Dari 4 mazhab, hanya 1 yang mengatakan bahwa anjing tak najis. Hal ini berakibat banyak muslim memusuhi anjing, khususnya di muslim Indonesia. Jika kita mau berpikir logis, harusnya anjing itu tidaklah najis.
Celakanya, karena anggap anjing itu najis, banyak orang muslim di Indonesia jadi takut luar biasa akan anjing. Bahkan banyak yang membenci dan anggap anjing adalah hewan yang boleh disakiti. Mengerikan!
Cobalah kita pikir lagi saat ini. Apa benar air liur anjing itu najis?
Dalil mengenai najis selalu didasarkan pada hadis Nabi tentang wadah makan atau minum yang dijilat anjing diperintahkan dicuci 7 kali.
Coba dipikir lagi, bagaimana mungkin dalil itu kemudian kita simpulkan bahwa air liur anjing najis??
Sekali lagi: dasarnya itu hanya untuk wadah makanan atau minuman. Kenapa tak berpikir bahwa itu hanyalah saran Nabi mengenai kebersihan atau kesehatan saja? Kenapa lalu dinajiskan?
Misal kita punya Tupperware yang pernah kita jadikan wadah makan anjing, lalu mau kita pakai lagi sebagai alat makan kita, apakah Tupperware itu tidak kita cuci dengan bersih? Tentu saja harus sangat bersih. Tapi itu alasan kesehatan, bukan agama.
Kalau misal anjing di zaman Nabi dianggap najis, kenapa tak ada anjuran kalau baju kena liur anjing juga dicuci 7 kali? Atau tangan kita? Atau wajah kita? Atau alas tidur kita? Atau bahkan lantai masjid? Semua tak ada perintah untuk mencuci 7 kali, kan? Nabi anggap anjing najis?
Jika saat zaman Nabi sudah ada sabun Sunlight, mungkin Nabi akan perintahkan Tupperware kita yang dijilati anjing untuk dicuci dengan dabun Sunlight kalau mau dipakai manusia lagi. Jelas sekali itu bukan masalah najis, tapi masalah kesehatan.
Saya pribadi sejak kecil juga dibuat jadi takut anjing. Namun, saat ini saya berusaha membiasakan diri dengan anjing. Anak-anak saya juga saya kenalkan dengan anjing supaya tak takut dan suka anjing sebagaimana kita memperlakukan kucing yang sama-sama merupakan hewan peliharaan.
Seperti yang kita tahu, anjing dan kucing adalah hewan domestik yang memang siap untuk kita pelihara di dalam rumah. Bahkan anjing merupakan hewan cerdas yang sangat setia dan membantu pemiliknya dalam banyak hal. Kenapa kita umat Islam harus menjauhi anjing?
Mari coba untuk kita pikir ulang, benarkah dalil tentang mencuci wadah makan setelah dipakai anjing itu berarti air liur anjing najis? Mungkin kali ini Anda sependapat dengan saya bahwa liur anjing itu tak najis.
Islam itu ribet. Itu yang kita lihat pada Islam saat ini. Sedikit-sedikit haram. Semua dilarang. Mau makan saja repot, mau bergaul dengan orang lain yang tak seiman juga repot. Apa benar begitu?
Islam tak seharusnya menjadikan kita pribadi yang ribet. Islam itu melaksanakan ibadah sesuai Rukun Islam, lalu hidup dengan aturan: tidak makan babi, darah dan bangkai, tidak minum miras, tidak judi, tidak zina. Dan itu tidak ribet.
Untuk menjadi Islam itu simpel yaitu sesuai hadis Nabi, "Islam dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, pergi haji, dan puasa di bulan Ramadhan".
Saya tak akan membahas bukti ilmiah keberadaan Tuhan seperti tuntutan para penganut atheisme karena memang itu tak bisa dibuktikan. Tapi justru saya harus akui bahwa saya adalah salah satu dari 90% penduduk bumi yang percaya bahwa Tuhan itu ada.
Keberadaan Tuhan pasti akan disangkal bagi orang yang menomorsatukan logika dan bukti ilmiah. Namun, bagi saya yang percaya bahwa Tuhan itu ada, keberadaan Tuhan itu kepentingan diri saya. Saya memeluk agama itu untuk mengatur saya, bukan untuk mengatur orang lain.
Saat Nabi bersabda tentang siwak sebagai pembersih gigi, lalu ada yang mencatat dan memasukkan itu dalam buku hadis, tiba-tiba siwak menjadi ajaran agama. Sekarang masih banyak yang anggap siwak adalah sunnah yang harus diikuti. Salah kaprah!
Bagaimana jika saat Nabi bicara, “Kalau keluar kota naiklah unta,” lalu ada yang mencatat dan memasukkan sabda itu dalam buku hadis? Apakah naik unta jadi ajaran agama?
Atau misal saat Nabi bicara, “Kalau masak, pakailah kayu bakar dari kayu apel karena kayu apel adalah kayu paling bagus,” lalu sabda Nabi itu dicatat dan masuk buku hadis, apakah lalu kita harus ikut memasak memakai kayu bakar karena itu kita anggap sunnah Nabi dan ajaran agama?
Bagaimana jika Hukum Islam seperti hukum nikah, hukum waris, perdagangan, pidana, dan semua tentang muamalah itu sebenarnya tidak ada? Hukum Islam yang wajib diikuti secara detail hanyalah hukum yang mengurusi ibadah mahdhah atau ibadah vertikal.
Semua yang dilakukan Nabi saat beliau hidup bukanlah hukum yang harus kita tiru di zaman sekarang. Nabi saat itu hanyalah memberi contoh. Yang Nabi lakukan itu benar saat itu, namun bukan berarti semuanya harus kita tiru sama persis sekarang.
Selain untuk urusan ibadah kepada Allah, tak ada itu yang namanya hukum Islam. Yang ada hanyalah akhlak Islam. Nabi bukan membuat hukum Islam, namun Nabi hanya memberi contoh dalam membuat aturan.
Tahukah Anda bahwa umat Islam selalu ditakut-takuti (oleh orang Islam sendiri) untuk tidak membaca makna Quran. Membaca Quran terjemahan seperti dilarang. Apalagi menafsirkan sendiri.
Akhirnya Quran hanya jadi semacam mantra yang tak dipahami umatnya.
Islam itu diturunkan untuk jadi agama sampai akhir zaman dengan Quran sebagai petunjuknya. Namun, untuk urusan fiqih saja kita semacam dilarang keluar dari tafsir 4 mazhab yang ditulis 12 abad lalu.
Empat imam mazhab itu berjasa telah mengantarkan Islam hingga saat ini. Namun untuk ke depan, kita punya Quran untuk kita jadikan petunjuk ke masa depan. Penafsiran zaman dulu tentu sangat berbeda dengan kondisi sekarang. Apa lagi masa depan.