OM RASTH Profile picture
25 Aug, 355 tweets, 43 min read
JIMAT MATA PANGULUH UNTUK PERJUDIAN

#bacahorror #bacahoror

( PERINGATAN!! ISI DALAM CERITA INI BUKAN UNTUK DI TIRU!! )

(Gambar Hanya Sekedar Ilustrasi) Image
"Wan! Pulang sana!! Tuh istrimu dari tadi bolak balik nyariin kamu!" Ujar Gani sembari mendorong tubuh Wawan yang duduk di sebelahnya

"Aakhhh.." Raut kekesalan terlihat jelas di wajah Wawan. bagaimana tidak, karena sudah dari tadi malam sampai siang ia berjudi,
Selalu tak pernah menang.
Sudah sana sini ia berhutang untuk modal judi. Dan sekarang tak ada lagi yang mau memberikan hutangan padanya.
Braaakkk.. Wawan keluar sambil menghempas pintu dengan kasar.

"Dasar si Wawan, istri sedang mengandung malah di tinggal berjudi."

"Lalu kau kira kita2 ini bagaimana?!" Ujar Gani yang di sambut gelak tawa teman2 seperjudian nya
Wawan makin jengkel mendengar gelak tawa dari teman2nya yang berada di dalam.

"Judi.. Judi.. Judi terooss!!" Bentak seorang wanita yang tengah hamil tua saat melihat Wawan berjalan pulang
"Sejak kapan kau berada disitu?!" Tanya Wawan ketus

"Beras di rumah habis. Gula, kopi sama sekali tidak ada! Bagaimana aku bisa makan?!! Aku hamil wan! Kau malah enak2an keluyuran dan main judi!! Banyak kau menang hah??!!"
"Kau kan bisa pinjam atau minta beras pada orang tuamu! Tidak mungkin mereka tidak mau memberi beberapa mok untuk kau, apalagi mereka baru saja panen."

"Dan satu lagi, dari raut wajahku saja kau pasti sudah tau kalau aku kalah! Jadi tak usah kau tanya2 lagi!!
Lagi pula kalau misalkan aku menang judi, uang nya tak akan ku buang pasti ku berikan semuanya untukmu!" Ujar Wawan dengan langkah yang semakin laju
"Dasar laki tidak berguna!! Menyesal aku kawin dengan laki2 macam kau Wawan!!" Teriak Suhaila

Mendengar teriakan itu, Wawan berbalik, wajahnya nampak merah padam menahan emosi.

"Kau bilang aku apa hah?!!! Laki2 tak berguna??!! Kau menyesal kawin dengan aku?!!"
Bentak Wawan menatap lekat kearah istrinya, Suhaila menutup matanya ketika Wawan sudah mengangkat tangan nya tinggi2 bersiap untuk menampar pipi istrinya, namun Wawan kembali menurunkan tangan nya ketika ia melihat perut Suhaila yang sudah kian membuncit itu.
Ia tak tak tega.

"Huuhh.." Wawan berbalik dan meninggalkan Suhaila yang masih berdiri di situ

--
Cerita kembali ke sebelum Suhaila menikah dengan Wawan.
Suhaila merupakan kembang desa yang sangat cantik, dulu banyak para lelaki yang datang dari berbagai daerah
Untuk meminang Suhaila, salah satunya adalah anak juragan karet yang orang tuanya sangat di segani di desanya.
Namun entah mengapa, tak ada satupun yang Suhaila terima dari para peminang yang datang tersebut. Dan yang sangat mengagetkan iyalah Suhaila malah menerima pinangan
Dari Syazwan Hilmi, Yang saat itu semua orang di desa tau kalau pemuda tersebut adalah pencandu judi. Keseharian nya hanyalah bermain judi, judi dan judi.
Pilihan Suhaila itu membuat orang tua nya marah, dan pernikahan mereka tak pernah di restui oleh orang tua Suhaila. Setelah menikah dengan Wawan, Suhaila pergi dari rumahnya dan tinggal di rumah Wawan bersama ayah dan ibu dari suaminya.
Namun baru beberapa bulan menikah, rumah tangga keduanya mulai di guncang berbagai macam ujian. Mulai dari panen milik ortu Wawan yang gagal, ibunya yang sakit2an, dan Wawan yang di berhentikan dari pekerjaan nya sebagai kuli bangunan.
Bahkan mereka berempat pernah tak makan, dan tidur dengan perut yang kosong. Tak sampai disitu, Suatu hari Ayahnya Wawan di patuk ular kobra saat sedang berada di sawah dan membuat beliau kehilangan nyawa setelahnya.
Tidak lama selepas meninggalnya Ayah Wawan, Ibunya Wawan pun menyusul. Bagai tersambar petir di siang hari, Wawan hancur, sedih, sakit. Namun walau bagaimana pun ia menangis dan berteriak, itu semua tak ada gunanya dan tak akan pernah bisa mengembalikan yang sudah tiada.
Hingga di suatu pagi setelah beberapa bulan berlalu, Suhaila mendekati suaminya yang sedang bersiap2 untuk bekerja. Wajahnya terlihat berseri.

"Di minum dulu kopinya." Ucap Suhaila

Wawan mengangguk sambil tersenyum.
Pelan2 ia mengangkat gelas kopi yang masih
Panas tersebut mendekati bibirnya lalu menyeruput dengan perlahan.

Senyum di bibir Suhaila masih terlihat, dalam hatinya Wawan sangat bersyukur bisa menikahi gadis pujaan nya itu. karena sebab Suhaila lah dia bertekad untuk berhenti dan melupakan Judi.
"Sayang, kenapa senyum terus dari tadi?" Tanya Wawan

"Mmm.. Aku, hamil." Ucap Suhaila hati2

Mata Wawan terbelalak, senyumnya mengembang sangat lebar. Hatinya benar2 bahagia sekali saat itu.
"Berarti aku, sebentar lagi akan jadi Abah."

"Bukan sebentar lagi, tapi sudah menjadi abah." Ralat Suhaila

Wawan membungkuk, ia mengulurkan tangan nya mengusap perut istrinya yang masih terlihat rata.
"Abah berjanji akan lebih giat lagi bekerja untukmu dan Uma. Muah." Ucap Wawan sembari mencium perut istrinya

Suhaila tersenyum.

-------

"Aaaaaaaaa!!!!" Teriak Wawan yang tengah berdiri di atas batu di pinggir sungai
Wajahnya kusut dan murung

Wawan terduduk di atas batu besar tersebut, bahunya berguncang. Ia menangis!

"Aaaaaaaaaaa!!!!" Teriak Wawan penuh keputus asaan
Dari kejauhan Gani menatap Wawan sembari menggelengkan kepalanya. Ia tau apa yang sedang terjadi pada Wawan, karena ia ada disaat ayahnya Suhaila memarahi dan menghina Wawan habis2an waktu itu.
"Anakku tak akan pernah bahagia bila masih bersama dengan laki2 macam kau, Wawan!!" Bentak ayahnya Suhaila

"Tapi.."

"Kau itu tidak lebih baik dari segumpal kotoran!! Kau manusia tak berguna!!" Potong ayah mertuanya tak membiarkan Wawan meneruskan perkataan nya
"Aku sendiri bingung, mengapa Suhaila lebih memilih kau dari pada Jainal anak juragan karet itu!! Ohh. Atau mungkin benar perkataan si jainal, kau mendukuni anakku!! Dasar bajingan tak berguna!!"

"Kalau tujuan bapak kemari hanya ingin menghina saya. maaf pak,
Rasanya lebih baik saya kembali bekerja. Permisi." Ucap Wawan

"Dasar tak punya sopan santun!! Mau main pergi saja! apa itu yang di ajarkan orang tuamu hah?!!"

Wawan tak menghiraukan nya, ia menarik nafas panjang, lalu meneruskan langkahnya.

"AKU BELUM SELESAI BERBICARA
DENGANMU!!"

Langkah Wawan terhenti, ia berbalik dan menatap lekat ke wajah ayah mertuanya tersebut.

"Bicara??"

"Asal kau tau! aku tidak pernah merestui kau jadi suami anakku!! Demi kebahagiaan dia, lebih baik kau ceraikan anakku!!"
"Saya tau bapak tidak pernah merestui kami, tapi maaf pak, saya dan Suhaila sudah bahagia dengan kehidupan kami saat ini."

"Sampai kapan?? Hah?!! Sampai kapan kau menyiksa anakku dalam penderitaan berumah tangga denganmu! Dari dia lahir sampai dewasa aku tak pernah
Sekalipun membuat anakku menderita. Tapi semenjak dia menikah denganmu, dia terlihat sangat menderita! Tubuhnya kurus dan tak terawat!! Apakah itu yang kau sebut bahagia??!!"

"Aku tak apa2 kalau kau ingin menjadi seperti ayahmu yang sanggup hidup susah sampai ke mati!
Tapi tolong jangan bawa anakku kedalam penderitaan seumur hidup itu!!"

"CUKUP!! KAU BOLEH HINA AKU! TAPI JANGAN PERNAH MENGHINA ORANG TUAKU!!!" bentak Wawan seraya mendorong tubuh ayah mertuanya hingga jatuh
"Wawan!!" Teriak Gani langsung memegangi tubuh Wawan yang akan menghajar ayahnya Suhaila

Di saat Wawan dan Gani bergelut, Ayah Suhaila berlari pergi dengan wajah pucat dan tubuh yang gemetar ketakutan.
"Sudah Wan!! Apa kau tak berpikir kalau sampai Suhaila tau dia pasti akan sangat kecewa padamu."

"Apa kau tuli hah?!! Tua bangka itu menghina ayahku, menghina orang tuaku Gan!!" Ujar Wawan dengan nafas yang masih tak beraturan
"Tidak ada gunanya kau melayani ucapan orang tua itu. Yang ada kau makin sakit hati Wan. Sekarang lebih baik kau pikirkan masa depan rumah tanggamu."

Belum lagi sempat tenang, Wawan dan Gani di kagetkan dengan panggilan ketus dari bos tempatnya bekerja.

"Wawan!!"
Wawan segera berdiri, menyapu2 punggungnya yang kotor dengan telapak tangan.

"Iya bos."

"Mulai besok kau tak usah datang lagi kemari! Kau di pecat!"

Wawan ternganga,

"Di pecat? Salah saya apa bos?? Saya bekerja dengan baik, saya juga datang tak pernah terlambat.
Kenapa saya di pecat?"

"Ahh. Sudah lah wan, aku tidak ingin berurusan dengan orang itu. Kau tau kan dia cukup berpengaruh di daerah sini."

Mendengar kata 'Orang itu' Wawan sadar, pasti yang di maksud bosnya adalah ayah Suhaila.
"Kalau Wawan berhenti, saya juga akan berhenti." Ujar Gani yang berdiri tegak di samping Wawan

Wawan tertunduk Lesu, ia merasa bersalah pada Gani.
"Apa rencana mu selanjutnya Wan?"

"Mungkin memang benar, Suhaila tak akan pernah bisa bahagia hidup denganku. Dengan apa yang berlaku sekarang, sepertinya aku tidak akan bisa membahagiakan Istriku. Satu2nya tempat yang menerimaku bekerja pun sekarang sudah menolakku."
Ucap Wawan bergetar

Gani terdiam,

"Tapi aku tak berpikir kau akan melepaskan Suhaila begitu saja."

"Lalu aku harus apa Gan? Apa aku harus bersujud dan menjilat telapak kaki ayahnya Suhaila untuk meminta restu??"
"Ya Tuhan, kasihan sekali sahabatku ini. Baru saja dia bahagia, karena mendapatkan suhaila, sekarang datang ujian2 yang begitu berat dalam rumah tangga mereka. Kuatkan lah Wawan Ya Tuhan." Batin Gani
"Gan, tolong jangan beritahu Suhaila kalau aku di berhentikan dari tempat kerjaku ya."

Gani mengangguk,

-----
"Kak!! Kak Wawan.." Teriak seorang anak kecil yang tengah berlari2 kecil mendekati Wawan

Sebelum menoleh pada anak itu, Wawan lebih dulu mengusap air matanya.
"Kak, kak Ila. Kak ila sakit perut. Dia ada di rumah Nini..."

Mendengar itu, Wawan langsung berlari tanpa mempedulikan anak itu. Ia benar2 khawatir kalau sampai terjadi apa2 pada istri dan anaknya.
Sesampainya di dekat rumah Nini Ipah, Wawan terhenti.

"Masuk! Lihat keadaan istrimu! Jangan sampai nanti menyesal." Ujar Gani mendorong tubuh Wawan dengan keras
Yang membuat Wawan kaget

"Sejak kapan kau berada disini??"

"Ah, jangan banyak tanya, yang penting sekarang itu masuk kerumah Nini Ipah dan lihat keadaan istrimu!" Jawab Gani sembari menarik tangan Wawan
Saat Wawan masuk kedalam rumah itu, terlihat Istrinya yang sedang berbaring. Ia meringis kesakitan sambil memegangi perutnya.

"Suhaila kenap Ni? Apakah sudah akan melahirkan. Tapi bukan nya ini belum masuk bulan ke sembilan?" Tanya Wawan kalut
"Istrimu 'malinggang bulan' (biasanya terjadi di kisaran usia kandungan 8 bulanan. Tergantung masing2 orang juga. Ada yang pernah mengalami dan ada yang tidak, sakitnya sama seperti mau melahirkan.) tidak usah khawatir nanti juga akan berhenti sendiri setelah di minumkan air jahe
"Jawab Nini Ipah

Wawan menghela nafas lega. Ia mendekati istrinya. Ingin sekali rasanya mengelus kepalanya dan menenangkan Suhaila. Tapi ia sudah bertekad untuk melepaskan Suhaila selepas bersalin nanti, dan ia tidak ingin
Jika perhatian nya ada Suhaila akan membuat Suhaila tak mau lepas darinya. Karena demi kebahagiaan Suhaila, Ia rela melakukan apapun, meski itu sangat menyakitkan bagi Wawan.
"Kau tak apa2. Tak usah manja!" Ujar Wawan dengan ketusnya

"Manja? Ini benar2 sakit sekali Wan! Apa kau menganggapku sedang berpura2??" Ujar Suhaila sesekali meringis
"Kau memang berpura2 kan. Sudahlah. Aku mau pergi. Lebih baik kalau kau nanti sudah selesai berpura2 kau pulang kerumah orang tuamu. Karena selepas kau melahirkan, aku kan menjatuhkan talak padamu!" Ujar Wawan tanpa melihat kearah istrinya yang menahan tangis
"Astagfirullah hal adzim.. Tidak baik berkata seperti itu wan. Istrimu itu memang benar2 tengah kesakitan wan! Istigfar wan! Ya Allah, Drus. Anakmu ini kenapa seperti ini" Ujar Nini Ipah sembari mengelus dadanya
Wawan berjalan keluar, membiarkan istrinya yang masih kesakitan berada di dalam rumah Nini Ipah.

Namun baru beberapa langkah keluar dari rumah, Wawan dan Gani di kaget kan dengan Suhaila yang berjalan tertatih2 meninggalkan rumah Nini Ipah.
Nenek tua itu memanggil2 Suhaila, namun wanita tersebut tak menghiraukan nya. Air mata mengalir di setiap langkahnya yang tertatih.

Wawan menatapnya dengan rasa khawatir, namun ia tak bisa mendekati istrinya. Ia takut jika itu ia lakukan, akan menghancurkan tekadnya
Untuk melepaskan Suhaila.

------
2 bulan telah berlalu, semenjak Suhaila pergi, Wawan jatuh sakit memikirkan anak dan istrinya. Ia tau saat itu Suhaila dan anaknya sudah kembali ke rumah orang tuanya.
Dan ia yakin mereka akan baik2 saja di sana. Tapi Wawan sangat rindu, dan rasa rindu itulah yang membuatnya jatuh sakit.

"Wan, tak ada gunanya kau melakukan semua ini kalau hanya akan menyiksa kau dan Suhaila. Kau harus pikirkan anakmu! Anak kalian." Ujar Gani
"Mereka sudah bahagia di rumah ayah Suhaila Gan. Biarlah. Biarlah mereka tetap di sana. Karena ku ingin melihat mereka bahagia tanpa aku."

"Kau salah Wan! Justru kebahagiaan mereka adalah dapat bersama denganmu! Dan misalkan begini, meskipun Suhaila menikah lagi
Belum tentu laki2 itu akan menerima anakmu dengan ikhlas! Kau harus pikirkan itu Wan! Jangan jadi pecundang! Bangkit! Buktikan pada ayahnya Suhaila kalau kau pun bisa jadi orang sukses untuk anak dan istrimu!"
Wawan menghela nafas pendek,

"Ku dengar, Suhaila akan di kawinkan dengan Jainal. Kau tentu tau kan siapa itu jainal? Apa kau mau anakmu di asuh dan di besarkan oleh laki2 macam dia itu?"
Kali ini Wawan langsung bangun dan duduk menatap gusar pada Gani.

"Tidak mungkin! Tidak mungkin Suhaila akan di kawinkan."

"Terserah kau, mau percaya atau tidak. Yng jelas kabar itu yang ku dengar." Jawab Gani beranjak dari duduknya
"Kau benar Gan. Selama ini aku sudah banyak dosa pada istriku, pada anakku. Aku lebih memikirkan perkataan ayah Suhaila dari pada istri dan anakku." Ujar Wawan Terisak
Gani menepuk bahu Wawan, ia tau apa yang di rasakan sahabatnya itu.

"Aku harus menemui Suhaila."

----
"Pergi dari rumahku!!!" Teriak ayah Suhaila mengusir Wawan yang masih berdiri di depan pintu rumah tersebut
"Saya mohon pak, izinkan saya bertemu anak dan istri saya pak."

"Tidak!! Anakku bukan lagi istrimu! Bukankah Kau bilang padanya kalau kau akan menjatuhkan talak setelah ia melahirkan!"

"Saya terpaksa pak!!" Isak Wawan
"Kau dengar baik2 Wan!! AKU TIDAK AKAN MENGIJINKAN ENGKAU BERSAMA ANAKKU KECUALI KAU MEMBERIKAN MAHAR 3 HEKTAR TANAH KOSONG DAN 2 HEKTAR PERSAWAHAN!!!! Kalau kau sanggup, aku akan mengijinkan kau bersama anakku!" Ujar ayahnya Suhaila
Wawan terdiam, di saat ini jangankan berhektar2 tanah, untuk membeli beras saja ia sudah tak punya uang.

"Baik. Baik! Saya menyanggupinya! Saya rela melakukan apapun untuk bisa bersama dengan anak istri saya.!!"

Ayah Suhaila tersenyum sinis, karena ia tau betul
Seperti apa ekonomi Wawan saat itu.

"Ya, lakukanlah. Tapi jangan salahkan aku, kalau nanti kau gila karena memikirkannya." Ujar ayah suhaila sembari menutup pintu dengan keras saat Wawan sudah mundur beberapa langkah

Braaakkk..
Dengan langkah yang masih sempoyongan, Wawan berjalan menuju ke rumah Ongko Munir.
Orang yang berpengalaman dalam hal2 gaib.
Tok tok tok...
Tangan Wawan sedikit gemetar ketika mengetuk pintu kayu yang sudah di makan rayap tersebut.

"Permisi.."

"Apakah ada orang di dalam?"

Tok tok..
Tak ada sahutan dari dalam, Wawan perlahan2 duduk di pelataran yang papan2nya sudah mulai lapuk di makan di usia.

Wawan menyandarkan kepalanya di pintu, ia merasakan kepalanya yang mulai terasa pening.
Hingga tanpa sadar Wawan terlelap, dan entah sudah berapa lama kah ia tertidur. Yang pasti saat ia terbangun, sudah ada Ongko Munir duduk di sebelahnya.
"Nampaknya kau menungguku cukup lama sampai2 tertidur. Ada apa?"

"Dulu, Ngko pernah bercerita tentang mata panguluh yang bisa di jadikan jimat untuk berjudi. Apakah itu memang benar ngko?" Ujar Wawan tanpa basa basi
Ongko Munir menarik nafas panjang, lelaki tua itu tidak serta merta menjawab pertanyaan dari Wawan, ia membetulkan letak duduknya lalu mengikat rambut putihnya yang sudah mulai panjang.
"Kalau benar, memangnya kau mau apa?" Ujar Ongko Munir balik bertanya

"Jika benar, saya mau mengambil matanya untuk di jadikan jimat." Jawab Wawan mantap

"Hahaha.." Tergelak Ongko Munir mendengar jawaban dari Wawan
"Panguluh itu pintar dan juga kuat. Tidak akan mudah bagi siapapun menangkapnya. Taruhan nya nyawa."

"Saya tidak peduli. Saya rela menukar nyawa saya demi anak dan istri saya." Jawab Wawan

Ongko Munir menghela nafas,
"Kalau memang kau sudah siap mati, lakukanlah. Tapi aku tidak akan membantumu."

"Saya juga tidak meminta bantuan seperti apa yang ngko pikirkan. Saya hanya ingin tau syarat dan tatacara mengambil matanya, itu saja. Dan saya akan melakukan nya sendiri."
"Pertama, kau tidak boleh takut dan sudah siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Kau juga akan membutuhkan 'Humbang' (bambu) untuk mengambil matanya, Humbang itupun hanya boleh kau tejeb (tebas/potong) sekali dari bawah keatas. Dengan panjang dari pergelangan
Sampai siku. Jangan sekali kali kau menebas bambunya dari atas ke bawah, karena kalau sampai kau lakukan itu, kau akan masuk kedalam alam mereka dan tak kan bisa kembali kecuali kau mencabut bambu yang menusuk matanya, tapi nyawamu jadi taruhan.
Satu lagi, kalau panguluh sudah berhasil kau lumpuhkan biasanya panguluh itu akan tau niatmu, dan mereka akan membenamkan wajahnya ketanah, melindunginya dengan lidah mereka. Karena itulah kau harus membalikkan tubuhnya agar kau bisa mengambil matanya. Tapi tidak mudah
Untuk kau bisa membalikkan tubuhnya meski dengan cara apapun kecuali, menggunakan tangan nya sendiri. Oleh karena itu kau harus memotong tangan nya, gunakan tangan itu untuk membalikkan tubuhnya. Lalu setelah matanya kau dapatkan, simpanlah di dalam kain putih dan kalau kau ingin
Berjudi, kantongi saja mata tersebut." Ujar Ongko Munir

Wawan terdiam, pasti akan sangat sulit baginya bisa mengalahkan manusia jadi2an itu. Mereka kuat dan pintar bersembunyi. Dan biasanya kalau pun ada orang baru meninggal mereka akan pergi 'manesek' (berpesta dengan memakan
Bangkai dan menjilati danur orang yang meninggal) bersamaan.

"Aku tau tak akan ada yang mau menaruhkan nyawanya hanya demi hal seperti itu. Yang jelas tidak akan mungkin bisa kau dapatkan." Kata Ongko Munir membuat kaget Wawan yang tengah melamun
"Saya diam bukan berarti saya mundur. Tapi saya sedang memikirkan bagaimana cara menangkap salah satu di antara panguluh2 itu." Ujar Wawan

"Ya terserahlah. Kau yang punya rencana. Lakukanlah. Tapi perlu kau ingat, seandainya kau berhasil mendapatkan mata panguluh tersebut,
Pasti keluarganya tak akan tinggal diam. Dan mereka akan mencarimu."

Krieeett.. Wawan kembali terdiam ketika Ongko Munir sudah masuk kedalam rumahnya.
Lelaki tua itu tinggal sendiri di rumah kecil tersebut, ia tak punya anak, istri ataupun keluarga.

Wawan berjalan pulang, di tengah jalan ia bertemu aziz. Salah satu teman perjudian nya.
"Wan. Yang bulan lalu itu gimana?" Tanya Aziz

"Aku belum ada uang ziz. Tapi nanti setelah aku dapat uang. Aku akan bayar semuanya." Jawab Wawan

"Kau janji ya, bayar hutangmu!" Ujar Aziz sebelum pergi
----
Hari itu setelah agak sehat, Wawan mengasah parangnya yang akan ia gunakan untuk menebas bambu nanti.

"Wan, nih makan dulu. Titipan dari Siti." Ujar Gani yang baru saja datang seraya menyerahkan rantang yang ia bawa
"Buat apa??" Tanya Gani menunjuk ke arah parang yang di asah oleh Wawan

"Ada lah, untuk misi rahasia." Jawab Wawan

"Eh, jangan bilang kau mau membunuh ayah mertuamu Wan."

"Aih. Teganya kau menuduhku seperti itu Gan. Macam aku ini orang yang paling jahat saja di matamu."
"Haha." Gani tertawa

"Makan, aku pun tau kau tak akan mungkin berbuat seperti itu." Ujar Gani

Wawan mencuci tangan nya, dan membuka rantang yang berisi Sambal bawang ganda, Garut bilungka mantah (timun di garut menggunakan sendok lalu kasih garam dan bawang juga sedikit air)
Ikan asin goreng, lalu ada beberapa potong ayam beserta ikan goreng.

"Ada acara kah di rumah siti?" Tanya Wawan

Gani menggeleng,

"Kemarin angah (ayahnya Siti) dapat ikan tapah besar sekali beratnya kisaran 20 kilo lebih. Ikan nya sebagian di jual dan sebagian di berikan
Ke keluarga."

"Ohh.."

Wawan nampak sangat lahap sekali memakan makanan yang di bawakan Gani.

"Serius aku tanya Wan, itu parang untuk apa? Sudah putih begitu, tajam sekali pasti, mau kau gunakan untuk apa?"

"Aku ingin jadi dewa judi Gan. Dan parang itu adalah salah satu
Alatnya."

"Ah, lama2 bicara denganmu ini aku bisa ikut2an gila. Orang tanya ke hulu, kau jawabnya ke hilir."

------
Malam itu Wawan mulai keluar masuk pemakaman, dan ke desa2 tetangga untuk mencari kira2 ada yang baru saja meninggal ataupun melahirkan, karna biasanya
Panguluh akan berkumpul di suatu titik tempat orang meninggal ataupun melahirkan.

--------
Namun sudah 7 hari Wawan kelayapan mencari keberadaan panguluh, ia tak kunjung berhasil menemukan nya.
Sampai di suatu malam..
Wawan yang tengah berdiri di bawah pohon yang berada di perbatasan desa melihat rombongan hewan2 yang tak lazim bersama malah berjalan beriringan.

"Aku yakin itu pasti mereka. Huuffhh.. Tapi bagaimana aku bisa menangkap salah satunya. Mereka terlalu banyak." Gumam Wawan
Sementara tangan nya memegang erat Humbang hijau yang ia bawa.

Hanya sesaat saja, rombongan mahluk jadi2an itu sudah lenyap tak terlihat.

Wawan melihat ke sekelilingnya dan mendapati se ekor trenggiling dengan mata berwarna merah menyala tengah menatap kearahnya.
Suaranya terdengar aneh dan tidak terdengar seperti trenggiling.

Wawan mengeluarkan parangnya dari kumpang, ia bersiap kalau2 trenggiling itu menyerangnya. Dan benar saja. Mahluk itu tiba2 menyerang nya dengan cepat.
Akan tetapi Wawan kewalahan karena sisik trenggiling tersebut sangat kuat dan tak bisa di tembus oleh Parangnya.

Beberapa bagian tubuh Wawan sudah berdarah akibat serangan membabi buta dari mahluk itu.
Namun ia tetap bertahan, hingga craaaaakkkk....

Trenggiling tersebut
Berhasil di tebas oleh Wawan pada saat ia lengah. Cepat2 Wawan mengambil tanah dan memasukkan nya kedalam lukanya, agar luka itu tak bisa sembuh dengan cepat.
Dengan cepat Wawan meraih Humbangnya dan langsung menusukkan nya pada mata trenggiling jadi2an itu.

Dan benar saja perkataan Ongko Munir, lidah mahluk itu langsung melindungi bagian muka dan kepalanya. Ia juga membenamkan wajahnya ketanah.
Karena panguluh yang Wawan temui itu trenggiling, maka ia sedikit kesusahan untuk memotong tangan mahluk tersebut.
Ia mencoba membalikkan tubuh panguluh itu, namun benar seperti apa yang di katakan oleh Ongko Munir, tak peduli sekeras apapun ia berusaha agar trenggiling itu
Telentang, ia tetap tak bisa melakukan nya.

"Berbalik bangsaaattt!!!! Aku hanya ingin sebiji matamu!!" Bentak Wawan yang sudah mulai emosi
Sembari memukul2 mahluk tersebut.

Tak habis akal, Wawan menebang pohon kecil yang ada di dekatnya lalu ia gunakan untuk mencongkel tubuh si Panguluh, karena ia membutuhkan sedikit celah agar bisa memotong tangan dari mahluk itu.
Meski agak kesusahan, Wawan tak menyerah. Sampai akhirnya ada sedikit celah dan ia langsung menebaskan parangnya kearah tangan panguluh tersebut.
Wawan tersenyum lebar ketika tangan si panguluh sudah berhasil di potongnya.

Tak menyia2kan kesempatan yang ada, Wawan bergegas menelentang kan tubuh si panguluh menggunakan tangan nya sendiri. Dan benar saja. Tubuh mahluk itu dengan mudah di telentangkan.
Senyum di bibir Wawan semakin melebar, apalagi saat ia melihat bambu yang masih menempel di mata si panguluh.

Wawan menghela nafas, ia ragu untuk mencabut bambu tersebut. Ia sedikit takut kalau2 mahluk itu masih bisa melukainya.
Namun saat ia terbayang kembali dengan perkataan ayah mertuanya, Wawan langsung meraih bambu yang menancap tepat di mata si mahluk jadi2an, craaaakkk.
Setelah berhasil, Wawan langsung berlari pulang dengan memegang erat bambu yang masih terdapat mata si panguluh di dalamnya.
Nafasnya terengah2, rasa takut dan senang bercampur aduk di dalam pikiran nya.

Sesampainya ia di rumah, Wawan langsung menutup pintu dan meletakkan bambu tadi di atas meja.
Wawan mengambil kain putih yang sudah ia siapkan. Memindahkan mata tersebut perlahan2 ke dalam kain putih.

-----
Siang itu Wawan pergi ke rumah Ongko Munir.
Lelaki tua tersebut nampak sedang duduk di serambi rumahnya dengan di temani secangkir kopi.
"Ngko, semisal saya sudah berhasil mendapatkan mata itu. Lalu mata itu harus di apakan? Apakah di biar membusuk atau di keringkan?" Tanya Wawan tanpa basa basi
Ongko Munir menatap Wawan dengan alis mata yang mengerut.

"Apa kau berhasil mendapatkan nya?" Ujar Ongko Munir balik bertanya

"Kalau tidak dapat, mana mungkin saya bertanya seperti tadi."
Ongko Munir mengangguk2.

"Setau ku, biji mata panguluh yang sudah di congkel itu, harus di keringkan dulu sebelum di gunakan."
"Menjemur nya bagaimana ngko?"

"Ya tentu saja sebagai mana mestinya."

"Matanya kau bungkus dengan kain putih, lalu gantung di manapun yang penting tidak di ganggu hewan. Kalau malam kau bawa masuk kedalam rumah. Jangan di biarkan di luar."
Wawan mengangguk mengerti,

"Baiklah ngko, kalau jimat judi ini berhasil, saya tentu tidak akan melupakan ngko." Ucap Wawan menatap serius pada Ongko Munir
"Soal aku, bisa kapan2. Kalau kau sudah tunaikan keinginan mu, kau bisa ajak aku minum arak."

"Pasti ngko. Jangan khawatir. Baiklah kalau begitu saya permisi pulang dulu." Kata Wawan
-----
7 hari telah berlalu, malam itu Wawan berjalan dengan senyuman di bibirnya. Rupanya Wawan menuju ke sebuah acara Wara di desa tetangga. Dan biasanya di malam2 acara tersebut pasti di adakan dadu gurak (judi).
Wawan duduk di salah satu tenda perjudian, ia memasang taruhan dengan sejumlah uang yang di dapatkan dari berhutang pada Gani.
--
Wawan bersorak kegirangan ketika ia selalu saja bisa menebak angka yang di keluarkan oleh kocokan dadu tersebut.

Dengan kemenangan yang selalu saja berpihak padanya, hanya sebentar saja ia sudah mengantongi uang jutaan rupiah.
Malam itu Wawan tak hanya 'membalik'(membangkrutkan) 1 bandar judi gurak, tapi ada 4 bandar yang pulang dari sana dengan tangan kosong bahkan masih berhutang pada Wawan.
Wawan tersenyum lebar sambil memegang erat plastik putih yang penuh dengan uang hasil perjudian nya.

------
Wawan juga membayar semua hutang pada teman2 nya dulu.
Sisanya ia simpan untuk membeli tanah.

Sebulan telah berlalu, Wawan kini di juluki sebagai dewa judi
Karena dia selalu berhasil membalik bandar judi, dari bandar yang kecil sampai bandar yang besar semuanya pulang dengan hutang pada Wawan.

Tidak hanya itu, Setiap hari ia juga selalu mendatangi acara2 Wara di desa2 yang jauh hanya demi berjudi.
Bahkan tak jarang Ia sampai tak pulang berhari kerumahnya hanya karena mendatangi perjudian gurak.

Malam itu, Wawan sudah mengurus semua surat2 tanah yang akan ia serahkan besok pada Ayah mertuanya.
Tanah2 itu sudah ia bayar meski sebagian masih berhutang.

----
Di saksikan oleh RT, ongko Munir, dan Gani. Wawan menyerahkan surat2 tanah yang di bawanya pada Ayah Suhaila.
Lelaki tersebut nampak tak percaya dengan apa yang ada di depan matanya.

"Bagaimana? Apakah dengan ini saya bisa membawa anak dan istri saya pulang??" Tanya Wawan
"Sebentar! Seseorang coba bangunkan aku. Aku pasti sedang bermimpi melihat laki2 melarat ini memberikan surat tanah padaku." Ujar ayah Suhaila

Plaaaakkk.. Gani menampar lengan ayah mertua dari sahabatnya tersebut dengan keras.
"Apakah bapak sudah bangun?" Tanya Gani dengan nada sedikit meledek

Ayah Suhaila tak bisa berkata apa2. Ia benar2 tak menyangka jika laki2 yang selama ini dia remehkan malah berhasil memenuhi tantangan mustahil yang ia berikan.
"Ini pasti palsu. Kau jangan coba2 menipuku!"

Wawan tersenyum sinis, lalu berkata : anda adalah orang yang terpelajar dan di segani. Tentunya orang seperti anda ini bisa membedakan mana surat yang palsu dan asli. Periksalah lebih detail."
"Itu asli pak, saya sendiri ada menyaksikan nya sewaktu serah terima surat tanah tersebut." Ujar pak RT menimpali

Ayah Suhaila terdiam seribu bahasa dengan mata yang masih lekat menatap surat2 tanah itu.
"Seperti janji yang sudah kita sepakati, bagaimana pak? Apakah saya sudah boleh membawa anak dan istri saya untuk pulang kerumah.?"
Ayah Suhaila tak serta merta menjawab, ia langsung berdiri dan membawa masuk surat2 tanah yang di berikan oleh Wawan.

Gani hendak mencegah, namun di halangi oleh Wawan.

Tak berapa lama Suhaila keluar sambil menggendong anaknya.
Wawan menatap dua orang yang dia cintai, tak sadar air matanya menetes di pipi.

Suhaila berjalan mendekati Wawan,

"Ayo, kalau mau mengajak kami pulang." Kata Suhaila
Wawan meraih anaknya yang masih berada di gendongan Suhaila. Ia sangat rindu dengan anak mereka.
Wawan menciumi anaknya dengan penuh kerinduan dan air mata bahagia.
"Saya duluan ya pak, Gan." Ujar Wawan pada pak RT dan Gani

Gani menepuk pelan lengan Wawan sembari mengangguk.

--
Di perjalanan, Suhaila masih tak berbicara sepatah katapun pada Wawan.
Sementara Wawan juga nampak sungkan mengajak bicara istrinya.

"Ku dengar kau sudah sukses jadi penjudi sekarang ya? Padahal kau sudah punya janji padaku sebelum kita menikah dulu." Ucap Suhaila tiba2
"Ya, aku ingat. Masih ingat. Tentu saja. Tapi mau bagaimana lagi, keadaan memaksaku. Ayahmu..."

"Ya. Aku tau. Tapi semua ini juga karena kau yang dulu menyuruhku pulang ke rumah orang tuaku. Kalau menurutkan kata hatiku. Aku sudah tak ingin ada kaitan hubungan
Apa2 lagi denganmu. Tapi aku juga tak ingin ke egoisan ku memisahkan antara kau dan anakmu."

Wawan menghela nafas panjang, sesal yang ia rasa membuatnya merasa sedikit sesak bernafas.
"Berarti aku sudah tidak ada di hatimu?"

Suhaila berbalik, dan menatap Wawan dengan Lekat.

"Entahlah. Aku tak yakin."

"Apa kau sudah berhubungan dengan jainal??" Tanya Wawan
"Bicara apa kau ini. Sama sekali tak ada hubungan antara aku dan Jainal."

"Syukurlah kalau begitu." Ucap Wawan lega

--
Yang berminat dengan Bajakah yang berkhasiat untuk mengobati Kanker, Asma, Stroke dll. ImageImage
Ada juga akar untuk menghilangkan sakit pinggang dan memperkuat kejantanan pria. Image
Atau ada yang berminat dengan Madu hutan Kalimantan, om juga punya. Image
Dan minyak-minyak asli kalimantan, ada yang buat membersihkan/memagari tempat usaha, rumah ataupun diri dari hal2 yang tidak baik. Ada juga untuk penglaris. Menundukan lawan bicara, bagus di gunakan untuk menagih hutang atau berurusan dengan orang2 yang suka ngomong kasar dll.
Kalau Berminat bisa hubungi Om Rasth melalui DM atau WA - 0856 5403 7262 Image
------
Malam itu Wawan membelikan berbagai macam makanan untuk dia dan istrinya.

"Aku mau meminta izin mu, karena aku akan berjudi sampai semua hutang ku lunas, dan aku bisa mengumpulkan sedikit demi sedikit modal usaha untuk kita. Aku sangat berharap kau izinkan."
Suhaila terdiam sesaat, matanya lekat menatap nasi di dalam piring.

"Memangnya berapa hutangmu?"

"Kalau bagiku sangat banyak." Jawab Wawan tak mau memberitahu jumlah hutangnya
"Baiklah, aku mengijinkan, tapi hanya sampai kau dapat membayar hutang2mu dan menyimpan sebagian untuk modal usaha kita. Tidak boleh lebih dari itu (ketergantungan)"

Wawan tersenyum, ia langsung mengecup kening istrinya
Lalu melanjutkan makan nya.

---
Malam itu sangat dingin sekali, beberapa lapis selimut tipis masih terasa sangat menusuk hingga ke tulang.
Biasanya jika seperti itu adalah ciri2 ada orang yang akan meninggal dunia di desa tersebut.
Wawan memegang erat jimat mata panguluh yang selama ini membuatnya selalu menang dalam perjudian.
Ia mulai takut menyimpan benda itu di dalam rumahnya. Karena ia merasa seperti ada yang tengah mengincarnya.
Entah itu mengincar jimatnya atau malah mengincar dirinya, Wawan sendiri ragu.

Tapi yang tau tentang jimat itu hanyalah Ongko Munir dan dia sendiri.
Tak mungkin kalau ongko munir memberitahukan semuanya pada orang2 sementara beliau sangat jarang sekali berkomunikasi dengan orang2 di desa.
"Sayang, aku ada urusan mendadak. Aku pamit keluar sebentar ya." Bisik Wawan pada Suhaila yang tengah menyusui anak mereka
Wawan mengambil jaket dan berjalan menuju ke rumah ongko munir.

Sesampainya di rumah kecil tersebut, Wawan langsung mengetuk pintunya dengan sedikit keras.
Saat pintu terbuka, terlihat ongko munir sedang berdiri dengan beberapa nasi yang masih menempel di sekitar bibirnya.

"Ada apa malam2 begini wan?"

Tanpa menjawab, Wawan langsung menerobos masuk kedalam.
Diikuti ongko munir yang masih kelihatan bingung.

"Ngko, apakah ngko pernah menceritakan perihal jimat yang saya punya ini pada orang lain?"

Ongko munir mengerutkan keningnya.

"Aku sama sekali tidak menceritakan apa2. Yang sering kemari itu cuma kau. Tidak ada yang lain."
"Saya merasa beberapa hari terakhir ini seperti ada yang mengawasi saya. Kadang terasa dekat, kadang pula teras jauh."

"Dari awal kan sudah ku bilang. Bahwa keluarga dari panguluh yang kau bunuh pasti akan menuntut balas pada pembunuh keluarganya. Mereka tak akan
Membiarkan kau bersenang2 dengan apa yang sudah kau ambil dari keluarganya. Kemungkinan kau sudah melakukan sebuah kesalahan dan lengah, sehingga mereka tau. Dan sekarang tentu mengincarmu."
Wawan menarik nafas berat, dadanya berdebar2 tak karuan. Takut, ya! tentu saja.

Tapi ia harus menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi ke depan nya.

Wawan menatap sudut ruang rumah ongko munir, terlihat sebuah taring babi yang tergantung di dinding nya dengan rapi.
Lalu Wawan mengalihkan pandangan pada wajah tua yang duduk di depan nya.

"Apa tidak ada cara lain agar mereka tak bisa mencelakai saya ngko?" Tanya Wawan
Ongko Munir mengerjab2kan matanya,

"Bawa saja sompun (kayu berbau wangi yang biasanya tumbuh di hutan dan sangat di takuti oleh panguluh) bila kau bepergian. Hanya itu yang bisa ku sarankan. Yang ku sayangkan kenapa kau menggunakan jimat itu untuk meruntuhkan bandar2
Besar. Kau yang awalnya selalu kalah judi, malah sekarang bisa menang terus2an. Seharusnya kau atur waktu dalam menggunakan jimat itu, Jangan terus2an. Karena tentu saja orang2 jadi curiga terutama pihak keluarga panguluh yang kau bunuh."
"Andai tak terdesak, saya pun tak akan melakukan semua itu ngko. Lagi pula kita semua kan tau, keberadaan panguluh2 tersebut hanya merugikan. Mereka pengganggu, perusak."
"Aku tau. kau, aku dan orang2 lain di luar sana tentu tak menyukai keberadaan panguluh di antara kita. Tapi selama ini tak ada yang berani mengusik mereka."
"Baiklah ngko, saya pulang dulu." Ucap Wawan

Saat berada di luar ongko munir menatap jauh ke dalam pekatnya malam.

"Ada yang akan mati." Ongko munir bergumam

"Apa ngko?" Tanya Wawan untuk memastikan pendengaran nya
"Cepatlah pulang wan! Anak dan istrimu dalam bahaya!" Bentak ongko munir membuat Wawan mengerutkan alisnya tanda tak mengerti
Namun begitu, Wawan langsung berlari menuju ke jalanan yang mengarah ke rumahnya.

Suara dahan pepohonan dan daun2 yang bergesekan satu sama lain di tambah seperti ada suara kera yang terus2an mengikik mengikuti langkah tergesa Wawan.
Braaakkk... Wawan tertelungkup karena seekor Kera yang sangat besar meloncat kearah nya dari atas pohon.

Wawan di seret oleh kera besar tersebut sampai akhirnya ia di lemparkan ke pohon.
"Aaaakhhh!!" Darah keluar dari Hidungnya yang terhantam pada pohon

Kera besar tersebut menyeringai menatap Wawan. Wawan tau, mahluk itu bukanlah kera asli melainkan adalah panguluh.
Wawan hanya bisa meringis, pikiran nya seakan buntu. Ia tak tau bagaimana akan mempertahankan diri dari amukan kera jadi2an itu, karena ia sama sekali tak mempunyai senjata."
Dan di saat kera besar tadi hendak menyerangnya lagi, dari arah jalan rumah ongko munir terlihat seseorang berjalan sembari membawa obor di tangan nya.
Saat orang itu semakin mendekat, tercium aroma sompun bakar yang sangat kuat.

Kera besar tersebut berlari menyusuri jalanan tanpa meninggalkan jejak apapun.
Ongko munir menancapkan obornya di tanah, lalu ia membantu Wawan untuk berdiri.

"Kau tak apa2 Wan??" Tanya ongko Munir

"Andai Ngko tidak datang, kemungkinan sekarang saya sudah menjadi mayat."
Ongko munir menghela nafas,

"Bawa sompun ini, dan cepatlah pulang. Aku sudah punya firasat yang tak enak sejak tadi."

Wawan mengambil sompun yang di berikan ongko munir, lalu tanpa menoleh ia berjalan tertatih2 menuju ke rumahnya.
Dan ternyata benar saja apa yang di katakan ongko munir, Di luar rumahnya banyak sekali binatang2 aneh yang berkeliaranMulai dari bebek, ayam, babi hutan, sapi dan beberapa lagi yang lai
Kenapa di sebut binatang aneh, karena pada umumnya hewan seperti bebek, ayam, sapi dll tidak pernah berkeliaran di malam hari. Dan kalau babi hutan, itu sangat aneh jika berada di depan rumah orang, karena dari namanya saja kita sudah tau hewan itu tinggal di mana.
Binatang jadi2an tersebut seketika berlarian ketika Wawan mengacungkan kayu sompun nya kearah mereka.

Setelah itu, Wawan langsung masuk kedalam rumah. Ia mendapati istri dan anaknya masih tertidur lelap. Wawan menghela nafas lega melihat dua orang yang di sayanginya
Baik2 saja.

-----
Keesokan harinya, Gani datang ke rumah Wawan dengan langkah tergopoh.

"Kenapa wajahmu wan?"

"Di serang panguluh." Jawab Wawan singkat

Gani mengerutkan keningnya,

"Kok bisa??"

"Aah. Tak usah pikirkan masalahku. Kau sendiri ada apa kemari?"
"Uluh bakas / ongko (sebutan untuk orang yang sudah tua) Munir meninggal. Bagian dadanya seperti di cabik2 oleh sesuatu." Ujar Gani

Raut wajah Wawan seketika berubah, ia benar2 tak menyangka.
"Jangan bercanda kau Gan! Soalnya tadi malam aku kerumah ongko munir, dan saat aku pulang dia baik2 saja." Ujar Wawan berbohong

"Mayatnya di temukan puluhan meter dari rumahnya oleh mang juman (orang yang sering lewat sana untuk menyadap karet)."
Wawan menelan liurnya yang terasa kelu, tenggorokan nya juga terasa sangat kering dan sakit.

"Wan, kau tak apa2?" Tanya Gani seraya menepuk lengan Wawan yang masih
Terpaku

"Wan!" Panggil Gani sekali lagi

"Ah, iya. Kenapa?" Ujar Wawan balik bertanya

"Kau melamun? Ada apa memangnya wan?? Ada masalah apa? Coba ceritakan. Siapa tau aku bisa bantu."
Wawan menatap sahabatnya itu, tapi ia masih enggan untuk menceritakan yang sebenarnya. Ia takut, kalau Gani akan bernasib sama dengan ongko munir.
"Tak ada apa2 Gan, aku hanya tak menyangka jika ongko munir sudah meninggal. Rasanya aku masih tak percaya. Karena tadi malam beliau..." Wawan tertegun,

"Firasat itu.." Gumamnya
"Apa?"

"Gan,"

"Ya."

"Mm.. Panguluh bisa tau kan kapan ada orang yang akan meninggal?" Tanya Wawan

Gani mengangguk,

"Ya, itu bukan rahasia lagi. Semua orang tau, kalau panguluh mempunyai firasat tentang kematian. Makanya kalau ada yang akan meninggal, mereka pasti
Sudah berkerumun di rumah orang tersebut."

"Berarti.." Gumam Wawan

"Ahh.. Dari tadi kau bicaranya terputus2. Coba bicara yang jelas." Ujar Gani
"Tadi malam saat aku di serang panguluh kera, aku di tolong oleh ongko munir, beliau membawa obor dan sompun yang sudah di bakar. Lalu setelah panguluh kera itu pergi, beliau menyuruhku pulang. Dan beliau berkata, tentang firasatnya yang enak. Ah ya, sebelum aku pulang dari
Rumahnya, beliau juga berkata. Kalau akan ada yang mati. Tapi saat ku perjelas lagi, beliau malah membentak ku. Gan, aku mulai berpikiran kalau ongko munir itu adalah salah satu di antara mereka(panguluh)."
"Bisa jadi. Mungkin karena sebab itulah orang2 desa mengucilkan beliau."

"Tapi, kalau panguluhkan takut dengan sompun. Nah, kenapa ongko munir malah memegangnya?"

"Astaga.. Jadi kau belum tau?" Ujar Gani balik bertanya

"Apa?"

"Pada umumnya, panguluh bisa menyentuh
Sompun, dan mencium aromanya. Hanya saja kalau itu mereka lakukan, mereka akan melemah. Kepala mereka akan sangat2 pusing/sakit. Dan menjadikan mereka tak bisa mencium aroma danurnya orang mati. Tapi efek itu hanya bersifat sementara."
"Kenapa kau tau banyak tentang mahluk itu? Apa jangan2 kau juga salah satunya.?"

"Jujur, Ya. Aku terjangkit oleh seseorang. Tapi jangan khawatir, sekarang aku sudah sembuh." Ujar Gani
"Kau serius?!! Aku jadi tak nyaman dekat2 denganmu!" Ujar Wawan sembari bergeser

Gani merengut, tangan nya langsung saja memukul lengan Wawan sampai sahabatnya itu menjerit.
"Kau tak kesana?" Tanya Gani

"Kemana?"

"Kerumahnya Ongko munir. Ku dengar beliau akan di kuburkan selepas 3 hari. Setelah orang2 melakukan ritual terakhir."
Wawan mengangguk, ia lalu masuk kedalam rumahnya mengambil uang untuk membantu acara pemakaman Ongko munir.

--------

7 hari telah berlalu, saat ini Wawan benar2 tak berani untuk keluar di malam hari. Ia takut dan was2 setiap kali keluar rumah.
Apalagi jika bertemu dengan hewan2 yang sering di serupai oleh panguluh. Uang hasil judinya pun sudah mulai menipis, karena Wawan tak lagi bermain judi.
"Aku tak bisa jika begini terus. Kalau rasa takutku ini terus di turuti, bisa2 anak istriku kelaparan." Batin Wawan

Wawan terus berpikir sampai tak terasa waktu subuh pun tiba.

Suhaila bangun, ia mulai memasak dan menyiapkan minuman untuk suaminya.
Sementara Wawan pura2 masih tertidur.

--
Sekitar pukul 8 pagi, Wawan menuju ke rumah Gani.

Kebetulan hari itu Gani masih ada di rumahnya.
Senyumnya lebar saat melihat Wawan datang.
"Tumben sekali Wan, pagi2 kemari, ada apa?" Tanya Gani

"Ada hal penting yang ingin ku bicarakan dengan mu. Dan masalah ini menyangkut nyawaku."

Gani tertawa tak percaya dengan perkataan Wawan.

"Ah kau ini, pagi2 sudah membuat lelucon." Ujarnya
"Aku serius gan!" Kata Wawan dengan mimik wajah serius, lalu mulai menceritakan dari awal tentang jimat mata panguluh yang berhasil ia dapatkan
"Jujur, dari awal aku sudah curiga kau memakai sesuatu (hal gaib) untuk judi. Karena rasanya sangat aneh orang sial seperti kau selalu menang judi sampai membalikkan bandar." Ujar Gani
Wawan menghela nafas,

"Semua itu ku lakukan demi anak istriku gan. Aku rela menukar nyawaku dengan kebahagiaan mereka. Tapi jika sekarang aku mati sebelum melihat mereka bahagia, aku tak bisa gan."
Gani menghela nafas berat,
Ia tau apa yang di maksud oleh sahabatnya itu.

"Ya sudah, aku paham apa maksud dan tujuan mu datang kemari. Aku akan membawamu ke orang yang mengerti masalah seperti ini. Kau jangan khawatir, semua nya akan baik2 saja."
"Terima kasih gan."

"Tak usah berterima kasih segala wan. Kita itu sudah seperti kakak beradik, jadi jangan sungkan2 kalau mau cerita permasalahan mu. Karena aku akan selalu berada di sampingmu dan siap mendengarkan keluh kesah mu."
---
Keduanya melewati jalanan berbatu dengan menaiki sepeda. Gani juga membawa beberapa barang yang di percaya di takuti oleh panguluh dan sejenisnya.

Sekitar jam 1 siang mereka berdua sampai di desa yang di tuju.
Gani mengayuh sepedanya dengan sangat laju
Agar cepat sampai di rumah orang yang akan mereka temui.

"Nah itu rumah nya." Ujar Gani

Terlihat sebuah rumah dari kayu ulin dengan tinggi tiang sekitar 2 meteran, bawah rumahnya bersih dan tertata rapi.
Beberapa tanaman cabe dan jeruk nipis menghiasi halaman rumah itu.

"Assalamualaikum.." Ucap Gani setelah menyenderkan sepedanya di pohon rambutan samping tangga
"Waalaikumsalam. Eh, Gani. Masuk. Masuk." Jawab seorang perempuan paruh baya yang memakai handuk kecil di kepalanya

"Ada acara rupanya Cu? (cu/ucu adalah sebutan untuk bibi dalam bahasa dayak bakumpai) " Tanya Gani
"Iya. Nikahan nya si Arsyad. Dia akan menikah 2 hari lagi."

Gani manggut2,

"Amang nya ada?" Tany Gani kemudian

"Tadi katanya mau pergi ke rumah pak Solihin, minjam dandangan (sejenis alat masak besar)."
"Miaaa.. Tolong buatkan kopi dua gelas ya."

Tidak berapa lama kemudian keluarlah seorang gadis manis, dengan kerudung berwarna coklat membawa dua gelas kopi hitam dan beberapa toples kue kering.
Gadis itu meletakkan nya di lantai tepat di depan keduanya duduk.
Gani melirik kearah si gadis yang rupanya sedang curi2 pandang pada Wawan.
"Di minum kopinya Gan. Itu temanmu, ayo silahkan di minum." Ujar Ucu

"Mia, ngapain di situ. Tuh ke dapur siapa tau ada yang butuh bantuan." Tegur ucu pada mia
Wawan merasa kurang nyaman setelah mendapat kode dari Gani tadi.

"Kira2 kapan datangnya ya gan?" Bisik Wawan

"Paling sebentar lagi wan. Kita tunggu saja." Balas Gani
Wawan menarik nafas panjang, ia sangat khawatir dengan anak dan istrinya di rumah.

Setelah kopi yang di suguhkan tadi habis, terdengar dari arah bawah rumah suara langkah dan suara dandangan yang terkena tiang.
Sekitar 10 menitan, masuk lah seorang laki2 paruh baya yang memakai peci putih.

"Sumpu yaku nanjung kan solihin kanih. Bebes badera lang. (Puas lelah aku berjalan ke tempatnya solihin sana. Lihat penuh keringat.)" Ujar lelaki paruh baya tersebut seraya mengipas
Tubuhnya

Gani tersenyum sambil mengangguk.

"Tak terasa ya mang, si Arsyad sudah mau kawin." Kata Gani

"Haha, ya begitulah. Aku saja kadang masih merasa kalau baru kemarin rasanya dia di lahirkan."
"Oh iya. Kalian ini mencari aku kah?"

"Iya mang, ini kenalkan dulu, teman saya. Namanya Syazwan, biasa di panggil Wawan. Dan dia ini yang ada keperluan dengan amang." Jawab Gani sembari menunjuk kearah Wawan yang duduk di dekatnya
Wawan mengangguk sambil tersenyum.

Amang mengerutkan keningnya menatap Wawan.

"Wajahmu mirip sekali dengan arwah Andi." Ucap amang
"Coba ceritakan, apa yang ingin kau katakan." Lanjut amang

Wawan menatap Gani, dan Gani memberikan kode anggukan pada Wawan.
"Begini.." Wawan mulai bercerita

Amang manggut2 mendengarkan cerita dari Wawan.

"Berat sekali. Aku saja sampai merinding mendengarnya. Ckck. Bagaimana mungkin orang biasa, dapat mengambil mata dari panguluh yang kekuatan gaib nya bahkan melebihi kuyang (jika yang sudah
Lama menjadi panguluh)."

"Saya pun melalukan itu terpaksa." Ucap Wawan pelan

"Jadi setiap malam panguluh itu ada di sekitar rumahmu? Bahaya sekali itu. Kalau sampai mereka bisa masuk. Anak dan istrimu juga akan jadi korban."
Mendengar itu, jantung Wawan berdegup kencang.

"Apakah saya harus memisahkan diri dari anak dan istri saya agar mereka tetap aman mang?" Tanya Wawan
Amang terlihat berpikir sejenak,

"Di mana mata itu kau simpan?"

Wawan dengan cepat mengeluarkan nya dari dalam sakunya.

Amang membuka kain putih pembungkus mata tersebut dengan pelan.
"Kita kembalikan mata ini pada keluarganya. Lalu kau akan ku mandikan penghelat agar mereka tak lagi melihatmu. Tapi aku tak bisa pastikan, apakah ini berhasil atau tidak nantinya." Ujar amang
Wawan menatap lantai sambil menggigit bibirnya, rasa nya ia masih belum bisa untuk mengembalikan jimat mata tersebut. Tapi di sisi lain, ia juga takut jika rencana amang tak berhasil.
"Jika tak berhasil bagaimana? Apakah anak dan istriku juga akan menjadi korban?? Ya Tuhan. tolong aku, adakah cara lain agar semuanya bisa baik2 saja seperti sediakala. Ini salahku, dan aku harus mengakhiri ini semua walaupun nyawaku harus jadi pengganti. maafkan abah nak,
Abah mungkin tak akan bisa bersamamu sampai kau besar. Tak bisa melindungimu." Batin Wawan berkecamuk
"Wan!" Panggil Gani sambil menepuk paha Wawan

"Hah?" Sembari menengok kearah Gani

"Bagaimana?? Apa kau setuju?" Tanya amang

"Saya setuju. Saya sendiri yang akan mengembalikan mata itu." Jawab Wawan
"Apa kau sudah tau rumah panguluh itu??"

Wawan terdiam, ia tak tau yang menjadi panguluh itu siapa dan di mana tempat tinggalnya, karena ia bertemu panguluh tersebut saat sedang berada di hutan.
"Tidak tau. Tapi saya akan mencari tau." Jawab Wawan kemudian

Amang menggeleng,

"Kau jangan pergi, karena yang mereka incar adalah kau dan kelurgamu." Kata Amang

"Kau di rumah saja Wan, biar aku yang berangkat ke desa2 sekitar untuk mencari tau panguluh itu." Ujar Gani
Dengan mantap

"Tapi aku tak bisa membiarkan kau pergi sendirian gan. Aku tidak ingin kau bernasib seperti ongko munir."

"Jangan Hetang wan!! (Hetang dalam bahasa dayak bakumpai yang berarti Keras kepala) kau di rumah saja, jaga anak dan istrimu. Biar aku yang pergi!"
"Ini semua ulahku, akulah yang harusnya pergi. Bukan kau!"

"Aku tidak akan membiarkan kau pergi wan!! Kau dengar sendiri kan, amang melarang kau pergi mencari tau panguluh itu!!" Bentak Gani
"Sudah cukup aku melibatkan kau dalam masalahku Gan, dan sekarang biarkanlah aku menyelesaikan masalah ku sendiri. Aku titip anak dan istriku." Ucap Wawan
Gani mencengkram leher baju Wawan dengan gusar,

"Asal kau tau Wan! Masalahmu itu berarti masalahku juga. Dalam kondisi seperti inilah harusnya teman saling bantu!! Dan aku katakan sekali lagi! AKU YANG AKAN PERGI MENCARI TAU TENTANG PANGULUH ITU DAN KAU JAGA ANAK ISTRIMU
Di RUMAH!!" Ujar Gani sembari melepaskan cengkraman nya di leher baju Wawan

"Tapi.."

"Aku tidak ingin mendengar apa2 lagi darimu!! Pokoknya kau harus menuruti apa yang aku katakan tadi."
"Jadi mang, seperti apa rincian rencana yang amang pikirkan." Ujar Gani

"Kau cari tau dulu siapa panguluh itu, dan kalau sudah dapat, kau beritahu aku. Biar selebihnya aku yang akan menyelesaikan." Kata amang
Gani mengangguk,

"Baiklah kalau begitu, saya rasa lebih cepat lebih baik. Jadi kami berdua permisi pulang dulu mang." Ucap Gani

"Tunggu sebentar ." Ujar amang sembari beranjak ke arah dapur, dan saat ia kembali terlihat sebuah botol air yang cukup besar di tangan nya
"Selepas kau sampai di rumah, Siramkan air ini mengelilingi rumahmu." Ujar Amang seraya memberikan botol air tersebut

Wawan mengangguk ketika tangan nya meraih botol tersebut.
------
Sesampainya di depan jalan menuju desa mereka, Gani dan Wawan pun berpisah.

"Kau bawa saja sepeda itu Wan, aku akan jalan kaki ke tempat itu. Karena menurutku panguluh itu pasti berasal dari desa yang ada di dekat hutan." Ucap Gani
"Tapi kau tak membawa senjata apa2 Gan. Lebih baik ke rumahku dulu, setidaknya kau ada pegangan wasi (besi) karena kita tidak tau apa yang akan terjadi di sana." Kata Wawan
"Kau tenang saja wan, tidak akan terjadi apa2 padaku. Aku juga membawa ini, yang setiap saat bisa ku gunakan untuk membela diri." Ujar Gani seraya memperlihatkan bulu landak sepanjang kilanan (gabungan lima jari) orang dewasa
Konon bulu landak itu mempunyai racun yang bisa membunuh musuh jika di tusukkan melebihi batas warna hitamnya.

Dengan berat hati, Wawan melepaskan kepergian Gani.
Sahabat satu2 nya yang siap mati untuk dirinya. Tak akan mungkin ada lagi Wawan dapatkan teman seperti itu.

"Semoga Tuhan melindungi mu Gani. Maafkan aku sudah melibatkan kau kedalam masalahku." Ucap Wawan saat Gani sudah mulai berjalan ke arah hutan
Wawan pulang dengan mengayuh sepedanya. Di depan rumah terlihat istri dan anaknya yang sedang bermain dengan beberapa anak ayam. Wawan yang sedikit trauma melihat binatang2 tersebut langsung menjatuhkan sepedanya lalu berlari menghampiri anak istrinya.
"Husss. Husss!!" Usir Wawan pada ayam2 tersebut

Suhaila mengerutkan alisnya,

"Kenapa sih??"

"Jangan di luar rumah, sudah hampir magrib. Cepat masuk!" Jawab Wawan

"Iihh.." Gerutu suhaila tak senang
Setelah anak dan istrinya masuk kedalam rumah, Wawan langsung mengambil air yang tadi ia gantung di sepeda. Lalu Wawan menyiramkan air tersebut sedikit2 mengelilingi rumahnya.
Tiba2 terdengar suara teriakan dari arah pintu dapur yang tembus ke tanah.

"Ulaaarr !!!" Teriak Suhaila
Mendengar teriakan istrinya, Wawan bergegas menghampiri. Seekor ular kobra dengan mata yang berwarna merah aneh mendongak kearah Wawan.

Wawan yang menyadari itu bukan ular biasa pun langsung meraih linggis yang berada dekat pintu. Namun seakan tau,
Dengan cepat ular tersebut menyemburkan bisanya kearah Wawan. Dan untungnya Wawan bisa berkelit menghindar.

"Ambil mandau!! CEPAT!!!" Suruh Wawan pada Suhaila yang masih berdiri mematung
Bergegas Suhaila melangkah masuk kedalam rumah untuk mengambil mandau suaminya yang terpajang di di dinding.

Saat ia kembali ke dapur, ia melihat ular tersebut seperti berdiri setinggi pinggang saling berhadap2an dengan Wawan, hingga membuat suhaila kaget dan
Mandaunya terlepas dari pegangan.

Maaf ya ponakan2, bukan nya om mau ngegantungin ceritanya, tapi seminggu terakhir ini om benar2 sibuk. Ada kerjaan yang om kerjakan seorang diri. InsyaAllah tengah hari nanti om lanjutkan di waktu istirahat🙏🙏
"Mandaunya Suhaila!!" Gertak Wawan yang masih lekat menatap gerak gerik ular tersebut dengan kewaspadaan yang tinggi

Tangan suhaila gemetar meraih mandau tersebut lalu menyerahkan nya pada Wawan yang segera mengambilnya.
"Maju kalau kau ingin mati!!!" Bentak Wawan pada ular kobra tersebut sambil mengacungkan mandau nya yang mengkilat

Ular itu berdesis, dan menjatuhkan dirinya. Namun matanya masih lekat menatap kearah Wawan.
"Masuk suhaila!! Jaga anak kita!" Perintah Wawan

"Kau, kau harus hati2!" Ujar Suhaila bergetar

Setelah istrinya masuk, Wawan segera menutup pintu dapur. Lalu ia menggiring ular jadi2an tersebut ke arah belakang rumah yang banyak terdapat pepohonan.
"Aku tau kau bukan ular asli!! Sebelum kau ku bunuh, lebih baik sekarang kau pergi dan jangan pernah menganggu keluargaku lagi!!"
Ular itu berdesis sambil merayap mendekati Wawan.

Wawan yang sedari tadi sudah siaga, langsung mengayunkan mandaunya ke tanah. Namun sayang tebasan mandau itu hanya terkena tanah, karena si ular jadi2an berkelit dengan cepat.
Berkali2 Wawan berusaha menebas ular tersebut, namun gerakan si ular sangat lincah hingga sangat susah untuk mandaunya mengenai tubuh ular kobra tersebut.
Malam sudah tiba, Wawan sedikit kesusahan karena tak ada penerangan di situ. Dan entah dari mana tiba2 datang seekor anjing hitam dengan mata berwarna merah menyerang ular kobra itu.
Anjing tersebut menggonggong dan mulai melompat2 di sekitar ular kobra, beberapa kali ular itu terkena gigitan dari si anjing hitam yang entah dari mana datangnya.
Nafas Wawan terengah, kakinya mundur beberapa langkah saat terdengar desisan ular mendekat kearahnya.

"Siapapun kau, aku ucapkan terima kasih padamu." Ujar Wawan sebelum pergi
---
Semakin malam, udara makin dingin menusuk sampai ketulang.
Riuh gemuruh angin menerpa atap2 rumah penduduk yang sebagian terbuat dari daun.
Wawan duduk di ruang utama rumahnya, matanya lekat menatap kearah pintu. Saat itu ia sangat risau memikirkan tentang Gani.
Bagaimana keadaan Gani sekarang, dan apakah ia sudah berhasik mendapatkan informasi tentang panguluh yang Wawan ambil matanya dulu. Entahlah, yang pasti Wawan sangat berharap Gani baik2 saja.
"Wan, ini aku Gani. Aku tidak bisa masuk kedalam. Tolong keluar sebentar." Ujar suara dari arah luar

Wawan beranjak dari duduknya, ia sedikit ragu apakah yang berada di luar itu benar2 Gani atau bukan.
Wawan menyingkap tirai dan mengintip di celah jendela. Dan benar saja, di luar terlihat Gani sedang berdiri sambil memegangi lengan nya yang seperti nya terluka.
Krieeet..

"Astaga, Gani. Kau terluka. Kau kenapa gan?? Ayo masuk kedalam." Ajak Wawan

"Tidak, tidak. Aku mampir sebentar saja wan. Panguluh yang matanya kau ambil itu ternyata adalah orang desa sebelah. Dia sudah mati, karna luka yang ada di tubuhnya tak bisa di sembuhkan."
"Malam itu mereka pulang manasek (berpesta memakan bangkai beramai2). Dan kebetulan panguluh itu ketinggalan jauh dari rombongan lain nya. Kalau ku dengar, mereka sangat dendam denganmu." Cerita Gani
"Kalau masalah dendam mereka padaku, aku sudah tau Gan. Lalu sekarang bagaimana rencana selanjutnya?" Tanya Wawan

"Besok kita pikirkan wan, aku capek sekali malam ini." Ujar Gani
Saat Gani akan pergi, Wawan teringat sesuatu saat melihat lirikan mata sahabatnya tersebut.

"Gan!"

"Ya ?" Ujar Gani seraya memalingkan wajahnya ke arah Wawan
"Kau kah anjing hitam yang membantuku tadi??" Tanya Wawan pelan dan terdengar ragu

"Kau bicara apa Wan? Sudah ah, aku pulang dulu."
-----
Wawan merebahkan tubuhnya di atas lantai, matanya menatap langit2.

"Apakah benar Gani sudah sembuh? Jangan2 Gani masih menjadi bagian dari panguluh2 itu??" Batin Wawan
--
"Sayang, kenapa kau tidur di luar?" Tanya Suhaila pada Wawan

"Tadi malam rasanya panas sekali, makanya aku tidur di sini biar ada udara yang berganti." Jawab Wawan sekenanya
Suhaila mengerutkan keningnya,

"Panas??"

"Mm, kau mau makan apa? Biar aku saja yang masak hari ini ya." Ujar Wawan
Suhaila tersenyum,

"Terserah kau saja. Mau masak apapun pasti enak." Jawab suhaila

Wawan pun bergegas ke dapur, membuka pintu dapur dan jendela agar cahaya matahari dari luar masuk ke dalam.
Saat sedang asyik memasak, Wawan mendengar panggilan dari arah luar.

"Masuk saja Gan.. Aku di dapur."

"Eh. Masak kau rupanya Wan." Ujar Gani terlihat lebih segar

Tak seperti biasa, pagi itu Gani sengaja duduk di kursi yang tidak terlalu jauh dari pintu dapur
"Kenapa kau di luar Gan? Ayo masuk. Kita makan sama2."

"Ah, aku disini saja Wan. " Jawab Gani sambil tersenyum

Setelah menyiapkan makanan untuk istrinya, Wawan langsung keluar menemui Gani.
"Wah, jantung pisangnya besar sekali." Tegur Gani

Mendengar itu, Wawan langsung berbalik.

"Mana? Tidak ada pisang di sini." Ujar Wawan

"Itu Wan, kelihatan nya enak sekali. Sayang di pagar."

Plaaakk.. Sebuah tamparan mendarat di lengan Gani

"Kau ini kenapa hah?" Tanya Wawan
Gani terkesiap,

"Maaf, maaf, aku berkhayal."

"Ishh.. Ku kira kau kemasukan." Ujar Wawan

"Hehe, maaf. Oh iya, kemarin itu aku belum sempat ke rumahnya amang. Jadi rencananya hari ini aku akan berangkat ke sana, kau mau ikut?"
"Amang siapa?" Tanya Suhaila yang baru masuk ke dapur

"Amang, amang yang di kampung sebelah itu. Ah, kau pun kurasa tak kenal dengan beliau." Jawab Wawan sedikit gugup
Suhaila meletakkan gelas minumnya, lalu menatap Wawan dengan kening yang mengerut.

"Jangan2 kau ingin melamar anak gadis dari si amang2 itu??!"
"Astagfirullah. Bicara apa kamu ini. Mana ada aku mau melamar anak gadis beliau, kenal pun tidak. Lagi pula aku sudah punya istri. Aku ke sana murni ada yang di urus, sama sekali tak ada hubungan nya dengan masalah lamar melamar anak gadis orang." Kata Wawan
Gani menutup mulutnya dengan tangan kirinya, seperti menahan gelak tawa.

"Kau juga satu, kenapa ketawa?! Ada yang lucu?!" Ujar Suhaila menatap pada Gani
Gani langsung membetulkan letak duduknya dan memasang wajah serius.

"Maaf ila, aku sedang sakit gigi." Ucap Gani pelan dengan wajah menunduk
"Kau mengajak suamiku ke rumah si amang2 itu buat apa?!"

"Ada yang kami urus La, sungguh. Ya walaupun memang si amang punya anak gadis yang cantik dan sepertinya memang tertarik dengan suamimu. Tapi.." Ujar Gani sengaja menggantung kalimatnya
Wajah Suhaila merengut menatap Wawan,

"Ih. Kau ini Gan! bicara yang bukan2! Sumpah sayang, tak ada apa2. Itu hanya karangan Gani. Gani memang senang melihat aku ini kena marah."
"Hahahaha.." Gelak tawa Gani pecah

"Makanya dengarkan dulu aku melanjutkan ceritaku. 'Tapi' yang ku gantung tadi, kelanjutan nya adalah, Aku hanya mengarang cerita tentang si Wawan. Puas rasanya melihat wajahnya ketakutan. Haha"
Suhaila mendengus kesal mendengar perkataan Gani, lalu masuk ke dalam.

"Dasar sialan kau Gan!" Sungut Wawan setelah istrinya masuk

-----
"Wawan sebaiknya kau tunggu saja kami disini. Karena kalau mereka melihatmu pasti semuanya akan jadi kacau." Ujar Amang
"Tapi.."

"Wan." Potong Gani sembari menggelengkan kepalanya

"Baiklah, aku akan menunggu kalian di sini." Ucap Wawan

Hari itu juga, Gani dan Amang pergi dengan menaiki sepeda. Sementara Wawan hanya bisa menatap keduanya sampai lindung oleh pepohonan.
"Kau sudah ceritakan semuanya pada mereka?" Tanya amang pada Gani

"Belum, mereka tak marah padaku karena aku sama seperti mereka. Aku hanya bertanya sedikit2, kebetulan aku dan si mati pernah satu arah sewaktu manesek." Jawab Gani
"Apa temanmu tau kalau kau masih jadi bagian dari panguluh?"

"Belum, aku tak berani mengatakan nya. Sulit mang, sangat sulit bagiku untuk berhenti berhubungan dengan orang2 yang menjadi panguluh. Makanya aku sangat susah untuk kembali hidup dengan normal."
"Tak apa, jika kau masih bisa mengontrol nafsumu untuk tidak memangsa orang hidup."

"Rasanya sudah sangat sulit untuk mengontrol nya. Tapi meski begitu, aku masih selalu berusaha. Tadi saja aku hampir memangsa temanku sendiri, untungnya Wawan tak curiga sedikitpun."
"Setelah masalah ini selesai, kau harus benar2 di sembuhkan." Ujar amang

Tiba2 Gani menghentikan sepedanya, beberapa kali Gani menggeleng2kan kepala dan memijit2nya.
"Kepalaku ku pusing. Sepertinya ada orang yang baru meninggal. Ini panggilan manesek." Gumam Gani sembari terus memukul kepalanya
"Sadar Gan. Sadar. Berdzikir."

Gani terjatuh ketanah dengan tangan masih memegangi kepalanya. Tubuhnya gemetar.
Keringat mengucur deras dari tubuhnya, dan tak berapa lama tubuh Gani terdiam tak bergerak.

Melihat keadaan Gani yang sudah seperti itu
Amang berusaha untuk membuat Gani tersadar. Namun sia2.

Tau jika Gani sudah berangkat, Amang langsung menyeret tubuh Gani ke tepi jalan setapak dan menutupinya dengan daun. Amang lalu menunggu beberapa meter
Dari tubuh Gani.

Seekor Anjing hitam bermata merah mendekati amang.

"Kau jangan main2 Gani! Jangan hendak menyerangku kalau kau tak ingin sakit!" Bentak amang
Anjing hitam itu menunjukkan giginya sepintas seperti menyeringai, lalu binatang jadi2an tersebut mengendus2 tanah dan berjalan menjauhi si Amang.
-----
"Kami tidak bisa memaafkan nya begitu saja. Nyawa harus di bayar dengan nyawa!" Ujar seorang wanita tua dengan gigi yang hampir semuanya sudah menghitam akibat ketergantungan menyirih
"Dia terpaksa berbuat seperti itu karena keadaan dan juga seseorang yang menceritakan tentang kegunaan dari biji mata panguluh tersebut." Kata Amang

"Kalau kau datang kemari hanya ingin kami memaafkan perbuatan anak itu, lebih baik kau pergi! Karena sampai
Ke mati pun kami sebagai pihak keluarga korban tak akan pernah memaafkan nya!!"

"PERGIIIII !!!"

Dengan langkah pelan, Amang keluar dari rumah tersebut.
"Jika memang itu yang kalian mau, baiklah, jadi jangan salahkan aku." Gumam Amang

Si wanita tua mendengus marah, wajahnya merah padam menahan nafsu dan emosi yang sama2 memuncak.
----
"Bagaimana mang?" Tanya Wawan ketika si amang baru sampai di rumahnya

"Kita ke rencana kedua. Karena dendam mereka padamu sama sekali tak bisa di tawar." Jawab amang
Wawan terduduk lunglai, ia sudah merasa bahwa pihak keluarga si panguluh yang ia ambil matanya tersebut tak akan memaafkannya. Karena ia tau kesalahan nya itu sangat amat fatal untuk bisa di maafkan.
"Tak apa mang, amang tak usah repot2. Saya sudah ikhlas dengan apa yang akan saya terima selepas ini." Ucap Wawan terdengar pasrah
"Kau jangan putus asa wan, aku sama sekali tak merasa di repotkan. Kau jangan khawatir, malam ini kau tidurlah di rumahku, besok kita siapkan untuk mandi penghelatnya." Ujar amang
"Tapi saya khawatir dengan istri dan anak saya mang."

"Gani sudah pulang, dan katanya dia yang akan menjaga anak dan istrimu."

"Ah, bagaimana bisa dia pergi begitu saja tanpa pamit." Sungut Wawan kesal namun juga lega
---
Malam itu Wawan tertidur dengan sangat pulas di samping orang2 yang juga menginap di sana.

Pagi2 sekali ia di bangunkan oleh Amang yang mengajak nya untuk pergi ke suatu tempat.
"Mau cari apa mang?" Tanya Wawan sembari membasuh wajahnya dengan air genangan bekas hujan

"Mencari sompun hitam." Jawab Amang tanpa menoleh
Tak ingin banyak bertanya, Wawan ikut saja kemana kaki si amang melangkah.

Hampir 3 jam mereka berputar2 di hutan, dan belum satupun menemukan pohon yang mereka cari.
Rasa haus dan lapar sudah sejak tadi Wawan rasakan, namun ia tak berani mengeluh pada si amang.

"Kau hauskan? Ini namanya bakah kalalawit(atau yang di sebut sekarang dengan nama bajakah). Akar ini sangat bagus untuk kesehatan, terutama kita tak perlu membawa bekal air dari
Rumah kalau mau pergi ke hutan, tapi cukup cari akar ini dan tebas seperti ini. Nah, kan air nya keluar. Ayo wan di minum dulu."ujar si amang
Selesai meminum air dari akar tersebut, Wawan dan amang pun kembali melangkah.

Cahaya matahari yang sebelumnya terang, perlahan2 mulai menggelap. Karena pepohonan di dalam hutan itu sangat tinggi dan besar2, daun nya pun rimbun sekali,
Sekali menutupi sinar matahari untuk masuk.

"Hutan sungguhan ini mang." Gumam Wawan

"Ya iya. Kau kira kita ini sedang jalan2 di pedesaan? Iya memang pedesaan, tapi desa nya para halus."
"Ck. Amang ini kalau berbicara." Tegur Wawan

Bulu2 kuduknya mulai merinding, saat terdengar suara air dari arah depan.

"Nah, itu mata air yang ku cari."
"Akhirnya selama berjam2 kita berjalan, kita berhasil menemukan sumber air itu. Air yang konon adalah tempat mandinya para bidadari."

"Bidadari?? Bukankah cerita seperti itu hanya karangan saja?"
"Terserah apa katamu. Yang pasti air itulah yang sering kami gunakan untuk mandi, dengan niat dan tujuan yang berbeda2."

"Dan lagi, tidak sembarang orang yang bisa menemukan air tersebut, selain orang2 yang sudah di izinkan."
Langkah wawan terhenti saat melihat sumber air di depan nya, air terjun setinggi 7 meter dengan 7 anak tangga alami yang terbuat dari batu. Airnya bersih dan bercahaya,
"Aku sudah 3 kali ke tempat ini." Ujar amang sembari membasuh wajah nya dengan air

Saat Wawan mencelupkan tangan nya ke dalam air, terasa berdenyut menjalari nadinya.
Membuat Wawan sedikit kaget dan segera menarik tangan nya dari dalam air.

"Kau merasakan nya Wan?" Tanya amang

"Ya, seperti ada sesuatu yang berjalan."
"Sekarang lepaskan pakaian mu, kau masuklah kedalam air. Berdoa dan ucapkan niatmu. Hilangkan semua rasa gundah dan kekhawatiran yang ada di hatimu. Nanti kau akan merasakan sesuatu yang tak biasa setelahnya." Ucap Amang seraya berjalan menjauh
Wawan masih terpaku diam di tempatnya semula, ia ragu dan juga takut. Butuh beberapa waktu untuknya menghilangkan semua perasaan anehnya.
Saat Wawan mulai masuk kedalam air, ia merasakan kakinya seperti kesemutan. Dan saat air sampai ke bagian pinggangnya, Wawan merasakan suhu air berubah menjadi sangat dingin.
Lalu saat Wawan sampai ke tengah, ia merasa suhu air kembali menghangat.

Entah kenapa Wawan merasa sangat mengantuk, anehnya saat ia mulai tertidur. Wawan seperti bermimpi melihat 3 orang perempuan berpakaian putih sedang menari2 di hadapan nya.
Kulit ketiga wanita itu bersih dan bercahaya, lekuk tubuhnya membuat Wawan hampir tergoda. Untungnya ia mendengar seruan seseorang yang kemudian membuatnya tersadar.
"Wan." Panggil amang berulang2

Saat Wawan membuka matanya, ia terkejut saat melihat ke sekeliling nya yang hanya tumbuhan liar dan semak belukar.
"Air nya di mana mang? Kenapa aku ada disini?" Tanya Wawan sembari menutupi tubuhnya dengan tangan

"Syukurlah kalau kau sudah sadar. Baiklah itu ambil dan pasang pakaianmu. Setelah itu kita pulang." Ujar amang yang nampaknya sengaja tak menjawab pertanyaan Wawan
Wawan beranjak, ia memakai semua pakaian yang sebelumnya ia tanggalkan. Sementara si Amang menunggu tidak jauh dari tempat Wawan berdiri.
Saat ia berjalan menghampiri Amang, tubuh Wawan terasa sangat ringan di setiap langkahnya.

"Mang, tubuhku rasanya segar sekali. Sudah lama sekali aku tak pernah merasakan tubuhku sesegar ini." Ucap Wawan
Amang tersenyum sembari melangkah mendahului Wawan.

"Syukur Alhamdulillah kalau begitu Wan."

"Tapi itu tadi airnya di mana? Perasaan sebelumnya aku kan amang suruh mandi berendam di air itu. Tapi kenapa.."

"Sudah. Jangan terlalu di pikirkan, nanti kau gila, bila
Mencocokkan hal yang gaib dengan yang tidak. Karena hal gaib itu pasti sangat sulit di cerna akal pikiran manusia." Potong amang

"Tadi aku juga merasa sangat mengantuk, lalu di antara bangun dan tidurku, aku melihat 3 perempuan cantik mang. Mereka menggodaku."
"Konon perempuan2 itu adalah penunggu di air tersebut. Jika kau tergoda, maka ruh kau akan selamanya terjebak di sini."

Wawan terdiam mendengar perkataan amang, ia berpikir untung saja tadi tak tergoda oleh 3 perempuan itu.
------
Rumah si Amang nampaknya sudah di hiasi dengan hiasan khas pengantin. Aroma bumbu2 masakan tercium hingga ke halaman depan rumah.
Beberapa ibu2 rupanya juga sedang memasak nasi di halaman dapur.

"Mang, terima kasih banyak atas bantuan amang. Aku pulang dulu mang." Ucap Wawan
"Jangan pulang dulu wan. Masuk, makan dulu ke dalam. Kita tadi sudah berjalan sangat jauh. Dan tentu kau juga laparkan?"

Wawan tak mampu menolak ajakan si Amang, bukan hanya karena ia tak enak hati tapi perutnya pun juga benar2 lapar.
Setelah selesai makan, amang mengajak Wawan untuk ke teras rumah.

Ia mengeluarkan bungkusan putih dari kantongnya.

"Ambilah wan. Ini milikmu." Ucapnya
Alis Wawan berkerut melihat benda itu.

"Loh. Bukan nya mata ini sudah amang kembalikan ke keluarganya???"

"Ya tadi nya memang rencanaku ingin mengembalikan mata ini pada keluarganya. Tapi tanggapan mereka tak sesuai dengan yang ku harapkan. Jadi mata ini ku tarik kembali."
"Apa boleh aku menggunakan nya mang?"

"Itu terserah padamu wan."

"Baiklah mang, saya ucapkan terima kasih banyak. Kalau saya ada rejeki, saya akan kemari lagi."
"Tak usah di pikirkan. Oh iya. Nanti ajak sekalian anak dan istrimu kemari ya wan. Nikahan nya Arsyad akan di percepat."

"Baik mang, saya akan kemari lagi nanti."

-------
Wawan melangkah dengan cepat saat sudah sampai di gerbang masuk desanya.
Senyum mengembang di bibirnya, ketika ia melihat anak dan istrinya duduk di teras.

"Kemana saja kamu?? Tak pulang2!!"

"Maaf sayang, aku ada urusan dengan amang."
"Urusan apa? Kau tega meninggalkan kami berduaan di rumah!"

"Loh, bukan nya Gani yang menemani kalian?"

"Gani??! Kau kira aku ini perempuan seperti apa yang memasukkan laki2 ke dalam rumah!!" Kata Suhaila kesal
"Tapi dia kan sahabatku, manalah mungkin dia berbuat macam2 padamu dan anak kita. Lagi pula aku tak menyuruhmu membawanya masuk kedalam. Setidak2nya dia ada di sekitar rumah ini saat aku tidak ada, agar kalian tetap aman di dalam rumah."
"Gani tidak ada! Setelah kalian pergi, aku tak pernah lagi melihat muka memelas nya itu."

"Ish, kemana lah si Gani ini. Pamit pada amang katanya pulang." Gumam Wawan
"Asal kau tau, tadi malam sedari habis maghrib sampailah subuh, ada Anjing hitam duduk di halaman rumah kita. Kadang2 ia menggonggong. Dan kadang2 terdengar seperti berlari2 berkeliling di luar rumah. Entah anjing milik siapa itu. Dan nampaknya sangat ganas. Untung saja
Selepas subuh dia sudah tak ada lagi di situ." Cerita Suhaila

"Anjing hitam?" Batin Wawan

---
Sehabis makan, Wawan pamit ada Suhaila pergi ke rumah Gani.
Langkah nya tergesa, karena ia sangat ingin menanyakan beberapa hal pada sahabatnya tersebut.

"Gani.."

"Gan.."
Panggil Wawan berkali2, namun senyap. Tak ada jawaban dari dalam.

"Masuk saja kak, Kak Gani ada di dalam. Mungkin sedang tidur." Ujar seorang gadis kecil berusia 9 tahunan dari halaman rumahnya
Wawan memutar2 gagang pintu, namun sepertinya terkunci dari dalam. Karena ia sudah sering ke rumah Gani, Wawan tau kalau kunci yang sering sahabatnya itu gunakan adalah palang kayu yang ada di atas pintu.
Dan saat Wawan meraba2 ke atas pintu melalui lubang, ia mendapatkan palang kayu yang di carinya.

Krieeettt..

Aroma busuk tercium saat pintu terbuka. Sampai2 Wawan pun menutupi hidungnya dengan tangan.
"Bau apa ini?" Gumam Wawan sembari mengibas2kan tangan nya di depan wajah

"Astaga si Gani ini, kenapa bisa tidur se nyenyak itu dengan bau busuk memenuhi ruangan begini." Ujar Wawan saat melihat Gani yang tertidur sambil ngorok
"Gan. Woy. Bangun! Ganii." Panggil Wawan berkali2

"MALIIIIING!!! MALIIING!!!" Teriak Wawan di telinga Gani

"Astaga!!! Mana mana!!!! Apa yang hilang?? Apa yang hilang???" Teriak Gani langsung berdiri dengan tinju yang sudah siap siaga
Namun matanya masih separuh tertutup

"Hahahaha.." Tawa Wawan pecah melihat Gani, yang sangat lucu saat itu

"Dasar bangsat! Sial kau wan!" Umpat Gani kembali merebahkan tubuhnya
"Sudah jam berapa ini Gan? Kenapa masih tidur??"

"Aku pusing Wan. Kepalaku seperti roda yng sedang di putar2." Jawab Gani sembari memijit kepalanya sendiri
"Jangan2 mau manguluh kau wan? Haha." Kata Wawan

"Bukan mau, tapi sudah. Lagian tadi malam aku tak tidur semalaman karena menjaga rumahmu. Makanya hari ini aku ingin tidur seharian, sudah. Jangan ganggu aku! Pulang sana." Ujar Gani
"Dasar bakul sampah! Istriku bilang kau tak ada di mana2 dekat rumah kami. Kau jangan bohong Gan."

"Sial ! Aku tak berbohong! Istrimu saja yang tak melihatku. Aku juga tau dia beberapa kali mengintip keluar rumah tadi malam."
Kali ini Wawan menunjukkan wajah yang serius,

"Berarti benarkan dugaan ku? Kau memang masih jadi panguluh. Kau belum sembuh."

"Ya, memang iya. Lalu kau mau apa sekarang? Kalau mau pergi, pergilah!" Ujar Gani
"Kau temanku, kita sudah seperti saudara. Masalahmu berarti masalahku juga. Kita akan cari jalan keluarnya bersama2. Aku yakin kau masih bisa di sembuhkan." Ucap Wawan
Seraya menyentuh lengan Gani

"Kau tak takut tertular?" Tanya Gani

"Takut? Aku hanya takut kehilangan anak istriku dan juga sahabatku ini. Yang lain, selain Tuhan, aku tak takut apapun." Jawab Wawan memeluk Gani
"Hissshh.. Jijik wan!" Bentak Gani memukul pelan kepala Wawan

"Oh iya. Kata amang, nanti kita pergi ke nikahan nya Arsyad. Aku juga akan membawa suhaila dan anakku. Kau mau ikut sekalian kan?"

"Ya, ya. Tapi sekarang aku mau tidur dulu."
"Tidurlah." Jawab Wawan

"Bagaimana bisa aku tidur, kalau mulutmu itu tak bisa diam!" Sungut Gani

"Haha, ya sudah. Nanti kau ke rumah ku ya. Aku tunggu."

"Aku tak bisa masuk ke dalam rumahmu karena air yang di beri oleh amang waktu itu wan." Ujar Gani jujur
Wawan menarik nafas panjang. Kini ia tau arti air yang diberikan oleh si amang waktu itu.

-----
5 bulan telah berlalu.
Kehidupan Wawan dan Suhaila sudah kembali normal. Wawan juga sudah tak lagi menggunakan Jimat mata panguluh itu setelah ia berhasil membangun usaha
Kecil2an di rumah dan di pasar.

Gani berjualan sembako dan juga beras di pasar. Sementara Suhaila berjualan di rumah. Dan Wawan, ia kini memiliki usaha sendiri yakni bertukang dan memiliki 8 anak buah yang setia.
Gani pun sudah sembuh dan bisa hidup normal kembali, itu terbukti ketika Ayah Suhaila meninggal. Gani pun ikut melawat (melayat) tanpa merasakan sakit apapun.

"Kita tak akan bisa berubah, kalau kita sendiri tak ingin berubah." Kata Gani

----SELESAI----
Link saweran seikhlasnya, hitung2 bantu om beli bensin buat nyari cerita baru lagi, ☺.
Sebelumnya om ucapkan terima kasih banyak🙏🙏🙏🙏
saweria.co/donate/Omrasth…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with OM RASTH

OM RASTH Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @rasth140217

11 Aug
S E S A T ( Bersekutu Dengan Iblis )
#bacahoror #bacahorror

(Gambar Hanya Ilustrasi) Image
Orang2 yang berada di warung kopi milik pak Muni tersebut menatap kearah yang sama, di mana terlihat seorang perempuan berkebaya merah berjalan dengan lenggang lenggok santai. Body nya yang aduhai, serta parasnya yang cantik membuat siapapun yang melihatnya pasti tak berkedip.
Bunga2 pun seakan merunduk malu saat perempuan itu berjalan melewatinya.
Dia adalah Lilis Sumarni, perempuan kelahiran tahun 1961 itu memiliki darah keturunan Kalimantan dan Jawa yang mengalir di tubuhnya.
Read 189 tweets
31 Jul
W A B A H ( Jangan Keluar Rumah Di Waktu Senja )

#bacahorror #bacahoror

Di setiap rumah terlihat sebuah mangkok berisi air yang di taruh di depan pintu, Entah apa maksudnya semua itu. Farid yang baru saja tiba di desa tersebut merasa heran.

"Cepat masuk kedalam rumah!!" Image
Teriak salah seorang warga dari jendela rumahnya, memanggil Farid.

Farid yang tidak mengenali orang itu lantas mengerutkan keningnya. Kebingungan yang ia rasa semakin menjadi.

"Terima kasih sebelumnya pak. Tapi saya mau kerumahnya Paman Irwan. Saya baru datang dari kota." Jawab
Farid

Tanpa berkata2 orang tadi langsung menutup jendelanya dan membiarkan Farid yang masih berdiri keheranan.

"Kenapa desa ini sunyi sekali. Tidak ada suara orang2. Bahkan pos ronda juga kosong." Farid Membatin
Read 128 tweets
20 Jul
PETAKA CINTA (cinta di tolak, nyawa pun melayang)
-Teror korban pembunuhan menuntut keadilan-

#bacahorror
#bacahoror
#kisahnyata

( Gambar hanya ilustrasi ) Image
"Paman, beli pentol sama tahu nya 5k." Kata seorang anak kecik berusia 9 tahunan pada Jemi, teman satu sekolahku dulu, yang sekarang berprofesi sebagai penjual pentol keliling
"Gimana jem?" Tanya ku setelah anak kecil tadi pergi

Jemi duduk sambil menghela nafas panjang, matanya menerawang jauh ke depan.

"Aku belum tau Man. Belum punya ongkos untuk pergi. Kau kan tau sendiri seperti apa keadaanku sekarang. Sehari belum tentu upahku dapat 20 ribu
Read 270 tweets
7 Jul
MALAM SAKRAL (PELET KULAT RAUNG 'JAMUR PETI MATI' UNTUK CALON SUAMIKU)

#bacahorror
#bacahoror

(Gambar hanya Ilustrasi karena foto asli dari kulat nya tidak di perkenankan untuk di share) Image
"Aku hamil!" Ucap wanita itu dengan suara serak
Matanya sembab dan memerah

Lelaki berkemeja putih tersebut terdiam, ia tak bergeming sedikitpun dari tempatnya berdiri.
Wajahnya terlihat memerah menahan emosi kekecewaan.
"Kau kan tau aku baru saja mendapatkan pekerjaan. Aku tidak bisa menikahi mu sekarang." Ujar lelaki itu akhirnya

"Tapi ini anakmu Han. Anakmu." Ucapnya bergetar
Read 210 tweets
30 Jun
HAMPIR MATI DI KEJAR RAUNG (PETI MATI)

DIAMBIL DARI KISAH NYATA YANG PERNAH TERJADI DI SUATU DAERAH YANG BERADA DI KALIMANTAN.
#bacahorror
#bacahoror
(Gambar hanya Ilustrasi)
Raung, adalah sebutan untuk peti mati bagi suku dayak yang beragama kaharingan. Cerita kali ini berkisah tentang pengalaman seseorang yang pernah hampir mati di kejar oleh peti mati (Raung) tersebut.
Raung nya pun bukan sembarang Raung, tapi Raung yang sudah di 'peteh'(amanat) oleh seseorang entah itu orang iseng ataupun pihak keluarga si mati yang tak ingin harta benda 'pahata'(bekal) keluarganya di curi oleh maling.
Read 120 tweets
15 Jun
TUMBAL JANIN

#bacahorror
#bacahoror
#omrasth

Thread ini diangkat dari kisah nyata.

(Gambar hanya ilustrasi) Image
Pesugihan, bukan hal yang baru lagi untuk kita dengar.
Setiap daerah dan sudut bumi dimana kita berpijak ini om rasa sudah pasti pernah mendengar istilah pesugihan.
Atau bahkan mungkin ada salah satu kerabat kita yang pernah melakukan pesugihan? Entahlah. Yang pasti pesugihan itu terdengar menyenangkan, namun ada kenyataan kelam dan dosa yang selalu menyertai pelaku pesugihan tersebut, salah satunya harus rela menyerahkan nyawa anak istri
Read 341 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(