Diosetta Profile picture
26 Aug, 82 tweets, 12 min read
Jagad Segoro Demit -
Jembangan ing Nduwur wit

Sesuai hasil vote , malam ini kita upload Part 1 yg versi cahyo ya...

@bacahorror
@bagihorror
@ceritaht
@qwertyping
@IDN_Horor
@horrorstw

#jagadsegorodemit #bacahorror #diosetta Image
Part cerita ini akan cukup banyak dan akan menjadi muara dari ending cerita-cerita lain yg sudah tamat...

Akan update tiap malam jumat dan malam minggu.

Jadi agak santai aja bacanya..
JEMBANGAN ING NGISOR WIT
(Guci di Atas Pohon)

“Heh Guntur… tenanan mlebu alas ngene?” (Heh Guntur, beneran masuk hutan begini) Tanyaku pada seorang bocah bernama Guntur yang menuntunku masuk ke dalam hutan dengan sebuah obor di tanganya.
“Bener mas Cahyo.. keluarga mereka tinggal di hutan ini, menjauh dari warga sekitar” Jelasnya sambil melanjutkan perjalanan.
Saat ini aku sedang berada di sebuah desa yang terletak di sebuah perbukitan , letaknya hanya setengah hari perjalanan dari tempatku tinggal.
Paklek lah yang menyuruhku ke sini. Entah mengapa akhir-akhir ini banyak kejadian-kejadian ghaib yang memakan banyak korban hampir di setiap bagian pulau jawa ini. Bahkan saat ini Danan sedang ditugaskan Paklek untuk membantu temanya di salah satu desa di Jawa Timur.
“Nah iku! Iku omahe Mas!” (Itu rumahnya mas)
Guntur menunjukkan sebuah rumah yang terletak di tengah hutan lengkap dengan lahan yang ditanam berbagai macam tumbuhan konsumsi. Sepertinya keluarga ini memang sudah lama hidup jauh dari warga lain.
Namun yang menyita perhatianku adalah sebuah jembangan atau guci besar yang diletakan menggantuk di atas pohon.
“Bu!! Bu Ningrum!!! Buka bu… iki Guntur”
Terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah yang segera membukakan pintu untuk kami.
“Eh Guntur.. Ayo cepetan masuk, jangan lama-lama di luar” Ucap Bu Ningrum yang segera mempersilahkan kami masuk.
“Hehe… kenalin bu, ini Mas Cahyo yang mau ngebantu nolongin Arum”
Guntur memperkenalkanku pada seorang ibu yang tinggal di hutan itu.
Arum adalah nama anak SD seumuran Guntur yang saat ini sedang sakit tanpa diketahui penyebabnya.
“Dokter lagi Guntur? Kemarin kan sudah… obatnya aja belum habis” Bu Ningrum mencoba menanyakan maksud Guntur.
“Bukan.. Mas Cahyo ini mengerti soal hal ghaib, lha dokter kan kemarin udah nyerah” Jelas Guntur.
“Dukun to?” tanya Bu Ningrum.
“Iya!” Ucap Guntur menjawab pertanyaan ibu itu.
Spontan saja aku melemparkan sarungku ke wajah Guntur.
“Dukun gundulmu… Bukan bu, saya cuma mengerti saja bukan dukun” Jawabku membantah.
“Lha… sama aja kan sama dukun? Kok aku dimarahin” Protesnya.
“Lah jelas beda… aku ga buka praktek” Jawab Cahyo.
“Berarti kalau buka praktek namanya dukun?” Guntur tak mau kalah.
“mbuh!” Aku yang kesal segera mengalihkan perhatianku ke Bu Ningrum.
“Mungkin langsung ke intinya saja bu, biar saya melihat kondisi Arum” aku mencoba meminta ijin untuk memeriksa anaknya itu.
Bu Ningrum segera mengantarkan kami ke dalam sebuah kamar kayu yang hanya diterangi dengan lampu petromax. Di sana terbaring seorang anak wanita dengan luka-luka borok di beberapa bagian tubuhnya.
“Guntur? Guntur ya?” Ucap anak itu yang berusaha menyambut Guntur.
“Udah Arum tidur aja.. sekarang aku bawa orang hebat nih. Mudah-mudahan dia bisa nyembuhin kamu” Terdengar nada bicara Guntur mencoba menghibur Arum.
Aku tersenyum mendengarnya.
Cukup senang melihat seorang anak yang masih semangat membantu temanya, padahal ibunya sendiri sudah kehabisan akal untuk menolongnya.
“Dek Arum.. Mas Cahyo periksa ya” Aku meminta ijin pada Arum untuk memeriksa lukanya.
Luka-luka Arum sebenarnya tidak terlalu parah, hanya saja jumlahnya yang banyak di tubuhnyalah yang membuat kondisi Arum sedikit lemah.
Terlihat di belakangku Guntur berbisik-bisik sendiri…
“Dek Arum… mas Cahyo periksa ya.. kalo sama Guntur gak pake dek.. Gontoooor kesini! Udah kaya manggil demit” keluhnya sambil memonyongkan bibirnya.
Aku tersenyum lagi melihat tingkah bocah ini.
“DEK Guntur… nyuwun tulung jupukno banyu sebaskom yo!” (Dek Guntuur.. Minta tolong ambilin air sebaskom ya!) Ucapku dengan nada yang meledek.
“Hehe… kanggo opo mas Cahyo? “ (buat apa mas Cahyo?) tanya Guntur sambik menggaruk kepalanya.
“Kanggo nyiram lambemu sing monyong-monyong mau.. “(Buat nyiram mulutmu yang maju-maju tadi)
“Ya buat ngobatin Arum lah… wis cepetan” perintahku padanya.
Dengan sigap ia meninggalkan kamar dan tanpa menunggu lama sebaskom air bersih sudah dibawakan olehnya.
Aku mengambil sebotol air pemberian paklek yang sudah dibekali dengan mantra penyembuh, namun aku tetap mengulanginya sekali lagi sekedar memastikan khasiatnya.
“Arum.. agak sakit dikit, tahan ya..”
Arum hanya mengangguk. Segera aku menyiramkan air dari botol itu ke lengan Arum.. perlahan cairan-cairan hitam mulai keluar dari luka-luka di tubuhnya dan terlihat Arum sedikit kesakitan.
“Mas.. opo kuwi ?” (mas.. apa itu?) tanya Guntur yang tidak sabar.
“Nanti tak ceritain.. basahin dulu handuk itu” Perintahku.
Semakin banyak cairan hitam yang keluar dari bekas luka Arum. Dengan handuk yang disiapkan Guntur aku membersihkan cairan itu.
Perlahan luka-luka yang tersiram dengan air mulai mengering dan Arum mulai tidak merasa kesakitan.
“Guntur! Udah ga sakit!” Terdengar suara Arum yang senang dan langsung mencoba berdiri.
“Hehe… piye? hebat kan masku” Balasnya bangga.
“Arum.. jangan kecapean dulu ya, nunggu lukamu sudah benar-benar pulih baru bisa main lagi sama Guntur” Nasihatku kepada Arum yang terlihat senang.
Guntur mengajak Arum yang sudah bisa berjalan untuk menemui ibunya.
“Ibuu.. Arum sudah bisa jalan!” teriak Arum mengabari ibunya.
Bu Ningrum yang mendengarnya langsung menoleh. Sontak ia meletakan suguhan yang akan disuguhkan pada kami dan berlari ke arah Arum.
“Ya Tuhan… Arum, Kamu beneran sudah sembuh?” Bu Ningrum mencoba mengecek tubuh Arum dan melihat luka-lukanya sudah mengering.
“Sudah bu kita duduk dulu aja.. masih ada yang harus saya ceritakan” Aku mengajak mereka untuk mendengarkan penjelasanku.
Suguhan sederhana dihidangkan pada kami , singkong goreng dan teh hangat.
Walaupun sederhana , suguhan itu mampu menghangatkan tubuh kami dari dinginya udara di tengah hutan ini.
“Luka Arum itu ada hubunganya sama makhluk halus… jadi wajar aja dokter ga bisa nyembuhin”
Ucapku memulai pembicaraan sambil mengambil singkong goreng hangat yang baru saja matang.
Wajah Bu Ningrum terlihat sudah menduga akan hal itu.
“Demit opo sing nyelakani Arum Mas Cahyo?” (Demit apa yang mencelakai Arum Mas cahyo?) Tanya Bu Ningrum padaku.
Aku mencoba berfikir kira-kira demit apa yang melukai Ningrum namun tidak bisa kuputuskan karena banyak demit yang bisa menyebabkan luka seperti tadi.
“Heh! Itu lho ditanyain Ibu.. Ngunyah terus!” ucap Guntur yang merebut singkong dari tanganku.
“Sabar… iki yo lagi mikir!” (Sabar.. ini ya lagi mikir)
“Saya belum bisa memastikan… luka seperti itu bisa disebabkan air liur pocong, ilmu kiriman, sampai sentuhan demit alas juga bisa” jelasku pada mereka.
Arum dan ibunya saling berpandang seolah mereka mengetahui sesuatu.
“Mas… Kalau mas Cahyo berkenan, minta tolong menginap semalam saja di sini.. mungkin mas Cahyo bisa mengecek penyebabnya” Pinta Bu Ningrum.
Aku tersenyum dan menyetujuin permintaan Bu Ningrum.
“Tenang aja Aku sama Mas Cahyo memang sudah niat untuk bermalam di sini” Jelas Guntur.
Mendengar jawaban Guntur, Bu Ningrum merasa lega dan segera menyiapkan perlengkapan kami untuk tidur.
Malam berlanjut semakin larut aku memastikan Arum dan Guntur sudah tertidur di tempat tidurnya masing-masing dan berusaha tetap terjaga. Semoga saja ada petunjuk mengenai penyebab penyakit Arum.
Tepat saat melewati tengah malam, angin berhembus membunyikan atap rumah. Sayup-sayup terdengar suara wanit menyanyikan tembang jawa dari sumber suara yang berpindah – pindah.

Lela ledhung anak wedok arep bobo

ora pareng nakal…
Aku berlari ke arah jendela memastikan siapa yang bernyanyi di luar,

Khikhihihihi…

namun suara itu berpindahke belakang rumah dan menyisakan suara tertawanya misterius.

ojo rewel aja nangis,
turu-turu bocah ayu,
wis meremo
Lagi … kali ini suara itu terdengar dari arah luar kamar Arum. Aku berlari mengecek kesana dan dari jendela kamar Arum terlihat sosok nenek-nenek lusuh dengan rambut putihnya yang tergerai. Giginya terlihat menghitam dengan sesuatu yang terus ia kunyah.
“Heh… Sopo kowe?” ucapku menantang makhluk itu.
Bukanya menjawab makhluk itu hanya tertawa dan berbalik berjalan menjauh.
Tak mau ketinggalan jejaknya, segera aku melompat keluar melalui jendela mengejar makhluk itu.
Guntur , Arum, dan Bu Ningrum yang mendengar keributanku segera menyusul keluar.
Di bawah hembusan angin malam seorang nenek tua berdiri di tengah-tengah tanah kosong di perbatasan hutan.
“khihihkhikhi…. Bocah! Opo kowe sanggup menghadapi mereka” (Bocah..apa kamu sanggup menghadapi mereka)
Nenek itu tertawa dengan menyeramkan , bersamaan dengan itu dari dalam tanan terlihar sesuatu yang berusaha untuk keluar.
Kain kafan lusuh penuh noda dengan ikatan yang belum dibuka berusaha bangkit mengarah kepada kami.
“Mas Cahyo… Kuwi pocong mas?” terlihat kali ini Guntur merasa ketakutan.
“Udah tenang aja, kalian jangan jauh-jauh dari saya” Jawabku.
Tak lama menunggu , sekumpulan pocong sudah berdiri di sekitar rumah Bu Ningrum. Hampir semua wajah posong tersebut sudah membusuk , beberapa sudah hampir berwujud tengkorak.
“Lihat Bu Ningrum… selama ini kalian tinggal di atas kuburan jaman dulu”
Aku mencoba menjelaskan mengenai apa yang terjadi.
“Setelah begini apa Bu Ningrum masih tidak mau pindah keperkampungan warga?”
Bu Ningrum hanyua menunduk, iya tahu sangat berbahaya untuk tetap tinggal di sana. Namun sesuatu yang besar seperti menahanya untuk pindah.
“Mas Cahyo.. mereka ke sini” Guntur yang ketakutan mencoba memperingatkanku.
“Wis tenang.. Gusti Yang Maha Kuasa menitipkan kekuatan padaku untuk menolong kalian” Ucapku sambil membacakan sebuah yang diajarkan Paklek kepadaku..
Suara rintihan dari puluhan pocong yang mengelilingi rumah terdengar sangat pilu hingga menyiksa telinga kami. Sepertinya jasad yang terkubur di bawah tanah rumah ini mati dengan cara tidak wajar.
Doa penenang yang diajarkan paklek ternyata cukup berhasil , satu persatu pocong yang mulai tenang mulai menghilang dari hadapan kami.
“Bagus bocah… nanging ono meneh sing harus mbok hadapi” (Bagus bocah.. tapi ada lagi yang harus kamu hadapi) Tiba tiba nenek tua itu muncul di sampingku dan kembali menghilang.
“Grrrr….. “
Suara geraman terdengar dari dalam hutan. Kali ini sosok manusia bertubuh besar muncul dari dalam kegelapan. Sepertinya sesosok makhluk telah merasuki manusia itu.
Merasaka adanya bahaya , aku membacakan ajian pada tangan kananku hingga kekuatan Roh Wanasura merasuk di kedua tanganku.
Ketika manusia yang kerasukan itu menyerang aku mencoba menahan seranganya tanpa membalas. Setidaknya aku mencari tahu makhluk apa yang merasuki orang itu.
“Kuwi mung jasad kosong sing dirasuki siluman , Ora usah wedi” (Itu hanya jasad kosong yang dirasuki siluman, tidak usah takut) Bisikan nenek itu terdengar di telingaku.
Benar, aku tidak merasakan roh lain di tubuh orang itu.. hanya sosok siluman berwujud macan hitam yang berada di tubuhnya.
Segera aku melompat dan membalas seranganya hingga orang itu tersungkur.
Tak terima dengan seranganku ia merangkak dan menerjang layaknya harimau, namun dengan sarung yang kubawa segera kututupi wajahnya dan menyerangnya sekali lagi.
“Hebat bocah… Habisi dia, sisanya biar aku yang mengurus” Bisik nenek itu.
Mendengar ucapanya aku merasakan hal yang aneh, seolah-olah mekhluk berwujud nenek itu mencoba memanfaatkanku. Sayangnya aku tak punya pilihan, bila aku tidak mengalahkan makhluk ini pasti Arum dan yang lain akan ada dalam bahaya.
Sebuah pukulan terakhir ku lontarkan kepada orang yang dirasui oleh siluman macan kumbang itu.

Sekelebat terlihat roh seekor macan keluar dari tubuh orang itu dan menghilang dengan auman yang sangat keras.

Merespon suara siluman itu, seluruh pohon di sekitar hutan bergetar.
Sekali lagi terjadi hal yang mengerikan. Setan-setan berwujud prajurit jaman dulu muncul dari kegelapan seolah menerima perintah.

Aku cukup panik , walaupun mungkin aku bisa melawan mereka bisa saja Guntur dan Arum menjadi korban.
Kali ini nenek itu tidak berbicara apa-apa , ia hanya mengambil sebuah kalung berbentuk taring dari tubuh pria yang kesurupan tadi dan melemparkanya ke sebuah jembangan besar di atas pohon.

Suara retakan terdengar dari sana hinga benda itu pecah seutuhnya.
Satu persatu bagian tubuh berjatuhan dari atas pohon ke tanah mulai dari tangan, kaki, tubuh , dan kepala.

“Bu Ningrum… itu apa?” Tanya Guntur.
“Iya Bu.. itu apa?” Arum juga ikut penasaran.
Bu Ningrum masih belum mau menjawab.
Sosok nenek tadi berubah menjadi kabut berwarna hitam dan mengelilingi potongan tubuh itu. Perlahan bagian tubuh itu mulai menyambung satu persatu dan membentuk seorang manusia.

I.. Itu adalah nenek tadi.

Aku mulai bingung mencoba mencari tahu apa yang terjadi.
“Wis.. kowe meneng wae ning kono!” (Sudah.. kamu diam saja di sama)

Demit nenek tua yang sudah mendapatkan tubuhnya segera melesat kearah pasukan demit berwujud prajurit.
Dengan tawanya yang mengerikan Ia menggenggam tongkat kayu yang juga jatuh bersama badanya dan menghabisi setan-setan itu satu persatu hingga tak bersisa.

“Edan mas… Makhluk opo kuwi” Tanya Guntur yang merasa takjub sekaligus ketakutan.
“Mbuh.. Kalian jangan jauh-jauh dari saya” Aku mencoba menjaga mereka dari semua kemungkinan yang ada.

Setelah selesai menghabisi setan-setan itu, nenek itu melangkah ke arahku. Ia mendekat dengan tawanya yang menggema ke seluruh hutan.
“Khikhikhihi…. Wis wayahe aku urip meneh… Wis pirang ratus tahun saiki?” (Sudah saatnya aku hidup lagi. sudahberapa ratus tahun sekarang?) Ucapnya di hadapan kami.

Angin berhembus begitu kencang, suara daun yang saling bergesekan seolah menunjukan bahaya yang beser.
“Heh demit.. Opo maumu?” Ucapku mencari tahu maksud nenek itu.
Mendengar ucapanku nenek itu mengayunkan tongkat kayunya dan maju menyerangku dengan tenaga yang tidak main-main.
Aku menyilangkan tanganku yang sudah diperkuat, namun rupanya tidak cukup menahan serangan nenek itu dan tubuhku terpental hingga terjatuh cukup jauh.

“Bocah ora tau sopan santun!” (Bocah tidak tahu sopan santun)
Nenek itu menghampiri Bu Ningrum dan Arum, terlihat Guntur juga sangat ketakutan. Namun Bu Ningrum malah maju sambil mengajak Arum.

“Arum… itu eyangmu, Leluhur kita jaman dulu memanggilnya Nyai Jambrong” Cerita Bu Ningrum pada anaknya itu.
Aku yang mendengar ucapan itu menjadi heran…
Jadi selama ini Bu Ningrum mengetahui tentang ini?
“oooo… iki to cucu-cucuku, Ayu yo?” Ucap Nenek itu.

Arum terlihat masih ketakutan , walaupun Bu Ningrum mengetahui tentang nenek itu Iya tetap merasa ketakutan.
Aku kembali berdiri dan menghampiri mereka.
“Ngapunten Nyai.. Njenengan iki sinten? Menungso opo demit” (Maaf Nyai.. anda siapa? Manusia apa seetan?) Tanyaku lagi berusaha sesopan mungkin.

“Dasar bocah.. Ilmumu tinggi , tapi pengetahuanmu cetek” ucap nenek itu.
“Iki Ilmu Rawa Rontek, ora ono sing iso mateni aku nek awaku nyentuh lemah”
(Ii Ilmu Rawa Rontek, tidak ada yang bisa membunuku jika tubuhku menyentuh tanah) Jelas Nyai Jambrong.

Rawa Rontek? Aku pernah dengar ilmu itu… salah satu ilmu yang memungkinkan manusia hidup abadi.
Tapi sampai bisa bangkit lagi setelah puluhan atau ratusan tahun sungguh sulit dipercaya.

Tiba-tiba suara petir menggelegar seolah memberi isyarat kepadanya.
“Heh bocah ketek..! Wayahe wis teko… Perang ilmu hitam sing ngelibatke Jagad segoro demit! Kowe kudu hati-hati! Ilmumu ora ono opo-opone”
(Heh Bocah monyet! Waktunya sudah tiba.. Perang ilmu hitam yang melibatkan Jagad segoro demit! Kalian harus hati-hati! Ilmumu tidak ada apa-apanya)
Nyai jambrong memperingatkanku dan segera melesat pergi meninggalkan kami semua.
Perang ilmu hitam? Sekarang mulai masuk akal.. mengapa tiba-tiba ada banyak korban yang mati tidak wajar di banyak tempat.

Mungkin saja mereka adalah korban dari paa pencari ilmu hitam yang terlibat dengan perang itu.
Setelah kondisi tenang kami masuk ke dalam rumah dan Bu Ningrum mencoba menjelaskan semua kepada kami.

Ternyata bukan tanpa alasan keluarga mereka mengasingkan diri di tengah hutan.
Rupanya mereka memang ditugaskan untuk menjaga jembangan di atas rumah agar tubuh Nyai Jambrong tidak menyentuh tanah.

Sebenarnya Nyai Jambrong sudah hidup terlalu lama, namun agar bisa mati Nyai jambrong harus mewariskan ilmu Rawa Ronteknya kepada orang lain.
Sayangnya ia tidak tega melakukan itu hingga menyuruh keturunanya untuk menjaga tubuhya tidak menyentuh tanah hingga benar-benar mati.
Ketika wangsit mengenai Perang ilmu hitam muncul, banyak pemilik ilmu hitam yang mengirimkan demit untuk menjaga tubuh Nyai Jambrong agar tidak bangkit menjadi lawan mereka. Mungkin demit-demit inilah yang melukai Arum hingga seperti itu.
“Bu Ningrum, Arum… berarti sekarang sudah tidak ada yang di jaga kan? Kalian bisa hidup di desanya Guntur setelah ini” Ucapku pada mereka.
“Iya Mas Cahyo… semoga saja masyarakat desa bisa menerima keluarga kami” Jawab Bu Ningrum.
“Jelas bisa! Aku jadi bisa sering main sama Arum… IBu Ningrum juga ga usah jauh-jauh kalau ke pasar, nanti ditemenin sama Ibuku” Jawab Guntur dengan semangat.
Aku tersenyum melihat tingkah laku Guntur. Namun tetap saja itu tidak bisa menghilangkan rasa khawatirku akan peringatan Nyai Jambrong tadi.
Setelah ini aku harus segera menghubungi Paklek dan Danan untuk mencari tahu tentang Perang para pemilik ilmu hitam dan dan terlebih lagi tentang

Jagad Segoro Demit…

(Selesai)
Intermezzo :
Saya pernah baca di salah satu koran nasional mengenai sebuah keluarga yang tidak menguburkan jasad salah seorang keluarganya bertahun-tahun, melainkan digantung pada peti di sebuah pohon...
Setelah mencoba mencoba berkali-kali, akhirnya polisi berhasil Setelah mencoba membujuk keluarga itu untuk memakamkan jasad itu.
setelah peti itu di turunkan , sore harinya jasad di dalam peti itu menghilang tanpa jejak..
am
sampai ada desas desus seseorang yang melihat orang di dalam peti itu terlihat pada di pertemuan pendekar di salah satu kota di jawa timur.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Diosetta

Diosetta Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @diosetta

11 Sep
JAGAD SEGO DEMIT
Part 6 - Pusaka

Upload habis maghrib ya... santai aja bacanya, setelah ini tinggal 1 part lagi

@IDN_Horor
@bagihorror
@bacahorror
@qwertyping
@ceritaht
@horrornesia

#ceritahorror #diosetta Image
Jagad Segoro demit
Part 6 - "Pusaka"
Buto.. Demit ras raksasa dengan kekuatan fisik yang konon dapat memindahkan bangunan dengan tenaganya saat ini berkumpul dengan jumlah yang mengerikan di depan mata kami.
Read 80 tweets
10 Sep
HIDDEN TREASURE
Side story yang hanya bisa didapat dengan cara-cara khusus namun tidak mempengaruhi inti cerita utama yang saya share di Twitter (biar sama2 happy 😁)..

Cerita ini sebagai apresiasi untuk pembaca yg rela menyisihkan uang jajanya untuk mendukung di @karyakarsa_id Image
Gending Alas Mayit - Babak Kapisan

Cerita mengenai masa muda Mbah Rusman saat menghadapi Gardapati di gelombang pertama Gending alas mayit

Terdapat di :
- buku cetak
- E- Book karyakarsa
- bonus E-book senandung sedu vol.3
Senandung lirih rembulan malam

Kelanjutan kisah cinta Nandar dan Rani dalam bentuk sitkom atau cerita ringan

Terdapar di :
- E-book karyakarsa
Read 7 tweets
9 Sep
JAGAD SEGORO DEMIT
Part 5 - Hutan Diujung timur.

Sudah mulai memasuki klimaks.. habis maghrib sudah bisa dinikmati

@ceritaht
@bagihorror
@bacahorror
@IDN_Horor
@qwertyping
@horrornesia Image
Terima kasih untuk yang udah unlocked di @karyakarsa_id , ditunggu bonusnya nanti malam..
Jagad Segoro Demit… itu hanyalah salah satu semesta dari ribuan semesta yang tidak pernah bisa kita ketahui jumlah pastinya.

Tempat itu adalah asal muasal dari siluman atau pun demit yang kadang mengambil tempat di Semesta ini.
Read 94 tweets
6 Sep
WIDARPA DAYU SAMBARA

Dapet salam dari yang mau diceritain nanti malam..

Btw saya Note dulu ya :
Ini kayaknya ga bisa disebut cerita horror

tapi semoga bisa menjawab rasa penasaran tentang asal usul demit edan satu ini & Nyai Suratmi

ilustrasi by : Indra @illustnasi Image
Diupload habis maghrib ya...
PART 1 - WIDARPA DAYU SAMBARA

Suara deru peperangan telah berlangsung selama tujuh belas hari.
Read 444 tweets
4 Sep
JAGAD SEGORO DEMIT
Part 4 -Tiga Pendekar

Part kali ini endingnya ga ngegantung.. jadi dipastikan malam ini kalian tidur nyenyak

saya up habis maghrib biar malming kalian gak sendu..
@bacahorror
@qwertyping
@ceritaht
@bagihorror
@IDN_Horor
@horrornesia

#ceritahorror
Biar lebih seru , sebelum baca ini baca part 3nya dulu..
Yuk lanjut... buat kalian yang punya jiwa penari, jangan kebawa suasana ya 🙈
Read 63 tweets
2 Sep
Jagad Segoro Demit
Part 3 -"Ular"

Setelah menceritakan mengenai kemunculan "Ludruk topeng Ireng" Cahyo segera menyusul Danan...

diupload nanti habis maghrib ya

@IDN_Horor
@ceritaht
@qwertyping
@bagihorror
@bacahorror

#ceritahorror #diosetta Image
Buku cetak untuk trilogi pertama sudah ready di shopee dan tokopedia ya..

semua pemesanan sudah dapet Greet card yang udah ada tanda tangan 😁 Image
“Ular”
Desa Bonoloyo, sebuah desa yang terletak di sebuah kota kecil di Provinsi Jawa Timur yang masih asri dengan hutan-hutan hijau yang mengelilinginya.
Read 84 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(