Stunting yakni kurangnya asupan gizi pada anak akan mengakibatkan banyak hal tak baik. Pertumbuhan fisik terganggu demikian juga kemampuan otak. Bila dalam satu negara angka stunting tinggi, masa depan negara tersebut menjadi taruhan.
Indonesia telah berumur 75 tahun. Dibanding Singapore dan Malaysia yang lebih muda, kita justru tertinggal bila perkapita adalah apa yang menjadi acuannya. Memakai tolok ukur yang sama, 1 orang Singapore dapat dikatakan mampu menghasilkan setara dengan hampir 14 orang kita.
Satu orang Malaysia, kita juga harus mengeroyoknya dengan 3 orang.
Stunting kita sebagai bangsa terkait erat dengan faktor sengaja. Bukan karena kita miskin & maka tak mampu memberi gizi baik pada rakyatnya, kita sengaja dibuat dlm kondisi stunting agar kita tak menjadi ancaman.
Tak menjadi besar dan pintar dan kemudian mudah diatur. Mudah diarahkan sesuai kehendak si pemegang remote control.
Kita masih dan akan terus dikendalikan "invisible hands". Siapa mereka, bukan hal sulit membuktikannya.
Beberapa saat yang lalu ketika negara kita ingin memperkuat alutsista yang sudah menua, kita ingin beli pesawat F-35 namun AS menolak. Ini bukan jenis pesawat kaleng-kaleng maka bukan pula tepat untuk Indonesia. Kira-kira begitulah cara AS pemilik dagangan itu berbicara.
Kelas bagi Indonesia sudah ditakar dan ditentukan. Maka pesawat F-16 ditawarkan. Pesawat ketinggalan jaman yang sudah tak banyak diminati negara mana pun.
Berbeda cara AS melihat Australia dan Singapore, kedua negara ini sepertinya dianggap memiliki kasta lebih tinggi, maka F-35 pantas mereka miliki.
Ketika kita tak tertarik dengan F16 dan melirik dagangan Rusia yakni SU-35, AS marah dan ancam kita dengan Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Atas CAATSA ini, AS bisa melakukan embargo atau sanksi atau hukuman sepihak.
Bisa dibilang, CAATSA adalah sarana pemerintah AS untuk menekan negara lain. Bentuknya adalah memberikan sanksi seperti melarang transaksi finansial, menghentikan bantuan keuangan, hingga pencekalan visa bagi individu terkait.
Dalam ngedumelnya, AS memperbaiki tawarannya dengan pesawat yang kelasnya lebih baik yakni F-15 dan F-18 namun buru-buru F-18 ditarik kembali karena masih terlalu bagus kalau cuma untuk Indonesia.
"Kenapa nurut? Kan duit-duit kita sendiri, suka-suka kita dong mo beli dari mana?"
Dunia sebagai sebuah sistem, AS adalah pengendali. Sejak kita merdeka, sistem itu sudah kita gunakan dalam keseharian kita. Sama seperti kita memiliki 10 akses dari rumah menuju kantor, tiba-tiba 8 yang lain ditutup, kita pasti tak siap.
Dalam sistem ekonomi dan keuangan, jaring AS telah tumbuh demikian kuat dan kita tak mungkin lepas darinya. Iran dan Korut dapat kita ambil sebagai contoh atas kasus itu. Kita tak mungkin siap menjadi seperti kedua negara tersebut karena embargo AS.
Panjang ceritanya, dan pasti akan berakhir dengan kekacauan tak berkesudahan pada negara ini.
Ingat peristiwa G-30 S PKI? Dari sisi berbeda, kita akan melihat bahwa kejadian tersebut juga terkait dengan hal-hal seperti itu.
Melihat kejadian tahun '65 hanya dari satu sisi dan itu hanya tentang peristiwa pemberontakan semata, akan membuat kita miskin literasi. Tak akan menjadi dewasa dan akan selalu mudah dibuat saling bentur sesama anak bangsa adalah apa yang kita dapat.
Ketika Belanda tak kunjung menyerahkan Papua, Soekarno marah. Ide mengambil paksa pun digaungkan. Menjadi masalah adalah kita tak memiliki alutsista memadai bagi pengambilan paksa tersebut.
Meski saat itu kita sudah menetapkan bagaimana posisi kita atas dua blok barat dan timur yakni kita netral, secara hati kita tetap lebih condong ke barat.
Bukan hal aneh karena cara kebanyakan kita berpikir adalah cara pendidikan Belanda atau barat. Kita lebih fasih berpikir dengan pola barat.
Maka, pilihan pertama ketika ingin membeli alutsista tersebut kita arahkan pada barat.
Pada AS kita utarakan niat kita memperkuat alutsista tersebut.
Kunjungan selama 17 hari oleh Presiden Soekarno dilakukan pada 16 Mei-3 Juni 1956.
Pada kesempatan itu jugalah Presiden Soekarno membicarakan mengenai keinginannya untuk mendapatkan dukungan dalam merebut Irian Barat dan bantuan di bidang ekonomi, militer dari Amerika Serikat.
Sikap kurang antusias ditunjukkan oleh Presiden Eisenhower. Kunjungan yang dilakukan Presiden Soekarno tidak mendapatkan hasil.
AS menolak permintaan ini.
Kita tak suka, apalagi ketika kita tahu bahwa AS justru dikemudian hari malah memasok senjata bagi pemberontakan PRRI di Sumatera. AS dibelakang kita tampak selalu curi-curi kesempatan untuk memperlemah negara kita dengan mendukung persenjataan bagi pemberontakan itu.
Soviet kita pilih. Sambutan luar biasa ditampakkan oleh negara itu. Dua bulan setelah kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat, Indonesia mulai melakukan kunjungan ke Uni Soviet pada 26 Agustus-12 September 1956.
Kunjungan Presiden Soekarno disambut meriah oleh 250.000 penduduk Moskow. Di setiap sudut kota tampak terpasang spanduk ucapan selamat datang dan sanjungan kepada Presiden Sukarno.
Sebagai balasan Nikita Khrushchev pun pada tahun 1960 menyempatkan diri berkunjung ke Indonesia.
Pembelian dan negosiasi pengadaan alutsista tersebut dipimpin oleh Jendral Nasution, (seorang yang sangat beraliran barat) dan berhasil.
Dan penandatangan pembelian senjata itupun akhirnya ditandatangani di Moskow pada 6 Januari 1961.
Indonesia membeli Meriam, kapal perang, kapal selam, kapal anti kapal selam, pesawat tempur, pesawat pemburu jet, pesawat angkut, kendaraan berlapis baja, perlengkapan militer dan perlengkapan-perlengkapan lainnya.
Tak butuh waktu lama, pada akhir tahun 1961, alutsista itu mulai berdatangan ke Indonesia. Kekuatan APRI terutama AURI dan ALRI meningkat dengan pesat, dan bahkan menjadi luar biasa kuat.
Indonesia menjadi satu dari 4 negara di dunia yang memiliki pesawat pembom strategis yakni AS, Inggris dan Soviet.
Atas hadirnya pesawat pembom ini, Australia langsung mingkem dan tak lagi tampak mendukung Belanda di Papua.
Demikian pula kapal induk Belanda pun kabarnya diminta buru-buru hengkang dari Papua oleh AS karena hadirnya KRI Irian, kapal perang kelas Sverdlov yakni kapal kelas Cruiser paling berbahaya di dunia.
Kapal ini sebanding kekuatannya dengan kapal-kapal tempur terbaik Amerika, USS Iowa, USS Wisconsin, dan USS Missouri dari kelas Battleship terbesar dan tercepat di dunia.
Dengan bobot raksasa 16.640 ton dengan kemampuan menampung awak kapal sebanyak 1270 orang termasuk 60 perwira, ini adalah kapal perang yang tidak pernah dijual pada bangsa lain manapun kecuali Indonesia.
Ini kapal penggentar, kapal pembuat bulu kuduk berdiri meski baru namanya saja yang disebut.
Maka bukan hal aneh bila pada akhirnya Belanda tak berkutik. Boleh dibilang hanya terjadi satu insiden yang mengakibatkan tenggelamnya kapal boat yang menewaskan Laksamana Yos Sudarso pada peristiwa itu. Sisanya, Belanda sudah harus hengkang daripada menghadapi kehancuran total.
Atas dukungan alutsista senilai USD 2,5 miliar dalam rupa Kapal Perang tipe Sverdlov, 12 kapal selam kelas Whiskey, 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed, maupun 30 unit pesawat MiG-15
hingga pesawat pembom strategis itu membuat Indonesia tiba-tiba menjelma menjadi sosok negara terkuat dan menakutkan dalam bidang militer.
.
.
Satu sikap dan satu tekad anak-anak bangsa negeri ini terbukti mampu mengusir Belanda dari tanah Papua.
Namun cerita berbeda terjadi setahun kemudian. Tahun 1963 Inggris dengan ide Negara Federasi Malaysia di mana itu melibatkan negara bagian meliputi Brunei, Singapura, Serawak dan Sabah atau Kalimantan Utara memancing marah Soekarno.
Malaysia yang terganggu dengan kuatnya pengaruh komunis bersatu dalam federasi itu dibantu Inggris.
Di sisi lain, federasi semacam itu dinilai Soekarno sebagai cara-cara Kolonialisme ingin kembali.
Marah dan sikap berani Soekarno tentu tak luput dari karena kita kuat pula secara militer. Indonesia berani berhadapan dalam langsung dengan Inggris.
Ganyang Malaysia tak mendapat respon positif atau dukungan total militer.
"Apa hubungannya dengan peristiwa ‘65?"
Pemilu tahun 1955 menempatkan PKI menjadi salah satu partai pemenang. Di bawah PNI, Masyumi dan NU, PKI tampil dan entah bagaimana mampu menarik dukungan massa.
Pada 1957, Presiden Soekarno mulai memperkenalkan konsep Demokrasi Terpimpin.
Hal ini juga berdampak pada meningkatnya pengaruh dan kekuasaan militer.
Dalam pengaturan ini, panglima daerah mampu mencampuri urusan sipil seperti ekonomi dan masalah administrasi.
Atas perintah dari Soekarno sendiri, tentara juga mulai berpartisipasi dalam politik, mengisi posisi yang berkisar dari menteri kabinet hingga gubernur provinsi dan bahkan anggota DPR.
Pada bulan Desember 1957, tentara mengambil alih perusahaan-perusahaan Belanda yang baru dinasionalisasi. Selain meningkatkan peran tentara, langkah ini juga dirancang untuk menghentikan pengaruh PKI yang semakin kuat.
Persaingan itu semakin tampak.
Ketika PKI terafiliasi dengan Soviet, mustahilkah militer menjadi pintu masuk pihak barat?
Ketika Soebandrio yang sangat kuat beraliran kiri menjabat sebagai menteri luar negeri dan aktif dalam dukungan pada Soekarno
dalam peristiwa ganyang Malaysia, masuk akalkah militer mengambil jarak?
Dan bukankah Inggris dalam forum Negara Federasi Malaysia adalah juga tentang perlawanan negara-negara bagian itu pada Komunis?
Di sana, dalam sejarah ganyang Malaysia terlihat tumpang tindih kepentingan. Ada unsur Soekarno dengan imperialisme yang ingin ditolak, ada persaingan tentara dan PKI, ada kepentingan yang sama antara Inggris dan tentara terhadap satu musuh bersama yakni Komunis
dan terakhir berbahayanya Indonesia bila Soekarno masih memegang kendali negara yang memiliki kekuatan militer luar biasa besar itu dan berarah kiri.
Maka menjadi masuk akal ganyang Malaysia nya Soekarno tak pernah mendapat dukungan total militer.
Dan sejak saat itu, yakni tahun 1964 sedikit demi sedikit kekuasaan Soekarno tergerus.
Peristiwa ‘65 dan naiknya Soeharto membuat PKI bubar. Dan itu tak lepas dari dukungan barat. Dan sejak saat itu juga larangan terhadap alutsista berasal dari Soviet mulai kita dengar.
"Bukankah gara-gara Soekarno belanja alutsista itu negara jadi bangkrut?"
Bila cara kita melihat dari sisi sejarah setelah Soeharto tampil, pendapat itu memiliki nilai benar. Kita negara yang masih miskin tapi belanja alat perang dengan cara gila gilaan.
Itu membuat negara ini bangkrut.
Namun, ketika cara kita berhitung adalah Papua berhasil direbut dengan biaya US$ 2.5 miliar tentu itu harga yang murah. Apalagi eksistensi kita sebagai negara langsung naik dan dianggap.
"Siapa yang untung?"
Sejarah mencatat dengan sangat jelas. Setelah tahun 1965, setelah Soekarno turun, AS adalah pihak paling diuntungkan.
Untuk mendapatkan kembali Papua pada tahun 60an, kita ungkapkan niat kita beli senjata dari mereka, dan namun langsung ditolak.
Kita berhutang peralatan militer pada Soviet, dan Papua dapat kita rebut. Setelah Papua direbut, AS lah justru pihak yang pertama mendapat hak untuk menggali gunung emas Freeport.
Itu terjadi setelah 5 tahun Papua kembali pada pertiwi. Ajaib bukan?
Dengan kata lain, kita bangkrut karena hutang US$ 2.5 miliar hanya demi memberi karpet merah pada AS di Papua bukan? Lebih gila lagi, alutsista yang pernah kita beli demi untung AS pun diminta oleh AS untuk dimusnahkan dan kita nurut kan?🤦
Kita jatuh bukan karena kalah perang melawan Inggris dalam rencana mereka mendirikan Negara Federasi Malaysia namun justru kita saling pukul karena pintar mereka memanfaatkan perselisihan militer dan PKI.
"Trus apa hubungan dengan pembelian pesawat F-35 itu?"
Stunting pada tubuh negara kita akan terus terjadi bila bukan kita sendiri yang berusaha.
Membeli dari Rusia hanya akan memberi alasan bagi AS menetapkan embargo, dan membeli langsung dari AS juga hanya mendapat barang kelas 2 atau bahkan 3 dan keduanya adalah sama-sama gizi buruk.
Bahwa saat ini kebutuhan akan hal tersebut sangat mendesak, kabar terakhir F-15EX dan Dassault Rafale dari Perancis adalah solusi jangka pendek.
Kita juga masih punya kesempatan belajar dengan bekerja sama dalam membuat pesawat dengan kelas yang sama bersama Korea dalam tempat kita menaruh apa itu jangka panjang. Itu tergantung kemana sebenarnya kita ingin.
Bukan tentang hebat alutsista ingin kita beli, ini tentang kemandirian kita sebagai bangsa yang tak pernah terwujud. Ini juga tentang banyak pihak yang tak ingin kita menjadi bangsa besar.
Lebih parah lagi, ini adalah sejarah tentang senang kita bersama demi sekedar ingin saling cakar pada saudara sendiri.
Usia 75 tahun dan kita masih tak mengerti banyak tentang teknologi itu, adalah bukti stunting kita sebagai bangsa. Tak ada kata terlambat, masihkah itu relevan?
SDA berlimpah kita adalah alasan kita yakin bahwa bangsa ini memiliki potensi sukses. Bagaimana kualitas SDM kita, ini tak terkait dengan stunting kita sebagai manusia Indonesia. Manusia Indonesia itu cerdas-cerdas.
Ini terkait dengan politik pecah belah dan kita bangga dengan hal itu dan maka stunting adalah tentang bangsa ini, bangsa yang sulit saling bersapa dalam rukun.
Masihkah kita akan?😏😏
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Siapa pengganti presiden Jokowi bila Pilpres dilakukan pada Maret ini, percaya atau tidak itu adalah Anies. Anies Baswedan mendapat nilai tertinggi diantara 17 nama.
Lembaga Indikator Politik Indonesia merilis temuan survei nasional suara anak muda bila dikaitkan pada isu-isu sosial, politik dan bangsa, itu ada dan ditemukan pada sosok Gubernur DKI saat ini.
"Serius survey itu ga curang?"
Bila subyektivitas adalah apa yang kita kedepankan dalam cara berpikir, maka kata curang dengan mudah kita pilih. Kata "curang" langsung mewakili pendapat subyektif kita berdasar "rasan-rasan" (rasa benar) yang selalu kita gunakan.
Sekilas lalu, bangunan tua itu tampak besar dan megah. Ada aura kebesaran sebuah jiwa pernah ingin dilahirkan di sana.
Terlihat seram terasa bukan karena tak ada jiwa, dia menjadi tempat segala hal jahat mendapatkan rumahnya. Hambalang menyimpan misteri dendam jiwa yang marah.
Hambalang pernah digunakan srbagai tempat bagi dimulai, hambalang pula akan dijadikan cara menutup dalam berpanggung.
Secara historis, sebenarnya proyek Hambalang sudah digagas sejak 2003 ketika Kementerian Pemuda dan Olahraga masih berbentuk Direktorat Jenderal Olahraga di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Jika ditotal, akan ada 271 daerah yang akan dipimpin oleh Plt kepala daerah mulai tahun depan. Sebanyak 101 kepala daerah pada 2022, dan 170 kepala daerah pada 2023.
Itu setara dengan 53% dari seluruh jumlah Kabupaten & Kotamadya yang ada di Indonesia.
Khusus untuk gubernur, bakal ada 24 jabatan Gubernur yang akan habis masa jabatannya pada 2022 & 17 lagi di 2023. Dan itu setara dengan 70% dari jumlah seluruh Provinsi yang ada di Indonesia.
Aturan yg berlaku, Plt Bupati & Walikota akan dipilih oleh Mendagri dan Plt Gubernur oleh Presiden.
Namun ketika terkait dgn kebijakan yang ada, bukankah dalam penentuan kabinet 2019 yang lalu pak Jokowi juga pernah membuat pernyataan tak boleh ada kebijakan menteri
Dalam sepak bola kita kenal dengan istilah bola liar. Seharusnya, di mana pun bola berada adalah hasil sebuah perencanaan. Hasil dari sebuah strategi atas dibangunnya serangan atau justru tuntutan untuk bertahan.
Bola yang lepas dari rencana akibat satu dan lain hal dan atas kejadian acak di lapangan tak lagi memiliki nilai strategis. Bisa merugikan sekaligus menguntungkan. Bisa jadi gol bunuh diri atau sebaliknya memberi gol.
Bola liar yang sama adalah cerita tentang isu amandemen atas UUD ‘45 yang telah bergulir sejak 2019 silam.
Bermula dari pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh pada 13/10/2019, ide itu keluar.
Siapa yang akan diuntungkan atas tak ada pemilu daerah 2022 dan 2023 nanti, jelas partai penguasa atau pemerintah.
Artinya, siapa pun calon Plt Bupati, Walikota dan Gubernur di 2022 dan 2023 nanti sudah bisa ditebak banyak akan berasal dari PDIP atau paling tidak adalah mereka yang sangat dekat.
Itu baru dari satu sisi. Kecil dan bukan poin utama. Ada yang jauh lebih besar. Yang jelas, itu akan mengubah peta persaingan perebutan kekuasaan pada 2024 nanti.
Ketika kamu lelah, istirahatlah. Ketika kamu merasa sepi dan sendiri, bukalah lebih lebar pintu hatimu dengan apa itu makna teman.
Ketika penat melanda pikiranmu, ketika semua peristiwa tampak seolah menyatu dalam rumit tumpang tindih jejak yang lagi mudah diurai, mundurlah.
Seperti ketika kita berada dalam pusaran air, di sana, hanya ada dinding berputar tertampak dan kita lalu terjebak pada pengulangan dan pengulangan. Selalu dan selalu, dan hanya peristiwa-peristiwa itu saja yang hadir dalam putaran waktu kita dan kita merasa hilang.