Diosetta Profile picture
6 Sep, 444 tweets, 50 min read
WIDARPA DAYU SAMBARA

Dapet salam dari yang mau diceritain nanti malam..

Btw saya Note dulu ya :
Ini kayaknya ga bisa disebut cerita horror

tapi semoga bisa menjawab rasa penasaran tentang asal usul demit edan satu ini & Nyai Suratmi

ilustrasi by : Indra @illustnasi Image
Diupload habis maghrib ya...
PART 1 - WIDARPA DAYU SAMBARA

Suara deru peperangan telah berlangsung selama tujuh belas hari.
Perebutan wilayah Setra Geni sudah hampir mencapai puncaknya ketika pasukan dariketiga patih terbaik utusan Prabu Arya Darmawijaya berhasil melumpuhkan prajurit kerajaan yang berkuasa terhadap wilayah itu.
“Andaka! Buka Jalan!” Perintah Patih Gardapati yang bersiap menyerang lini terakhir pasukan musuh.

Sebuah tombak pusaka berwarna hitam dilemparkan dari atas kuda oleh patih andaka menuju wilayah musuh.
Seketika pasukan yang bertemput di tempat itu tercerai berai hingga terbentuk ruang kosong yang langsung menuju musuh.

“Giliranmu Gardapati! Selesaikan pertempuran ini”
Ratusan pasukan yang dipimpin oleh Patih Gardapati menyerbu menuju Panglima pasukan musuh , sebuah pedang pusaka miliknya diangkat ke langit dan seketika seluruh pasukan yang dipimpinya memiliki kemampuan yang melimpah.
Satu persatu pasukan penjaga Istana Setra Geni tumbang oleh pasukan Gardapati sampai akhirnya terhenti Ajian pelindung Bumi yang dirapalkan oleh seseorang.

Itu adalah Raja Indrajaya yang tengah menempati tahta di istana Setra Geni.
“Raja sendiri yang datang menghadapi kami? Apa kalian sudah putus asa?” Ucap Gardapati dengan sombongnya dari atas kudanya.

Seolah sudah siap menghadapi segalanya, Raja itu bersiap maju menghadapai Gardapati dan Andaka yang menyusuknya.
“Jangan sombong kalian! Jika bukan karena ketiga pusaka yang kalian miliki, kalian tidak akan mampu mengalahkanku!

Kalau kalian berani , Rebut tahtaku tanpa pusaka kalian!”

Ucap Raja Indrajaya yang mencoba memancing musuhnya itu.
“Hahaha!! Kau pikir kami bodoh ? Untuk apa kami meladenimu ketika kemenangan sudah di depan mata?” Andaka yang sadar akan umpan musuhnya itu bersiap menyelesaikan tugasnya.
Raja Indrajaya yang kehabisan akal terpaksa menghadapi ribuan pasukan musuh di hadapanya dengan sisa-sisa prajuritnya yang masih sanggup bertarung.

“Tunggu!” Suara yang menggelegar terdengar dari tengah-tengah pasukan.
“Bagaimana hal menarik ini bisa kulewatkan?” Ucap seorang patih yang melompat dari tengah kerumunan menuju ke sisi Gardapati dan Andaka.
“Gardapati , Andaka… bagaimana kalau kita bertaruh? Kalau aku bisa mengalahkanya tanpa pusaka.. Wilayah Setra Gendi menjadi kekuasaanku?” Ucap Patih Widarpa kepada kedua patih di sebelahnya.

“Lalu kalau kau kalah?” Tanya Gardapati memastikan.
“Hahaha… Kalau aku kalah , berarti aku mati… Wilayah kekuasaanku menjadi milik kalian” Jawab Patih Widarpa yang terlihat semangat.
“Menarik! Gardapati.. Biarkan Patih gila kita itu cari mati, Kalaupun dia kalah kita masih bisa membunuh raja bodoh itu!” Andaka menyetujui tawaran Widarpa.

Gardapati setuju dan membuat ruang untuk sebuah duel pertarungan.
Raja Indrajaya merasa sedikit lega walaupun sepertinya yang ia lakukan hanya mengulur waktu saja.

Sebuah keris ditancapkan ke tanah, prajurit yang melihat kejadian itu membuat ruang untuk duel antar dua kesatria ini.
“Yang Terhormat Raja Indrajaya! Kuterima tantanganmu… Keris pusaka Sukma Geni kuletakan di sini hingga pertarungan kita berakhir!”

Tak hanya keris, pedang yang selama perang ini ia gunakan untuk bertarungpun dibuangnya ke tanah.
“Widarpa.. tanpa pusaka bukan berarti tanpa senjata, Jangan cari mati!” Gardapati mencoba memperingatkan.

“Hahahaha… Kalian tonton saja dari sana” Jawab Patih Widarpa yang segera melompat untuk menyerang Raja Indrajaya dengan tangan kosong.
Sebuah ajian sepertinya telah dibacakan untuk menguatkan pukulan Patih Widarpa, Namun sebelum sempat mendarat di tubuh sang raja, seranganya terpental dengan ilmu pertahanan yang tidak kalah kuat.
Satu persatu tebasan pedang dihunuskan ke tubuh Patih Widarpa, namun tidak ada satupun yang mengenainya.

“Aku mengakui kehebatanmu Patih Widarpa… Belum ada seseorang yang menguasai Ajian Sapu Angin sehebat ini, Namun aku tidak boleh kalah untuk melindungi rakyatku!”
Seketika sebuah mantra diucapkan oleh Raja Indrajaya, Pedang yang saat ini digunakan menjadi bersinar emas dan terbang menyerang Patih Widarpa.

“Kau curang Indrajaya! Katamu tidak ada pusaka di pertarungan ini!” Ucap Andaka yang merasa dicurangi.
“Bukan.. itu bukan pusaka, aku tahu ilmu itu.. Indrajaya mengorbankan separuh nyawanya untuk mengendalikan pedang itu” Bantah Patih Widarpa yang mulai kewalahan.

Pukulan bertubi-tubi diarahkan ke Patih Widarpa ditambah serangan pedang yang melayang mengincar dirinya.
“Aku mengagumi pengorbananmu Raja , Namun sayang sekali kerajaan kami harus menang!”

Patih Widarpa kembali membacakan sebuah mantra, seketika seluruh otot ditubuhnya terlihat mengeras, kukunya bertambah panjang dan kesadaranya terlihat memudar.
“Patih gila… dia menggunakan Ajian segoro demit di peperangan yang pasti kita menangkan!” Ucap Gardapati yang heran dengan kelakuan Patih Widarpa.
Tanpa menunggu lama Patih Widarpa yang hampir kehilangan kesadaran melompat menyerang Raja Indrajaya tanpa mempedulikan serangan yang mengenai dirinya.
Pedang yang telah diisi oleh kesadaran Raja Indrajaya terlihat gentar dengan kehadiran Patih Widarpa yang telah dirasuki kekuatan puluhan makhluk halus.

Seperti layaknya mempermainkan anak kecil, Pukulan demi pukulan menghujani sang raja ..
layaknya setan yang terlepas dari kurungan, Patih Widarpa melompat tanpa kendali dan terus menyerang dengan tanganya yang lebih pantas disebut cakar.

Tak ada kesempatan untuk menang bagi Raja pemimpin wilayah Setra Geni yang mencoba melindungi rakyatnya itu.
Bahkan satu tarikan nafaspun tak diberikan kesempatan oleh Patih Widarpa.

Namun ketika Raja sudah hampir tak sadarkan diri, Patih Widarpa mendapati kesadaranya kembali dan menghentikan seranganya.
“Habisi Widarpa! Kita teriakan kemenangan kita!” Ucapan Gardapati diikuti teriakan pasukan-pasukanya.

“Sudah cukup! Kau sudah kalah.. jatuhkan senjatamu dan menyerah!” Patih widarpa melakukan hal yang berkebalikan dengan ucapan Gardapati.
“Tidak… lebih baik aku mati daripada mengorbankan rakyatku!” Tolak Raja Indrajaya yang sudah sekarat.

“Setra Geni akan menjadi wilayahku.. Aku tidak akan menyakiti rakyatmu ,
hanya mereka yang turut campur membakar desa kami dan kau yang akan menjadi tawanan kami” Ucap Widarpa kepada musuhnya yang sudah sekarat itu.
Raja Itu berfikir sejenak, sebuah ucapan yang sangat ia tidak duga dari musuh yang mencoba menghabisinya tadi.
“Baik… aku menyerah, lakukan apapun padaku, Namun jangan sakiti rakyatku”

Raja itu menjatuhkan pedang dan mencopot mahkota dari kepalanya. Patih Widarpa mengambil Mahkota itu dan mengangkatnya sebagai tanda kemenangan.
“Hentikan pertempuran! Raja kalian sudah menyerah!” Teriak Patih widarpa yang segera dipahami oleh anak buah Raja Indrajaya.
“Semua pasukan kerajaan Darmawijaya Mundur! Wilayah Setra geni hanya diisi oleh pasukan Widarpa!” Teriaknya sekali lagi sambil melirik kearah dua patih lainya.

Kedua patih itu hanya menggelengkan kepalanya seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi.
“Kau Gila Widarpa… tapi kuakui kemampuanmu! Pasukan Andaka Mundur!” Teriak Andaka yang merespon isyarat Widarpa.

Tak lama setelahnya pasukan Gardapati juga mundur seolah mengakui wilayah itu adalah wilayah patih Widarpa.
Layaknya akhir dari sebuah peperangan, pasukan pasukan-pasukan widarpa menahan petinggi-petinggi musuhnya itu untuk membawanya ke camp tahanan.

Namun sebelum pasukanya menangkap raja Indrajaya Patih Widarpa mengambil kembali kerisnya dan menghampiri raja itu.
“Ini adalah pusakaku, Keris Sukma Geni… “ Ucap Patih Widarpa yang mengangkat keris itu ke hadapan Raja Indrajaya.

Tak berhenti sampai disitu, ia melukai tanganya dengna keris pusakanya hingga darahnya mengalir diantara bilah keris itu.
Seketika darah Patih Widarpa berubah menjadi api dan menetes ke tubuh Raja Indrajaya.

“A… Apa ini ?” Tanya Raja Indra Jaya yang bingung dengan apa yang terjadi.

Seluruh luka ditubuhnya menghilang, tubuhnya tidak lagi sekarat seolah tidak terjadi pertempuran diantara mereka.
“Takkan kubiarkan Raja yang dicintai rakyatnya mati dengan sia-sia, Keris ini adalah pusakaku… tidak ada setetespun dari darah manusia lain yang boleh membasahi keris ini selain darahku”
Seolah mengerti niat baik Patih Widarpa, Raja Indrajaya berbalik menghadap pasukanya dan berteriak.

“Wilayah Setra Geni hanya kuserahkan kepada Patih Widarpa dan pasukanya , Seluruh titah darinya adalah titah dariku”
Ucapan Raja itu segera disetujui oleh pasukanya yang melihat kejadian tadi dan tunduk sesuai perintah rajanya yang saat ini menjadi tawanan Kerajaan Darmawijaya.

……
Sudah tiga malam berlalu setelah akhir peperangan perebutah wilayah Setra Geni. Sudah tiga hari tiga malam perayaan kemenangan diadakan dengan sangat mewah.
Hari ini adalah malam penyerahan penghargaan untuk prajurit yang mampu merah prestasi saat perang.
Ketiga posisi tempat untuk patih sudah disiapkan dan segera diisi oleh kedua patih dengan baju kebesaranya masih masing dan disusul dengan Patih Widarpa yang hanya mengenakan baju santai.
“Heh Patih gemblung.. Ra beres… Baju kebesaranmu dimana?” Patih Gardapati mencoba mengingatkan Patih Widarpa yang terlihat seenaknya.
“Ning omah.. jenenge wae kebesaran, lha ngopo ndadak di nggo?” (Di rumah, namanya juga baju kebesaran, kenapa harus dipakai) Ucap patih widarpa dengan santainya sambil mengicipi makanan yang dihidangkan di hadapanya.
Patih Andaka yang melihat kelakuanya hanya menggeleng mencoba memakluminya.

Untuk mengisi malam penghargaan Raja mengundang sekelompok besar pemain gamelan , sinden , dan penari untuk menghibur para pejabat di kerajaan.
Perayaan ini berlangsung meriah. Patih widarpa yang kurang suka dengan kerumunan diam-diam meninggalkan pelataran dan pertunjukan yang meriah itu.
Samar-samar Patih Widarpa mencium aroma masakan dari arah pawon kerajaan.

Ia mengikuti aroma masakan itu dan sampai ke sebuah ruangan tempat menyiapkan makanan untuk acara.
Beberapa tumpuk ayam ingkung yang masih hangat menggoda selera Patih widarpa. Spontan ia masuk melalui jendela dan menikmati hidangan yang tersedia.

Setelah mencicipinya sedikit, Patih Widarpa merasa masakan yang ia makan itu berbeda dari yang biasa ia makan.
Nafsu makanya menggila hingga menghabiskan cukup banyak makanan di sana hingga sebuah centong nasi melayang ke arah kepalanya.

“Heh sopo kowe? Ngapain di sini? Maling makanan ya?!” Ucap seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam ruangan.
Patih widarpa yang kaget sontak melompat menjauh dari serangan selanjutnya.

“ Dudu.. bukan! Aku yo prajurit kerajaan! Bukan maling!” Ucapnya menjelaskan.
“Nek prajurit yo ngenteni ning ngarep , nanti juga dikeluarin!” (Kalau prajurit ya tungguin di depan, nanti juga dikeluarin) Ucap wanita itu masih dengan nada yang kesal.

“Iya! Tapi makanan di luar ga seenak ini!” Protes Patih Widarpa.
Seolah merasa tersanjung, emosi wanita itu perlahan menghilang.

“oo ya jelas, masakanku iki khusus untuk prajurit sekelas panglima dan prajurit abdi keraton.. “ Ucapnya sombong.

“Kalo patih? Yang masak siapa?” Tanya Patih Widarpa memastikan.
“Ya buat patih masakanya lebih istimewa, dimasak sama juru masak yang lebih lama”
Jelas wanita itu sambil membersihkan sisa-sisa makanan yang dimakan Patih Widarpa.
Sekarang ia tahu, mengapa masakan yang dihidangkan kepadanya saat ini tidak ada yang seenak masakan yang barusan ia makan.

“Lha terus… Kanggo aku piye?” (lha terus buatku gimana?) tanya Patih widarpa yang masih mengharapkan masakan Wanita itu.
“Nunggu Wae ning ngarep, Aku selalu masak lebih biar prajurit-prajurit baru bisa kebagian” Ucapnya.

“Yo wis… Bener yo, masakanmu wis pancen uennak Pol .. “ (Ya sudah.. bener ya!, Masakanmu bener2 uenaak) Sahut Patih Widarpa yang segera kembali keluar melalui jendela.
“O iya.. jenengmu sopo? Ben aku ra ketuker masakan liyane” (o iya.. namamu siapa? Biar tidak ketuker sama masakan lainya) Tanya Patih Widarpa.

“Iya.. Tenang pasti kebagian, tanya saja yang mana masakanya Nyi Suratmi…”

(Bersambung part 2- Penari Alas Kamulan)
Catatan :
Mohon maaf kalo partnya pendek, kalau emang pada suka cerita ini (walau bukan cerita horror ) kita update lagi secepatnya..
PART 2 - PENARI ALAS KAMULAN

“Patih Widarpa, Dari mana saja kamu? “ Tanya Patih Andaka yang melihat Patih Widarpa kembali dengan membawa potongan ayam di tanganya.

“Cari angin.. ning kene sumuk” Jawab Patih Widarpa dengan santai. Image
“Sayang sekali kamu melewatkan pertunjukan tadi, belum ada penari dan sinden seindah itu… tuh liat, Gardapati saja sampai kesemsem” Cerita Patih Andaka.

Memang terlihat Patih Gardapati seperti sedang mempersiapkan sesuatu di latar pertunjukan.
“Pasukan , Siapkan satu peti emas dan perhiasan!” Perintah Gardapati pada pasukanya yang segera berlari menuju gudang harta Gardapati.

Sebuah peti yang dipenuhi dengan emas dan perhiasan diletakan di hadapan penari dan kelompok gamelan yang menghibur perayaan kerajaan.
“Ini hadiah dari saya untuk kalian! “ Ucapnya di hadapan sang penari yang terlihat sangat cantik dengan pakaian layaknya bidadari.

Penari itu berdiri menghampiri Patih Gardapati.
“Terima kasih Yang Mulia Gardapati.. Sebuah kehormatan bagi saya untuk menerimanya”
Ucap penari itu menunduk dengan menangkupkan tanganya. Tak cukup sampai di situ, Penari itu mendekat ke wajahnya ke wajah Patih Gardapati yang terlihat malu-malu.
Penari itu memberikan rasa terima kasih dengan menempelkan pipinya pada pipi Patih Gardapati dan segera kembali ke tempatnya.

Dari belakangnya Patih Andaka merasa tidak mau kalah. Segera ia memanggil pasukanya dan melakukan hal serupa.
Sampai hari ketujuh perayaan berlangsung dengan meriah , setiap malam patih Andaka dan Gardapati selalu bersaing untuk merebut perhatian penari itu.
Dengan semakin luasnya wilayah kerajajaan Darmawijaya , Semakin kuat pula kekuatan prajurit untuk menaklukan kerajaan lainya.

Hampir setiap perayaan kemenangan mereka mengundang kelompok gamelan itu untuk menghibur mereka.
“Mas… Penarine kok ayu temen yo?” (Mas.. Penarinya kok cantik sekali ya?) Tanya Nyi Suratmi yang mengantarkan makanan ke patih widarpa yang sedang berbaur dengan prajurit lainya.
“Percuma ayu nek masakane ra sepenak masakan kowe” (percuma cantik, kalau masakanya ga seena kamu) Goda Patih Widarpa yang dibalas dengan lemparan kain gombal di tanga nyi suratmi.
“Wiss ra usah ngerayu, Dimakan yang kenyang… aku Cuma merasa ada yang aneh , seperti bukan kecantikan manusia biasa” Lanjut Nyi suratmi.
“Lha mbuh lah Nyi, sing tak goleki mung masakanmu… liyane ra penting” (Gak tau lah nyi… yang aku cari Cuma masakanmu, lainya tidak penting) Balas Patih Widarpa.
“Huh payah… makanya latihan yang bener , kalahin musuh yang banyak biar bisa jadi patih kaya mereka, jadi bisa nari bareng penari secantik itu…” Ceramah Nyi Suratmi.
“Hahaha… lha ngopo ndadak dadi patih? Mengko aku ra iso mangan masakanme meneh…” ucap patih widarpa yang terlihat geli dengan menutupi identitasnya.

“Patih kan hebat… bisa berjasa buat kerajaan, seperti mereka bertiga…” Jawabnya lagi.
“Lha nek aku iso dadi patih, opo kowe gelem aku lamar?” (Kalau aku bisa jadi patih, apakamu mau aku lamar)

Tanya Patih Widarpa setengah menggoda.
“Yo Jelas gelem… Nanging ojo ngimpi ketinggian, tibone loro” (Ya jelas mau.. tapi jangan mimpi ketinggian, jatuhnya sakit)
Balas Nyi suratmi sambil meninggalkan gerombolan prajurit dengan membawa piring-piring yang sudah dibereskan.
Patih wirdarpa hanya menahan tawa sambil meneruskan makanya.

Esoknya terdengar kabar bahwa kelompok gamelan sudah tidak lagi menampilkan pertunjukan untuk malam-malam berikutnya. Hal ini membuat Patih Andaka dan Patih Gardapati merasa gelisah.
Mereka mencari tahu dengan mengirimkan pasukanya kepada kelompok gamelan itu hingga tersebutlah syarat yang mengherankan.

Kelompok Gamelan Alas Kamulan dan seluruh anggotanya akan memainkan pertunjukan apabila kerajaan membayar mereka dengan dua puluh tujuh pasang telinga.
Hal ini terdengar mengerikan , namun para pejabat kerajaan mengira kelompok gamelan ini memiliki dendam dengan tawanan perang yang baru saja dikalahkan oleh kerajaan Darmawijaya sehingga mereka memutuskan mengabulkan keinginan
kelompok gamelan tersebut dengan mengorbankan para tawanan perang.

Puas dengan hadiah yang diberikan, di pertunjukan malam ini sang penari tak segan-segan menghibur kedua patih , menemaninya menari hingga bergantian mendampingi di tempat duduk kedua patih.
Seperti terhipnotis dengan kecantikan sang penari, tepat sebelum pertunjukan berikutnya Patih Gardapati memberanikan diri menghampiri sang penari.

“Apa yang kau minta untuk mau menemaniku di istanaku malam ini?” Tanya gardapati pada penari itu.
Wanita penari itu tersenyum manis, namun ucapanya tidak semanis senyumanya.

“Tiga puluh dua jari kelingking wanita perawan… letakan pada sebuah peti , dan letakan di belakang latar panggung sebelum pertunjukan usai… maka malam ini aku milikmu”
Ucap wanita itu pada Patih Gardapati.
Patih Gardapati yang merasa heran menanyakan maksud penari itu, namun penari itu hanya tersenyum dan meninggalkan Gardapati.

Patih Gardapati berpikir dengan keras, ia menganggap itu adalah cara penari itu menolak ajakanya.
Namun ia tidak mau kalah dengan akal-akalan penari itu.

Gardapati yang sudah tergoda oleh kecantikan Penari itu memerintahkan anak buahnya mengumpulkan tiga puluh dua wanita perawan utuk mengambil jari kelingkingnya dengan imbalan yang besar.
Warga di wilayah Patih Gardapati tidak mampu melawan dan menerima perintah yang kejam itu.

Sesuai janjinya , sang penari di akhir pertunjukan sang penari mengabulkan permintaan Gardapati untuk menemaninya di istana semalaman.
Patih Andaka yang melihat kejadian ini merasa tidak bisa tinggal diam.

Malam berikutnya ketika Gardapati meminta hal yang sama, Sang penari menolaknya dengan alasan Patih Andaka sudah memberikan yang lebih banyak dari yang Patih Gardapati berikan.
Hal ini berlangung setiap malam sehingga hubungan kedua patih tidak menjadi semakin panas.

Kini setiap hari perayaan tiba , banyak warga yang mengungsi ke hutan atau wilayah lain agar tidak terpilih menjadi korban keiningan wanita penari itu.
..
Di wilahnya Patih Widarpa terliat berjalan dengan santai di tengah-tengah rakyat yang sama sekali tidak mengenal penampilanya.

Ia menuju ke sebuah rumah di yang terletak tak jauh dari pasar.
“Heh Suratmi.. Masak opo kowe dino iki?” (Heh Suratmi.. Masaka apa kamu hari ini) Tanya Patih widarpa dengan kepala yang melongo dari jendela pawon.
“Astaga , kamu kok bisa ada disini… dari mana kamu tau rumahku?” Tanya Nyi Suratmi yang kaget dengan kemunculan Patih Widarpa.

“Ya jelas tau… Aroma masakanmu itu udah kecium sampai ke pasar” Jawab Patih Widarpa.
Mendengar jawaban Patih Widarpa Nyi suratmi hanya menggeleng-geleng.

“Tenang.. aku ga minta makan gratis, Tuh aku bawain beras hasil panen .. lumayan to” Ucap Patih Widarpa dengan bangga.
“Walah.. kok yo repot-repot, Matur suwun lo mas… O iiya,, aku malah belum tau nama mase” Tanya Nyi Suratmi.

“O iya.. Panggil aja Wi.. Panggil aja Dayu..” Balas Patih Widarpa yang hampir saja menyebutkan nama aslinya.
“Mlebu wae… nunggu di dalem” Perintah Nyi suratmi sambil melanjutkan kegiatan memasaknya.

“Ora.. kelambiku mambu pitik , Tak enteni ning kene wae…” (Nggak.. bajuku bau ayam, aku tunggu disini saja) jawab Patih Widarpa.
Perbincangan – perbincangan singkat terjadi diantara mereka, patih widarpa dengan setia menunggu masakan Nyi Suratmi dari luar jendela dapurnya.

“Itu tadi ada banyak warga pindah ke sini kenapa ya?” Tanya Patih Widarpa untuk melanjutkan basa-basinya.
“Oh itu… tanya warga di wilayah kedua patih lainya pada ketakutan, katanya kedua patih sering meminta anggota tubuh warganya untuk dipersembahkan ke penari yang mengisi acara” Cerita Nyi Suratmi.
“Wah ga bener itu.. Prabu Arya tidak melarang?” sekali lagi patih widarpa mencari tahu.

“Prabu Arya tidak tahu, Katanya siapapun yang berani memberi tahu raja dipastikan akan mendapat hukuman dari mereka..”
Mendengar cerita Nyi Suratmi Patih Widarpa menjadi geram. Setelah meninggalkan rumah Nyi Suratmi , Patih Widarpa memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan tempat bagi para warga yang memasuki wilahynya untuk mencari keamanan.
Persaingan kedua patih semakin panas, hingga mereka berdua ingin meminang penari tersebut untuk menjadi istrinya.

“Kalau hanya menjadi selir kalian aku tidak akan mau, Kecuali salah satu dari kalian bisa menjadikanku permaisuri di kerajaan ini”
Ucapan penari itu mengakibatkan sebuah pergolakan besar. Patih Gardapati dan Patih Andaka mempersiapkan seluruh pasukan dan sumberdayanya untuk pemberontakan.

Saat itulah mereka mulai sadar ,
warga dan para pekerja diwilayahnya sudah banyak berkurang dan ia segera tahu bahwa warga dan para pekerjanya sudah berpindah ke wilayah Patih Widarpa.

Suara pasukan berkuda terdengar menerobos ke alun-alun pasar wilayah Patih Widarpa.
..
“Patih Andaka memerintahkan warganya yang berpindah ke wilayah ini untuk kembali! Atau hukuman yang berat menanti!”

Teriak pasukan itu diikuti dengan pasukan-pasukan lain yang mencari keberadaan warga dari wilayah Patih Andaka.
Tidak lama pasukan Gardapati juga memasuki alun –alun dan melakukan hal yang sama.

“Setelah kepergian kuda terakhir pasukan kami dari tempat ini, Semua warga yang tidak kembali akan dijatuhi hukuman mati!”
Sebuah ancaman membuat warga yang sebelumnya merasa aman menjadi gentar.

Dari depan jendela rumah Nyi Suratmi , Patih Widarpa menyaksikan keramaian yang terjadi.

“Ada apa lagi prajurit-prajurit itu ke sini?” Tanyanya pada Nyi Suratmi.
“Tadi pas belanja di pasar, ada desas-desus kedua patih meminta warganya untuk kembali dengan ancaman”Cerita nyi suratmi.

Mendengar cerita itu, patih widarpa berencana melakukan diskusi kepada kedua patih lainya untuk menyelesaikan permasalahan ini.
“Kami tidak sudi kembali ke wilayah kalian! Kami tak mau lagi menjadi korban!”

Salah seorang warga memberanikan diri menghadang prajurit-prajurit itu diikuti dengan beberapa warga lainya.
“Kalian berani melawan perintah?! Hukuman bagi pengkhianat kerajaan adalah Mati!” Ucap prajurit andaka yang segera menarik pedangannya.

“Kami tidak berkhianat pada Prabu Arya Darmawijaya! Kami melindungi diri dari perbuatan kejam kalian!”
Sekali lagi seorang warga mencoba melawan , namun dibalas dengan sebuah tendangan yang memmbuatnya tersungkur.

“Tangkap para pengkhianat ini!” Perintah kepala pasukan yang segera diikuti oleh para prajuritnya.
Prajurit mencoba menangkap warga pelarian tersebut, namun dibalas dengan perlawanan sehingga terjadi perkelahian di sana.

Patih Widarpa yang segera melihat kejadian itu langsung berlari menghampirinya.
“Heh Dayu… ngapain kamu! Jangan nekat” Teriak Nyi suratmi yang segera mengejarnya.

Pukulan demi pukulan di lontarkan ke warga yang mencoba melawan ,
namun mereka masih bersikukuh untuk tinggal di sana hingga salah satu prajurit menarik pedang dan bersiap menghunuskanya namun gerakanya tertahan oleh tendangan dari Patih Widarpa.
“Hentikan! Tugas prajurit adalah melindungi rakyat bukan menyakiti mereka!”Teriak Patih widarpa membelakangi warga yang dianiaya.

Prajurit tidak sadar dengan identitas patih widarpa, penampilanya yang lusuh membut mereka mengira ia adalah salah satu dari rakyat kecil di sana.
“Satu lagi pengkhianat… Habisi mereka!”
Sekelompok prajurit mencoba menyerang patih widarpa yang berdiri melindungi warganya.

“Dayu…! Lari! “ Terlihat wajah Nyi suratmi terlihat cemas dengan apa yang terjadi pada patih widarpa.
Dengan ilmu bela diri yang ia miliki, tak satupun pedang dari pasukan Andaka dan Gardapati yang dapat menyentuhnya.

Dengan sekali sapuan kaki , sekumpulan pasukan yang menyerangnya terpental tanpa mampu bertahan.
Mendengar keributan ini, perlahan pasukan Patih Widarpa berdatangan dan bersiap menghentikan keributan. Salah satu pimpinan prajurit itu turun dari kuda dan berlutut memberikan hormat kepada Patih Widarpa.
“Maafkan hamba Patih , Hamba tidak mampu menyadari keributan ini hingga harus patih sendiri yang turun tangan..” Ucap prajurit itu.

“Sudah bangun.. ini bukan salahmu” Ucap Patih Widarpa.
Seluruh warga dan prajurit suruhan Andaka dan Gardapati tidak percaya dengan kejadian itu,

terlebih Nyi Suratmi yang selama ini mengira Patih Widarpa hanya salah satu prajurit kelas bawah yang bahkan masih sering meminta makanan.
Dengan ratusan prajurit yang sudah ada di belakangnya, Patih widarpa beridi di hadapan pasukan yang membuat keributan di wilayahnya.

“Dengarkan kalian semua! Saya Patih Widarpa Dayu Sambara tidak akan membiarkan satupun rakyatku ditindas ,
bahkan oleh pasukan kerajaan sekalipun..
Mulai sekarang wilayah ini tertutup untuk seluruh prajurit luar!

Jika kalian melanggar batas wilayah , akan saya anggap sebagai pernyataan perang!”
Ucapan Patih Widarpa yang tegas membuat gentar kedua kelompok prajurit,
mereka segera pergi meninggalkan alun-alun dan segera memberi tahu kedua patih yang menyurunya.

“Panglima! Posisikan pasukan di setiap akses masuk , pastikan tidak ada pasukan lain yang masuk tanpa seijinku!” Perintah Patih Widarpa pada pasukanya.
“Dan siapkan jubahku dan pasukan tercepat untuk menuju istana Prabu, kita akan menghadap Prabu Arya Darmawijaya saat ini juga”

Perinta Patih Widarpa segera dijalankan , sebelum meninggalkan alun-alun ia menghampiri Nyi Suratmi yang masih terlihat bingung.
“Nyi… aku pergi dulu ya, sisain Jenang lemu yang kamu masak tadi buat aku pulang nanti…”
Ucap Patih Widarpa dengan merangkulkan tanganya ke pinggang Nyi Suratmi dan mengecup keningnya.
Tanpa menunggu balasan dari Nyi Suratmi, Patih widarpa segera berbalik mengikut pasukanya menuju kerajaan.

“Dasar… Patih Edan..” Gerutu Nyi Suratmi yang terlihat terharu dengan matanya yang berkaca-kaca.
Segerombolan pasukan bergerak menuju Istana Kerajaan, semenjak kejadian tadi Patih Widarpa mendapat firasat yang buruk tentang kerajaan.
Terlihat di beberapa wilayah sekumpulan pasukan-pasukan tengah berkumpul mempersiapkan sesuatu.

Meliihat keadaan itu patih widarpa memanggil dua orang pasukan dan memberi perintah.
“Hubungi para pedagang yang kita posisikan di wilayah Andaka dan Gardapati, Cari tahu apa yang terjadi di sana dan laporkan hasilnya pada saya di istana”

Kedua prajurit itu menerima perintah dan segera pergi.
Setelah setengah hari perjalanan, Patih Widarpa sampai di pintu masuk kerajaan namun tidak ada pasukan kerajaan yang berjaga digerbang. Ia segera menerobos masuk dan semua firasat buruknya terjawab.
Seluruh Mayat pasukan kerajaan terlihat bergelimpangan di pelataran istana…

(Bersambung Part 3 - Keris Ragasukma)
Part 3 - Keris Ragasukma Image
Melihat begitu banyak mayat yang bergelimpangan di pelataran istana , pasukan Widarpa segera mengecek kondisi mereka hingga akhirnya menemukan salah seorang pasukan yang masih hidup.
“Patih… Tolong selamatkan Yang mulia, Ia berlindung di sayap timur bersama dengan sisa pasukan kerajaan.” Ucap prajurit yang hampir sekarat itu.

“Jangan menyuruh saya… ! Kamu sendiri yang harus menolong Rajamu!”
Patih Widarpa yang melihat kesetiaan prajurit itu segera mencabut keris Sukma Geni dan menorehkan darahnya untuk memanggil kekuatan penyembuh dari keris itu

. Prajurit yang sedari tadi berusaha bertahan hidup kini perlahan kembali pulih.
“Te… terima kasih Patih, Nyawa kedua saya ini akan saya gunakan untuk melindungi prabu sebaik-baiknya” Ucap Prajurit yang masih heran dengan kejadian tadi.

Dengan sigap, prajurit yang selamat itu memandu Widarpa dan pasukanya menuju sayap timur.
Suara teriakan dan senjata yang beradu mulai terdengar.

Dari jauh terlihat pasukan kerajaan sedang bertahan dari serangan prajurit-prajurit yang menyembunyikan identitasnya.
“Pasukan Widarpa! Bantu pasukan kerajaan!”
Mendengan perintah dari Patih Widarpa seluruh pasukan yang mengikutinya segera menyerbu kedepan dan membuka jalan.

Bahkan sampai dalam bangunan sayap timurpun prajurit kerajaan masih kesulitan menahan serangan pasukan-pasukan itu.
Kami menuju ke bawah tanah, di sana terlihat pertempuran dari pasukan pemberontak yang berhasil lolos melawan pasukan kerajaan yang mati-matian melindungi sebuah ruangan.
Sayangnya di tengah-tengah prajurit pemberontak itu sudah terdapat kedua patih laknat yang mencoba membunuh Raja.

“Andaka! Gardapati! Jangan bertindak bodoh!” Teriak Patih Widarpa yang mencoba menyadarkan kedua Patih lainya.
Bukanya berhenti, Andaka dan Gardapati malah seperti bersepakat untuk menyerang Widarpa.
Patih Widarpa bersiap menghadapi mereka.

Namun sebelum benturan terjadi Patih Widarpa sempat membisikan suatu perintah kepada prajurit yang ditolongnya tadi.
Pusaka tombak hitam legam dan Pedang pusaka yang sebelumnya digunakan untuk melindungi kerajaan kini berbalik menyerang dirinya.

Dengan ajian sapu angin yang dimilikinya Patih Widarpa berhasil menghindari semua serangan dari kedua lawanya itu.
Namun ketika tombak Andaka menghujam ke tanah, Patih Widarpa kehilangan pijakan dan tebasan pedang milik gardapati berhasil menusuk bagian perut Patih Widarpa.
“Seandainya kau tidak ikut campur, kau tidak perlu mati seperti ini!” Ucap Gardapati yang merasa sombong setelah berhasil melumpuhkan Widarpa.

Di tengah pertarungan yang sengit mulai terlihat kobaran api dari ruangan tempat Prabu Arya Darmawijaya bersembunyi.
Andaka dan Gardapati yang masih mencoba memberikan serangan terakhir untuk Widarpa merasa heran dengan kejadian itu.

“kau yang memerintah untuk membakar ruangan raja?!” Gardapati menuduh Andaka.

“Bukan.. perintah itu bukan dariku!” Bantah Andaka.
“Sebaiknya perkataanmu benar! Kita pastikan kematian raja dan kita tentukan siapa yang pantas menduduki tahta berikutnya!” Jawab Gardapati dengan wajah yang kesal.

Pintu ruang berlindung mulai rubuh setelah terbakar kobaran api,
terlihat didalam sudah terbaring beberapa jasad yang mati dengan luka bakar di seluruh tubuhnya.
Terlihat yang paling mencolok adalah jasad yang tebaring di tengah ruangan dengan mengenakan perhiasaan bangsawan kerajaan.
Andaka dan Gardapati segera mendekat menuju jasad itu.

“Hahahaha… Bagus… Prabu lebih memilih bunuh diri daripada dibunuh oleh patihnya” Terlihat Andaka tertawa puas setelah memastikan bahwa jasad itu adalah jasad Prabu Arya.
Gardapati yang masih curiga tetap memeriksa jasad raja ditengah kobaran api yang masih menyala.

Rasa curiga itu segera hilang ketika melihat beberapa tanda bekas luka yang menjadi ciri khas Prabu Arya.
“Prabu!!!” Teriak Patih Widarpa yang memaksakan tubuhnya untuk masuk kedalam.

“Hahaha… Terlambat Widarpa, sebaiknya kau segera menyusul rajamu dan jangan berharap bisa mengisi takhta ini”
Gardapati kembali menggenggam pedangnya dan bersiap menghabisi Widarpa.

“Sudah … Sudah cukup! Kalian sudah membunuh Raja! Aku tidak tertarik dengan Tahta yang kalian rebutkan itu” Jawab Widarpa.
“Walaupun tidak tertarik, kau akan tetap jadi ancaman kami!” Andaka tetap bersiap untuk menyerang Patih Widarpa yang mendekat.

Patih Widarpa menjatuhkan pedangnya seolah tidak berniat memberikan perlawanan.
“Biarkan aku makamkan jasad Rajaku… aku tidak akan mencampuri urusan kerajaan ini lagi”
Pinta Patih Widarpa dengan wajah yang terlihat sedih.

“Untuk apa kami membiarkanmu hidup, bila bisa membunuhmu di sini!” Jelas terlihat Gardapati terlihat masih tetap waspada.
“kalau kalian memaksa, Seluruh prajurit widarpa akan dikerahkan untuk melawan kalian.. walaupun kalah, prajuritku pasti akan mampu mengurangi kekuatan tempur untuk perebutan takhta konyol kalian!” Ancam Patih Widarpa.
Kedua patih tidak bodoh, mereka sadar setelah ini mereka masih harus saling bertempur untuk memperebutkan posisi Raja dan walaupun salah satu dari mereka menang. Mereka masih harus memiliki kekuatan tempur untuk bertahan dari serangan kerajaan lain.
“Baik! Bawa pergi Mayat rajamu dan seluru pasukanmu dari kerajaan ini dan jangan ganggu pertarungan kami! “ Ucap Gardapati dan yang segera mereka berdua menarik mundur pasukanya.
Patih Widarpa segera memerintahkan prajuritnya untuk mengevakuasi jasad raja dan anggota keluara raja. Terlihat prajurit kerajaan yang sempat diitolong oleh Widarpa memandu pasukan yang diutus.
“Prajurit.. siapa namamu?” Tanya Patih Widarpa.
“Sadewo.. Sadewo Basukarna Patih” Jawabnya.

“Bawa jasad mereka ke sebuah rumah tak jauh dari pasar di wilayahku, pastikan rakyat tidak mengenali jasad ini.
Sampaikan pada pemilik rumah bahwa ini adalah perintahku” Perintah Widarpa kepada prajurit itu.
Prajurit bernama Sadewo segera menjalankan perintah Patih Widarpa tanpa bertanya namun sebelum pergi prajurit itu mencoba mengatakan sesuatu.
“Patih.. benda yang dititipkan raja kepada saya ini terus bergetar, apa yang harus saya lakukan?” Ucapnya sambil menunjukan sebuah keris kepada Patih Widarpa.

Melihat benda itu, Patih Widarpa tersenyum ia tidak bisa menahan rasa lega pada dirinya.
“I..itu! Benar! Itu yang tadi kumaksud.. Keris Ragasukma! Kamu berhasil menjalankan tugasmu dengan baik.. Jaga jasad raja dan keris itu bahkan jika harus mati beribu-ribu kali”
Mendengar kata-kata itu, Sadewo segera mengerti dan meninggalkan kerajaan.

….
...

“Kulo nuwun! Permisi!”
Terdengar seseorang mengetik pintu rumah Nyi Suratmi.

“Iya Sebentar…” Jawab Nyi Suratmi yang bergegas membukakan pintu.

Terlihat dari luar seorang pemuda datang dengan membawa sebuah gerobak lusuh yang dibawa dengan kereta kuda.
“Maaf.. Ini rumah Nyi Suratmi?” Tanya orang itu.
“Iya.. Masnya siapa ya?” Jawab Nyi Suratmi yang bingung dengan keberadaan tamunya itu.

“Saya Sadewo Nyi… Saya ke sini atas perintah Patih Widarpa”
Sadewo menjelaskan tentang apa yang terjadi di Istana.

Ia menunjukan jasad Raja dan anggota keluarga yang disamarkan dengan beberapa tumpukan hasil kebun.
Reaksi kaget dan panik muncul di wajah Nyi Suratmi, ia tidak tau apa yang harus ia lakukan namun tetap menyuruh Sadewo untuk membawa masuk jasad itu ke kamar terbaik di rumahnya.

“Dayu.. maksud saya.. Patih Widarpa? Apa dia terluka?” Tanya Nyi Suratmi.
“Patih Widarpa terluka cukup parah, tapi dengan kemampuan pusakanya seharusnya ia bisa menyembukan dirinya dan segera menyusul…” Jawab Sadewo.

Tidak lama setelah kedatangan Sadewo terdengar suara ketukan dari jendela Pawon Rumah Nyi Suratmi.
Untuk kali ini, Nyi suratmi tidak perlu memastikan siapa yang datang. Seseorang yang mampir tanpa pernah melalui pintu rumah hanya orang itu…
Dayu…
“Masuk Patih.. bagaimana lukamu?”

Terlihat seseorang sangat ia kenal datang menunggu di luar jendela.. kali ini bukan dengan baju lusuhnya, melainkan dengan baju kerajaan yang sudah berlumur darah.
“Dayu… Ojo nyeluk aku patih, Dayu Wae” (Dayu… Jangan panggil aku patih, Dayu Saja) Ucapnya yang mencoba marah namun tertahan dengan lukanya.

Nyi suratmi membantu dengan membawanya masuk dan menemui Sadewo.
“Patih… sesuai perintah saya sudah membawa jasad Raja, Apa benar raja bisa selamat?” Tanya Sadewo yang masih terlihat ragu.

“Ceritakan padaku apa yang terjadi sebelum ruangan itu terbakar?” perintah Patih Widarpa pada Sadewo.
Sadewo mengangguk dan menceritakan semua kepada Patih Widarpa dan nyi suratmi yang sedang mencoba merawat luka Patih Widarpa.

Tepat setelah menerima perintah dari Patih Widarpa , Sadewo segera bergegas menerobos pasukan kerajaan dan menemui Prabu Arya.
Saat itu prabu masih di dalam bersama anak dan istrinya dibawah perlindungan prajurit kerajaan.
Sadewo menyampaikan pesandari Patih Widarpa yang cukup gila untuk Prabu Arya .

Patih Widarpa memberikan dua kemungkinan untuk Prabu menyelamatkan diri.
Yang pertama adalah menunggu pasukan Widarpa berhasil menerobos dan melarikan diri dari kerajaan, tentunya dengan resiko bahwa mereka harus tetap menghadapi Kedua patih yang memberontak.
Atau cara kedua yang lebih bisa meminimalisir korban tapi membutuhkan pengorbanan sang Prabu.

Cara kedua yaitu menggunakan kekuatan Keris Ragasukma untuk memisahkan Sukma dari Raga Sang Prabu dan anggota keluarganya dan membiarkan ruangan dan tubuh mereka terbakar.
Setelah mengetahui jasad raja yang sudah mati, Serangan andaka dan gardapati pasti akan terhenti dan setelahnya Patih Widarpa akan memulihakan raga mereka dengan pusaka Keris Sukmageni miliknya.
Namun itu hanya bisa terjadi apabila Prabu Arya Darmawijaya mau mempercayakan nyawanya kepada Patih Widarpa.

Awalnya Sadewo ragu dan iapun kaget dengan keputusan Prabu Arya untuk menggunakan cara kedua.
Ia tidak menyangka bahwa Prabu Arya begitu percaya dengan Patih Widarpa yang selama ini dikenal oleh prajurit kerajaan sebagai patih yang tidak taat aturan.
“Kau lihat getaran di keris itu? Itu artinya Sukma Prabu Arya masih utuh..” Ucap Patih Widarpa.
Sepertinya Sadewo mengerti maksud Patih Widarpa.
Tanpa menunggu lama Patih Widarpa mengeluarkan keris sukmageni miliknya dan menghampiri jasad Prabu Arya dan keluarganya yang penuh luka bakar telah didandani oleh Sadewo dengan pakaian biasa.
Dengan darah yang menetes dari lukanya, Keris Sukmadeni miliknya mengeluarkan api yang menetes ke tubuh Prabu Arya dan anggota keluarganya.

Perlahan luka bakar di raga itu mulai pulih.
Setelah melihat Sadewo dan Nyi Suratmi merasa lega , iapun meminta mereka untuk meninggalkan ruangan untuk membiarkan Patih Widarpa menyelesaikan Ritualnya.

Sadewo dan Nyi Suratmi menunggu dengan cemas di luar kamar.
Mereka sama sekali tidak berani mengusik apa yang dilakukan oleh Patih Widarpa Sampai ketika menjelang subuh seseorang keluar dari kamar itu.

“Hormat saya untuk yang mulia!” Sadewo mendadak berlutut melihat sesosok yang sangat ia kenal keluar dari ruangan.
Nyi Suratmipun tak mampu berbicara , ia hanya berlutut mengikuti apa yang Sadewo lakukan.
“Sudah… kalian semua berdiri! Rasa terima kasih saya tidak akan cukup untuk membalas kalian..”

Ucap Prabu Arya yang keluar dari kamar tanpa luka sedikitpun.
“Kehormatan besar bagi saya abdi Kerajaan untuk bisa berguna bagi prabu” Jawab Sadewo.

“Sekarang cukup dengan formalitas ini.. bantu saya merawat Patih Widarpa, dia menggunakan terlalu banyak darah untuk menyelamatkan kami”
Ucap Prabu yang segera memberikan arahan untuk Sadewo dan Nyi Suratmi.

Nyi Suratmi terlihat cemas, namun dia sadar akan posisinya yang hanya rakyat kecil dihadapan para pejabat-pejabat yang saat ini menempati rumahnya.
“Ternyata kamu bidadari yang sering diceritakan oleh Widarpa…?” Tanya Prabu Arya kepada Nyi suratmi yang masih tidak tahu bagaimana harus bersikap.

“Maafkan hamba yang mulia… Hamba tidak mengerti maksud Yang mulia” Jawab Nyi Suratmi.
“Ya sudah , bantu saya siapkan air hangat dan beberapa rebusan obat.. nanti saya ceritakan di dalam” Perintah Prabu Arya.

“O iya… Widarpa juga menanyakan Jenang lemu Jatahnya..”
Nyi Suratmi yang mendengar ucapan terakhir Prabu Arya mulai tersenyum tipis dengan air mata haru yang menetes di matanya.

Ia segera mempersiapkan segala sesuatu yang diminta dan mengantarnya ke kamar.
Seorang wanita terlihat sedang merawat Widarpa, itu adalah Ratu Kerajaan Darmawijaya , Nyai Sari istri dari prabu arya dan di sebelahnya seorang lagi anak kecil yang tertidur lelap, pangeran Surya Darmawijaya.
Nyi Suratmi mengantarkan obat-obatan yang ia buat dan air hangat untuk mengobati Patih Widarpa dan segera bersiap meninggalkan ruangan.

“Nyi Suratmi… Jangan keluar, di sini saja.. ada yang mau saya ceritakan” Perintah Prabu Arya.
Nyi suratmi menuruti ucapan Prabu Arya.

Sembari Nyai sari merawat Patih Widarpa dengan obat-obatan dan ilmunya, Prabu arya menceritakan sesuatu yang memang untuk didengar oleh Nyi Suratmi.
Ternyata walaupun Patih Widarpa dikenal dengan patih yang sering bolos dan tidak taat aturan, Dia sering datang ke jendela ruang raja untuk menceritakan apapun mulai dari kondisi rakyatnya, musuhnya, hingga akhir-akhir ini tentang seorang wanita.
“Widarpa pernah protes kepada saya, mengapa jatah makan panglima dan prajurit di pesta lebih enak dari yang dihidangkan untuk patih” Cerita Prabu Arya.

“Rupanya bukan dari menu masakanya, melainkan dari rasa masakan yang dibuat oleh Nyi Suratmi ini”
Awalnya raja ingin memerintahkan juru masak kerajaan untuk menyuruh nyi suratmi memasak untuk patih,
namun Widarpa lebih rela masakan Nyi Suratmi dinikmati oleh Prajurit-prajurit yang sudah berjuang banyak untuk kerajaan namun belum tentu mendapat balasan yang sebanding.
“Maafkan saya yang mulia, sampai kejadian kemarin saya tidak mengira bahwa Dayu ternyata adalah seorang patih kerajaan yang menguasai wilayah tempat saya tinggal..” Jawab Nyi suratmi.
“Widarpa memang seperti itu.. dia tidak ingin orang mengenalnya sebagai patih, katanya ia ingin bebas hidup di wilayahnya tanpa dipusingkan dengan jabatanya” Jelas Prabu Arya.
Cukup panjang Prabu Arya menceritakan mengenai kekaguman Patih Widarpa kepada Nyi Suratmi.

Cerita itu juga membuat Sadewo Basukarna yang mendengarnya semakin menghormati patih yang selama ini dikenal berandalan.
“Sudah yang mulia… Jangan buat saya lebih malu lagi” Sebuah suara lemah muncul dari sisi belakang kamar.

Terlihat Patih Widarpa sudah mulai tersadar dan mencoba untuk duduk.

Melihat Patih Widarpa sudah mulai sadar mata nyi suratmi terlihat berkaca-kaca.
Cerita dari Prabu Arya membuatnya tidak ragu lagi dengan perasaan Patih Widarpa.

“Maafkan hamba yang mulia, Hamba hanya mampu menyelamatkan raja dengan cara yang sangat menyakitkan ini” Ucap Patih Widarpa yang menyalahkan dirinya sendiri.
“Tidak… Ini adalah cara terbaik, aku sendiri bahkan tidak pernah terpikirkan cara ini. AKu berhutang nyawa padamu” Prabu Arya menjawab kecemasan Patih Widarpa.
“Apa rencana kita setelah ini yang mulia? Pasukanku tidak akan mampu mengalahkan seluruh pasukan Kedua patih itu" Tanya Patih Widarpa yang masih cemas dengan kondisi kerajaan.
Prabu arya berfikir sejenak, ia tidak mampu menemukan cara untuk kembali merebut tahta kerajaan yang saat ini kosong.

“Widarpa… aku tidak peduli dengan tahtaku saat ini, yang terpenting selamatkan warga dari pertempuran yang tidak ada artinya ini”
Prabu Arya mencoba mencari kemungkinan terbaik yang bisa dilakukan.

“Baik yang mulia.. saya akan memerintahkan Pasukan untuk mengevakuasi warga ke satu tempat yang paling aman… Wilayah Istana Setra Geni” Jawab Patih Widarpa.
“Patih.. bukanya itu wilayah yang baru saja kalian taklukan? Apa kamu yakin itu aman?” Prabu arya merasa ragu.

“Mohon maaf atas kelancangan saya yang mulia.. saya akan mengakui sesuatu” Patih Widarpa mencoba menceritakan suatu hal yang belum diketahui oleh raja.
Setelah berhasil menaklukan Wilayah Setra Geni rupanya Patih Widarpa tidak menghukum mati Raja Indrajaya yang ditangkap sebagai tawanan perang.
Ia mengembalikan Tahtanya dengan meletakan prajurit kepercayaan Patih Widarpa untuk menduduki posisi penting di kerajaan itu untuk membereskan pejabat-pejabat yang menyebabkan pertempuran dua kerajaan itu terjadi.
Hal ini ia lakukan karena ia merasakan rasa cinta raja pada rakyatnya mengingatkanya kepada Prabu Arya. Sehingga saat ini kerajaan itu tetap berdiri atas perlindungan Patih Widarpa.
Mendengar cerita itu Prabu Arya semakin kagum dengan Patih Widarpa.

Ia memutuskan untuk mengikuti semua rencananya untuk mengevakuasi rakyatnya.
“Yang Mulia.. saat perjalanan saya minta kita semua tetap menyamar sebagai rakyat, Tidak boleh ada seorangpun yang menyadari karena saya tidak memiliki kemampuan untuk melindungi Prabu lagi…”

Ucapan Patih Widarpa kali ini membuat raja khawatir.
“Apa maksudmu Widarpa? Kau salah satu patih terkuat dan tersakti yang kumiliki?” Tanya Prabu Arya.

Rupanya untuk memulihkan seluruh raga Prabu Arya dan keluarganya yang seharusnya telah mati.
Patih Widarpa mengorbankan seluruh kesaktianya untuk menyalakan Api terkuat dari keris sukma geni.

“Tidak… tidak mungkin Widarpa, pengorbananmu terlalu besar.. kita harus mencari cara untuk mengembalikan kesaktianmu” Prabu Arya terlihat semakin khawatir.
Patih Widarpa terlihat sedikit cemas. Tidak mudah untuk mendapatkan kesaktianya kembali..

“Tidak Prabu… terlalu sulit, Kesaktian saya didapatkan dari suatu tempat yang sulit di jangkau..
lagipula saya memang selalu siap untuk menjadi rakyat biasa” Ucap Patih Widarpa.
“Beri tahukan kepadaku, dari mana kesaktianmu di dapat… Mpu dan Sesepuh kerajaan di luar sana akan membantumu” Tanya Prabu Arya yang bersihkukuh ingin membalas pengorbanan Patih Widarpa.
“Tidak semudah itu yang mulia…
Ilmu saya berasal dari alam yang hanya dapat terhubung dengan syarat yang tidak mudah ,
Nama tempat itu ..

Jagad Segoro Demit…”

(Bersambung Part 4 – Prabu Arya Darmawijaya )
Widarpa Dayu Sambara
Part 4 - Prabu Arya Darmawijaya Image
Hampir dua hari perjalanan telah dilalui menuju wilayah Setra Geni. Perjalanan tanpa kereta kuda dan pengawalan ini mampu menyamarkan keberadaan mereka walaupun memakan waktu cukup lama.

“Salam hormat saya kepada Yang Mulia Prabu Arya Darmawijaya dan Patih Widarpa..”
Sambut Raja Indrajaya yang sudah menunggu di depan istana.

“Terima kasih Raja Indrajaya bersiap menampung kami” Prabu Arya membalas sambutan Raja Indrajaya dengan sangat sopan.
Menjawab balasan Prabu Arya sang pemegang kuasa tertinggi istana sentra geni itu hanya menggelengkan kepalanya.

“Menampung? ..
Sejak Patih Widarpa menaklukan Setra Geni dan menaruh orang-orang hebatnya untuk membersihkan kerajaan ini , Wilayah ini sudah sepenuhnya menjadi bagian Kerajaan Darmawijaya..”

Ucap Raja Indrajaya yang tak henti-hentinya menyanjung patih widarpa.
“Bahkan jika patih meminta kedudukan saya sebagai rajapun akan saya serahkan dengan sukarela”

Prabu Arya menoleh pada Widarpa dan semakin kagum dengan patih setianya yang selama ini hanya Ia kenal di dalam kerajaanya saja.
“Wis wis.. jangan berlebihan. Lebih baik kita segera masuk dan amankan Prabu Arya…” Ucap Widarpa yang merasa risih dengan formalitas ini.

...

Setelah mengumpulkan pejabat-pejabat kerajaan yang hampir setengahnya diisi oleh orang-orang Patih Widarpa, Prabu Arya menceritakan semua hal yang memporak-porandakan kerajaanya.
“Kelompok Gamelan alas Kamulan? Bukanya itu kelompok yang juga sering diundang oleh pejabat – pejabat sebelumya..” Ucap salah satu panglima yang ditugaskan oleh Patih Widarpa di istana ini.

Prabu Arya dan Patih widarpa saling menoleh seolah menarik sebuah benang merah.
“Mungkin saja pejabat dan panglima kerajaan Indrajaya sebelumnya juga terpengaruh oleh kelompok gamelan ini.. kalau memang benar sepertinya sudah jelas siapa musuh sebenarnya” Ucap Patih Widarpa.

Semua yang ada di ruangan seolah sepakat dengan kesimpulan ini.
“Prabu Arya… Raja IndraJaya… sebelum kita melanjutkan ini, ada yang harus saya lakukan dan butuh peran serta dari Prabu Arya dan Raja Indrajaya”

Kali ini Patih Widarpa mulai berbicara dengan wajah yang serius.
Seolah mengerti yang dimaksud Patih Widarpa, Prabu Arya mengangguk.

“Benar Raja… Saat ini Patih Widarpa tengah kehilangan kesaktianya demi menolong saya, Kami harus mencari cara untuk mengembalikan kesaktianya lagi..”
Jelas Prabu Arya.
Raja Indrajaya terlihat terkejut mendengar ucapan itu, Ia jelas tahu kerugian besar yang dihadapi jika Patih Widarpa kehilangan kekuatanya.

“Apa… apa yang bisa kami lakukan untuk membantu mengembalikan kesaktian Patih Widarpa?” Tanya Raja Indrajaya.
“Kesaktian Patih Widarpa , Ajian Segoro Demit menggunakan aliran kekuatan dari Alam lain yang disebut Jagad Segoro Demit..

namun untuk membuka gerbang itu lagi kita membutuhkan benturan kekuatan ghaib yang besar untuk menarik perhatian dari Penguasa di sama” Jelas Prabu Arya.
Raja Indrajaya sedikit mengerti, namun ia cukup khawatir.

“Saya pernah mendengar mengenai Jagad Segoro Demit, namun saya tau dengan jelas… Kekuatan di tempat itu hampir tidak bisa dikendalikan. Apa itu ilmu yang Patih gunakan untuk melawanku dulu?” Tanya Raja Indra.
Patih Widarpa mengangguk.

“Benar Raja.. saya memiliki kemampuan untuk membuka dan menutup kesadaran saat menggunakan ajian itu, Tapi sebenarnya… bukan itu permintaan yang ingin saya minta..”
Mendengan ucapan Patih Widarpa, Prabu arya dan Raja Indrajaya menoleh mempertanyakan maksud ucapanya.
“Yang saya maksud…
Saya ingin meminta tolong Prabu Arya dan Raja Indrajaya merestui pernikahan saya dengan Nyai Suratmi.. “

Ucap patih Widarpa dengan tawanya yang sedikit nyeleneh.
Seluruh pejabat di dalam ruangan tertawa mendengar tingkah laku Patih Widarpa.

Terlihat juga Nyi Suratmi yang menunggu di pojok ruangan berusaha menahan rasa malunya.

Namun jelas terlihat raut wajah bahagia di wajahnya.
“Terima kasih apabila yang mulia prabu Arya dan Raja Indra bersedia merestui… mengenai kesaktian saya, belum ada yang perlu dikhawatirkan, ilmu bela diri dan Ajian sapu angin saya masih ada untuk melindungi tempat ini..”

Jelas Patih Widarpa.
….
Peperangan di wilayah kerajaan Darmawijaya terus berlanjut hingga memakan banyak korban.

Sebaliknya di wilayah Setra Geni Patih Widarpa yang sudah menikah dengan Nyai Suratmi hidup tenang dan memiliki seorang anak.
Raja Darmawijaya masih menghimpun pasukan dari wilayah widarpa yang tak tersentuh oleh pertempuran kedua patih itu.

Melihat kekhawatiran Prabu Arya akan warganya, Diam-diam Patih Widarpa sering kembali ke kerajaan Darmawijaya untuk mengungsikan warga terlibat perang.
Lambat laun Prabu Aryapun mengetahuinya dan semakin merasa bertanggung jawab.

Kerajaan Setra Geni berkembang semakin pesat.

Dengan kebijaksanaan Prabu Arya dan kedekatan Raja Indrajaya dengan seluruh Rakyanya, hampir tidak ada warga yang mengeluh.
Walau begitu , prabu Arya seolah merasakan adanya bom waktu yang akan menimpa mereka ketika Andaka dan Gardapati menyadari tentang kerajaan ini.
Setelah berhasil menghimpun kekuatan untuk bertahan, Prabu Arya memutuskan untuk pergi dari kerajaan untuk menemui mahaguru dan sesepuh yang tersebar di Tanah Jawa.
Tanpa membawa sedikitpun identitas kerajaan , Ia pergi menuju ke arah timur ke sebuah hutan yang konon dihuni oleh lima jin penguasa.

Ia memulai semuanya dari awal , mulai dari belajar bertahan hidup di alam hingga ilmu-ilmu fisik.
Pencarianya berakhir di ujung hutan dimana terdapat sebuah kerajaan. Ia tau dengan jelas.. ini bukanlah kerajaan manusia. Namun hanya inilah satu-satunya jalan untuk menemui mahaguru.
Prabu Arya mulai memasuki kerajaan, ia segera melihat keramaian makhluk dengan berbagai wujud.

Siluman kera setinggi pohon kelapa, Ular berkaki yang merayap di atap-atap rumah, hingga makhluk hitam besar berwajah seperti burung hantu.
Walaupun sudah menghilangkan keberadaanya dan berjalan dengan hati-hati , rupanya keberadaan Prabu Arya disadari oleh ras buto yang memang menjadikan manusia sebagai makananya.
Sebuah ayunan besar mengarah ke Prabu Arya, dengan sigap ia menghindari dengan Ilmu lompatan yang ia miliki.

Tak selesai sampai di situ, makhluk kerdil pemakan darah sudah siap dengan gerombolanya untuk menyerang Prabu Arya.
Menyadari posisinya yang tidak menguntungkan, Prabu Arya memutuskan untuk melarikan diri.

Sayangnya sebelum cukup jauh berlari, jalanya sudah dihadang oleh makhluk kerdil yang melompat mencakar dan mencabik-cabik tubuh Prabu Arya..
terlihat setiap darah yang menetes segera dijilati oleh makhluk itu.

Tidak pasrah dengan kondisinya, Prabu Arya membacakan sebuah mantra dan menyebabkan sapuan angin besar di sekitar tubuhnya untuk menciptakan kesempatan melarikan diri.
Sebelum berlari cukup jauh, terlihat sesosok bayangan berlari mengejarnya dan mengguyurkan benda cari berwarna merah menyerupai darah ke tubuh Prabu Arya.

“Ikuti aku… “
Bisik bayangan itu yang melesat mengarah ke sudut jalan yang gelap. Hingga berhenti di sebuah rumah yang lebih mirip dengan Goa.

“Si siapa kamu? Apa maksud ini semua” Tanya Prabu Arya yang masih belum berani memasuki tempat itu.
“Sssst … yang kusiramkan itu darah kerbau untuk menyamarkan baumu. Sudah masuk!” Ucap makhluk itu.

Prabu arya memperhatikan makhluk yang mencoba menolongnya itu. Sesosok Kera dengan ukuran badan seperti manusia, ia berpakaian layaknya manusia pada jaman itu.
Setelah masuk ke kediamanya, Makhluk itu menutup pintunya dengan batu yang menggelinding hingga kegelapan menyelimuti ruangan.

“Kita biarkan mereka pergi dulu… habis itu ceritakan, mengapa bisa ada manusia di tempat ini?” Tanya makhluk berwujud kera itu.
Suara segerombolan makhluk terdengar melintasi jalanan di tempat itu seolah mencari sesuatu , cukup lama hingga akhirnya suara –suara itu menghilang.
Siluman itu menyalakan api pada sebuah cawan minyak yang terletak di sebuah meja batu miliknya. Cahaya remang-remang mulai menerangi sudut-sudut ruangan ini.

“Sekarang… ceritakan, mengapa seorang manusia nekad bunuh diri memasuki wilayah ini!” tanya makhluk itu.
“Terima kasih atas pertolongan tuan… saya hanya bermaksud melintas menemui mahaguru di sebrang kerajaan ini” Jawab Prabu Arya.
“Untuk melewati kerajaan Demit ini, setidaknya kamu membawa tumbal seratus orang untuk mengalihkan perhatian demit-demit pemangsa manusa di luar sana!” Makhluk itu memperingatkan.
“Tidak! Saya ke tempat ini untuk menolong orang-orangku, bukan malah mengorbankanya.. apa tidak ada cara lain??” Ucap Prabu Arya.

Siluman kera itu menggeleng, ia benar-benar tidak mengerti dengan kenekatan manusia dihadapanya itu.
“Yang kusiramkan itu darah kerbau yang sudah kudiamkan berbulan-bulan hingga membusuk, itupun hanya mampu menyamarkanmu selama beberapa jam..” Jelasnya yang masih memikirkan cara menyelamatkan Prabu Arya.

“Lantas.. mengapa tuan menyelamatkan saya?” Tanya Prabu Arya.
Siluman itu mendekatkan hidungnya ke tubuh prabu arya.

“Saya mencium bau Widarpa dari tubuhmu… tidak usah kau jelaskan siapa dirimu, aku pasti akan membantu siapapun orang terdekat widarpa”
Jawaban siluman itu membuat Prabu Arya merasa heran, bagaimana sampai nama Widarpa bisa terdengar di tengah hutan terpencil ini.

“Maafkan bila saya lancang… bagaimana Tuan bisa mengenal sahabat saya Widarpa?” Tanya Prabu Arya.

Siluman kera itu mulai tertawa.
“Widarpa itu satu-satunya anak manusia yang bertahan hidup di sukunya yang berasal dari hutan ini.. sama seperti ras saya yang menghuni kedua alam di hutan ini.
Suatu ketika gerbang ghaib yang menghubungkan Jagad Segoro Demit terbuka di tempat ini dan mengakibatkan ratusan demit memasuki alam manusia.
Demit yang mulai mengetahui kenikmatan darah manusia segera membantai pemukiman-pemukiman di hutan ini hingga kelima jin penguasa hutan mencoba mengentikan keganasan mereka.
Sayangnya semua itu belum cukup.
Sampai suatu saat kekuatan besar mengalir dari gerbang Jagad Segoro Demit dan merasuki tubuh Widarpa, satu-satunya manusia yang selamat seolah memberi kekuatan untuk membalaskan dendam keluarganya.
Namun bukanya mengamuk , Widarpa hanya menjaga demit-demit itu agar tidak keluar dari hutan ini.

Sepertinya kebajikan yang diajarkan oleh orang tua dan sukunya bisa membuatnya mempertahankan emosinya.
Inilah yang membuat kelima jin hutan dan siluman kera yang berasal dari hutan ini membantu bocah itu.

Sayangnya , berita mengenai kumpulan dedemit ini memancing perhatian orang-orang sakti untuk memanfaatkan kekuatan hitam dari makhluk-makhluk itu.
Kebanyakan dari mereka terlalu meremehkan dan mati mengenaskan.

Hal ini memancing amarah bangsa demit itu untuk keluar dari hutan yang akhirnya dikejar oleh Widarpa yang tidak pernah kembali hingga saat ini.
Mungkin saja ia sudah tau bahwa demit dihutan ini sudah terkendali oleh sosok yang lebih sakti… “

Cukup panjang cerita yang disampaikan oleh makhluk itu.
Tapi dari cerita Siluman kera itu akhirnya Prabu Arya mengerti mengenai asal-usul anak kecil yang tersesat di kerajaanya beberapa belas tahun silam itu.

“Apa yang tuan maksud mengenai sosok yang lebih sakti itu adalah mahaguru?” Tanya Prabu Arya.

Siluman kera itu mengangguk.
“Sungguh luar biasa cerita yang disampaikan oleh tuan, Saya Arya Darmawijaya pasti akan menceritakan kabar tuan pada Widarpa.. ia pasti akan senang mendengarnya. Jika diijinkan apa saya bisa mengetahui nama Tuan?”

Prabu Arya sangat ingin menceritakan hal ini pada Widarpa.
“Demit itu tidak punya nama… manusialah yang meberi nama pada kami, Tapi Widarpa memanggilku Giridaru kera alas wetan” Jawabnya.

Prabu Arya sungguh tidak menyangka, bahkan sampai di tempat yang tak terjamah manusia ini sosok Widarpa masih bisa menyelamatkanya dari masalah.
“Sekarang permasalahanya, bagaimana Tuan Arya ini bisa selamat dari kerajaan demit ini…” Ucapnya yang masih khawatir.
Mereka berdua memikirkan berbagai macam cara, namun tidak ada satupun cara yang aman. Satu-satunya cara adalah menerobos kerajaan ini dengan bau darah kerbau yang bisa menyamarkan bau manusia.
“Ingat tuan… bau ini bisa menyamarkan dari demit kecil, tapi untuk demit sekelas panglima kerajaan jelas tidak mungkin. Hindari mereka dan larilah hingga melewati danau kecil diluar kerajaan” Peringat Giridaru pada Prabu Arya.

“Dan sampaikan salam hormatku pada mahaguru…”
Setelah membalurkan tubuh Prabu Arya dengan darah kerbau, Giridaru membuka batu penutup goa dan membiarkan Prabu Arya pergi meninggalkan kerajaan.
Prabu Arya menyelinap diantara bayang-bayang bangunan untuk menghindari demit-demit di sekitarnya menyadari keberadaanya. Beberapa buto juga masih berjaga seolah masih mencari keberadaanya.
Cukup lama namun pasti, Prabu arya sampai di gerbang belakang kerjaan demit yang tersimpul dari kayu-kayu lapuk. Ia bergegas berlari menuju keluar kerajaan hingga kembali masuk ke dalam hutan.

Sayangnya ternyata ada sesosok makhluk yang mengikutinya.
Makhluk itu melesat dengan cepat, namun di setiap pohon-pohon di jalur yang ia lewati tertihat tumbang dengan tenaganya yang besar.

Melihat hal itu Prabu Arya berhenti dan memastikan siapa yang akan menjadi lawanya.
Manusia… hampir.. makhluk itu hampir menyerupai manusia, hanya saja seluruh tubuhnya yang besar berwarna hitam pekat ,bermata merah, dengan rambut hitam di seluruh tubuh bagian belakangnya.

“Apa maumu?” Tantang Prabu Arya yang siap melawanya.
Bukanya menjawab, makhluk itu hanya mengeram seperti hewan buas. Sepertinya tidak semua demit atau siluman di sini bisa berbahasa manusia.

Makhluk itu menerjang prabu arya dan bersiap menghantamkan lenganya yang besar. Dengan sigap Prabu Arya menghindar dan mencabut kerisnya.
Sebuah lompatan cukup membuat dirinya berpindah ke punggung demit hitam itu, ia melawan dengan menusukkan kerisnya namun sepertinya tidak banyak berpengaruh.

Sebaliknya Demit itu malah menghantamkan tubuhnya ke sebuah pohon hingga Prabu Arya tergencet.
Sebuah mantra diucapkan oleh prabu arya dan membuat sisi tajam kerisnya menyala keemasan. Kali ini ia menahan pukulan makhluk itu dengan kerisnya yang mengakibatkan beberapa jari demit itu terputus.
Merasa kesal, makhluk itu meraung dengan keras hingga terdengar suara serupa dari sudut-sudut hutan ini. Sepertinya pengikutnya juga ada di sekitar sini.

Prabu Arya mundur… ia memang tidak bermaksud untuk bertarung sampai akhir dengan demit ini.
Ia hanya memastikan apa cara terakhirnya bisa berhasil.

Suara-suara dari hutan mulai mendekat.. ketika mereka semua sudah berkumpul, tidak ada lagi cara untuk selamat.
Ajian Amblas Bumi… sebuah ajian yang memungkinkan penggunanya masuk ke dalam tanah dan bergerak di dalamnya seperti layaknya di daratan.

Ia merapalkan ajian itu dan meninggalkan demit hitam bersama pasukanya yang mulai bermunculan.
Prabu Arya menahan nafasnya sekuat mungkin untuk meneruskan perjalanananya dari dalam tanah hingga di hadapanya terdapat danau kecil sesuai arahan Giridaru.

Danau yang cukup kecil , sebenarnya hanya dengan tiga kali lompatan ilmunya prabu arya bisa melewati danau ini.
Hanya saja ia sudah merasakan keberadaan makhluk-makhluk penunggu danau yang mungkin saja bisa mencelakainya.

Namun sepertinya kekhawatiranya sirna ketika melihat seseorang yang ia kenal telah menunggu di sebrang danau.
“Lewat saja… Penunggu danau tidak akan mencelakaimu” Ucap seseorang yang ia kenal sebagai Mahaguru yang pernah beberapa kali ditemuinya ketika belajar ilmu batin.
Prabu arya melompat dengan ilmu tapak anginya, hanya dengan tiga kali tapak kakinya menyentuh air Ia bisa melewati danau itu dengan mudah.

“Salah hormat murid untuk mahaguru” Ucap prabu arya kepada seseorang yang sangat ia hormati itu.
“Heh.. Mana ada seorang raja berlutut sama kakek-kakek tua gembel, cepat berdiri” Ucap mahaguru kepada Prabu Arya.

“Aku sudah tau masalahmu… ayo masuk dulu ke pendopo”
Prabu Arya merasa takjub, bahkan sebelum mengutarakan maksudnya mahaguru sudah mengetahuinya terlebih dahulu.

“Terima kasih Mahaguru… apa itu berdasarkan hasil penerawangan ?” Tanya Prabu arya sembari mengikuti orang yang sangat dihormatinya itu.
“Haha.. Bukan… itu, beberapa waktu lalu salah satu sesepuh sudah datang duluan sebelum kamu untuk menceritakan semua.. “ Balasnya.

Sebuah pendopo tua terlihat di tempat itu yang Prabu Arya duga sebagai tempat tinggal Mahaguru saat ini.
Secangkir minuman rempah-rempah dituangkan dari kendi kecil. Mereka memulai pembicaraan dari hal-hal kecil yang mereka lalui terakhir bertemu.

Rasanya kelelahan selama perjalanan tadi hilang seketika setelah berbincang-bincang denganya.
“Seharusnya kamu ga harus kesini lho le… “ ucap mahaguru saat mulai membahas mengenai kerajaan.

“Tapi maaf guru, saya membutuhkan ilmu untuk menyelamatkan rakyat…” pinta Prabu Arya.

Mahaguru hanya menggeleng.
“Kamu sudah memiliki semua ilmu untuk menyelesaikan masalah ini… coba kamu ingat-ingat lagi apa tujuanmu” Ucapnya lagi.

Prabu Arya berfikir sejenak dan segera menjawab petunjuk dari mahaguru.

“Saya ingin menyelamatkan kerajaan, Guru…” Jawab Raden Arya.
“Yang ingin kamu selamatkan tahtamu atau rakyatmu?” balas Mahaguru.

“Rakyat .. saya tidak peduli dengan tahta saya seandainya rakyat yang terlibat pertempuran bisa selamat”
Prabu Arya menjawab dengan wajahnya yang merasa bersalah.
“Kau sudah tahu caranya… dan sudah mulai kau lakukan”

Prabu Arya mengingat apa yang sudah terjadi setelah pergolakan di istana. Sebagian warga sipil sudah mulai berpindah ke wilayah setra geni dan ia hanya harus memastikan lebih banyak yang selamat.
“Tapi… suatu saat kedua patih akan menyerang setra geni , patihku yang setia juga telah kehilangan kesaktianya yang di dapat dari Jagad Segoro demit”

Sekali lagi prabu arya menyampaikan keresahanya.
“Kalau itu membutuhkan pengorbanan yang besar… kalaupun ada yang bisa membuka gerbang itu lagi adalah gelombang besar dari pertemuan ilmu terkuat.
Kalau untuk mengalahkan kedua patihmu.. kamu cukup menggunakan siasat dan mengorbankan yang kamu miliki..”
Prabu Arya mulai mengerti apa yang dimaksud mahaguru.

Selama ini ia berfikir untuk menyelamatkan rakyatnya, ia harus merebut tahta dan membangun kembali kerajaan seperti semula.

Namun dari ucapan mahaguru malah mengarah ke sebaliknya.
Tanpa Kerajaan Darmawijaya , Rakyat bisa hidup sejahtera di bawah pemerintahan Raja Indrajaya walaupun tanpa dirinya sebagai raja.

Dan dengan siasat yang disampaikan oleh mahaguru, Raja bisa mengalahkan kedua patih tanpa menjatuhkan lebih banyak korban.
“Guru saya sudah mengerti yang guru maksud… sebelum saya kembali, ijinkan saya berlatih kembali Ajian yang dulu pernah guru ajarkan…

Ajian Ilmu peremuk bumi…

(Bersambung Part terakhir)
Terima kasih sudah membaca part 4 sampai selesai..

yang sudah gak sabar pengen baca duluan tamatnya atau sekedar memberi dukungan bisa mampir ke karyakarsa ya..

terima kasih

karyakarsa.com/diosetta69/wid…
Schedule Update

Widarpa Dayu sambara part akhir - 15/9
Jagad Segoro Demit part akhir - 16/9
WIDARPA DAYU SAMBARA
Part 5 - Jagad Segoro Demit

Karena bukan cerita Horror, update pagi gpp lah ya..

tolong bantu retweet biar temen2 yang lain dapet updatenya..

sama kalau puas sama cerita ini boleh tolong sekedar tinggalin reply dengan hashtag #diosetta Image
“Kulo Nuwun… Permisi” Terdengar suara seorang pria mengetuk kediaman Nyai Suratmi.
Nyai Suratmi mengintip lewat jendela dan segera membukakan pintu untuk seseorang yang sangat ia kenal itu.
“Yang Mulia… silahkan masuk, mohon maaf saya tidak mempersiapkan kedatangan Yang Mulia” Ucap Nyai Suratmi yang kaget melihat kedatangan Prabu Arya yang hanya datang sendirian dengan pakaian layaknya rakyat biasa.
“Sudah-sudah.. panggil Prabu Arya sudah cukup” Ucap Prabu Arya yang segera memasuki rumah Nyai Suratmi.
“Baik Prabu.. silahkan duduk, tapi Patih Widarpa saat ini sedang tidak ada di rumah…” Jelas Nyai Suratmi.
“Saya sudah tau… dia pasti sedang kembali ke kerajaan lagi kan?” Tanya Prabu Arya pada Nyai Suratmi yang memang sudah berusaha menyembunyikan apa yang Patih Widarpa lakukan.
“Mohon maaf Prabu.. rupanya prabu sudah tau, Dayu yang bilang ke saya untuk merahasiakan ini, takut Prabu Arya khawatir…” Nyai Suratmi mencoba menjelaskan.
Walaupun sudah menikah dengan Nyai Suratmi dan memiliki seorang anak laki-laki Patih Widarpa masih memilih untuk memperjuangkan kerajaan Darmawijaya yang saat ini direbutkan oleh kedua Patih.
“Mohon maaf bila saya lancang… lantas ada keperluan apa sampai Prabu Arya repot-repot ke tempat kami..” Tanya Nyai Suratmi.
Prabu Arya menaikkan kotak kayu dengan ukiran kuno yang sedari tadi ia bawa ke atas meja.
“Saya belum sempat memberikan hadiah atas pernikahan dan kelahiran putra pertama kalian… sampaikan pada Widarpa, tolong terima hadiah saya ini….” Ucap Prabu Arya kepada Nyai Suratmi.
Nyai Suratmi membuka kotak yang diberikan oleh Prabu Arya, terlihat dengan jelas benda yang diberikan itu merupakan barang yang sangat berharga.. Persis seperti yang dibawa prajurit kerajaan bernama Sadewo saat menyelamatkan raja.
“Yang Mulia… maksud saya.. Prabu Arya… ini terlalu berharga, saya yakin Dayupun tidak berani menerima ini” Ucap Nyai Suratmi yang mencoba mengembalikan Keris Ragasukma yang tersusun rapi sebuah kotak.
“Saya tau… Widarpa tidak mungkin menerima ini, makanya saya datang kepada Nyai Suratmi. Saya ingin keris Ragasukma ini hanya dimiliki turun-temurun oleh keturunan Sambara” Jelas Prabu Arya.
Nyai Suratmi mulai mengerti maksud Prabu Arya. Tidak mungkin lagi Nyai Suratmi untuk menolak perintah sesakral ini dari seorang raja yang sangat dikagumi oleh suaminya.
Prabu Aryapun lega ketika Nyai Suratmi bersedia menerima pemberianya itu.
“Jika tidak keberatan .. apa saya boleh melihat anak kalian?” Lanjut Prabu Arya.
“Tentu… tentu saja boleh, saya sangat merasa terhormat” Ucap Nyai Suratmi yang segera masuk ke dalam kamar dan segera kembali dengan membawa sesosok bayi mungil di gendonganya.
Wajah Prabu Arya terlihat tersenyum bahagia melihat seorang bayi yang tertidur pulas dipelukan ibunya. Tekadnya semakin bulat untuk menyelamatkan rakyatnya terutama keluarga dari pengikutnya yang setia Patih Widarpa.
“Siapa nama anak ini?” Tanya Prabu Arya.
“Katanya Dayu tidak mau dipusingkan memikirkan nama ana ini, Ia menyuruh saya yang menamakan.. jadi saya menamainya Putra Sambara… “ Jawab Nyai Suratmi yang jelas menunjukan kebangganya terhadap suaminya dalam nama anaknya.
“Hahaha… Nama yang bagus! Memang dasar Widarpa… kalau gitu, jika saya diijinkan apa saya boleh memberikan nama pada anak ini?” Ucap Prabu Arya masih dengan tawanya.

Nyai Suratmi terlihat senang, ia mengangkan anaknya lebih tinggi agar lebih jelas dilihat oleh Prabu Arya.
“Dengan senang hati prabu… suatu kehormatan untuk kami” Balas Nyai Suratmi.
“Ayahnya adalah orang yang hebat… tidak haus kekuasaan dan berbudi baik.. Aku memberi restu pada nama anak ini..

Daryana Putra Sambara..”
Seperti tidak mampu menahan rasa bahagianya , Nyai Suratmi menitikan air mata haru bahkan hingga Prabu Arya menyelesaikan urusanya di rumah itu dan kembali untuk melanjutkan tujuanya.

….
...

“Dinda… masak apa kamu hari ini?” Ucap Widarpa yang baru saja kembari dari urusanya di kerajaan.

“Halah sok manggil Dinda… pasti ada maunya…” Jawab Nyai Suratmi yang malu-malu mendengar godaan suaminya itu.
“Haha… sudah jelas yang kakanda inginkan masakan yang dimasak oleh bidadari yang turun ke pasar “
Goda Widarpa yang selalu bisa membuat Nyai Suratmi tersenyum.
Widarpa segera menghabiskan masakan yang dihidangkan untuknya dengan lahap dan tak henti-hentinya menggendong anak semata wayangnya yang selalu tertawa melihat tingkah laku ayahnya itu.

“Daryana Putra Sambara..” Ucap Nyai Suratmi tiba-tiba.
Mendengar nama itu Widarpa meraskan restu yang sangat besar untuk anak yang digendongnya itu.
“I itu… nama yang bagus” Ucap Widarpa.

“Iya… Prabu Arya yang memberikan nama itu dan merestuinya” Jelas Nyai Suratmi.
Malam itu, Nyai Suratmi menceritakan tentang kedatangan Prabu Arya dan mengenai Keris Ragasukma yang dipercayakan kepadanya.
Awalnya ia menolak, Namun penjelasan Nyai Suratmi mengenai kepercayaan Rajanya kepada keluarganya membuat Widarpa mengalah dan menerima pemberian berharga itu.
Namun dari situ Patih Widarpa tau bahwa Prabu Arya merencanakan sesuatu.

…..
Terdengar ketukan di pintu jendela kamar istana yang menjadi tempat istirahat Prabu Arya. Seolah sudah mengerti, Prabu Arya segera berjalan ke balkon dan menemui Widarpa yang sudah jongkok di pinggir pembatas balkon.
“Prabu… Apa yang prabu rencanakan , Menantang kedua Patih untuk perebutan Tahta?! Itu tindakan konyol” Ucap Patih Widarpa yang langsung menunjukan maksudnya.
Informasi itu ia dapat dari telik sandi yang ia tempatkan di Kerajaan Darmawijaya bahwa Prabu Arya akan menantang kedua Patih untuk pertarungan perebutan tahta.

Prabu Arya menghela nafas, iapun sudah menduga bahwa Widarpa pasti akan menyadari maksudnya.
“Widarpa… Andaka dan Gardapati sudah mendengar kabar mengenai diriku yang masih hidup.. hanya ini satu-satunya cara agar mereka tidak menyerang wilayah ini” cerita Prabu Arya.

Mendengar itu, wajah cemas mulai terlihat di Wajah Patih Widarpa.
“Harus ada yang menghentikan mereka sebelum kerajaan ini menjadi korban kebrutalan mereka juga” Lanjut Prabu Arya.

Jika saat ini Widarpa memiliki kesaktianya, sudah pasti ialah yang akan mencoba menghetikan kedua Patih itu. Namun Ia sadar dengan kemampuanya.
“Tidak Prabu… saya akan mencari cara untuk menghentikan mereka!” ucap Widarpa yang segera bersiap untuk pergi namun dengan cepat ditahan oleh Prabu Arya.
“Tugasmu adalah menjaga rakyat di tempat ini, dan tugasku menghentikan mereka.. aku sudah menghadap mahaguru dan inilah yang terbaik…” Jelas Prabu Arya.
“Satu lagi… ada juga titipan salam dari Kera Alas Wetan Giridaru untukmu… katanya jangan kebanyakan makan, nanti kamu ga bisa lari kalau dikejar Buto..” Lanjut Prabu Arya yang menceritakan pertemuanya dengan salah satu kenalan Widarpa saat kecil.
Mendengar itu, wajah Patih Widarpa terlihat senang seperti anak kecil. Mereka menghabiskan malam dengan bercerita tentang perjalanan Prabu Arya dan masa kecil Widarpa seolah melupakan keresahan yang baru saja dibicarakan tadi.
Saat itu sebenernya mereka juga sudah saling mengerti… bahwa masing-masing dari mereka menyimpan rencana.

…..
Suara alunan musik gamelan mengalun dengan meriah di pelataran Benteng istana Tempat itu sebuah bangunan megah dengan jendela-jendela besar yang selalu memastikan tempat ini mendapatkan cukup cahaya.
Ratusan pengikut setia kedua Patih sudah bersiap menyaksikan pertarungan yang akan menjadi pertunjukan utama di tempat ini.
“Tak kusangka aku bisa tertipu mentah-mentah oleh siasat Patih edan itu…” Terdengar suara Gardapati yang muncul menghampiri Prabu Arya di tengah pelataran.
“Haha… Tapi rupanya ada yang cukup bodoh menyia-nyiakan nyawanya untuk kembali ke sini, Setidaknya itu mempermudahku untuk merebut tahta ini!”
Kali ini Patih Andaka yang datang dengan membawa tombak hitam kebanggaanya.
Prabu Arya tidak menghiraukan ucapan kedua Patih itu dan hanya tetap duduk diam dengan posisi meditasinya untuk sepenuhnya mempersiapkan kekuatanya.
Cahaya matahari mulai berada di atas dan menyinari lubang di atas benteng, sebuah bayangan berbentuk pedang yang beradu terbentuk dengan sempurna dari ornamen jendela benteng yang menAndakan dimulainya pertarungan.
Andaka mulai menghunuskan tombaknya ke arah Prabu Arya , namun ia menghindar tanpa memindahkan posisinya sedikitpun. Berkali-kali ia mencoba namun tidak ada satu seranganpun dari Andaka mampu melukai Prabu Arya.
“Ternyata hanya segini kemampuan Patih yang dulu kubanggakan?” Ucap Prabu Arya mencoba memprovokasi mereka.

Gardapati segera melompat menerjang, namun kali ini Prabu Arya mundur dan membuat kuda-kuda pertarungan tanpa satupun senjata di tangan maupun di tubuhnya.
“Jangan remehkan kami! Keluarkan sekarang juga pusaka kebanggaanmu!” Ucap Gardapati.

“Aku akan melawan kalian dengan tangan kosong, seperti saat aku melatih kalian dulu… “ Balas Prabu Arya yang semakin memperkuat kuda-kudanya.
“Kau pikir kami bodoh?! Kau pasti sudah mempersiapkan siasat licikmu lagi?” Kali ini Andaka lebih berhati-hati.
Walaupun tidak tahu jelas mengenai pusaka raja, mereka tahu benar sebesar apa kekuatan pusaka yang dimiliki seorang penguasa kerajaan.
“Satu-satunya pusakaku sudah kuserahkan kepada orang yang pantas… “ Jawab Prabu Arya.
“Pasti Patih Edan itu! Setelah membunuhmu, akan kurebut pusaka itu darinya..!”

Andaka yang merasa geram segera menyerang Prabu Arya kembali, tapi kali ini serangan itu diperkuat dengan ilmu penguat raga yang menyebabkan hentakan besar di setiap seranganya.
Tak mau ketinggalan Gardapati segera membacakan mantra di pedangnya hingga cahaya hitam menyelimuti bilah tajam pedang itu.

Walaupun dapat menghindar , Prabu Arya tetap terkena dampak dari ilmu ghaib yang menyelimuti pusaka mereka.
Namun tujuan dari Prabu Arya memang bukan untuk menghabisi kedua Patih dengan tangan kosong.
…..

Jauh diluar benteng terlihat satu pasukan masuk menerobos kerajaan darmawijaya atas pimpinan Patih Widarpa.
“Selamatkan sebanyak mungkin warga selama kedua Patih bertarung!” Perintah Patih Widarpa pada prajuritnya.
Bukanya tanpa perlawanan, ratusan prajurit anak buah Andaka dan Gardapati mengepung mereka dari kedua sisi. Seandainya Patih Widarpa masih memiliki kesaktianya, seharusnya ini perkara mudah.
Pertempuran antar kedua kubu mulai terjadi, namun terlihat keanehan saat pasukan Widarpa hanya bertahan tanpa menyerang balik.
Di satu sisi Patih Widarpa menerobos pasukan menuju pimpinan pasukan musuh dengan menarik sebuah gerobak besar.
“Dengarkan saya panglima pasukan Andaka dan Gardapati!” Terdengar suara menggelegar yang memancing perhatian kedua pimpinan pasukan yang menyerang mereka.
Sebuah gerobak besar digulingkan, Terlihat banyaknya bahan makanan , sayuran, daging berjatuhan dari gerobak itu.
“Sudahi pertempuran konyol ini! Kalian tidak perlu kelaparan lagi seperti ini!” Teriak Patih Widarpa yang menahan kesedihanya ketika melihat kondisi prajurit – prajurit Andaka dan Gardapati yang terlihat mengenaskan.
Sebelum melakukan penyerangan, telik sandi kiriman Widarpa sudah memberi tahu kondisi kerajaan yang kekurangan pangan karena tidak cukup lagi sumber daya manusia yang mengolah pertanian dan peternakan.
“Jangan Bodoh! Kau ingin membeli kesetiaan kami dengan ini?!” Ucap salah satu panglima yang masih keras kepala.
“Kesetiaan pada siapa? Jika pada kerajaan seharusnya kalian tidak di sini , seharusnya kalian melindungi rakyat kalian bersama yang lain!” sekali lagi Patih Widarpa mencoba meyakinkan mereka.
“Jatuhkan senjata kalian, dampingi warga kalian ke wilayah aman di setra geni dan hiduplah tenang di sana!”
Kedua panglima mulai ragu, kesetiaanya pada kedua Patih yang membawanya hingga posisinya saat ini ternyata tidak mudah tergoyahkan.
“Aarrrh… Masa bodoh! Aku sudah muak dengan perintah Gardapati yang tergila-gila pada pelacur penari itu”
Mendadak salah satu prajurit Gardapati melemparkan senjatanya dan mulai menyusul para warga yang diselamatkan oleh pasukan Widarpa.
“Benar! Aku tidak mau lagi dapat perintah untuk menyakiti atau memotong bagian tubuh mereka yang seharusnya kulindungi!” Prajurit lain menyusul dan diikuti dengan ratusan prajurit lainya.
Widarpa merasa lega melihat kejadian ini. Ia mengawasi hingga semua prajurit berhasil meninggalkan Kerajaan menuju wilayah setra geni. Namun kedua panglima kepercayaan kedua Patih itu masih berada ditempatnya.
“Biarkan kami tetap disini… mereka sudah cukup untuk menjaga rakyat kerajaan Darmawijaya. Ijinkan kami menjaga kesetiaan kami sampai akhir..” Ucap panglima perang yang masih memilih setia pada Patih Andaka.
“Prabu Arya sedang bertarung di pelataran benteng istana.. saya yakin itu tujuanmu?” Panglima perang pasukan Gardapatipun memilih jalan yang sama.
Patih Widarpa sangat mengerti dengan perasaan mereka, arti sebuah kesetiaan yang telah dibangun semenjak kedua Patih masih berjuang untuk kerajaan tidak akan mudah hilang walaupun pemimpin mereka sudah berpaling arah.
Tanpa menunggu lama, Patih Widarpa segera pergi menuju ke tempat yang ditujukan panglima itu.

…….
(Pelataran Benteng Istana)

Suara tabuhan kendang terdengar meriah setiap serangan-serangan dilancarkan oleh ketiga petarung yang saling bertukar jurus.
Terlihat Prabu Arya melompat setinggi tingginya dan memukulkan kepalan tanganya yang telah diselimuti kekuatan ke arah Patih Andaka yang segera menghindar.

Pecahan-pecahan batu terlihat berhamburan menunjukan betapa kuatnya serangan itu.
Kedua Patih yang melihatnya memutuskan untuk menggunakan senjata pamungkasnya.

Andaka memutarkan berkali kali tombak hitam yang ia bawa hingga muncul bayangan petir hitam yang segera ia gunakan untuk menyerang Prabu Arya.
Seranganya begitu cepat hingga Prabu Arya memutuskan menggunakan ajian Amblas bumi untuk menghindarinya.
Gardapati yang sudah mengenali jurus itu segera membacakan mantra pada pedangnya dan menusukanya ke tanah hingga pelataran benteng yang terbuat dari batu hancur porak poranda.
Prabu Arya yang mendapat serangan itu segera keluar dari tanah dengan menahan darah yang akan keluar dari mulutnya.

Melihat pelataran yang hancur lebur, Prabu Arya tidak menyia-nyiakan kesempatan ia melanjutkan siasatnya
Ajian peremuk bumi.. sebuah ilmu yang menarik kekuatan dari dalam bumi dan mengembalikanya lagi yang konon mampu menghancurkan sebuah bukit.

Ajian ini dirapalkan untuk menghancurkan pondasi terakhir benteng istana yang sudah rapuh dengan serangan Gardapati…
“Selesai…” Ucap Prabu Arya.
Runtuhan batu-batu mulai menjatuhi tempat pertarungan, ratusan pengikut kedua Patih mati tertimpa reruntuhan benteng yang menimpa mereka.

“Sialan! Ternyata ini siasat busukmu!”
Gardapati yang merasa tertipu mencoba melarikan diri , tapi tidak ada satupun jalan yang dapat dilewati.

“Bodoh! Dengan begini kau juga akan mati!” Teriak Andaka.

“hahahaha…. Sudah ada yang menjaga rakyatku… tidak ada lagi yang kusesali!” Jawab Prabu Arya.
“Siapa?? Maksudmu Patih gila itu!” Balas andak yang menunjuk ke salah satu sudut jendela yang mulai hancur.

Prabu Arya menoleh, Terlihat Patih Widarpa berhasil menyelinap masuk ke tempat itu dan segera berlari ke arahnya.
“Bodoh! Pertarungan ini sudah selesai! Kau menyia nyiakan nyawamu!”

Perasaan campur aduk dirasakan oleh Prabu Arya. Tidak mungkin Widarpa bisa menyelamatkan diri dari tempat ini.
“Musuh utama kita belum kalah.. bahkan ketika kedua Patih busuk ini mati” Ucap Widarpa sambil menoleh kepada sekelompok pemain gamelan yang mati tertimpa reruntuhan.

Namun bukanya mati, roh mereka malah bangkit dalam wujud yang mengerikan.
Para pemain gamelan merupakan kumpulan makhluk hitam dengan lidah yang menjulur hingga ke pusarnya. Sinden dan penari yang menjadi biang permasalahan masih terus menyanyi dan menari dengan matanya yang menghitam.
“Andaka, Gardapati! Lihat itu! Setan itu yang kalian perebutkan...? “ Teriak Patih Widarpa yang mencoba menyadarkan kedua Patih.

“Itu Urusanku Widarpa! Aku akan mendapatkan kekuatan besar setelah memenuhi keinginanya” Ucap Gardapati yang telah terhasut oleh setan-setan itu.
Rupanya ada kedua Patih ini telah menjual jiwa mereka pada kelompok penari alas kamulan yang ternyata merupakan setan laknat.

Prabu Arya menghela nafas seolah mendapat suatu penglihatan.
“Widarpa kau urus Demit-demit itu… biar aku yang mengurus kedua Patih ini, saat ada lonjakan kekuatan.. kau tau apa yang harus dilakukan” Ucapnya.

Widarpa menoleh, namun sebelum bertanya lebih jauh Prabu Arya sudah berlari menerjang kedua Patih.
“Andaka , Gardapati akan kuselesaikan dengan satu serangan ini!” Teriak Prabu Arya.

Andaka dan Gardapati yang terpancing mengumpulkan sisa sisa kekuatanya dan mengeluarkan seluruh kekuatan yang mereka miliki.
Ajian peremuk bumi milik Prabu Arya, Ajian Guntur hitam milik Andaka, dan Ajian pembelah gunung milik Gardapati beradu hingga menyebabkan ledakan besar.

Kekuatanya terlalu besar hingga terasa sampai wilayah Setra Geni.
Pertemuan ketiga kekuatan itu menorehkan sebuah lubang menunjukan alam yang berbeda.
“ Prabu.. I itu… lubang itu menuju Jagad Segoro Demit!” teriak Patih Widarpa.

Tanpa melewatkan kesempatan, Patih Widarpa merapalkan Ajian sapu angin dan menerjangkan kelompok gamelan alas gamelan ke lubang itu. Namun ternyata tidak mudah…
Sang penari berhasil menghindar dan menyerang balik Patih Widarpa dengan selendang yang saat ini lebih mirip dengan kain berlumuran darah..

berkali kali serangan Patih Widarpa tidak dapat menyentuhnya namun benteng istana sudah hampir hancur sepenuhnya.
Tak mau menyia-nyiakan pengorbanan Prabu Arya, Widarpa mencengkram Penari yang sudah berwujud demit sepenuhnya dan membawanya memasuki ke sebuah lubang yang menghubungkan dengan alam manusia dengan jagad segoro demit.

….
Tubuh Widarpa terjatuh ke sebuah tempat yang dipenuhi rumput berwarna hitam. Aliran kekuatan bersar berangsur-angsur memasuki tubuh Widarpa.

Suara pertempuran terdengar hampir dari penjuru tempat ini.
Tidak sedikit sinar mata yang berwarna merah menatapnya dari kejauhan seolah bersiap untuk menyerang.

Aliran energi yang mengalir memasuki dirinya membuatnya hampir kehilangan kesadaran.
Namun ini persis seperti saat ia menggunakan jurus andalanya Ajian Segoro Demit sehingga ia sudah biasa mengendalikanya.
“Prabu!!! “ Teriak Widarpa mencari keberadaan Prabu Arya yang mungkin juga terhisap ke tempat ini namun sama sekali tidak ada jawaban selain suara mengeram dari seluruh tempat ini.
Gelombang kekuatan hitam terasa dari sisi utara yang menyerupai kekuatan milik Andaka dan Gardapati. Patih Widarpa segera berlari ke sana hingga menemukan pemandangan yang tidak mungkin ia temukan di alam manusia.
Andaka dan Gardapati yang menerima kekuatan dari Jagad segoro demit telah kehilangan kesadaran dan berubah menjadi makhluk hitam dengan taring dan cakar di lenganya.

Tidak hanya itu, saat ini mereka saling bertarung dengan makhluk lain.
Makhluk bertopeng hitam dengan baju penari, Seorang pemuda berpakaian aneh yang menaiki Siluman kera raksasa, dan seorang pemuda yang terlihat babak belur dengan memegang keris yang sepertinya tidak asing.
Terlihat mereka sedang saling bertempur seolah memperebutkan sesuatu. Hingga pemuda yang menaiki siluman kera raksasa membawa tubuh temanya untuk melarikan diri.

Patih Widarpa yang penasaran dengan keris yang di pegang pemuda itu segera berlari mengikutinya.
Mereka terhenti tak jauh dari tempat Patih Widarpa tadi terjatuh. Pemuda yang menaiki kera raksasa segera menurunkan pemuda itu dan terlihat mencoba membacakan mantra untuk memulihkan temanya yang terbaring di rumput.
Widarpa yang mendengar suara demit-demit yang mendekat merasa khawatir dan segera menghampiri mereka.

“Siapa kalian?!” Ucap Patih Widarpa yang berniat mencari tahu.

Bukanya mendapat sambutan, salah satu pemuda itu malah mengambil sarungnya dan bersiap menerima serangan.
“Arrrghhh… Demit opo meneh kowe! Reneo aku lawanmu !” (Aarhh… setan apa lagi kamu! Kesini aku lawanmu!) Ucap pemuda itu.
“Demit ndasmu…. Koncomu ki ngopo?” (Setan kepalamu! Temanmu ini kenapa?) Ucap Patih Widarpa yang bertingkah setenang mungkin untuk mengurangi kecurigaan mereka, setidaknya saat ini Ia tahu kedua pemuda ini adalah manusia.
“Dia terkena serangan mendadak dari dua makhluk berwujud prajurit kerajaan…” jelas pemuda bersarung itu.
Patih Widarpa memeriksa keadaan pemuda itu. Ia memastikan , bahwa keris yang dipengang oleh pemuda itu adalah keris ragasukma pemberian Prabu Arya. Tapi bagaimana bisa keris itu berada di tangan pemuda itu?
“Wis tenang… tolong jaga tempat ini dulu” Ucap Patih Widarpa yang mengambil keris dari pinggangnya.
“ehh… eh… Kowe arep opo?!” (eh.. eh… kamu mau apa?) Ucap pemuda bersarung yang khawatir kalau Widarpa akan melukai temanya itu.
Segera saja Widarpa mengeluarkan pukulan yang membuat Pemuda itu terpental cukup jauh.

“Itu balasan karna sudah ngatain aku Demit” Ucap Widarpa yang segera menggoreskan keris pada jarinya hingga darah merahnya membasahi bilah tajam keris Sukma geni.
Api yang menetes dari keris itu menyentuh tubuh pemuda yang terluka itu dan mengembalikan kesadaranya.

Belum sempat berbicara lebih panjang, Gardapati dan Andaka yang sudah sepenuhnya menjadi demit menerjang dan segera ditahan oleh Siluman kera raksasa itu.
“Kedua demit Patih ini biar jadi lawanku… kita pisahkan mereka!” Perintah Patih Widarpa.

Bocah bersarung itu kembali menaiki Siluman kera , dan seorang pemuda lagi berdiri membelakangi Patih Widarpa menggenggam kerisnya dan siap bertarung.
Sebuat tebasan pedang yang dimiliki Gardapati mencoba untuk menyerang Patih Widarpa, namun sebuah keris yang digenggam oleh pemuda tadi berhasil menahanya.

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Patih Widarpa menggunakan tenaga dalamnya untuk menyerang Gardapati.
Tidak ada sedikitpun perkataan dalam pertarungan itu. Entah mengapa pemuda ini mampu mengimbangi cara bertarung Patih Widarpa yang tidak beraturan.
Melawan kedua orang ini Gardapati yang sudah dirasuki kekuatan dari jagad segoro demitpun tidak mampu berbuat apa-apa hingga sebelum serangan terakhir terdengar suara alunan gamelan dari salah satu penjuru hutan.
Kedua Patih yang mendengar suara itu segera melompat menjauh seolah mencari arah suara itu dan berlari mengikutinya.
“Mereka berdua biar urusanku… sepertinya urusan kalian lebih besar dari ini” Ucap Patih Widarpa.
“Eyang.. maksud saya… Ki sanak… Terima kasih, tapi apa boleh saya minta satu hal lagi?” Tanya bocah yang memegang keris itu.
“Apa? Cepat katakan… urusanku masih banyak” Jawab Patih Widarpa.
“Tolong coba bilang Bocah Asu! … “ Ucap pemuda itu yang sama sekali tidak dimengerti oleh Patih Widarpa.
“Ealah Bocah Asu! Wis hampir mati wae iseh guyon!!” (Ealahh Bocah Anjing.. Hampir mati aja masih bisa bercanda)
Tak mau menyia-nyiakan waktu Patih Widarpa segera pergi meninggalkan mereka. Terlihat saat ini tidak ada kecemasan lagi di wajah mereka.
Tepat di sisi hutan lain terdapat sebuah genangan air besar yang memantulkan cahaya bulan.

Rupanya sedari tadi Prabu Arya sedang bertarung dengan penari dan kelompok gamelan yang kembali ke wujud demitnya.
Namun yang mengkhawatirkan sepertinya Prabu Arya hampir kehilangan kesadaran oleh kekuatan jagad segoro demit yang merasuki dirinya.

“Prabu! Pergi!” Ucap Patih Widarpa memperingatkan kedatangan kedua Patih lainya.
Prabu Arya yang melihat Widarpa segera menjauh dari pertarungan.

“Sepertinya penari itu berasal dari tempat ini… dia dewi penguasa sendang di alam ini “ Jelas Prabu Arya, seharusnya seranganku tadi sudah melukainya cukup parah.
Patih Widarpa mengerti, Rupanya penari itu memanggil kedua Patih untuk membantunya yang telah terluka dengan serangan Prabu Arya.

“Prabu… di tadi aku menemukan seorang pemuda yang membawa keris Ragasukma, apa mungkin pusaka itu ada lebih dari satu?” Tanya Patih Widarpa.
Mendengar ucapan itu Prabu Arya tersenyum seolah memahami sesuatu.

“Yang pasti.. pemuda yang membawa keris itu bukan orang jahat kan?” Tanya Prabu Arya.

Patih Widarpa menggeleng.
“Kata mahaguru Jagad Segoro demit ini tidak terbatas oleh ruang dan waktu , makhluk dari semua tempat dan semua zaman bisa berada di sini… sekarang lebih baik kita fokus menghadapi mereka” Jelas Prabu Arya.
Energi yang besar mulai memasuki tubuh Patih Widarpa, beberapa mantra dibacakan untuk memanggil kekuatan yang lebih besar sekaligus untuk mengendalikanya.

Terlihat jelas ajian Segoro demit telah kembali ke tubuh Patih Widarpa.
Layaknya hewan buas , Patih gila itu melompat mencabik cabik Andaka dan Gardapati yang dalam wujud demit yang sudah melemah dengan pertarungan sebelumnya.

Serangan serangan dari pengikut setan penaripun tidak mampu melukai Patih Widarpa yang mengamuk.
Melihat itu rasa Khawatir Prabu Arya menghilang.

Ketika demit-demit itu semakin melemah , Andaka dana Gardapatipun ikut tumbang.. Prabu Arya segera membacakan mantra yang diberikan oleh mahaguru.
“Cukup Widarpa… kita kembali! Biarkan demit-demit itu tetap di tempat asalnya”
Mantra itu menarik semua manusia yang ada di dekatnya ke dalam cahaya yang membawa mereka kembali ke alam manusia.

…..
Tumbuhan dan tanaman hutan terlihat di sekitar Patih Widarpa yang tersadar dari mantra Prabu Arya. Terlihat di hadapanya Prabu Arya sedang duduk menanti kesadaran Patihnya itu.

“Tugasku sudah selesai Widarpa…” Ucap Prabu Arya.
Patih Widarpa mencoba untuk duduk dan menghampiri Rajanya itu.

“Benar… Sekarang kita Bisa kembali ke Setra Geni” Balas Widarpa dengan wajah yang lebih tenang.

Namun Prabu Arya menggelengkan kepalanya.
“Jaga Rakyatku… hiduplah dengan bahagia, lindungi keturunanmu dan orang-orang yang kamu sayangi… Sampaikan salamku pada Nyai Suratmi dan Daryana”

Ucapan Prabu Arya membuat Patih Widarpa bingung, namun kebingunganya terjawab ketika wujud Prabu Arya mulai menghilang.
“Prabu… apa ini prabu?” Tanya Patih Widarpa.

“Aku, Gardapati , dan Andaka sudah mati bersama dengan hancurnya benteng istana…

roh kami bertiga tertarik masuk ke jagad segoro demit sehingga kita bisa bertemu di sana..
begitu juga saat kembali … hanya roh kami bertiga yang kembali ke alam ini” Jelas Prabu Arya.

“Aku tidak menyesali semua ini… teruslah tertawa seperti orang gila.. walau aneh, aku selalu merasa tenang saat mendengar suara itu.
Selamat tinggal Widarpa Sang Patih Gila, ”
Ucap Prabu Arya yang perlahan menghilang dari hadapan Widarpa.

…..
....

Setelah kekalahan kedua Patih dan kepergian Prabu Arya wilayah Setra Geni berkembang semakin pesat.
Prajurit dari kerajaan darmawijaya banyak membantu mengembangkan wilayah itu dengan membangun jalur perdaganan dengan kerajaan-kerajaan yang telah menjadi aliansi kerajaan Darmawijaya.
Patih Widarpa kini tidak lagi mau menempati posisinya sebagai Patih , ia menanggalkan kalung pusaka kerajaan yang menjadi penanda Patih dan lebih memilih untuk melatih anaknya Daryana yang tumbuh besar.
Sayangnya… ketenangan itu tidak berlangsung lama. Kekuatan dari Jagad segoro demit yang berada ditubuhnya tumbuh semakin besar dan seringkali membuat Widarpa kehilangan kesadaran dan bahkan hampir melukai orang terdekatnya.
Kejadian itu membuatnya memutuskan untuk pergi meninggalkan keluarganya untuk mengasingkan diri di hutan sambil mencari keberadaan jasad Prabu Arya yang tertimbun.
Sebuah surat dan keris sukmageni ditinggalkan oleh Patih Widarpa untuk Nyai Suratmi dan Daryana. Keputusan yang sangat berat, namun mereka berdua tau bahwa keputusan ini yang terbaik.
Sesekali Widarpa kembali menengok putranya yang sudah tumbuh menjadi seorang pendekar tangguh.
Walaupun jarang menampakan wujudnya, Nyai Suratmi selalu mengetahui kedatangan Widarpa dari setiap melihat makanan yang ia masak di dapur habis tak bersisa, dengan piring-piring yang berantakan.
Saat Daryana sudah dewasa dan berkeluarga , Widarpa tidak pernah lagi kembali ke rumah tersebut hingga Nyai Suratmi memutuskan untuk mengembara membawa keris sukmageni yang diberikan kekasihnya untuk mencari keberadaan Widarpa.

(Widarpa Dayu Sambara - Selesai)
EPILOG

“Bimo !! ke sini sebentar” Teriak Seorang wanita tua yang duduk di kursi kayu tuanya.

“Iya Eyang! Tunggu sebentar” ucap seorang anak laki-laki yang berlari menghampiri wanita itu selepas membantu ayahnya memanen pisang di kebunya.
“Kesini… Ada yang mau eyang berikan”
Sebuah keris dengan ukiran berbentuk api diserahkan oleh wanita itu kepada bocah kecil bernama bimo.

Dengan polosnya bocah kecil itu menerimanya dan mendadak melihat sosok lain di sebelah eyangnya.
“I.. itu siapa eyang?” Tanya Bimo dengan polosnya.

“Itu Nenek Buyutmu… Namanya Nyai Suratmi… Cantik ya..” Cerita Eyang pada bimo.

“Iya Eyang… Cantik” Jawab Bimo dengan polos.
Wujud roh wanita itu hanya tersenyum mendengar ucapan cucu buyutnya itu.
“Kamu kan udah sering bantuin penunggu maupun roh sekitar desa ini, kalau bantuin Nenek buyutmu ini mau ga?” Tanya Eyang pada Bimo.

“Mau donk eyang… nolongin apa ? Bimo siap!” Jawabnya polos.
Kali ini bukan eyang yang berbicara, melainkan roh nenek buyutnya yang menghampirinya.

“Terima kasih ya Bimo… Bantu eyang nemuin jasad kakek buyutmu ya, dia pasti senang kalau bisa ketemu kamu” Ucap Nyai Suratmi yang sudah berwujud roh.
“Siapp donk Eyang… kakek Buyut Bimo pasti orang hebat kan?” Tanya Bimo.

Terlihat roh Nyai Suratmi tersenyum dan mengangguk.

TAMAT
Catatan :

Terima kasih sudah mengikuti kisah "Widarpa Dayu Sambara" sampai selesai.

Mohon maaf apa bila ada kesalahan kata atau cerita saya yang menyinggung.

mohon bisa diambil positifnya dan disingkapi dengan bijak
Besok kita akan upload Part terakhir dari Jagad Segoro Demit
- Jagad Segoro demit part 6 -Cahaya
- Imah Leuweung - Asrama di bawah pohon beringin

kita gass di malam jumat biar bener2 puas..

untuk yang mau baca duluan atau sekedar memberi dukungan :

karyakarsa.com/diosetta69/jag…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Diosetta

Diosetta Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @diosetta

11 Sep
JAGAD SEGO DEMIT
Part 6 - Pusaka

Upload habis maghrib ya... santai aja bacanya, setelah ini tinggal 1 part lagi

@IDN_Horor
@bagihorror
@bacahorror
@qwertyping
@ceritaht
@horrornesia

#ceritahorror #diosetta Image
Jagad Segoro demit
Part 6 - "Pusaka"
Buto.. Demit ras raksasa dengan kekuatan fisik yang konon dapat memindahkan bangunan dengan tenaganya saat ini berkumpul dengan jumlah yang mengerikan di depan mata kami.
Read 80 tweets
10 Sep
HIDDEN TREASURE
Side story yang hanya bisa didapat dengan cara-cara khusus namun tidak mempengaruhi inti cerita utama yang saya share di Twitter (biar sama2 happy 😁)..

Cerita ini sebagai apresiasi untuk pembaca yg rela menyisihkan uang jajanya untuk mendukung di @karyakarsa_id Image
Gending Alas Mayit - Babak Kapisan

Cerita mengenai masa muda Mbah Rusman saat menghadapi Gardapati di gelombang pertama Gending alas mayit

Terdapat di :
- buku cetak
- E- Book karyakarsa
- bonus E-book senandung sedu vol.3
Senandung lirih rembulan malam

Kelanjutan kisah cinta Nandar dan Rani dalam bentuk sitkom atau cerita ringan

Terdapar di :
- E-book karyakarsa
Read 7 tweets
9 Sep
JAGAD SEGORO DEMIT
Part 5 - Hutan Diujung timur.

Sudah mulai memasuki klimaks.. habis maghrib sudah bisa dinikmati

@ceritaht
@bagihorror
@bacahorror
@IDN_Horor
@qwertyping
@horrornesia Image
Terima kasih untuk yang udah unlocked di @karyakarsa_id , ditunggu bonusnya nanti malam..
Jagad Segoro Demit… itu hanyalah salah satu semesta dari ribuan semesta yang tidak pernah bisa kita ketahui jumlah pastinya.

Tempat itu adalah asal muasal dari siluman atau pun demit yang kadang mengambil tempat di Semesta ini.
Read 94 tweets
4 Sep
JAGAD SEGORO DEMIT
Part 4 -Tiga Pendekar

Part kali ini endingnya ga ngegantung.. jadi dipastikan malam ini kalian tidur nyenyak

saya up habis maghrib biar malming kalian gak sendu..
@bacahorror
@qwertyping
@ceritaht
@bagihorror
@IDN_Horor
@horrornesia

#ceritahorror
Biar lebih seru , sebelum baca ini baca part 3nya dulu..
Yuk lanjut... buat kalian yang punya jiwa penari, jangan kebawa suasana ya 🙈
Read 63 tweets
2 Sep
Jagad Segoro Demit
Part 3 -"Ular"

Setelah menceritakan mengenai kemunculan "Ludruk topeng Ireng" Cahyo segera menyusul Danan...

diupload nanti habis maghrib ya

@IDN_Horor
@ceritaht
@qwertyping
@bagihorror
@bacahorror

#ceritahorror #diosetta Image
Buku cetak untuk trilogi pertama sudah ready di shopee dan tokopedia ya..

semua pemesanan sudah dapet Greet card yang udah ada tanda tangan 😁 Image
“Ular”
Desa Bonoloyo, sebuah desa yang terletak di sebuah kota kecil di Provinsi Jawa Timur yang masih asri dengan hutan-hutan hijau yang mengelilinginya.
Read 84 tweets
28 Aug
JAGAD SEGORO DEMIT
Part 2- Pertapa Desa Srawen

Cahyo harus berurusan dengan Nyai Jambrong, bagaimana dengan Danan?

Setelah maghrib saya upload biar bisa malam mingguan sama Danan.

@bacahorror
@bagihorror
@IDN_Horor
@qwertyping
@ceritaht
@horrornesia

#diosetta #horror
Jangan lupa baca part 1 nya dulu ya
PERTAPA DESA SRAWEN
Kalian pernah dengar tentang santet yang menghabisi satu desa? Terdengar mustahil bukan?
Memang… tapi kenyataanya saat ini aku sedang berada di sebuah kota yang terletak di Jawa Timur untuk mencari tahu tentang masalah itu.
Read 90 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(