LUXURY CONCEPT - Why Does Customers Willing to Splash The Cash For Luxury Brands?
Lagi rame tweet olok-olok Iphone vs Android user yak?? Kenapa sih kok kemudian sampe segitunya??
Saya pengen ulas gimana kita melihat ini dari kacamata ilmu marketing. Let's see.. 😁
بسم الله الر خمن الر حيم.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Kalo menurut kalian aja nih, apa sih contoh brand yg bisa membuat status sosial seseorang langsung terlihat "Wah, anak sultan banget ini"..???
Berikut kuhimpun dari berbagai sumber, contoh brand2 premium yg menguasai pasar global.
Dominasi Nike di sektor apparel masih cukup tinggi.
Di segmen smartphone, market dikuasai oleh Samsung.
Untuk mobil, Subaru yg jd market leader.
Sedangkan jam tangan, Rolex yg nomor satu.
Lantas, apa yg jadi alasan seseorang beli item2 luxury tersebut?
Menurut riset @StatistaCharts, 49% hanya buat momen tertentu aja. Bisa buat gift, misalnya. 47% beli krna emg faktor kualitasnya. 17% beli krna bikin self confidence naik, 5,33% buat ikut2an temen sm keluarga, dll.
Riset diatas senada dgn yg dijabarkan Donvito, et al (2010), bahwa salah satu aspek psikologis beli barang luxury adalah mereka dapat pengakuan sosial dan self esteem mereka naik.
Makanya orang merasa bangga kalo bisa beli item premium, yg belum tentu bs dibeli orang lain.
Kalo melihat data dari @BainAlerts & @eMarketer, sejak tahun 2017/2018, market item luxury sepertiganya dibeli sama orang2 China.
Bahkan menurut forecastnya, diprediksi market di china ini akan semakin bertambah cukup signifikan sampai di tahun 2024.
Menurut @globalwebindex, kelompok usia milenial merupakan "pelanggan setia" item-item premium. Disusul generasi lebih muda yg beli item premium untuk hadiah atau momen spesial aja.
Semakin sepuh usianya, semakin gak peduli dan gak mikirin item-item "branded", gaes.
Data diatas selaras dengan data @BainAlerts berikut ini.
Kelompok usia milenial di masyarakat China juga mendominasi market2 item luxury. Meskipun 57% nya beli dari duit buapak emaknya :))
38% berasal dari uangnya sendiri. Dan 2% krna faktor brand sponsorship.
@globalwebindex melanjutkan, kalo customer behavior pada tiap kategori jg berbeda.
Bagi yg rutin beli barang mahal, lebih suka spending di furnitur rumah dan travelling.
Yg beli buat kado, lebih suka untuk travelling dan experience.
Yg jarang beli, lebih suka buat smartphone.
Konsep luxury ini sangat kompleks. Tiap orang punya cara berbeda dalam menentukan item ini termasuk item premium atau ndak.
Hanzaee, et al (2012) kemudian membagi konsep luxury ke dalam beberapa dimensi sbb : 1. Functional Value 2. Social Value 3. Individual Value
Functional Value
Seseorang beli item premium krna mereka merasa item itu fiturnya emang lebih baik dari yg murahan.
Ada yg beli krna faktor keunikannya.
Ada yg beli krna yakin ada rupa ada harga. Kualitas lebih bagus.
Ada yg beli krna fiturnya menjawab kebutuhan yg dia cari.
Social Value
Dalam case ini, orang beli produk krna dorongan social status dibanding fungsi item produknya.
Ada yg beli barang mahal buat nunjukkin dia orang berduit nihh.
Ada pula yg beli barang mahal buat flexing dan pengen diakui sbg kalangan sosialita atau crazy rich.
Individual Value
Disini dia beli produk mahal krna brand tersebut punya personal value baginya.
Ada yg beli brand mahal sbg bagian dr self identity.
Ada yg merasa puas dan happy aja bisa beli brand mahal.
Ada yg selalu beli barang mahal krna mereka punya emotional experience.
Persoalannya adalah ndak semua item luxury itu diperuntukkan buat Anda.
Krna itu ada konsep segmentasi pasar. Yg dijelaskan oleh @investopedia sbg upaya pengelompokkan kategori customer. Termasuk salah satunya pengelompokkan social class dan gaya hidup seseorang.
Kalo udah menyangkut social class dan lifestyle, maka erat kaitannya dgn jumlah penghasilan yg bisa Anda dapatkan.
Kalo ada barang yg Anda rasa terlalu mahal, maka product itu dibuat BUKAN untuk Anda.
Dan kita juga TIDAK diharuskan buat memilikinya. Untuk apa memaksakan diri?
Dalam thread lama ini, saya pernah membahas gimana perilaku ekstrim dalam berbelanja malah bisa merugikan Anda.
Termasuk beli sesuatu yg ada di luar jangkauan kemampuan finansial Anda. Padahal jelas setiap produk punya target market yg berbeda-beda.
Persoalan sederhana ini kemudian jadi kompleks karna faktor social media.
Wai & Osman (2019) menjelaskan bahwa social media sekarang ini telah jadi sarana orang2 show off materi, gaya hidup dan kemewahan yg mereka punya.
Persis video tiktok yg kalian ributkan kemarin 😝
Ndak heran kalo kemudian orang saling berlomba-lomba show off materi yg mereka punya di sosmed.
Dan buat yg punya self esteem rendah, mereka yg paling vulnerable lihat konten begituan. Kemudian jadi insecure dan butuh support atau validasi dari orang lain (Wai & Osman : 2019)
CONCLUSION
Jadi bisa disimpulkan bahwa alasan orang keluar duit banyak buat beli brand mewah itu beragam.
Ada yg krna faktor kualitas produk.
Ada yg pengen dianggap kaya.
Ada yg pengen kasih kado istimewa.
Dan ada yg emang pengen aja. Emang bisa beli kok. 😝
Dan market sendiri juga ada segmentasinya. Luxury brands semacam itu emang diperuntukkan buat yg MAMPU beli. Yg gak lagi kepikiran besok mau makan apa.
Jadi jangan khawatir, apalagi sampe insecure. Akan selalu ada brand lain yg sesuai dengan kemampuan finansial Anda.
Lantas gimana kita nyikapin video atau konten yg pamer kemewahan mereka? Ya sebaiknya disikapi dengan BIASA AJA. What else do you want to do, anyway? 😶
Selalu ingat bahwa kehidupan gak cuman soal kompetisi. Bukan selalu soal siapa yg menang dan siapa yg kalah. Kalem aja. 😁
Demikian yg bisa kusampaikan dlm tulisan kali ini. Semoga bisa membuat kita lebih santuy nyikapi konten2 yg mengundang kita julid. Apalagi yg berkaitan dengan materi.
Kita semua cuman target pasar aja. Nothing special. 😁
Sampai ketemu di tulisan selanjutnya!
[THREAD - END]
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
September gak kerasa tinggal seminggu lagi. Berarti tuntas masa kuartal III ekonomi kita.
Bu Sri Mulyani sudah warning sejak beberapa waktu lalu kalo kita udah diambang bahaya resesi.
Yuk dibahas sambil makan siang..
Secara singkat, resesi ekonomi dipahami sbg turunnya aktivitas ekonomi secara signifikan.
Patokan umum yg dijadikan standar untuk menentukan apakah sebuah negara mengalami resesi atau ndak, adalah dengan melihat GDP yg growth nya minus selama dua kuartal berturut-turut.
National Bureau of Economic Research (NBER), berpendapat bahwa gak perlu liat GDP untuk nentukan suatu negara resesi.
Pokoknya aktivitas ekonomi keliatan drop sampai beberapa bulan. Yg bs dilihat dari real income, angka pengangguran, produksi manufaktur, dan penjualan retail.
Krna ini lewat TL ku dan bahas soal marketing, aku jd tergelitik buat nanggepin.
BTS diundang untuk bicara ttg Global Health Security, dimana mereka fokus sama struggle yg dialami anak muda. Justru menurutku itu udah revelan sama brand self love yg mereka bawa.