Ibu-ibu mencuri susu untuk anaknya, pemilik toko memaafkan, dan berakhir damai.
Di pihak lain, banyak toko pusing, sering kejadian pencurian melibatkan ibu².
Karyawan dgn gaji kecil sering hrs nombok gara² sindikat ini.
Saat pelaku pencurian dihukum, orang² sering membenturkan dgn narasi semacam, "Maling kecil²an dihukum berat, maling besar spt koruptor dihukum ringan."
Ini yang akhirnya bikin orang jadi melumrahkan pencurian s.d kecurangan.
Padahal, pencuri kelas kakap pun nggak ujug² jadi besar. Mereka mengawali pencurian pun dr yang kecil².
Koruptor tidak langsung jadi maling besar sampai merugikan negara dgn serius.
Mereka terbiasa mencuri bahkan utk pekerjaan sekelas organisasi. Dapat posisi, mereka semakin terasah dlm mencuri.
Jadi, entah maling besar atau maling kecil, tdk ada yang perlu dibela terlalu dramatis.
Jika ingin berpihak kpd maling kecil krn alasan bahwa itu mereka lakukan krn dipaksa oleh kemiskinan, mungkin cukup dibela agar hukumannya tdk sampai lbh berat dr maling kelas besar.
Soal cerita bahwa koruptor adalah maling uang rakyat, betul. Tapi, pencuri dr toko dan supermarket juga maling uang rakyat.
Sebab toko dan supermarket itu jg berdiri dr tangan rakyat.
Jika maling besar (koruptor) biasanya nyolong duit yg sudah dibayarkan rakyat pembayar pajak, maling kecil ini jg nyolong sumber pajak. Sama saja.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Mau ku-share hasil nguping ide-ide dari aktor di balik perubahan Banyuwangi?
Kok bisa daerah yang dulu dianggap miskin dan bahkan diremehkan krn terkenal dgn santet bisa berubah?
Sejujurnya, tanda tanya itu yang bikin aku antusias untuk berkunjung ke Banyuwangi.
Terlebih buatku, kata "perubahan" menjadi satu kata memikat. Kabupaten ini skrg bisa dibilang sbg daerah yang identik dengan kata tsb.
Terlebih lagi, dari laporan beberapa media, pemerintah setempat kabarnya sukses menaikkan pendapatan per kapita masyarakat Banyuwangi hingga 99 persen...