Kita ngobrol soal PPN (Pajak Pertambahan Nilai) ya bukan PPn (Pajak Penjualan). Ntar nyambung ke #pulsa. Pajak ini sdh ada sejak 31 Desember 1983 dan berlaku 1 Juli 1984, melalui UU No 8 Tahun 1983. Ditandatangani Presiden Soeharto & menandai reformasi pajak di Indonesia. #PPN
Lho ternyata #PPN bukan barang baru ya? Jelas bukan. Bahkan usianya sudah 36 tahun dan mengalami berbagai perubahan. Tahun 1983 menandai era baru perpajakan dg berubahnya official assessment ke self assessment (swalapor). Ciri demokratis pajak menguat dan ini sangat penting.
Paket Reformasi Pajak 1983 melahirkan UU 6 Tahun 1983 (UU KUP), UU 7 Tahun 1983 (UU PPh), UU 8 Tahun 1983 (UU PPN), dan UU 12 Tahun 1985 (UU PBB). Sejak 1984, sistem dan praktik perpajakan Indonesia berubah signifikan. Reformasi melibatkan para ahli dr AS dan Belanda.
Saya secara khusus bahas PPN, relevan dg diskusi soal pulsa. PPN adalah pajak atas konsumsi barang atau jasa. Jadi siapapun yg membeli barang atau memanfaatkan jasa yg menurut UU dikenai pajak, ya wajib membayar PPN. Caranya dengan dipungut oleh penjual barang/jasa.
Itulah kenapa PPN disebut Pajak Objektif, karena yg dikenai objeknya yaitu konsumsi. Disebut juga Pajak Tidak Langsung, karena sasarannya konsumen barang/jasa tapi pemungutannya melalui pengusaha di tiap mata rantai: pabrikan>distributor>pengecer>konsumen akhir.
Saya hindari penjelasan terlampau terknis. Ringkasnya gini: PPN dikenakan di tiap mata rantai (multistage), dg mekanisme pengkreditan (Pajak Keluaran-Pajak Masukan). Itulah kenapa PPN berciri netral, ya krn yg dikenai pajak 'pertambahan nilainya', beda dg PPn sblm 1984.
Lalu barang dan jasa apa saja yg dikenai PPN? Pada prinsipnya semua barang dan jasa dikenai PPN, selain yg dikecualikan oleh UU. Kenapa? Ya lebih mudah mengatur yg dikecualikan ketimbang yg dikenai, bisa jutaan item (namanya negative list). Ini daftarnya di UU 42/2009.
Mudahnya: sepanjang tak masuk dalam negative list (daftar barang atau jasa yg tdk dikenai PPN), maka merupakan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Prinsip ini bs dipakai utk menguji: jasa telekomunikasi kena pajak nggak? Kena karena tdk ada didaftar, sejak 1983 lho!
Nah, Pemerintah lalu menerbitkan PP 28 Tahun 1988 yg ditegaskan dg SE-48/PJ.3/1988 ttg Pengenaan PPN Jasa Telekomunikasi. SE ditandatangani Pak Mar’ie Muhammad, Dirjen Pajak saat itu, tokoh hebat yg diabadikan jd nama gedung @DitjenPajakRI
Wah baca surat Pak Mar’ie kita langsung bernostalgia. Di situ disebutkan Perumtel yg menyediakan jasa telekomunikasi satu2nya, kelak menjadi PT Telkom dan melahirkan PT Telkomsel. Saat itu ya blm bicara pulsa atau kartu perdana, yg baru muncul di medio 1990-an. Ingat ya...
Saya ingat, beli kartu perdana yg nomornya sy pakai sampai saat ini, tahun 1998. Waktu itu pengaturan blm sedinamis saat ini tapi sdh diantisipasi dg berbagai penegasan atas konsep PPN. Selanjutnya ya hanya evolusi model bisnis yg semakin canggih dan intangible, seperti pulsa.
Awalnya jasa telekomunikasi melalui sambungan kabel, lalu satelit, terus ke seluler dg pasca bayar, lalu pra bayar. Pulsa kemudian jd babak baru, penanda transmisi jasa telekomunikasi yg bs fleksibel dipindahtangankan dan digunakan. Kini pulsa sebagian besar elektrik bukan fisik.
Kembali ke pulsa. Voucher pulsa ini penemuan hebat yg memungkinkan transmisi jasa telekomunikasi bs dilakukan dg mudah. Pulsalah yg membuat bs berkomunikasi secara fleksibel dan kita memanfaatkan jasa yg menurut UU kena pajak. Jadi jelas ya asal muasal PPN atas pulsa ini?
Jadi gamblang, PPN atas jasa telekomunikasi yg kemudian sarana transmisinya berubah ke voucher pulsa dan pulsa elektrik, sdh terutang PPN sejak UU 8/1983, atau setidaknya dikenai pajak sejak PP 28/1988 yg mengatur secara spesifik ttg PPN Jasa Telekomunikasi.
Jika dulu Perumtel sbg pengusaha yg wajib memungut PPN atas penyerahan jasa telekomunikasi, kini tentu saja wajib dilakukan seluruh provider jasa telekomunikasi. Mekanismenya normal, PPN dipungut di tiap mata rantai dg PPN yg dibayar dapat dikurangkan. Yg disetor selisihnya.
Permasalahan timbul di lapangan, khususnya di distributor dan pengecer sbg bagian mata rantai, terutama yg skala menengah-kecil kesulitan menjalankan kewajiban krn secara administrasi blm mampu. Di lapangan jadi dispute dg Kantor Pajak, ada himbauan dan pemeriksaan pajak.
Dispute di lapangan tak terhindarkan dan timbul ketidakpastian. Kadang ketetapan pajak yg besar sangat memberatkan distributor/pengecer. Tapi petugas pajak tak keliru ketika ada objek ya ditagih. Jika dibiarkan, ada kerugian di kedua pihak. Maka ini dimitigasi @DitjenPajakRI
Terbitlah PMK-6/2021 ini. Yang intinya memberi kepastian status pulsa ini sbg Barang Kena Pajak agar seragam krn kadang dipahami sbg jasa. Lalu pemungutan disederhanakan hanya sd Distributor besar, shg meringankan distributor biasa dan para pengecer pulsa. Enak kan?
Jadi mustinya kebijakan ini disambut baik. PPN atas pulsa (jasa telekomunikasi) memang sdh lama terutang dan tak berubah, pedagang dipermudah, konsumen tdk dibebani pajak tambahan. Tapi kan ada PPh Pasal 22 0,5%? Bagaimana ini? Nah, sedikit saya jelaskan.
PPh 0,5% ini ilustrasinya Rp 500 perak dari voucher pulsa Rp 100 ribu. Ini dipungut tapi bisa dijadikan pengurang pajak di akhir tahun, ibarat cicilan pajak. Bagi yg sdh WP UMKM dan punya Surat Keterangan, tinggal tunjukin dan tak perlu dipungut lagi. Adil dan setara bukan?
Jadi sesungguhnya tak perlu terjadi polemik dan kontroversi. Ini hal yg biasa, bahkan menguntungkan publik dan negara. Semoga penjelasan sy bermanfaat. Mohon bantu jelaskan ke mereka yg msh ragu atau tidak jelas. Mari terus bekerja sama utk kebaikan Indonesia tercinta. Salam
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Selamat siang. Sesuai yg saya sampaikan bbrp hari lalu, saya ingin berbagi informasi ttg SiLPA dan pembiayaan, lalu bagaimana kaitan dg utang kita. Mohon maaf karena ada agenda lain, baru sempat siang ini. Semoga penjelasan ini bermanfaat #SiLPA#utas
1. Pada tahap perencanaan, SiLPA harus sama dg "nol". Artinya defisit yang terjadi = pembiayaan anggaran. Dalam realisasinya bisa saja muncul SiLPA atau SiKPA. SiLPA terjadi apabila pembiayaan anggaran > defisitnya, sedangkan SiKPA sebaliknya, defisit > pembiayaan anggaran.
2. Ada 2 kemungkinan SiLPA terjadi, a) Realisasi pendapatan negara yang lebih tinggi daripada realisasi belanja negara, yang disebabkan kondisi perekonomian yang semakin membaik. b) Realisasi pembiayaan lebih tinggi daripada realisasi defisit. #SiLPA#APBN
Jumat sore, ditemani langit Jakarta yang mendung, saya ingin berbagi ttg anggaran vaksin. Dulu pemerintah diminta menggratiskan vaksin karena barang publik. Presiden @jokowi mengabulkannya. Pemerintah memastikan #vaksinasi gratis utk semua. Lalu bagaimana anggarannya? #utas
1. Pemerintah terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan prioritas penangangan #COVID19 . Pemerintah ingin benar-benar hadir untuk menyelamatkan nyawa dan ekonomi masyarakat. Ibu pertiwi tak boleh dibiarkan sakit dan menangis. Maka #VaksinasiNasional menjadi salah satu kunci.
2. Langkah utama yang dilakukan adalah penghematan belanja K/L melalui perubahan fokus dan alokasi belanja negara (refocusing and reallocating). Belanja barang dan belanja modal akan dihemat, khususnya belanja non-operasional yang tidak mendesak. #vaksinasi#APBN2021
Menemani makan dan istirahat siang, saya ingin memberi update ttg capaian APBN 2020 dan visi APBN 2021. Semoga nggak bosen ya? Pemerintah saja masih setia menggelontorkan stimulus dan insentif kok..... #utas#APBN2020#APBN2021
1. Bagaimana #APBN merespons kondisi darurat di masa pandemi? Terdapat 3 pendekatan: (i) extraordinary policy (penyelamatan & mitigasi dampak), (ii) reopening policy, (iii) recovery dan reformasi. Kita memang masih berjuang di fase reopening dan recovery.
2. Extraordinary policy => berikan berbagai stimulus yang diprioritaskan utk mendukung sektor kesehatan, melindungi daya tahan masyarakat miskin & rentan, serta mendukung dunia usaha & UMKM agar terhindar dari pemburukan yg semakin dalam. #APBN2020 bergerak dinamis & responsif.
Baiklah, kita jelaskan ke kak @elisa_jkt demi pemahaman publik yang benar. Kak Elisa terkesan heroik belain Pemda, tapi rawan membenturkan sentimen Pusat vs Daerah di masa pandemi. Beliau gagal membedakan Daerah dan Pemerintah Daerah, & kaitannya dg bencana nasional.
1. Kita sepakat covid-19 adalah bencana nasional, artinya penanganannya harus di level nasional, apalagi dampak & cakupan sangat luas dg penyebaran yg masif. Maka diterbitkan Perppu 1/2020 (ditetapkan jadi UU 2/2020), sbg landasan hukum penanganan dampak pandemi. @elisa_jkt
2. Perppu 1/2020 sdh sering saya bahas. Intinya ingin mengatasi dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi sekaligus. Ada kelonggaran anggaran dg pelebaran ruang defisit, perluasan opsi pembiayaan, refocusing dan realokasi APBN/D, dan kebijakan stabilitas sektor keuangan.
Selamat siang. Semoga kita selalu sehat dan bersemangat. Jelang rehat siang, saya ingin berbagi tentang realisasi #APBN sd Agustus 2020 agar kita punya gambaran yg lebih utuh ttg arah kebijakan ekonomi Indonesia. Jaga optimisme, terus waspada. @KemenkeuRI
1. Pantaskah kita murung di saat seperti ini? Memang situasi sungguh tak mudah, seperti digambarkan Paul Valery tahun 1919: palung sejarah sanggup menampung derita kita semua. Sungguh dalam menyayat, miris. Pasca PD II dan pandemi flu Spanyol. Tapi, banyak alasan untuk bangkit!
2. Situasi tak mudah, kondisi sangat berat. Kita semua sadar hal ini. Tak perlu saling menyalahkan, lantaran yg dibutuhkan adalah kerja sama. Warga negara terdampak parah, dunia usaha tersungkur amat hebat. Kita bersandar pada peran pemerintah. Lalu sanggupkah? Tergantung kita.
Selamat pagi. Keluar sedikit dari hiruk pikuk, saya akan bahas #RakernasAkuntansi. Nah, apa itu? Kali ini rakernas diselenggarakan secara daring, 22 September 2020. Topiknya ttg tantangan akuntabilitas keuangan negara dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. #PEN
Utas
1. Rakernas Akuntansi adalah kegiatan rutin sbg bentuk koordinasi Pemerintah dg para pemangku kepentingan di bidang keuangan dan pengawasan. Maka melibatkan BPK, BPKP, APIP, K/L dan Pemda. Kali ini cukup spesial karena semua fokus menangani pandemi. Uang gede, tanggung jawab gede
2. Sebagai informasi, LKPP dan LKBUN 2019 memperoleh opini WTP dari @bpkri . Ini keempat kalinya. Pencapaian yg patut disyukuri sekaligus menuntut kinerja yg lebih baik lagi. Apresiasi utk BPK, BPKP dan jajaran yg telah mendukung Pemerintah melalui audit dan pengawasan.