Kuntilanak lagi trending

Mitos Kuntilanak di Pemalang, Jawa tengah adalah sosok hantu perempuan berambut panjang yg suka nyulik anak masih bayi. Sering muncul kalo ada perempuan yg melahirkan, khususnya kalo melahirkannya di waktu petang (rep/surup/sendekala) menjelang maghrib
juga malem-malem. Dia biasanya jalan/terbang mondar-mandir (wira-wiri) di depan rumah yang melahirkan atau rumah yg di dalamnya ada bayi yg masih merah. Makanya ada juga yg menyebutnya kuntiwiri.

Mitosnya juga kuntilanak sering muncul waktu petang atau malem-malem gerimis.
Awalnya munculnya sebagai ayam/anak ayam yg lama kelamaan wujudnya berubah jadi sosok kuntilanak. Makanya orang-orang desa kalo denger suara anak ayam malem2 apa lagi gerimis biasanya takut, karena dianggapnya itu adalah kuntilanak. Juga kalo malem-malem lihat ayam yg jalannya
biasanya aja, artinya nggak nabrak-nabrak mereka akan beranggapan itu adalah jelmaan kuntilanak. Karena ayam biasa kalo udah malem dia rabun/kotok/nggak bisa lihat. Jadi otomatis ayam biasa malem-malem nggak akan berkeliaran.

Mitos yg lain, kuntilanak itu iseng kalo sama cowok.
Hantu ini katanya suka nggodain cowok-cowok bahkan katanya lagi bisa "mbetot" (narik sampe lepas) kemaluan cowok. Kuntilanak termasuk hantu yg genit sama cowok.

Kuntilanak mitosnya suka tinggal di pohon asem, pohon randu, pohon anggrung/jang, perkebunan tebu dan rumpun bambu. ImageImage
Mitosnya kalo ada pohon bambu yang batangnya "mentiung" (hampir roboh melengkung kebawah) malem-malem kita harus menghindari nya & nggak boleh lewat di bawahnya. Karena konon di atas batang bambu yg mentiung itulah kuntilanak sedang duduk-duduk.
Yg khas lagi dari kuntilanak selain rambut panjang, baju putih panjang & lebar adalah suara ketawanya. Dipercaya kalo kita dengar suara ketawa kuntilanak seperti di kejauhan itu artinya dia malah di dekat kita dan sebaliknya kalo denger suara kuntilanak seolah-olah suaranya dekat
itu artinya posisi kuntilanak jauh dari kita.

Kalo soal lagu Lingsir wengi untuk memanggil kuntilanak di masyarakat desa khususnya Pemalang itu tidak ada. Tahun 90an memang dulu pernah heboh ada kuntilanak yg katanya nyamar sebagai dukun bayi. Jaman itu proses persalinan memang Image
lazim dibantu oleh seorang dukun bayi. Biasanya dukun bayi ini adalah seorang wanita tua yg kerjaannya membantu persalinan serta merawat bayi (memandikan, memberikan makan/ndulang, & membedong/mbarut) tiap sore hari. Proses perawatan bayi ini disebutnya "dadah".
Mitos di Film Kuntilanak (2006) itu tidak ada di masyarakat pedesaan di Pemalang. Seperti lagu Lingsir wengi, keluar dari cermin atau orang yg bisa menjelma jadi kuntilanak. Yang ada malah kuntilanak yg berubah menjelma jadi manusia

Ceritanya di sebagai berikut:
#threadhorror #bacahorror #threadhoror #bacahoror #ceritahorror #ceritahorror

Entah ini kejadian nyata atau enggak, yg pasti di tahun 90an cerita ini heboh di kalangan masyarakat pedesaan di Pemalang, Jawa Tengah. Ceritanya aku bikin seperti cerpen berikut:
DUKUN BAYI
#bacahoror #threadhoror #bacahorror #threadhoror

Beberapa hari terakhir di kediaman keluarga pak Rozikin diwarnai dengan rona-rona kebahagiaan di wajah-wajah seluruh anggota keluarga. Menantunya, Sari, akan segera memberinya seorang cucu yg lucu dan montok,
yg selama ini ditunggu-tunggu. Cucu pertama ini digadang-gadang akan menjadi penerus keluarga kecilnya. Baik Pak Rozikin, istri, dan anak-anak yg lainnya tidak dapat menyembunyikan kebahagiaan yg luar biasa. Bahkan pak Rozikin sudah mempersiapkan acara aqiqah cucunya yang akan
diadakan dengan menggelar "selamatan" (Syukuran). Setelah 40 dari hari kelahiran sang bayi nanti.

Proses persalinan Sari tidak dibantu oleh seorang bidan, tapi oleh seorang "dukun bayi". Bahkan persalinannya pun cukup dilakukan di rumah. Awal-awal tahun 90an memang tenaga
kesehatan terdidik sekelas bidan sulit ditemukan di lingkungan desa kecil tempat keluarga Pak Rozikin tinggal. Jika ingin mendapat penanganan seorang bidan atau tenaga kesehatan lain maka harus ke kota dulu yang jaraknya hingga puluhan kilometer.
Ditambah akses menuju rumah sakit tidaklah gampang. Alat transportasi yang ada seperti becak dan "per" (bhs. Indonesia: Delman/Andong) rasanya tidak dapat diandalkan untuk membawa seseorang yang hendak melahirkan ke rumah sakit. Belum lagi soal biaya.
Akhirnya kebiasaan warga menggunakan jasa seorang "dukun bayi" pun bisa dikatakan "lumrah" atau lazim.

Hari itu perut Sari sudah terasa sakit dan mules. Sejak "bedug" (Dzuhur) tadi, Sari rasanya ingin ke belakang terus. Ibu Wardiah, istri pak Rozikin bisa menangkap gelagat
menantunya itu. Ia paham bahwa tidak lama lagi Sari akan segera melahirkan. Sejumlah persiapan telah dilakukan untuk keperluan persalinan. Dari meyiapkan kamar tempat bersalin, membeli berbagai macam jamu dan ramuan-ramuan tradisional. Hingga kain-kain yang sering disebut
"tapih" (kain batik jarik) tertata rapi. Pak Rozikin sendiri dari tadi mondar-mandir ke rumah Mbah Wajo, dukun bayi andalan di desa itu.

Dukun bayi adalah istilah yang disematkan pada seseorang yang dipercaya dapat menangani proses persalinan secara tradisional. Biasanya
seseorang itu wanita yang sudah "sepuh" (bhs. Indonesia: Tua). Tidak ada pendidikan khusus, mungkin hanya berdasarkan pengalaman secara langsung atau ilmu turun temurun.

Sayangnya sudah beberapa kali pak Rozikin ke rumah Mbah Wajo untuk minta bantuan menangani proses persalinan
menantunya, orang yang dimaksud tidak di rumah. Anaknya bilang bahwa Mbah Wajo dari pagi pergi ke tempat saudaranya di lain desa yang cukup jauh jaraknya. Tidak tahu kapan Mbah Wajo pulang. Pak Rozikin yang sudah ke sekian kalinya ini harus pulang dengan tidak ada hasil.
Sedangkan rasa mules Sari makin terasa luar biasa sakitnya.

"Coba sekali lagi ke rumah Mbah Wajo, siapa tahu sudah pulang pak", pinta Bu Wardiah pada suaminya.

"Biar Saya saja Bu yang ke sana. Kasihan bapak capek karena harus bolak-balik. Apa lagi ini sudah
petang", potong Sugito, anaknya yang juga suami dari Sari.

"Ya, sudah, cepetan berangkat sebelum gelap"

Sugi pun bergegas menuju ke rumah Mbah Wajo dengan sepeda "jengkinya". Tak peduli walau hari sudah petang dan harus melewati persawahan serta pekarangan kosong yang Image
ditumbuhi belukar, pepohonan serta rumpun bambu. Larangan tidak boleh keluar rumah atau bepergian saat waktu sudah masuk "wayah rep" (petang) pun tak ia hiraukan. Yang penting proses persalinan sang istri lancar.

"Si emak dereng wangsul, Om (Ibu belum pulang, om)",
Kata anak Mbah Wajo sesampainya di sana. "Cobi dateng mawon wonten Karang Sembung, kepanggih kalian Mbah Rejo. Terose ugi saget (Coba ke desa Karang Sembung, temui Mbah Rejo. Katanya juga bisa)", lanjutnya dalam bahasa Jawa Kromo lugu.

Tanpa pikir panjang, kembali dikayuh
sepedanya menuju ke Desa yang dimaksud oleh anak Mbah Wajo itu untuk menemui Mbah Rejo yang katanya juga berprofesi sebagai dukun bayi. Nama desanya Karang Sembung dan itu jaraknya lebih jauh lagi. Sugito kurang begitu mengenal desa itu.
"Ndong, ndong...... Mau kemana", tiba-tiba Sugi dikagetkan dengan suara yang memanggil-manggilnya dari arah belakang tepat di perbatasan desa yang masih berupa sawah-sawah. Sugi menghentikan laju sepeda nya berniat sekalian menanyakan tempat tinggal orang yang bernama mba Rejo.
(Ndong, sindong = Nak, panggilan singkat untuk anak laki-laki atau seorang laki-laki yg umurnya terpaut jauh di bawah).

"Anu Mbah, saya mau ke rumah Mbah Rejo. Istri saya mau melahirkan. Tahu rumahnya Mbah?", Tanya Sugito.
"Kebetulan, Saya ini Mbah Rejo sendiri. Ada apa mencari Saya?"

"Kebetulan.... Itu Mbah, saya mau minta tolong Simbah untuk membantu istri Saya melahirkan. Dari tadi siang perutnya sudah mules-mules. Tadi sudah ke Mbah Wajo tapi tidak di rumah".
"Ya sudah, ayo langsung ke rumah. Kasihan kalo istri mu nunggu kelamaan", ajak wanita yang mungkin usianya di atas 60 tahun itu.

Sekitar setengah jam kemudian mereka tiba di rumah. Mbah Rejo langsung turun dari boncengan sepeda Sugi. Beberapa sanak keluarga yang sudah datang
segera mempersilahkan Mbah Rejo masuk. Pak Rozikin sudah menyalakan lampu petromax sebagai alat penerangan. Yaitu lampu pompa dengan bahan bakar minyak tanah dan di gantungkan tepat di tengah-tengah ruang tamu.

"Siapa orang ini, To?", Bisik salah satu tetangganya yang datang.
"Namanya Mbah Rejo, dari Karang Sembung", Jawab Sugi yang terlihat kelelahan setelah mengayuh sepeda menempuh jarak yang cukup jauh ditambah harus memboncengkan Mbah Rejo.

Beberapa orang yang hadir nampak saling pandang dan ada juga yang saling berbisik. Mereka baru tahu ada
dukun bayi lain selain Mbah Wajo. Apalagi penampilan Mbah Rejo terlihat asing. Wajah dan tubuhnya terlihat sudah tua, tapi gerak-geriknya masih cukup lincah untuk ukuran orang yang sudah tua.

Bu Wardiah langsung membawa masuk Mbah Rejo ke sebuah kamar yang sudah dipersiapkan.
Pak Rozikin menunggu di luar duduk di "rusbang" (kursi panjang yang terbuat dari kayu) bersama keluarga lain dan beberapa tetangga nya. Sugito tampak sesekali berjalan di depan kamar yang hanya ditutup dengan sehelai kain tirai. Sesekali ia mencoba untuk mengintip masuk,
cemas dan penasaran dengan kondisi istri serta bayinya.

Sekitar 45 menit kemudian, terdengar suara tangis bayi dari dalam kamar. Mungkin sekitar jam setengah enam petang. Pertanda persalinan sudah selesai. Beberapa keluarga dan tetangga yang wanita segera masuk. Sejurus kemudian
Mbah Rejo keluar dengan menggendong bayi yang baru saja lahir. Muka tegang pak Rozikin kini berubah menjadi ceria.

"Air hangat nya sudah di siapkan?", tanya Mbah Rejo.

"Sudah Mbah, Alhamdulillah......", Jawab Sugito girang melihat anaknya sudah lahir ke dunia. "Sini Mbah
di belakang", lanjutnya sambil menuntunnya ke belakang rumah. Mbah Rejo mengikuti menuju sumur yang letaknya di luar rumah. Berjarak sekitar 15 sampai 20 meter di belakang rumah. Sebuah baskom besar yang sudah diisi air hangat sudah disiapkan untuk memandikan sang bayi.
Mbah Rejo dengan cekatan membasuhnya mulai dari kepala, tangan hingga punggung serta kedua kakinya. Sang bayi menangis kecil.

"Tolong ambilkan kan handuk, ndong!", Pinta Mbah Rejo pada Sugito yang dari tadi seperti bengong karena merasa bahagia melihat anaknya telah lahir.
Ia pun segera masuk untuk mengambil handuk yang diminta.

Di dalam rumah pak Rozikin sudah sibuk mencari nama untuk cucunya itu. Berapa usulan nama terlontar dari keluarga dan beberapa tetangga nya. Tidak terkecuali istrinya. Hingga tiba-tiba...
"Pak, Bu, Mbah Rejonya dimana!", Tanya Sugito dengan langkah tergesa-gesa masuk ke rumah. Semua yang ada di ruangan itu bingung. "Tadi saya diminta ambil handuk, setelah ke belakang lagi ternyata Mbah Rejo dan bayinya sudah tidak ada.
Tadi juga seperti ada bayangan putih yang terbang sambil tertawa cekikikan pergi menjauh dan hilang di pepohonan!!", Lanjut Sugito.

"Itu kuntilanak......!!" Tiba-tiba celetukan dri salah seorang tetangganya memecahkan kebingungan mereka.
Orang-orang terkejut, ngeri mendengarnya. Di antara mereka bahkan saling mendekat satu sama lain, ketakutan. Bu Wardiah tidak bedaya terduduk lemas di kursi. Sari, sang istri kontan tak sadarkan diri dan langsung dibantu oleh keluarga yang lain.
Pak Rozikin dengan beberapa laki-laki tanpa menunggu aba-aba bergegas menuju sumur/kamar mandi tempat untuk memandikan sang bayi. Tapi sayang, makhluk itu sudah jauh menghilang entah kemana tanpa meninggalkan jejak. Meski dicari hingga radius sekitar 500 meter menembus pekarangan
kosong hingga dibalik rimbunan pepohonan itu hasilnya tetap saja nihil. Sang bayi yang baru beberapa menit dilahirkan itu kini raib dibawa makhluk yang mereka percayai sebagai kuntilanak.

Sugito dengan beberapa keluarga dan tetangga nya langsung menuju ke Desa Karang Sembung,
bermaksud mendatangi Mbah Rejo di rumahnya. Tapi Alangkah kagetnya ketika mereka tahu bahwa Mbah Rejo yg sebenarnya ternyata berbeda dengan orang yang telah membawa kabur sang bayi.

Tangis pun pecah, dari sebuah rumah kecil di tengah kesunyian malam.
Ada yang bilang itu hanya modus sebuah penculikan bayi yang dibumbui dengan cerita-cerita mistis. Tidak sedikit yang pula yang percaya itu memang benar dan dilakukan oleh seseorang yang sedang mendalami ilmu tertentu dengan syarat mengorbankan bayi sebagai "wadal" atau tumbalnya.
Ada juga yang percaya bahwa itu adalah kuntilanak yang menyamar dengan menjelma menjadi seorang dukun bayi. -sekian-

#threadhoror #bacahoror #threadhorror #bacahorror #ceritahorror #ceritahoror #Memetwit

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Anton Ardian

Anton Ardian Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(