ujar Andre.
"Nenek sedang sakit batuk, nak. Beruntung sekali puskesmasnya
"Sebaiknya nenek masuk dulu biar saya periksa," ucap Andre mempersilahkan nenek berpakaian serba hijau itu masuk ke ruang periksa.
Setelah nenek itu di ruang periksa, Andre kemudian bertanya kepadanya.
"Sudah berapa lama
"Sudah sejam yang lalu, nak. Batuknya membuat nenek susah bernafas," tukas nenek tak berkerudung itu.
"Barangkali nenek sehabis melewati jalanan berdebu atau tanaman berbulu halus?" ucap Andre.
"Ngomong-ngomong saya baru
"Iya, nak. Nenek baru pindah kemari," jawab nenek itu.
"Nenek pindahan dari mana?" tanya Andre.
"Pindahan dari alam kubur. Muehehehehe."
Sontak Andre terperanjat mendengar jawaban si nenek yang di luar dugaan.
Seluruh tubuh nenek tersebut menciut, mengering menjadi jerangkong terbungkus kulit kering berwarna hitam.
"Aaaahhh...!!" Andre berteriak ketakutan seraya menghindar.
Brakkkk,
Pintu diterjangnya hingga terbuka. Andre berlari kencang keluar dari puskesmas.
Seorang remaja bertubuh kurus berambut keriting. Siapa lagi kalau bukan?
"Thomas?" Andre mendekat ke arah sosok Thomas yang dilihatnya sedang berdiri dengan wajah
"Tolongin gue, kak," Thomas berucap pelan dengan suara lemas.
"Apa yang terjadi, Thomas? Kamu meminta tolong kenapa?" Andre terus mendekat ke arah Thomas.
"Dia akan datang, kak. Tolongin gue." Suara Thomas masih terdengar lemas seperti ucapan seseorang
Andre tercekat setelah mendengar ucapan Thomas.
"Dia siapa?" tanya Andre penasaran.
Langkah Andre terhenti. Ia tercekat menyaksikan sesosok negatif di belakang Thomas. Sosok tersebut tinggi besar mengenakan pakaian serba merah. Wajahnya sangat
Sepasang matanya yang besar melotot ke arah Andre. Rambutnya panjang berumbai berantakan.
"Kak Andre, tolong gue...." Dalam sekejap suara Thomas melenyap seiring terkaman makhluk berbaju merah
Makhluk itu menerkam kepala Thomas dan memisahkannya dari tubuhnya.
"Thomaaaaaaaassss................."
Andre berteriak histeris saat menyaksikan kejadian horor persis di hadapannya.
Darah membuncah setelah terputusnya leher dengan badan. Pemandangan mengerikan itu
Kejadian itu telah lama berlalu. Namun bayangan-bayangan yang berseliweran setiap malam di desa masih sering muncul.
Bayangan-bayangan yang disebut sebagai para Pejalan Malam seolah ingin menyampaikan pesan kepada semua orang di desa.
Ia juga meyakini jika makhluk tinggi besar berpakaian serba merah adalah sosok seseorang yang menginginkannya pergi
Hal itu disadarinya ketika mengingat tentang sebuah foto yg terpajang di rumah Pak Dadang, di mana saat itu Pak Dadang pernah bercerita bahwa itu adalah foto pemilik tanah di mana rumah paman Andre berdiri.
Orang tersebut kalah dalam sengketa melawan paman
Hari itu tibalah saatnya bagi Andre untuk kembali ke tanah kelahirannya. Ia pun berpamitan kepada Pak Dadang maupun kepada para sesepuh
"Sayang sekali nak Andre pulang. Padahal besok anak-anak dari kota yang hendak KKN akan datang," ucap Pak Dadang.
"Saya berharap mereka dapat membantu desa ini menjadi lebih baik, pak. Oh, iya, mas Mukhtar seminggu lagi akan mulai bertugas di sini. Ia tidak sendirian.
"Sudahlah, nak Andre. Kami sekeluarga telah mengikhlaskannya. Semoga ia
"Kalau begitu saya undur diri, pak. Sampai jumpa," ucap Andre tatkala ojek yang menjemputnya tiba.
Kepergian Andre diikuti dengan pandangan Pak Dadang maupun warga yang turut melepas kepergiannya.
"Bebek-bebek ini memang bandel ya. Padinya sudah pada rusak saja," gumam Andre saat menemukan
"Hmm, tetanggaku bisa langsung jatuh miskin kalau RUU itu jadi disahkan." Andre kemudian meluruskan batang-batang padi yang rubuh.
"Mas Andre, ada seseorang ingin bertemu," ujar seseorang dari arah belakang.
"Mau apa kau ke sini!" ucapnya sinis ketika tiba di hadapan Dodi.
"Hanya ingin mengunjungi keluarga. Bagaimana kabar uda dan uni?" tukas Dodi tanpa mempedulikan sikap sinis Andre.
"Paman menghilang, bibi telah
"Siapa yang bilang begitu? Justru atas dasar kesedihan itu aku datang kemari. Hanya kalian keluarga yang kupunya saat ini. Ayah menghilang dan ibu meninggal dengan tragis," kata Dodi dengan wajah
"Mungkin kau masih menganggap kami keluarga tapi kami, baik uda dan uni tidak lagi menganggapmu sebagai bagian dari keluarga ini. Kau telah melakukan perbuatan bejat dan hina itu!" kata Andre dengan nada tajam.
"Aku tahu itu, dre. Aku sangat menyesal karenanya.
"Semoga penyesalanmu bukan omong kosong, Dodi!" Andre menghela nafas. "Sekarang ini, bertemu uda dan uni bukan saat yang tepat. Jika kau tetap memaksa,
"Aku akan menerima apapun resikonya, termasuk tidak diterima lagi di keluarga ini. Aku akan menemui mereka, dan meminta maaf atas apa yang telah aku perbuat terhadap Ratih." Dodi beranjak meninggalkan Andre.
"Pergi kamu dari sini!!! Jangan kembali lagi dasar pembunuh!"
Begitulah ucapan kasar yang diterima Dodi setelah ia menemui uda dan uni Andre yang juga uwaknya. Meski ia telah menangis meminta maaf,
Dodi pun akhirnya pergi dengan membawa hati yang hancur serta kebingungannya mencari tempat bernaung dan mengungkapkan keluh kesahnya.
Dodi yg mengendarai motor tersebut tampak begitu letih. Maklum saja seharian ini ia berkendara cukup jauh.
Tiba di depan sebuah rumah warga, Dodi menitipkan sepeda motornya untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju tanah milik kedua orang tuanya yang terletak agak menurun melewati turunan curam berupa jalan tanah
Dodi menelusuri puing-puing rumahnya. Menguak-nguak tumpukan. Entah apa yang ia cari.
Kedua matanya berbinar ketika menemukan sesuatu dari balik tumpukan reruntuhan rumahnya.
"Kalung ini rupanya masih ada. Aku akan mengembalikannya,"
Namun, sayup-sayup ia mendengar suara rintihan seorang wanita dari arah sungai tidak jauh dari reruntuhan rumahnya.
"Dodi, kemari, nak." Dodi terhenyak saat suara tersebut menyebut namanya.
Dodi tercengang saat
Wanita tersebut sangat ia kenali.
"Ibu? Tidak mungkin ibu masih..." Dodi ternganga menyaksikan sosok ibunya di depan mata.
Itu tidak mungkin ibunya, karena ibunya telah lama meninggal dan ia sempat menghadiri
Waktu itu Dodi sedang menjalani hukuman penjara karena telah memperkosa dan membunuh pacarnya sendiri, Ratih.
Meski sedang menjalani hukuman, ia dapat izin pulang untuk menemui ibunya untuk terakhir kali.
"Ibu masih di sini, nak. Menunggu kamu keluar dari
Dodi masih termangu di tempat. Sejenak kemudian ia tersadar jika hari sudah beranjak malam.
Gelapnya malam mulai menyelimuti area sekitarnya. Suara-suara binatang malam bersahutan lirih seolah tahu seperti apa yang
"Jika engkau memang ibuku, pulanglah. Karena aku tahu ibuku telah tiada. Sedangkan kau pasti sesuatu yang lain yang tidak seharusnya ada di sini."
Selesai berbicara begitu, Dodi menyaksikan sosok ibunya bergolek di atas air kemudian wujudnya
Monster air tersebut bergerak dengan cara menggeliat cepat ke arah Dodi.
Dodi pun langsung mengambil langkah seribu meninggalkan sungai dengan monster yang sedang mengejarnya itu.
Di saat
Dodi pun pontang-panting berlari hingga mencapai dusun terdekat. Ia terus berlari hingga mencapai suatu rumah di mana seseorang
"Ke sini!"
Orang tersebut mempersilahkan Dodi masuk ke dalam rumahnya. Setelah Dodi masuk ke dalam rumah, warga tersebut segera masuk kemudian menutup pintu rapat-rapat.
Dari luar terdengar suara gemuruh dan suara riuh.
"Sebenarnya itu apa?" tanya Dodi kepada pemilik rumah.
"Ssstt." Warga
"Maksudnya?" tanya Dodi.
"Sangkasena," bisik warga itu lagi.
Brakkkkk
Mendadak pintu terbuka dan terbanting hingga menimbulkan suara berderak yang keras.
Ia pun merasakan kesulitan yang sama dengan pemilik rumah.
Dari celah-celah pintu, Dodi melihat sosok tinggi besar berpakaian serba merah berambut gondrong serta
Sosok tersebut sedang merentangkan kedua tangannya yang panjang dan berjari seperti ranting.
"Jangan dilihat. Itu Sangkasena!" bisik pemilik rumah seraya mendorong wajah Dodi agar tidak mengintip melalui celah pintu.
BRUAGGGG.........
Mendadak rumah tempat Dodi dan yang lain bersembunyi tercerabut dari atas tanah. Rumah tersebut hancur berhamburan melontarkan material-material ke
Sementara Dodi dan yang lain terbanting keras ke atas tanah.
Rumah tersebut karena terbuat dari material kayu dan bambu, jadi sangat mudah tercerabut dari atas tanah jika ada angin topan raksasa.
Namun yang mencerabut rumah ini adalah kekuatan luar biasa
Dalam kondisi gawat, Dodi dan yang lain berlari pontang-panting ke arah puskesmas, berharap di sana dapat menjadi tempat perlindungan yang aman.
"Ayo, cepat," ujar Dodi seraya membantu salah
Namun tiba-tiba sebuah benda yang sangat besar melayang menghantam puskesmas hingga rubuh dan menghamburkan material ke udara.
Astaga, benda tersebut rupanya sebuah rumah yang terbang kemudian menabrak
Otomatis Dodi dan yang lainnya panik bukan kepalang setelah gagal melarikan diri dari kejaran Sangkasena.
Kini mereka sedang berupaya mencari tempat untuk berlindung dari serangan brutal sosok mistis itu.
Malam itu jelas menjadi
Ke mana gerangan para warga yang lain?
"Apa yang akan kita lakukan sekarang, pak?" tanya Dodi ke warga yang bersamanya.
"Di mana rumah Pak Somad, pak? Apa tidak jauh dari sini?" tanya Dodi.
Pak Halim sejenak tercenung. Ia terlihat gamang untuk menjawab. Ia tampaknya baru teringat akan satu hal.
"Ada apa, pak? Rumah Pak Somad jauh, kah?" tanya Dodi tampak penasaran.
Dodi kemudian menoleh ke arah para mahasiswa yang tampak sedang berbisik satu sama lain. Entah apa yang sedang mereka bicarakan.
Wajah mereka jelas
"Ini benar-benar mengerikan. Aku ingin pulang saja. Lebih baik KKN tidak dilanjutkan!" Begitu apa yang didengar Dodi dari para mahasiswa itu.
Selanjutnya ia
Saat itu gelap, namun Dodi dan yang lain masih dapat melihat sekeliling meski terbatas.
Pandangan Dodi sejenak berhenti pada salah satu bongkah
"Kita tidak tahu apa yang ada di dalamnya. Warga desa belum pernah ada yang mencoba menggeser batu itu," ujar Pak Halim seolah mengetahui apa yang dipikirkan Dodi.
Pak Halim kemudian memberi isyarat ke Dodi dan yg lain agar mengikutinya.
Pak Halim berjalan menyeruak gelapnya malam diikuti Dodi dan para mahasiswa. Tampaknya ia menemukan cara
Suara riuh itu semakin mendekat saja meski Dodi bersama yang lain telah berjalan cukup jauh dari sumber suara tersebut.
"Ini salah saya yang tidak mengindahkan peringatan bapak," ucap Dodi
"Tidak apa-apa, anak muda. Lagipula itu sudah terjadi, dan juga Sangkasena tetap akan menghancurkan rumah itu meski kamu tidak mengintipnya," tukas Pak Halim membuat Dodi mengernyitkan
"Dia mengincarmu, Dodi. Karena kamu anaknya Pak Mahfud.
Sangkasena mengincar semua orang terkait Pak Mahfud. Apakah itu anaknya, istrinya, maupun saudara-saudaranya," tambah Pak Halim membuat Dodi terkejut.
"Jadi, kejadian ini ada hubungannya dengan hilangnya ayah
"Tanah tempat rumahmu berdiri adalah tanah larangan. Selain tanah itu dipersengketakan, juga dari sisi historis, tanah itu menyimpan sejarah kelam. Siapapun yang terkait Pak Mahfud jika menginjakkan kaki di sana akan mengalami nasib buruk." Pak Halim terus
"Lalu bagaimana dengan ayah saya, pak? Apa ia menghilang karena hal itu? Dan juga meninggalnya ibu?" Dodi mempercepat langkah agar dapat menyusul Pak Halim.
"Bisa jadi, nak. Kedua orang tuamu mendapat bencana karena tanah larangan itu. Bukan tidak
Sekarang ia sedang mengincarmu. Hal yang harus aku lakukan adalah membawamu jauh-jauh dari makhluk itu. Akan sangat berbahaya jika kau juga menjadi korban iblis itu," tutur Pak Halim.
Pak Halim tiba-tiba menghentikan
"Ada apa, pak?" tanya Dodi seraya melihat ke arah tanah yang tidak jadi dijejak Pak Halim.
"Ini bukan tanah, tapi rawa. Namanya Rawa Gaib. Meski terlihat seperti tanah lapang biasa, namun jika kamu
"Kita tidak bisa ke mana-mana lagi. Kita terkepung," kata Pak Halim lagi membuat Dodi dan yang lain semakin panik.
Dodi terperanjat saat melihat sesosok laki-laki berpakaian serba hitam muncul dari permukaan tanah.
Sosok ayahnya Dodi adalah sosok pria kurus
Kedua bola matanya yang menonjol menatap sayu ke arah Dodi seolah ingin menyampaikan pesan.
Suara riuh kepakan burung-burung iblis terdengar semakin
Dodi dan yang lain hanya celingukan. Mereka tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan diri.
Sementara sosok Pak Mahfud hanya berdiri terdiam di atas Rawa Gaib. Sepertinya ia tidak dapat berbuat apa-apa untuk
Termangu dan terus termangu hingga sosok besar berpakaian serba merah muncul di hadapan Dodi dan yang lain.
Suara gemuruh dan riuhnya suara burung-burung mistis mengiringi kemunculan Sangkasena di tempat tersebut.
"Kalau memang saya harus mati hari ini, saya akan mati. Tapi Pak Halim segera bawa teman-teman mahasiswa pergi. Saya akan mencoba mengulur
"Tidak, nak Dodi. Saya bersama kamu bukan karena kebetulan, tapi saya memang berada di sini untuk membantu kamu, nak Dodi. Jika saya tidak membantu nak Dodi, seluruh desa ini akan binasa. Kekuatan jahat yang
"Selamatkan desa kalau begitu, Pak Halim. Biar saya ulur waktu agar Pak Halim dan teman-teman bisa pergi dari sini." Dodi sejenak
"Desa akan selamat jika kamu selamat, nak Dodi. Segala kepedihan, dan kehilanganmu tidak lain adalah ulah orang yang berada di balik munculnya iblis ini. Jika kamu ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di belakang
Ia tidak dapat berkata-kata setelah mendengar perkataan Pak Halim barusan.
Kejadian itu tentu saja adalah yang paling mengerikan sekaligus membuatnya merasa menyesal seumur hidup karena ia telah
Namun, sebenarnya apa yang ingin disampaikan Pak Halim mengenai kejadian itu?
Apakah ia ingin menghakiminya?
Dodi terdiam. Perasaan bersalah itu kembali menggelayutinya. Ia merasa sudah
Pemikiran itu juga sempat muncul ketika sang iblis berhasil mengejarnya hingga ke Rawa Gaib.
"Singkirkan pemikiran buruk itu, nak. Iblis telah mencapai kita. Kita harus tetap tenang. Saya baru sadar jika Rawa Gaib adalah satu-satunya cara melawan Sangkasena.
Kata-kata Pak Halim membuat Dodi merasa bingung. Seingatnya ia secara sadar telah memperkosa dan membunuh gadis itu.
"Ayah?" ucap Dodi.
"Tetap melihat ke depan,
'Srinnggg'
Mendadak Pak Halim menyayat tangan kanan Dodi menggunakan benda yang baru dikeluarkan dari saku bajunya. Benda itu rupanya adalah sebilah kujang berukuran kecil.
"Maaf, nak Dodi. Saya membutuhkan darahmu. Pak Mahfud, kemarilah. Ini darah anakmu. Semoga ini dapat membawamu kembali," tukas Pak Halim seraya menyambut kedatangan sosok Pak Mahfud.
Makhluk itu berhenti melangkah setelah Pak Halim mendapatkan darah Dodi melalui kujang mini yang dibawanya.
Mendadak suara gemuruh semakin keras dibarengi tiupan angin yang sangat kencang. Material-material berhamburan ke arah Dodi dan yang lain.
Mereka merunduk untuk menghindari terjangan material
Terdengar suara hela nafas berat dari sosok Sangkasena yang mulai berjalan kembali ke arah Dodi.
Namun kali ini sosok Pak Mahfud muncul menghadang gerak laju makhluk tersebut.
Pak Halim turut mendampingi Pak Mahfud menghadang Sangkasena.
"Pak Halim, jangan lakukan itu. Bapak bisa terbunuh!"
"Saya sudah siap mati, nak Dodi. Apapun yang saya lakukan adalah demi kelangsungan desa ini dan juga trah keluarga Pak Mahfud. Tidak apa saya berkorban jiwa demi desa ini," tukas Pak Halim
Ia tidak dapat mencegah Pak Halim mendampingi sosok ayahnya menghadapi Sangkasena.
"Kau sudah saatnya dihentikan! Katakan siapa yang membangkitkanmu!!" teriak Pak Halim dengan suara bergetar.
Tiba-tiba.....
Sretttt................
Pak Halim pun berteriak kesakitan seraya memegangi dadanya.
"Pak Haliiiiim....." jerit Dodi bersama para mahasiswa yang bersamanya.
Tubuh Pak Halim melorot kemudian jatuh berdebum
Sementara sosok Pak Mahfud tidak bergeming. Wajahnya masih tanpa ekspresi.
Dodi dan yang lain saat ini hanya bisa pasrah, bersiap menghadapi hal terburuk yang mungkin akan terjadi kepada mereka.
Kini Dodi berada paling depan,
Mendadak Dodi teringat sesuatu. Barangkali itu harus ia ambil dan ia gunakan.
Kujang mini itu rupanya tergeletak tepat di samping jasad Pak Halim. Kujang tersebut masih berlumuran darah.
Ketika hendak
"Ugghhh.." Dodi mengaduh kesakitan seraya berupaya bangun.
Ia terus mencoba menggapai kujang tersebut namun hasilnya selalu gagal. Bahkan ia hampir sekarat karena
Melihat Dodi kepayahan, para mahasiswa yang bersamanya mencoba membantunya.
Mereka pun tidak sanggup mengambil kujang yang tergeletak di samping jasad Pak Halim itu.
Mereka hanya bisa meringis kesakitan setelah terlempar
Apa yang harus Dodi lakukan untuk melawan Sangkasena yang kini sedang dialihkan perhatiannya oleh sosok Pak Mahfud. Makhluk itu tampaknya tidak dapat berpaling dari sosok Pak Mahfud. Terbukti ketika Dodi berusaha mengambil
Dodi pun mencoba mengambil kujang tersebut dengan cara perlahan sembari membelitkan kalung Ratih di pergelangan tangannya.
Para pemuda yang bersamanya pun membantunya dengan cara mendorongnya pelan-pelan dari belakang.
Namun hal itu membuat Sangkasena mengalihkan perhatiannya dari sosok Pak Mahfud.
Kedua mata Sangkasena yang besar dan menyala berwarna merah namun tidak menyamarkan
"Mas Dodi, gawat! Dia melihat ke arah kita. Dia akan membunuh kita!” ujar salah seorang mahasiswa dengan nada ketakutan.
Sementara teman-temannya yang lain hanya menatap dengan khawatir ke arah Dodi.
Sementara ujung jarinya tinggal beberapa senti lagi mencapai kujang tersebut.
Nafasnya kini terasa sangat berat karena kuatnya tekanan kekuatan
Apalagi kini posisi mereka begitu dekat dengan Rawa Gaib.
Jika mereka terlontar lagi, dipastikan akan terlempar
Kali ini Dodi berhati-hati menggapai gagang kujang mini yang bilahnya berwarna merah karena darahnya.
Mendadak!!!
Tangan keriting Sangkasena melesat tepat ke arah Dodi. Di saat itu juga Dodi berhasil menggapai kujang.
Namun serangan mendadak dari Sangkasena membuat Dodi terjengkang, dan kujang yang berhasil diraihnya terlempar ke belakang tepat ke area Rawa Gaib.
Tiba-tiba Sangkasena tertegun. Kemudian wujudnya seperti tersedot ke arah Rawa Gaib di mana kujang
Wujud Sangkasena meronta-ronta hingga hilang di balik gelapnya Rawa Gaib.
Suara gemuruh dan cicitan burung-burung misterius mengiringi hilangnya wujud
Suara gemuruh semakin keras terdengar kemudian terjadilah ledakan keras yang membuat Dodi kehilangan kesadaran.
Blaarrrrrrrrr
Penglihatan Dodi memutih kemudian memasuki alam bawah sadar, di mana ia tiba-tiba mendapati dirinya sedang berada di
Dodi tampak mengenakan setelan kasual dengan sebuah tas punggung berwarna biru di punggungnya.
Rambutnya panjang tidak seperti sebelumnya dicukur pendek.
Dodi merasa di antara sadar dan tidak sadar saat berada di jalan kecil tersebut.
Saat itu hari menjelang sore. Di sekeliling jalan kecil itu terdapat rumpun-rumpun bambu yang sangat rimbun.
Mendadak dua orang berpakaian preman muncul menyergapnya kemudian membekapnya menggunakan sapu tangan yang telah diberi obat bius. Saat itu Dodi kehilangan kesadaran namun anehnya ia dapat
Van itu kemudian melaju membawa Dodi untuk selanjutnya keluar dari wilayah tersebut.
Terus melaju, van tersebut menuju sebuah rumah terpencil yg
Setelah berhenti di depan rumah kebun sawit itu, kedua orang tersebut membawa tubuh Dodi keluar dari van kemudian memasuki rumah besar bercat putih itu.
Di dalam rumah, mereka disambut oleh seseorang yang membuat Dodi mengernyitkan
"Pak Dadang?" gumam Dodi dengan suara yang tentu tidak terdengar oleh mereka semua.
Pak Dadang berdiri menyambut kedua orang preman yang membawa Dodi.
"Kerja bagus. Sekarang kita tinggal menunggu malam tiba. Ki Rawuk sedang menunggu di tempat pertapaannya," kata
Singkat cerita, malam pun tiba. Pak Dadang bersama dua preman itu berada di dalam ruangan bawah berdiri mengelilingi tubuh Dodi yang terbaring di atas tanah.
Pak Dadang memberi isyarat kepada dua orang suruhannya untuk membawa tubuh Dodi ke dalam suatu lorong
Pak Dadang menjadi pemandu sembari menyorotkan senternya ke depan. Cahaya senter menampakkan lorong yang dindingnya berupa batu terjal itu.
Tak lama kemudian mereka mencapai ujung lorong bawah tanah itu. Ujung lorong tersebut rupanya adalah
Keluar dari gua, Pak Dadang bersama dua preman yang membawa tubuh Dodi terus berjalan menuju suatu area yang banyak ditumbuhi pepohonan tinggi menjulang.
Tak lama mereka sampai di depan sebuah gua di tengah hutan belantara. Segera mereka membawa Dodi
Di dalam gua, mereka mendapati sesosok kakek tua brewok putih berpakaian putih kusam dengan bagian dadanya telanjang.
"Sampurasun Ki Rawuk," ucap Pak Dadang seraya berlutut di hadapan begawan tersebut diikuti dua anak buahnya.
Ki Rawuk menatap tajam ke arah Pak
"Manehna sakedap deui bakal nyieun karusakkan pikeun kulawargana." (Dia sebentar lagi akan membuat kerusakkan bagi keluarganya.)
Ki Rawuk kemudian meminta agar tubuh Dodi
Setelah tubuh Dodi ditaruh di atas meja batu tersebut, Ki Rawuk meminta salah seorang preman agar berbaring di samping tubuh Dodi.
Setelah preman tersebut berbaring di samping Dodi, Ki Rawuk mengambil beberapa tetes
Darah dari ketiganya ia taruh di dalam cawan tembikar. Setelah itu ia merapal mantra kemudian meludahi cawan berisi darah tersebut.
'Srinngggggg'
Ajaib, wujud si preman berubah menjadi sosok Dodi. Kini ada dua Dodi berbaring di atas meja batu yang sama. Hanya pakaian yang membedakan.
Misteri yang tidak terpikirkan olehnya pun kini terkuak. Ditambah lagi ia menyaksikan sendiri adegan pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan orang yang wajahnya serupa dengannya.
Pak Dadang rupanya di balik
Kini semuanya jelas, apa yang dikatakan Pak Halim tentangnya benar adanya.
"Ratih? Kenapa harus dirimu yg menjadi korban kebiadaban para durjana ini? Semua sudah terlambat.
Dodi membatin. Tubuhnya tetap belum bergerak dari atas meja batu tersebut. Ingin rasanya ia menggerakkan tubuhnya sendiri, namun itu sulit mengingat ia kini sedang berada dalam wujud halus.
Ia juga tidak
Namun, sejenak Dodi teringat dengan kalung yang didapatkannya dari TKP pembunuhan Ratih.
Kalungnya Ratih. Apakah itu masih bersamanya?
Dodi menatap ke arah dua tangannya yang transparan karena
Ia sejenak melihat ke arah Ki Rawuk yang masih dalam kondisi duduk bertapa di belakang meja batu. Sedangkan Pak Dadang tampak duduk bersila bersama anak buahnya.
Dodi
Apa sebenarnya yang ingin dilakukan Dodi? Membangunkan Dodi yang asli tidak mungkin. Jika pun berhasil
Terdengar suara Ki Rawuk bergumam.
"Aya nu nempokeun urang!" (Ada yang melihat kita!)
Mendadak penglihatan Dodi memburam kemudian memutih. Sayup-sayup terdengar suara seseorang memanggil-manggil namanya.
Dodi tersentak bangun dengan nafasnya yang memburu naik turun.
"Hhhhahhh....." Dodi celingukan mendapati dirinya sedang di atas tempat tidur dikelilingi orang-orang yang sebagian ia kenali.
"Andre?
"Kami meminta maaf, Dodi. Selama ini kami sudah menuduhmu sebagai pemerkosa dan pembunuh.
Sekarang semuanya sudah jelas siapa pembunuh Ratih. Polisi telah menangkap pelaku yang sebenarnya, termasuk otak di
Dodi masih belum berucap.
Tampaknya ia masih syok dengan apa yg baru saja ia alami. Sekarang tahu-tahu ia sedang berada di dalam rumah dikelilingi banyak orang.
"Paman sudah kembali, Dodi. Ia sudah ditemukan. Ternyata
"Pak Dadang selama ini menghilang ternyata bersembunyi di rumah kebun sawit. Setelah menangkap pembunuh Ratih, polisi berhasil menangkap Pak Dadang dan anak buahnya yang tersisa. Sayangnya polisi belum mampu
Dodi menghela nafas. Ia sudah mengetahui siapa dukun ilmu hitam yang dimaksud.
Dalam hati ia berjanji untuk menemukan dukun itu dan menghentikan kejahatannya.
-SEKIAN-