Sebuah cerita fiksi tentang Perang Dunia Pertama.
Jika pernah membaca cerita Paninggaran, maka inilah lanjutannya... Cerita akan berfokus pada Johan yang tertinggal di Hellberg bersama masa suram itu...
#ceritaaksi #ceritaperang #fiksi
Asap mengepul di beberapa titik. Kendaraan-kendaraan lapis baja merangsek ke arah pertahanan musuh yang sedang melonggar.
Blarrrrr
Ledakan artileri kembali membuncah mengenai apa saja yang berada dalam jangkauannya.
Di antara hiruk-pikuk para prajurit dan dentuman artileri, sebuah tank Mark IV melaju menerobos jalur berlumpur dan berkawat berduri.
Hal itu tidak lepas dari keberadaan Salasatri yang merasuki tubuh Ulrich dan
Oleh karenanya ia harus segera mencapai tempat selanjutnya di mana ia seharusnya menemukan kaisar. Sementara tentara Inggris mendukungnya dengan
Blarrrrr
Ledakan peluru artileri membuncah di dekat tank yang ditumpangi Johan. Tank berguncang membuat para penumpangnya terpelanting.
“Sial! Hampir saja!” rutuk salah seorang operator meriam.
“Hei, Jerman! Kau bisa melakukan apa agar tank sialan ini tetap berjalan?” seru operator meriam sebelah kiri ke Johan yang sedang berpangku tangan.
Johan tergagap. Ia termangu sejenak kemudian
“Aku bukan mekanik. Membuat tank ini tetap melaju bukan keahlianku.”
Si operator meriam berwajah masam itu hanya mendengus.
“Semoga di depan sana kau bisa berguna,” ucapnya.
“Jangan terlalu dengarkan Chofield. Dia hanya iri melihatmu yang diistimewakan, kawan.
“Ah, Brandon juga merasa iri itu. Bedanya dia tidak frontal seperti Chofield. Hahaha,” timpal mekanik yang sedang duduk di belakang Johan.
Proyektil artileri lain jatuh tepat di hadapan tank yg ditumpangi Johan.
Blarrrrrrrrrr
Ledakan besar membuncah menyemburkan tanah dan material ke segela penjuru arah. Tank pun
Johan dan yang lain terpelanting di dalam tank. Mereka di antaranya ada yang terbentur tiang di dalam tank. Ada juga yang menabrak dinding hingga berteriak keras.
“Aaaahhhh, hidungku!” teriak Brandon seraya memegangi hidungnya yang berdarah.
“Ini topimu jatuh, kawan,” kata Johan seraya menyambar topi mekanik yang jatuh itu dan memberikannya kepadanya.
“Oh, terima kasih. Kepalaku telah kembali.” Mekanik itu memakai topinya.
“Siapapun boleh menjadi komandan di sini. Tapi aku tidak mau. Aku juga tidak mau orang Jerman ini mengomandoi kita,” tukas Chofield.
Ia pun menyadari bahwa keberadaannya di dalam kendaraan tempur ini hanya semata-mata karena perintah dari Kolonel Alfred.
“Aku setuju. Apalagi di antara kami, hanya kau yg pernah merasakan bagaimana menegangkannya berlari-lari seorang diri di tengah-tengah ledakan artileri,” timpal Samir, si pengemudi tank.
“Itu belumlah cukup.
“Jangan banyak protes! Lakukan saja!” kata Chofield dengan nada naik.
Tak lama terdengar senapan mesin menyalak, pertanda sedang memuntahkan ratusan butir
Mendadak terdengar dentuman disusul berguncangnya tank dengan keras.
“Aaahhhh, field gun! Salah satunya mengenai kita!”
“Tank ini akan meledak kalau terus-terusan terkena peluru meriam itu! O’brien, cepat keluar dan perbaiki benda sialan ini!” teriak Chofield seraya terbatuk saat asap bekas ledakan menguar masuk ke dalam tank.
Sementara Samir
“Jerman, apa kau akan duduk saja di situ!” hardik Chofield ke Johan.
Johan tergagap kemudian bangkit. Ia keluar dari tank menyusul O’brien yang telah berada di luar.
Ia melihat mekanik tersebut sedang berusaha membuka penutup
“Sial! Selang radiatornya putus. Masih untung tadi mesinnya tidak langsung mati.” O’brien memeriksa bagian mesin tank itu seraya celingukan.
“Tenang aku lindungi kau. Tidak akan ada satupun tentara Jerman yang mencapai kita,”
Dorrr, dorrr, dorrr
Mendadak beberapa orang tentara Jerman muncul, menembaki Johan dan O’brien. Johan yang dalam posisi siaga dapat menghindari serangan, namun O’brien yang sedang mengotak-atik
Sedikitnya empat butir peluru bersarang di punggungnya. O’brien pun jatuh terjengkang. Laki-laki berusia 20 tahunan telentang meringis menahan sakit.
“Brien!” johan dengan cepat berlari ke arah O’brien.
Namun, mendadak suatu
Sementara tubuh O’brien sudah tidak lagi berbentuk karena ledakan itu sukses menghancurkan tubuhnya bersama terbentuknya lubang besar di tanah.
“Brien?” Johan
Ia kemudian melihat para tentara Jerman yang menyerangnya berjatuhan terkena tembakan senapan mesin Uly.
“Jerman, cepat perbaiki mesinnya dan masuk!” teriak Chofield yang muncul dari pintu tempatnya mengoperasikan meriam.
“Sekarang kau mekanik, Jerman!” serunya.
Johan kemudian segera memperbaiki selang radiator. Setelah itu ia mengisi tangki airnya. Setelah beres, ia lantas masuk ke dalam tank melalui pintu di mana Chofield
“Sekarang kita kehilangan teman kita. Mari berdoa semoga ia mendapatkan tempat terbaik di sisi BAPAK. Amieen,” ucap Chofield setelah semua kru berkumpul.
Setelah selesai mendoakan O’brien, para kru kembali melakukan pekerjaannya. Tank pun kembali melaju melalui jalur
Mendadak Samir menghentikan laju tank, membuat semuanya terkejut.
“Hei, kira-kira, dong kalau mau berhenti!” pekik Brandon sambil mengamati jalan di depan.
“Astaga!”
“Terus jalankan tanknya, Samir! Gilas saja. Mereka semua
“Tidak punyakah kau sedikit rasa perikemanusiaan, Chofield?” Samir menengok ke arah Chofield dengan tatapan sengit.
“Perikemanusiaan hanya untuk manusia hidup! Sedangkan mereka semua sudah
“Aku tidak mau! Kita harus menempatkan mereka ke tempat yang lebih baik!” balas Samir sengit.
“Kau beraninya!” Chofield dengan geram turun dari
“Apa kita tidak sebaiknya mencari jalur lain? Kulihat di sebelah kanan ada area lapang yang lebih aman,” kata Johan mencoba mengetengahkan solusi.
Chofield berpaling ke arah Johan. “Kau pilih saja kita
“Aku sudah bilang pindahkan mereka ke pinggir jalan!” bentak Samir sambil berusaha menyingkirkan tangan Chofield.
“Kita keburu mati kalau melakukan itu! Musuh sedang mengincar kita!” balas Chofield dengan gigi gemeretak.
Bukkkkk,
Sebuah tinju melayang menghantam wajah Samir. Lelaki itu pun terhuyung kemudian balik menyerang Chofield.
“Hei, hei, hentikan itu! Tidak bisakah kalian menyelesaikan masalah dengan
Uly kemudian menahan tangan Chofield yang hendak membalas serangan Samir. Sebelumnya Samir berhasil memukul wajah Chofield.
“Brengsek! Jerman, kau operator meriam sekarang! Aku yang akan kemudikan tank.
Mendadak Samir mengejar Chofield, kemudian menyambar kerah bajunya dan menyeretnya. Akhirnya keduanya pun saling baku hantam di dalam tank. Hingga kemudian
“Samir, sudah hentikan!” teriak Uly berusaha membujuk Samir.
“Chofield, mengalahlah. Untuk apa saling ngotot begitu?” kata Brandon seraya menghampiri Chofield.
“Kau sentuh tuas itu, kau mati!” ancam Samir dengan kedua matanya
“Kau yang akan mati karena gegabah menyeret semua orang di sini ke dalam kematian yang sia-sia!” Chofield tidak mau mengalah.
Blarrrrrrrr
Ledakan proyektil field gun menghantam sisi kiri tank yang terhalang tembok bangunan. Material pun
“Samir, kita harus bergerak! Sekali lagi tembakan mereka pasti akan mengenai kita!” teriak Uly dengan cemas.
“Tidak, sebelum kita memindahkan mereka!” Samir masih bertahan dengan kemauannya.
“Persetan!” Chofield beranjak ke arah sektor
Tiba-tiba Samir menembak namun luput karena Chofield sigap menanggapi ancaman. Tembakan Samir meleset dan hanya mengenai dinding.
Di saat itu pula Chofield dengan cepat menembak ke arah Samir.
Dorrrr
“Samiiiiiirrrr.....!!!” pekik Brandon seraya melompat ke arah Samir.
“Oh, tidak!” Johan menghampiri pengemudi tank yang kini telah tidak bernyawa itu.
“Kau membunuhnya!!”
Mendadak Uly menendang Brandon dan merebut pistolnya.
“Jangan bertindak bodoh! Cepat atau lambat kita akan mati. Tapi kita tidak boleh
Chofield tidak menyahut. Ia lantas segera menjalankan tank dan menggilas
Terdengar suara tulang-tulang yang patah terlindas roda tank yang berrantai.
Tank melaju di antara dentuman mortar dan field gun serta berondongan senapan mesin musuh.
“Jerman, hancurkan artileri-artileri itu! Kita telah mencapai titik terlemah mereka!” teriak Chofield.
Johan kemudian mengarahkan meriamnya ke
Blarrrrr.....
Meriam menyalak memuntahkan proyektil yang lantas menghancurkan salah satu meriam artileri musuh.
Blarrrrrr.....
Johan melihat beberapa orang musuh berjatuhan terkena tembakan senapan mesin yang dioperasikan Uly.
Namun,
Duarrrrrr..... Dugggggg
Sebutir proyektil besar menghantam
“Chofield!” teriak Johan saat melihat pengemudi tank tersebut telah tewas dengan tubuh bagian atasnya hancur berurai.
“Sial! Kita tamat di sini! Uhuk, uhuk,” ucap Uly seraya turun kemudian batuk-batuk
“Itu adalah A7V. Kita harus keluar dari sini atau kita semua akan mati!” ucap Uly sambil mengintip melalui jendela operator meriam.
Johan pun segera mengoperasikan meriam. Ia mulai membidik ke arah kedatangan tank
Bammmm
Proyektil yang ditembakkan Johan meluncur deras kemudian menghantam bagian samping tank tersebut.
“Kita harus menghancurkan mesinnya agar ia tidak bisa berjalan,” kata Uly yang mengawasi dari senapan mesinnya.
“Sepertinya tank itu mogok. Tidak terdengar lagi suaranya tapi mereka masih menembaki kita,” kata Johan seraya menembakkan kembali meriamnya.
Bammmmm
“Kau berhasil mengenainya. Sebentar lagi tank itu akan meledak,” ucap Brandon sambil menyaksikan tank kubus tersebut mulai terbakar.
Blarrrrrrrrr
Tank tersebut meledak disusul suara teriakan para kru. Beberapa orang kru yang berhasil keluar tidak dapat menghindarkan diri dari jilatan api yang membakar tank.
“Kita keluar dari tank?” Johan menatap bergantian ke arah Uly dan Brandon.
Mereka bertiga pun keluar dari tank sembari mengendap-endap dengan senjata api yang siap ditembakkan.
“Tidak terlihat musuh. Hanya
Johan menatap sekeliling kemudian merunduk di balik moncong tank yang sebelumnya ia tumpangi.
Brandon terlihat santai.
“Dari sini kita bisa berjalan dengan tenang. Tidak ada musuh karena mereka telah habis di sini,” kata Brandon seraya berjalan gontai ke arah jalur yang
“Brandon?” ucap Johan saat melihat ke arah sebuah bangunan yang telah hancur bagian atasnya.
“Brandon, kembali!” seru Uly panik saat menyadari ada sesuatu yang dilihat oleh Johan dari bangunan dua lantai itu.
“Misi kita adalah mengantarkan Johan ke Urdinen. Dari sana ia akan segera mencapai perbatasan negeri ini dengan Belgia. Ayolah.” Brandon mengisap kreteknya dalam-dalam kemudian menghembuskan asapnya.
“Brandon! Merunduk!”
Namun tiba-tiba.
Jderrrrrrrrr
Suatu letusan senjata terdengar dari atas bangunan dua lantai yang rusak itu. Letusan tersebut diikuti jatuhnya tubuh Brandon ke atas tanah dengan luka tembak menganga di dada kirinya.
Sementara Johan dengan sigap memasuki tank kemudian menembakkan meriam sebelah kiri ke arah bangunan itu.
Bammmmm
Blarrrrrrrr
Johan dengan cepat menaiki anjungan senapan mesin kemudian menembakkannya ke arah siluet seseorang yang sedang merangkak keluar dari reruntuhan bangunan itu.
“Tidak ada satupun dari teman-temanku yang selamat. Mungkin aku sebentar lagi menyusul mereka. Johan, apapun yang terjadi, kau harus tetap hidup. Seberangi perbatasan
“Jangan bicara seolah-olah dirimu akan segera mati, Uly. Kau juga harus tetap hidup. Untuk apa kalian berkorban
Uly menggeleng. “Di sini banyak mayat tentara Jerman. Ambillah seragam yang pas untukmu dari mayat yang belum membusuk. Itu akan membuatmu
Johan mengangguk. Ia pun mengikuti langkah Uly yang mengarah ke sebuah area pekuburan. Area tersebut terlihat
Johan mengawasi area di depannya sembari tetap mengarahkan senjatanya. Begitupun dengan Uly yang melakukan hal yang sama.
Setengah jam berlalu, mereka pun mencapai perbatasan Urdinen.
“Kita sebentar lagi sampai, kawan. Lihatlah, Urdinen di depan mata kita,” ujar Uly dengan nada optimis.
“Uly, sebaiknya jangan
“Tidak masalah. Ayolah, jangan ciut nyali begitu,” kata Uly sambil terus melangkah hingga kemudian ia menginjak gundukan tanah
“Uly, berhenti di situ!” Johan berteriak seraya bergegas menuju Uly.
Uly terkekeh namun kedua matanya berurai air mata. “Jika kau berhasil, berikan ini kepada istriku atau putraku. Katakan aku menunggu mereka di Eden.” Dengan lirih Uly berkata
Johan hanya bisa menatap pilu ke arah Uly kemudian menerima lembar surat dan kalung itu.
“Aku tidak memiliki pengalaman dalam hal menjinakkan ranjau. Tapi
Uly menggeleng. “Itu tidak akan bekerja, kawan. Jangan naif, ranjau tidak bisa dijinakkan jika sudah terinjak.”
“Pergilah dan segera pakai seragam Jerman itu! Tinggalkan aku sebelum mereka menemukanmu!” pekik Uly sambil bersiap mengangkat kaki yang menginjak ranjau.
Namun,
Blarrrrrrrr.....
Ranjau yang diinjak Uly meledak menyerpihkan material ke udara. Kepulan asap mengepul dari ledakan tersebut.
Sedangkan Johan yang berjarak sekitar enam meteran, tidak terkena ledakan ranjau. Ia pun bergegas ke arah Uly yang sedang terkapar.
“Uly! Ya Tuhan!” Johan menghampiri Uly kemudian mencoba menenangkan rekannya itu.
Terlihat darah mengucur di sekujur wajahnya. Belum lagi tubuhnya yang hancur berurai dengan darah yang menetes dari
Johan menggeleng. Ia merasa tidak tega jika harus meninggalkan Uly dalam keadaan seperti itu. Namun ia juga tidak mungkin meminta bantuan di dalam wilayah yang dikuasai musuh. Itu tentu sangat berisiko.
“Ini, lakukanlah,” ucap Uly sambil membuka pengunci pistol
“Aku tidak bisa melakukannya,” ucap Johan menolak permintaan Uly.
“Lakukan saja! Kita sedang dalam perang. Kau tidak tega menghabisiku sama
Johan terdiam sejenak. Ia kemudian mengarahkan moncong pistol ke pelipis Uly. Ia merasa tidak tega untuk membunuh orang yang telah membantunya hingga sejauh ini.
Uly terlihat pasrah. Ia mulai
“Maafkan aku.” Johan menekan pelatuk.
Dorrrrr
Sebutir peluru menembus pelipis Uly. Prajurit yang terluka berat itupun kini telah tiada. Ia menjadi tentara terakhir yang bersama Johan.
Selanjutnya ketika sore menjelang, ia berjalan mengendap-endap menuju suatu perkebunan gandum yang merupakan perbatasan Urdinen dengan Belgia.
Johan pun berhasil melewati perbatasan. Tentu saja ia harus bersusah payah menembus pagar kawat berduri di sepanjang perbatasan.
Menjelang malam, Johan tiba di sebuah bukit dengan pemandangan suatu kota di bawahnya. Kota yang tampaknya cukup ramai.
Seorang tentara Jerman lainnya
“Hei, kamu sudah mendengar kabar kaisar akan kemari, ke negara ini?” ucap tentara yang baru tiba itu.
Tentara yang sedang merokok itu hanya menatap kosong ke depan. Ia termangu, kemudian
“Kau orang baru, hah? Hmm, kau sudah tahu soal kabar terbaru rupanya,” kata tentara yang sedang merokok itu.
Tentara yang adalah Johan itu menatap sejenak ke arah tentara Jerman di hadapannya.
“Beller, tahukah kamu
“Namaku Beuer, bukan Beller, dan aku tidak tahu pasti ke mana kaisar Willheim akan berkunjung,” tukas Beuer sambil acuh tak acuh mengisap rokoknya.
Johan tampak seperti sedang berpikir. Ia mulai memikirkan kemungkinan yg
“Brussel?” ucapnya hampir tidak terdengar.
“Apa kau bilang?” ucap Beuer sambil menoleh ke arah Johan.
Johan tidak menyahut. Ia kemudian melihat ke udara di mana terdapat kilauan terang menghujam tepat ke arah tenggara kota.
Duarrrrrrr
Proyektil tersebut meledak tatkala mencapai objek yang berupa bangunan besar di pinggir kolam penampungan limbah.
Johan melihat ke arah asap yang membubung. Ia mengerutkan kening saat melihat siluet sesosok yang terbang.
“Kau kenal orang itu?” tanya Beuer sambil melihat ke arah Johan dengan curiga.
Beuer tampak menatap Johan penuh selidik. Ia lama terpaku hingga kemudian ia berbicara.
“Ulrich adalah tentara yang masuk ke dalam divisi Bergwolf, suatu divisi pasukan Kekaisaran Jerman yang kebanyakan orang
“Kenapa kau berkata begitu? Bukankah Bergwolf adalah tentara Jerman sama seperti kita?"
“Mereka memang tentara Jerman tapi mereka bukan kawan. Mereka adalah musuh terselubung. Aku sering berharap tidak mati dulu sebelum membunuh setidaknya satu di antara mereka. Kau mungkin tidak tahu jika nama orang yang kau sebut barusan adalah
“Aku tidak begitu mengenalnya tapi temanku ya. Temanku bertemu dengannya saat ia sedang mencari jalur aman untuk kami mencapai Hellberg,” kata Johan disambut tatapan bingung Beuer.
“Kami?” tanya Beuer.
Johan menatap ke langit saat siluet
Beuer menatap tajam ke arah kemunculan sosok asing di atas langit itu.
“Bergwolf! Aku tidak menyangka jika mitos pasukan iblis
Tanpa bertanya-tanya lagi, Johan segera mengikuti ke mana Beuer pergi. Ia sesekali melihat ke belakang
“Sial! Apa yang telah terjadi dengan pasukan Kapten Alfred? Apakah Hellberg sudah tamat?” gumam Johan sambil mempercepat langkahnya.
Tiba-tiba Beuer menghentikan langkahnya saat makhluk
Makhluk yang adalah Ulrich yang telah bermutasi itu menatap garang ke arah Johan dan Beuer. Ia menjejakkan kedua kakinya yang besar dan bercakar ke atas tanah hingga mengepulkan debu.
“Halo, Johan!” Suara parau terdengar dari
“Ulrich? Kau menghabisi mereka?” Johan menatap tegang ke arah makhluk mengerikan itu.
Ulrich menyeringai kemudian mengaum. Tampak gigi-gigi dan taring-taringnya ketika ia membuka mulutnya lebar-lebar.
Beuer yang sedari tadi celingukan
Sementara Ulrich, ia terlihat mengepakkan kedua sayapnya untuk kemudian mengejar dua tentara Jerman yang sedang berlari menghindarinya itu.
Beuer membawa Johan jauh hingga ke
“Itu dia! Kau harus menerbangkan salah satunya!” ucap Beuer sembari terengah.
Johan terkejut mendengar perkataan Beuer. Ia menjadi gamang seketika karena perkataan tentara itu.
“Aku tidak bisa mengemudikan
“Kali ini kau harus bisa atau kau gagal!” kata Beuer sambil menoleh ke belakang. “Ayo cepat! Dia tepat di belakang kita.
Duarrrrrrr
Suatu ledakan membuncah tepat di belakang Johan dan Beuer. Rupanya sang
Beuer dan Johan pun mencapai hanggar di mana terdapat dua pesawat terparkir. Pesawat-pesawat tersebut merupakan pesawat baling-baling bermesin tunggal tanpa penutup kabin. Untuk menerbangkannya tentu diharuskan memakai helm dan
Beuer dengan cepat memeriksa seluruh pesawat, mulai dari memeriksa tangki bahan bakar hingga sayap-sayap pesawat.
“Ke mana gerangan orang-orang?” Johan celingukan di dekat pesawat yg sedang diinspeksi oleh Beuer.
“Kau terbangkan yang ini. Pesawat ini aman untuk kau
Johan masih tampak gamang. Ia merasa ragu-ragu untuk melakukan apa yang diminta Beuer.
Sedangkan Beuer tampaknya mengerti keragu-raguan Johan.
“Cepat naik!
Johan pun mau tidak mau menaiki pesawat itu
“Pakai sabuk pengaman. Lepaskan jika pesawat hendak jatuh, dan oh, iya, ini parasutmu.” Beuer memberikan tas parasut kepada Johan.
Beuer seraya celingukan segera ke depan pesawat kemudian memutar baling-balingnya dengan cepat hingga kemudian mesin
Setelah mesin hidup, Beuer mendorong pesawat yang telah ada Johan di kokpitnya.
“Tarik tuasnya!” Johan pun mengikuti apa yang disuruh Beuer.
Pesawat yang ia kemudikan pun meluncur di atas landasan dekat hanggar tersebut. Johan pun mengingat-ingat apa
Ia pun segera menarik tuas untuk menerbangkan pesawat.
Meski awalnya zigzag, pesawat pun akhirnya lepas landas. Johan pun kini harus mengarahkan pesawat ke arah barat laut seperti yang tercantum
Johan pun kini berada cukup tinggi dari atas tanah.
Ketinggiannya cukup membuatnya merasa ngeri. Ditambah derasnya terpaan angin, membuatnya merasa mual.
Tak lama ia mendengar suara tembakan dari arah timur laut. Saat menoleh, ia melihat Ulrich
Johan pun dapat menebak jika itu adalah Beuer yg sedang berusaha mengalihkan perhatian Ulrich. Ia pun tidak membuang-buang kesempatan untuk menerbangkan pesawatnya lebih jauh dari posisi di mana Ulrich berada.
Johan pun bersiap melepas sabuk
Saat melihat ke arah sumber ledakan, terlihat pesawat Beuer meledak setelah terkena serangan Ulrich.
“Beuer!” Belum sempat Johan melepas sabuk pengaman, mendadak serigala terbang itu menabrak pesawat yang
“Aaaaahhhhh.....” Johan sekuat tenaga melepaskan sabuk pengaman setelah pesawatnya terbalik kemudian meluncur deras ke atas tanah.
Setelah berusaha keras, Johan pun berhasil terlepas dari kursinya. Ia pun meluncur deras ke atas tanah. Ketika mencapai area
Sedangkan Ulrich tampak meluncur ke arah Johan dengan kedua sayapnya yang merentang serta sepasang kakinya yang bercakar hendak mencengkeram Johan. Namun, suatu tembakan meriam dari darat sukses menjungkalkan Ulrich
Johan pun berhasil terhindar dari kejaran Ulrich. Ia pun dapat mendarat dengan selamat di pinggiran kota Brussel di mana banyak tentara Jerman berkerumun.
Setelah berhasil mendarat, beberapa orang tentara Jerman menghampirinya. Mereka
Di dalam bangunan itu, Johan dipertemukan dengan seorang pria berperawakan tidak terlalu tinggi namun tegap serta berkumis panjang yang setiap ujungnya lancip. Pria tersebut hanya mengenakan pakaian serba
Pria itu menghampiri Johan kemudian menatapnya lekat-lekat. Setelah itu ia melihat ke arah gulungan kertas yang dipegang Johan.
“Jadi kau datang untuk memberikan itu kepadaku?” ucapnya sambil menatap Johan.
“Ketahuilah posisiku saat ini sedang goyah. Mungkin besok atau lusa bahkan beberapa menit ke depan statusku sudah bukan lagi kaisar. Namun aku berharap hal itu dapat menebus semua dosa dan kesalahanku yang
Setelah Kaisar berkata demikian, Johan merasakan tubuhnya menciut hingga ia pun kehilangan kesadaran.
Saat tersadar ia sudah berada di dalam
“Bang Johan, kau sudah sadar,” ucap Ricky yang langsung berdiri kemudian merangkul Johan.
“Abang, alhamdulillah kamu kembali,” kata Rina yg juga turut merangkul Johan.
Johan menatap semuanya bergantian.
“Syukurlah nak Johan sudah kembali. Kami sangat mengkhawatirkanmu. Tidak seharusnya waktu itu nak Johan pergi ke Warung Kiara.
Johan mengangguk. “Itu bukan kesalahan, bu. Mungkin memang sudah seharusnya itu yang terjadi,” ucapnya.
--Tamat--