Sejatinya fenomena Babi ngepet sudah ada sejak zaman penjajahan belanda seiring merajalelanya kemiskinan.
Babi ngepet punya relasi mirip dengan fenomena tuyul dan Nyi Blorong yang penelitiannya terbit di tahun 1860.
Kemudian, Hendrik Alexander van Hien menerbitkan laporan berisi catatan soal pesugihan pada 1894. Soal Babi ngepet di teliti pada dekade 1950 oleh sejarawan Cliford Geertz.
Hasil penelitian itu membuahkan buku History of Java atau Abangan, Santri, dan Priyayi.
Langgengnya mitos babi ngepet di Indonesia berawal dari masyarakat pertanian, khususnya mereka para petani yang hanya bisa hidup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kala itu, ketika ada salah seorang petani atau kaum bumiputra yang tiba-tiba kaya, niscaya akan menimbulkan kecurigaan.
Orang kaya baru itu biasanya berubah jadi pemberi pinjaman atau tengkulak Pada akhirnya mereka dapat mengendalikan hidup petani lainnya. Akhirnya isu pesugihan dijadikan alat untuk memberikan citra buruk kepada orang-orang kaya.
Di desa saya sendiri dahulu fenomena babi ngepet dipopulerkan oleh Pak RT yang menurut penuturannya sering melihat babi berkeliaran pada malam hari. Akhirnya warga berbondong" ronda malam dan mencari babi itu walaupun tidak pernah diketemukan hingga sekarang.
Konon katanya seorang yang ingin menggunakan babi ngepet di awalnya harus menumbalkan seorang kerabat dan itu harus ada setiap setahun sekali.
Babi ngepet dipercaya mencuri uang korbannya dengan menggesekan tubuhnya di sekitar rumah korban.
Walupun sampe sekarang banyak pro kontra terhadap babi ngepet. Semoga saja diantara kalian bukan merupakan praktisi babi ngepet itu sendiri.
😁😁
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Begitulah garis besarnya. Ini adalah cerita nyata dari salah seorang teman yang mengenalkanku pada seseorang.
Kita panggil saja namanya Misel, waktu itu tidak ada niatan untuk bercerita.
Tiba tiba teringat dengan kejadian dimana seorang kawan disukai oleh sesosok wanita berlumur darah yang konon dulunya bunuh diri karena putus cinta.
Ketika dia melewati pohon beringin besar yang ada di sepanjang jalan, tepatnya dekat dengan stasiun kereta. Tiba tiba terdengar sayup" seorang wanita yang memanggilnya
"gaaaliiiih galiiiih"
Dia menghentikan laju motor dan menengok kebelakang untuk mencari sumber suara itu. Dan ternyata hasilnya nihil karena memang hanya dia seorang apalagi waktu itu pukul 2 pagi.
Kali ini mimin aku menceritakan sebuah rumah yang sudah lama ditinggalkan. Rumah ini sudah ditinggalkan lebih dari 20 tahun.
Karena saking lamanya, rumah ini benar benar tidak terurus. Dari banyaknya genteng yang sudah lepad, tembok yang sudah mulai berlumut, banyaknya tumbuhan menjalar yang menyelimuti rumah, dan juga pohon besar yang menutupi bangunan dari kejauhan.
Gambar hanya ilustrasi.
Kali ini cerita dari sebuah rumah yang ditinggali oleh 5 mahasiswa dari universitas terkemuka di Yogyakarta. Mereka sudah menempati rumah itu sekitar 4 tahun.
Tepat di sekitar jalan kaliurang dan tepat dipinggir jalan besar. Akses bisa dikatakan mudah dan bisa langsung menuju ring road utara.
Sebuah cerita dari tahun 1960 yang kembali terulang di tahun 2018.
Dialami oleh keluarga kecil yang tinggal di sebuah rumah. Rumah itu terletak di depan sebuah mata air yang di kelilingi pohon beringin besar.
Tahun 1960 di sebuah desa di Jawa Tengah, pernah terjadi kejadian yang membuat warga merasa terganggu bahkan membuat keadaaan mencekam.
Bagi para mahasiswa pencari kos dan kontrakan murah pasti tidak asing dengan jembatan ini.
Apalagi para anggota mapala di beberapa penjuru universitas jogja pasti pernah datang ketempat ini.
Jembatan ini memang sering digunakan untuk rappeling dan panjat tebing. Apalagi ketika menjelang sore lalu lalang kendaraan dan kegiatan rappeling menghiasi jembatan babarsari.