Dear para pendukung fanatik Pak Jokowi, buzzer atau bukan. Kalau kalian ingin berkampanye melawan FPI, lakukanlah dengan cara yg baik. Jangan mencatut nama Abah saya, KH. Mustofa Bisri (Gus Mus).
Setidaknya sudah tiga tahunan ini kami dibuat repot gara2 ulah kalian. Stop it!
Saya sebut saja salah satu akun buzzer itu: Kata Kita.
Di tahun 2018, akun ini memposting tulisan orang lain tapi namanya diganti nama Abah. Pasang foto beliau pula. Saya lgsg komplain saat itu juga. Sempat ngeles, tapi ketika banyak yg mendukung saya, postingan hilang.
Tapi belakangan ini, tulisan itu beredar lagi, masih dengan nama dan foto Abah. Diklarifikasi satu, muncul lagi dan lagi.
Karena penasaran, saya google lah judul tulisan itu. Ternyata yg muncul adalah postingan KataKita!
Ketika saya SS malam ini, sudah dibagikan lebih dr 2500x
Kasus lain: ada tulisan salah satu pendukung Pak Jokowi, namanya Iyyas Subiakto, surat terbuka kepada keturunan Arab. Diposting di facebook. Tapi kemudian ada OKNUM yang menambahkan nama Abah di atasnya. Langsung viral. Dan kami pun kerepotan membantahnya.
Kasus yang menyangkut "surat terbuka" ini, sampai sekarang belum ketahuan siapa oknum yang menambahi kalimat berisi fitnah itu.
Masih sering beredar di WAG.
Berdasarkan pengalaman saya, kalau sudah masuk aplikasi Whatsapp, akan sangat sulit dihentikan penyebarannya.
Tulisan berjudul, "Ketika Agama Kehilangan Tuhan" bahkan pernah dimuat di Republika online. Tapi mereka secara sportif minta maaf.
Tapi KataKita? Sampai sekarang ngga pernah minta maaf, malah postingannya tetap ada. Jahat banget deh.
Sejak pagi tadi, saya menerima bbrp pesan menanyakan video rekaman demo FPI yang memuat audio Abah membacakan puisi beliau berjudul, "Allahu Akbar".
Ternyata KataKita termasuk yang mempostingnya. Tapi syukurlah, barusan saya cek sudah ngga ada. Semoga ngga diposting ulang.
Puisi Abah yang ditulis tahun 2005 lalu itu sifatnya universal, tidak menyerang satu kelompok tertentu. Seperti banyak puisi Abah yang lain, intinya mengajak introspeksi. Dakwah secara halus.
Kalau menggabungkan suara beliau dengan video demo FPI, itu namanya mengadu-domba.
Apakah dengan menulis klarifikasi seperti ini, saya mendukung FPI? Oh, tentu tidak.
Saya termasuk warga negara yang ikut resah menyaksikan sepak-terjang mereka selama ini, yang sering diwarnai kekerasan, meski dengan alasan "nahi mungkar". Googling saja, banyak korbannya.
Menurut keyakinan saya, nahi mungkar (memerangi kemaksiatan) itu harus dilakukan secara makruf, alias dengan cara yang baik, berlandaskan kasih sayang. Bukan berdasar benci, apalagi dgn kekerasan.
Dan saya punya pengalaman berhadapan langsung dengan kelompok FPI yg galak2 ini.
Tahun 2012, saya ikut hadir dalam bedah buku yg menghadirkan Irshad Manji di Salihara. Diskusi baru saja dimulai, ketika kemudian datang sekelompok massa bersorban putih, meneriakkan takbir sambil berusaha menjebol pagar depan Salihara. Situasi sungguh mencekam.
Saya yg penakut, tak punya nyali cukup kuat untuk bertahan dlm situasi spt itu. Atas ijin suami, saya kabur duluan lewat pintu belakang, nyegat angkot menuju Fatmawati. Kebetulan malam itu ada janjian juga dgn teman2 saya.
Bersyukur malam itu suami pulang ke rumah dgn selamat.
Yang mau tahu kronologis peristiwa itu, bisa googling saja. Pasti ketemu.
Yang jelas, meski kejadiannya sudah beberapa tahun lalu, tapi trauma itu masih ada. Sampe sekarang saya ketakutan jika bertemu orang2 berseragam FPI. Wajah-wajah garang itu sangat membekas di benak saya😥
Jadi, buat pendukung FPI yang mem-follow saya karena twit di awal utas ini, monggo kalau mau unfollow lagi. Ndak masalah.
Daripada kecewa, ya kan? 😊🤘
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Ternyata Gibran bukan calon pemimpin daerah termuda. Masih ada Aditya Halindra, Bupati Tuban yang baru terpilih, usianya 28 tahun. Masih lajang pula.
Termasuk kategori dinasti politik juga ini, dia anaknya mantan Bupati Tuban 2001-2011, Haeny Relawati.
Twit ini rame ternyata. Promo apa enaknya ya?🤔
Promoin buku suami aja deh. Sudah pada punya belum? Kontak @rizalmubit ya kalau mau beli. Semoga masih ada stoknya..😊
Dari kolom replies, saya baru tahu ternyata trend pemimpin muda usia sudah dimulai pada pilkada beberapa tahun lalu. Sebagian besar masih berhubungan kerabat dengan (mantan) pejabat, tapi ada juga yang maju tanpa hak istimewa itu. Beneran dari nol.
Pondok Pesantren bukanlah tempat yg kebal dari virus. Faktanya, bbrp Kyai/Ustadz wafat dalam kondisi positif covid. Ada juga Ponpes yg menjadi klaster baru, ratusan santri terpapar virus.
Tulisan Mas Ulun ini layak dibaca, sebagai pengingat buat semua.
Sejak pertengahan Maret, Abah @gusmusgusmu sudah membatalkan semua agenda ceramah beliau di luar kota. Ada juga beberapa undangan walimah, beliau juga tak hadir. Sikap ini dilandasi kehati-hatian, mengikuti saran para dokter. Saya mendukung 100%.
Sampai sekarang, santri Ponpes Raudlatut Tholibin belum semuanya diijinkan kembali ke pondok. Hanya beberapa santri senior saja. Pun pengajian umum Selasa-Jumat, yang dihadiri ribuan orang, sampai sekarang masih diliburkan.
Kapan itu Menkes bilang, serapan dana rendah karena "kasusnya masih sedikit" (?). Kenapa tidak dialokasikan untuk tes massal ya. Makin cepat ketahuan, bisa segera diisolir dan ngga merembet ke mana-mana.
Poin kedua, pemerintah yang tak konsisten. Ini sejak dari awal banget udah terlihat jelas. Saat Presiden sudah menghimbau utk mulai pake masker, jaga jarak, hindari kerumunan, Menkes malah bikin acara seremonial, pake salaman2 pula. Diliput TV nasional. Dan ngga cuma sekali lo.
Alhamdulillaah, berhasil bikin telur asin sendiri..
Perendaman 10 hari. Kalau pengen lebih masir, bisa ditambah hingga 15 hari.
Banyak yang minta resepnya.. Baiklaah.
Caranya gampang.
Siapkan telur bebek (paling bagus, tapi kalau pake telur ayam boleh saja), cuci dan sikat kulitnya dgn spons, keringkan. Pastikan telur dalam kondisi segar ya.
Saya kmrn pake 15 butir telur, sesuai kapasitas stoples.
Sejak kemaren di WAG beredar tulisan Eddy Rahmayadi, yang isinya meminta stop posting soal corona, sekaligus mengajak untuk tetap ke masjid, mengabaikan anjuran para ilmuwan dan dokter..
Tulisan itu menurut saya, sangat kontrapoduktif terhadap upaya menangani #COVID19
Berdasarkan pengalaman negara2 yang terkena wabah #covid19, salah satu faktor yang bisa menahan laju persebaran virus adalah social distancing, menghindari keramaian, termasuk di rumah ibadah.
Sayangnya info tentang pentingnya social distancing ini sepertinya belum nyampe ke rakyat banyak, salah satunya akibat para pejabat (termasuk Menkes) terkesan meremehkan bahayanya virus ini.
Setidaknya dua kali beliau membuat seremonial yg menyalahi aturan social distancing.
Penipuan properti berlabel syariah: tanpa riba, tanpa bunga, tanpa pengecekan BI.. dst. Ternyata bodong. Dana terkumpul sekitar 23 M, tanpa kejelasan kapan akan dibangun.
Untung para pelaku sudah ditangkap polisi.
@melda_shw@kumparan Banyaknya korban pd kasus penipuan berkedok syariah ini saya kira erat kaitannya dengan fenomena "hijrah", yg terkadang terasa kebablasan. Sudah banyak kasus yang terjadi karena gerakan "anti-riba" yang ekstrem, salah satunya waktu itu pernah diposting Pak @Amal_Alghozali.
Riba itu haram. Ini semua ulama sepakat, dalilnya jelas. Yang menjadi pertanyaan berikutnya: apakah jasa perbankan (termasuk bunga dll) termasuk riba? Nah, soal ini ulama berbeda pendapat. Ada yang menganggap bank=riba, ada yang nggak.