Page Tamat
_A Thread_
#ceritahoror #horror #HorrorThread #hororstory #bacotsantuy #SheilaOn7 #KimJungUn
“Wegah, aku bar madang..” (gamau, aku abis makan) kata Lepuk.
“Sedilit wae Puk, pengerasan to” (Bentar aja, pengerasan dong) si Ceper ikut-ikutan.
“Halah, ayo puk.. pengerasan” Kiyer menambahi dengan nada bicara manja.
“Ora!” jawabnya dengan penuh konsentrasi. Mendengar jawaban Lepuk kami makin semangat menghajarnya. Huru-hara itu membuat Gembi, Doyok dan Timbul yang sebelumnya di dalam kamar ikut-ikutan .
“Waaaaaaaahhh, Si bangssssat!” teriak Ceper sambil mengepalkan tangan, dan berlari kedepan.
“Kenopo to,Per?” tanyaku.
“Kae ngejak perang, ayo serang balik!” katanya sambil memanggul sebuah speaker besar.
Aku baru bangun tidur, saat mendengar suara Ceper yang lagi uring-uringan.
“Asuuuuuuu!!! Aku ora terima! Jingan!” teriaknya.
“Maaaattttaaaannneee!” katanya lagi sambil menunjuk-nujuk sebuah handuk yang tergantung di dekat kamar mandi.
“Kenopo to, Per? Pagi-pagi wis nesu-nesu?” jawab Lepuk sambil sikat gigi.
“Lha kenopo to andukmu?” Tanya Gembi yang baru muncul dari balik pintu kamar mandi.
“Iki bukan andukku, Su!” teriak Ceper dengan nada tinggi.
“Lha terus? Iki punyane sapa?” tanyaku.
“Kenopo, Yer?” Tanyaku heran melihat ekspresinya Kiyer.
“Per! Buangsaaat koe!” kata Kiyer yang menunjuk-nunjuk Ceper.
Seisi kontrakan mengikuti Ceper dan menyaksikan konflik dua orang anak manusia itu, tapi kami memang belum melerai, kami biarkan urusannya dituntaskan dulu.
“Lahh mau apa lagi? kan sudah jelas sekarang masalahnya, handuk tadi tidak pernah tertukar, dan sekarang saya sudah lega.” Kata Ceper dengan santai.
“Loh, loh itu urusan anda, perkara puterbalik dari wates kesini, yg penting kan semua clear, dan pada dasarnya kan maksud saya baik” Kata Ceper lagi.
“Nganue, Ce….” Jawab Lepuk ragu.
“Nganu opo?” tanyaku lagi..
“Aku tadi mau donor darah buat temennya Bapakku” Lepuk mulai bercerita.
“Terus?” Gembi bertanya.
“Lohh, ngerti wae… Sebenernya, orang yg koe panggil simbah itu ya bapak ibumu” Jawab kiyer lagi, si Lepuk langsung melotot begitu Kiyer mengatakan hal yg membuatnya seperti terkena petir.
“nganu… adikku golongan darahe B” jawab Lepuk. Mendengar jawaban Lepuk, kami semua langsung ngomong bebarengan.
“Naaaahhhhh, tenan to!” Lepuk mulai menunduk.
“Ono… 1, 2, 3……. Cuma ada papat” Jawab Lepuk yang selesai berhitung dengan jarinya.
“Kalau foto-foto keluarga piye, Puk? Ada fotomu nggak?” Doyok ikut bertanya. Lepuk menggeleng.
“Tapi nek di rumahe simbahmu ada fotomu nggak?” tanyaku.
“Wehhh iyo, dirumahe simbah malah ada fotoku” kata Lepuk, dan disambut dengan gegap gempita oleh kami.
“Wis Puk, paling gak kamu itu harus bersyukur. Kakakmu itu sudah mau membesarkan koe dan nguliahin sampe sekarang” kata Kiyer sambil terus menepuk-nepuk pundaknya Lepuk.
“Halah, kejadian opo, ngapusi!” kataku yang tidak percaya, karena merasa semua sudah aman sekarang.
“Ehh… Ehhhh, Mbak!”
“Asuuuuuu!!! Koe ngopo Mbi?” teriakku kaget melihat Gembi berada persis di depan wajahku.
“Mandi! Wis jam berapa iki? Kuliah-kuliah!” kata gembi berlalu.
“Aduhh, Njuk piye?” tanya Kiyer.
“Lotek mau po?” Ujar Ceper
“Lotek mana?” tanya Kiyer lagi.
“Lah itu belakang UPN” jawab Ceper mantab.
“Wooooo, matamu! Ra sudi! Pokokmen berangkat bareng, mbuh mau dimakan disana atau dibawa pulang yo monggo, yang penting bersama-sama” mereka bernegosiasi dengan alot.
“TITIP NDASMU!” kata mereka dengan Kompak, keras, dan menyakitkan.
“Kalau perlu, koe sekarang pake Mantol ikut naik sini. Kita cenglu!” imbuh Ceper dengan berapi-api.
Ceper dan Kiyer akhirnya berangkat, menembus hujan badai membahana dari kontrakan menuju belakang kampus UPN. Dan begitu sampai kontrakan si Kiyer langsung menemui Timbul dan membuka bungkusan berisi lotek.
“Beli loteknya dimana?” tanya Timbul.
“Enak ora?” tanyaTimbul lagi yang sudah horny makan.
“Ahahahaha enak raimu! Modar ora madang!” jawab ceper sambil tertawa.
“Apa kalian dengar itu?” tanyaku dari dalam kamar.
“Apa?” tanya Lepuk.
“Suara langkah kaki!” jawabku.
“Saya tidak dengar!” Jawab Lepuk.
“Kalau yang lain bagaimana?” tanyaku
“Saya tidak mendengar apapun, anda salah dengar saja!” Ceper menambahi.
“Weeehh.. weeehhh ngopo koe, Yer? Mimpi basah yo koe?” tanyaku semangat.
“Loh, koe kok ngerti, Ce? Koe pegang-pegang titidku yo!” Jawab Kiyer.”
“Ora, Asu! Aku kemaren-kemaren aku juga ngimpi basah disini!” balasku.
“Aku juga!” Timbul angkat bicara.
“Kemarin aku tidur disini juga ngimpi kimpoi!” Doyok ternyata juga mengalami hal serupa.
“Aku sik! Aku sik!” kata Doyok
“Ceper endi?” tanya Kiyer sambil melepas helmnya.
“Embuh, matek paling” kataku sambil membuang hisapan terakhir rokokku.
“Aku bawa kamera” Kata Kiyer sambil mengangkat sebuah tas selempang, berisi gear andalannya.
“Sorii soriii, anakku rewel. Ora gelem di tinggal” katanya sambil menyetandarkan motor tua berwarna biru telor asin itu.
Selain motret keahlian olah cangkemnya membuat dia banyak dapat job untuk jadi MC di event-event musik, gatering, dan sripahan.
“Sik endi? Wong banyak banget kok” Kiyer balik bertanya.
“Pas kita terpaksa pindah dari kontrakan yang pertama” raut muka Ceper mendadak menjadi serius.
“Piye iki?” tanya Gembi.
“Bayar wae po?” tanya Kiyer.
“Loh ini mas-mase pada mau pindah po?” tanya pak RT begitu kami berkunjung.
“Iya pak, makanya ini mau pamitan” Jawab Gembi.
“Tapi nggak kenapa-kenapa to mas?” tanya pak RT
“Gak kenapa-napa gimana maksudnya, Pak?” tanyaku.
“Ya, selama tinggal disana kalian tidak kenapa-napa to?” Pak RT menyelidik. Kami semua saling pandang.
“Ya, Alhamdulillah kalau begitu. Soalnya rumah itu kan memang terkenal angker, tapi ini yakin sudah mau pada pindah to?” kata pak RT lagi.
Sumber (ki.bogowonto)
~Tamat Cuk!~