SEXUALIZED ADVERTISING – Does Physical Attractiveness Matter?
Banyak perdebatan yg bicara ttg efektifitas visual seseorang dlm menaikkan penjualan. Namun faktanya, sampai saat ini strategi itu masih terus dipakai.
Gimana kita melihat ini dlm perspektif ilmu marketing?
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Dengan menyebut nama Allah yg Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Menurut kalian, apa yg menjadi alasan beberapa perusahaan membutuhkan jasa seperti Sales Promotion Girl dalam program aktivitas marketing mereka?
Penggunaan SPG diatas sebetulnya sama dengan konsep sexualized advertising, dimana mereka menggunakan tampilan visual seseorang untuk menarik perhatian Anda.
Meskipun itu bukan bagian dari elemen yg berkaitan dgn produk atau jasa Anda.
Lantas, mengapa tetap digunakan?
Dalam tulisan sebelumnya, saya pernah bahas terkait BEAUTY PRIVILEGE.
Disitu saya bahas gimana visual seseorang memberikan dampak signifikan dlm hidupnya. Termasuk urusan pekerjaan, misalnya.
Silahkan baca lengkap disini ya in case you haven't read it.
Menurut Choi, et al (2020), daya tarik visual seseorang telah diidentifikasi sbg komponen utama dlm consumer marketing.
Makanya di beberapa sector industry, seperti Hospitality, aspek penampilan fisik atau kecantikan krusial untuk evaluasi pelayanan.
Lee, et al (2011) menjelaskan kalo orang tuh menaruh penilaian tinggi ke model yg cantik dan menarik.
Dalam marketing, model yg punya physical attractiveness tinggi dianggap berpengaruh menciptakan persepsi positif customer, hingga mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
Pendapat diatas senada oleh argumen Yeh, et al (2020), yg berpendapat kalo ada salesperson yg punya visual cantik, itu membuat customers lebih mudah memaklumi kesalahan mereka.
Thus, hal itu memudahkan perusahaan untuk meraih trust dan loyalty customer tersebut.
Kalau menurut @superdrug, bidang industry yang paling keliatan melakukan sexualized advert adalah bidang fashion dan makanan.
Ndak heran sebetulnya. Karena konten advert nya BK dulu pernah gini. Wkwkkw. Bidang otomotif disana malah dianggap ndak terlalu sensual.
Meskipun mungkin jadi kontroversi, namun sebanyak 39,72% orang berpendapat kalo dirinya cenderung lebih terpengaruh sama sexualized ads.
Angka tersebut cukup tinggi btw. Meskipun yg lebih suka ads dengan tema biasa-biasa lebih banyak. But still, I find it interesting.
Lantas apakah visual seseorang yg ada di ads tersebut meningkatkan peluang seseorang beli produk/jasa tersebut?
52.8% menjawab tidak dan 47.2% menjawab iya. Dan diantara yg jawab iya, 57% yang tertarik itu cewek loh. Yg lakik justru cuman 33%.
Merujuk penjelasan @wonderhatchUK, semua dimulai pada tahun 1885 ketika perusahaan rokok mulai menyertakan gambar erotis di packagingnya.
Sejak itu banyak industri mencoba menghubungkan aspek seksual ke dalam tiap produk mereka. Krna hal itu dianggap mampu menaikkan penjualan.
Kalo menurut Keller, et al (2019), sebetulnya konsep sexualized ads ini diperuntukkan untuk memikat customer laki-laki. Makanya dulu pionirnya produk rokok.
Namun, seiring waktu, sexualized ads juga digunakan untuk memikat customer perempuan pada produk2 kosmetik dan kecantikan.
Dalam uraian komprehensif dari @PsychToday, dijelaskan bahwa tampilan seksual memang EFEKTIF dalam menarik perhatian.
Apakah kemudian berdampak pd penjualan? Ternyata belum tentu. Apalagi kalo konten seksualnya ndak selaras dengan brand image produknya.
Meski dianggap mampu menaikkan penjualan, namun artikel dari @Inc ini menjelaskan bahwa sexualized ads kadang ndak jelas spesifik target marketnya siapa. Jd misleading.
Selain itu, objektifikasi pd perempuan juga menjadi kritik yg menarik dlm bahasan ini. inc.com/ben-lee/sex-do…
Penjabaran diatas selaras dengan yg diungkapkan Alam, et al (2019).
Kalo konten sexualized ads itu dinilai berlebihan dan melecehkan, bukannya malah menarik atensi customer, tapi malah dicancel rame-rame sama mereka. Bakal jd senjata makan tuan.
Ketika suatu konsep sexualized ads malah jadi kontroversi dan panen komplain, maka perusahaan harus hati-hati menyikapinya.
Sebab menurut @VisualCap, 68% customer bakalan cabut dan berhenti menggunakan produk perusahaan Anda ketika mereka merasa gak dipedulikan.
CONCLUSION
Does physical attractiveness matter?? Yes, it does. Khususnya dalam aspek grabbing attention.
Makanya banyak event pake jasa SPG cantik lebih untuk menarik minat pengunjung. Begitupun advertising yg dikemas secara sensual. Fokusnya lebih ke menarik perhatian Anda.
Namun dalam konteks penjualan, peran mereka belum tentu signifikan. Konten sensual yg tidak selaras dengan produknya, cenderung tidak berdampak signifikan.
Berbeda kalo produk kecantikan, misalnya. Visual yg jd model malah berperan untuk menciptakan persepsi positif pd produk.
Namun, konsep sexualized ads ini terus mendapat banyak sorotan terkait gimana mereka dianggap melakukan objektifikasi terhadap perempuan.
Salah satunya dengan gerakan yg pernah disuarakan dalam tagar #WomenNotObjects
Karna malem ini aku lagi pengen main PS, jadi kujelaskan to the point aja.
Dalam tulisan ini, nanti Anda akan mengenal tiga konsep :
1). Evngelism Marketing
2). Brand Exposure
3). Subliminal Message Marketing
Kalo menurut data global market fast food pada 2019 dari @TechCrunch, Mc Donald masih menempati peringkat pertama global market fast food (21,4%). Bandingkan dengan Burger King yg hanya mencapai (1,2%) market global aja.
Lantas, artinya apa??
Semakin besar marketnya, semakin banyak gerainya, semakin banyak karyawan yg perlu dihidupin, bukan?
Menurut uraian @MeatPoultry, Pandemic covid-19 terbukti mukul global sales McDonald sampai 24%. Salah satu sebabnya adalah customer McD didominasi mereka yg suka nongki disitu.