Telah setengah tahun usaha kafe tendaku berjalan. Pada suatu sore saat waku hendak
berdagang istriku menyampaikan kepadaku bahwa Teja mengiirim pesan wattsap mengabari
bahwa ia absen kerja hari itu dikarenakan demam.
Sebagai pengganti sementara tugas pekerjaannya dia mengajukan temannya. Namun demikian kondisi itu bukannya tidak ada masalah. Berganti orang artinya harus kembali mengajari lagi dari nol semua tugasnya.
3 hari kemudian Teja masuk kerja kembali.
Aku menanyakan perihal ketidakhadirannya selama 3 hari itu meskipun sebenarnya sekedar berbasa-basi. Sama dengan alasan yang disampaikannya tempo hari bahwa dia merasa demam. Namun selesai bercerita seputar demamnya itu Teja menyampaikan sesuatu dengan merendahkan suara.
“Pak, ada yang mau saya omongin ke bapak….” katanya dengan nada seperti berhati-hati khawatir terdengar orang. “Ada apa Ja….?” tanyaku juga dengan suara direndahkan. “Malemnya sebelum saya sakit, selesai dari kita dagang, pas tidur saya dimimpiin serem
pak…”
“Mimpi apa emangnya kamu?” tanya saya penasaran.
“Saya seperti lagi ada di alun-alun sini di kafe kita jualan pak. Tapi ga ada orang lain, cuma saya aja sendiri. Tiba-tiba entah dari mana
ada makhluk cebol tapi tampangnya kaya kakek-kakek.
Rambutnya panjang putih uban tapi bagian tengah kepalanya botak, berkumis-jenggot panjang putih uban juga.”
Saat dia menceritakan makhluk yang dilihat dalam mimpinya itu aku jadi teringat setan dalam film “Bayi Ajaib”, deskripsinya sangat mirip.
“Mau ngapain dia?” tanyaku. “Kaya mau nyerang saya ke kafe tenda ini pak. Saya sebenernya takut ngeliatnya pak tapi saya lawan, saya jadinya gelut sama dia. Akhirnya saya bisa piting dia. Saya dekep dari belakang, saya konci gerakannya.”
“Dia terus ngomong gini pak; lepaskeun aing! aing lain hewa ka dia! aing hewa ka junjunan
dia! Junjunan dia ngaganggu usaha junjunan aing!” (bahasa Sunda, artinya: lepaskan saya!
saya bukan benci ke kamu! saya benci atasan kamu! Atasan kamu mengganggu usaha atasan saya !)
“Terus di mimpi saya itu muncul orang yang ngeliatin saya pas lagi dekep setan itu, orangnya
itu,,,,, si Buras pak…” (baca Teluh Tanah Jawara bagian 4. Penulis). “Jadi maksud kamu gimana Ja?” tanya saya dibuat bingung.
“Kayanya yang ganggu kafe tenda kita ngirim teluh-teluh sama ngirim setan itu si Buras pak,” paparnya.
Aku mengernyitkan dahi, itu sebuah tuduhan yang sulit pembuktiannya.
Semua yang berkaitan dengan mistis dan gaib termasuk teluh pembuktiannya sulit dikarenakan pelakunya tidak melakukan secara langsung.
Kita hanya dapat menerka pelakunya, tanpa dapat menunjuk hidung langsung siapa orang yang hendak berniat jahat sampai mencelakai kita itu. Malah dapat dikatakan memfitnah.
Akhirnya aku menyampaikan kepada Teja untuk membiarkannya saja jika memang si Buras dibelakang kejadian-kejadian yang tidak masuk akal yang selama ini dialami usaha kafe tendaku.
Paling aku hanya dapat berkata, “biar Tuhan yang bales”.
Namun sejak kejadian itu Teja menjadi lebih sering izin absen kerja dengan berbagai alasan. Aku menduga sebenarnya dia takut. Imbasnya adalah aku dan istri menjadi dibuat repot mencari karyawan pengganti.
Sedangkan usaha kafe warung tenda tidak mungkin dijalankan
tanpa bantuan anak buah alias karyawan.
Sudah pendapatan lebih sering merugi, dan kafe tenda sering tutup dikarenakan tidak ada tenaga bantuan karyawan,
akhirnya dengan sangat berat hati usaha kafe tendaku tutup. Hanya mampu bertahan setahun lebih beberapa bulan.
#
Sebagaimana telah aku ceritakan sebelumnya bahwa usaha ibu mertuaku di kampung adalah
Rumah Makan Padang. Dari mulai menjadi resto menu masakan Padang pertama yang artinya
tidak ada saingan, sampai akhirnya beberapa tahun kemudian mulai ada kompetitor rumah makan sejenis,
dan juga rumah makan-makan menu lainnya.
Namun demikian hingga tahun awal 2000-an sampai pertengahan RM Padang ibu mertuaku terbilang rumah makan yang konsumennya tetap banyak. Kondisi tersebut boleh jadi dikarenakan sudah memiliki pelanggan dari sejak lama.
Ternyata yang dari luar terlihat baik-baik saja kenyataannya dalam menjalankan usahanya itu ibu mertuaku terbilang sering mendapat serangan kiriman teluh. Entah itu kiriman yang menyasar ke tubuh ataupun menyasar kepada tempat usaha.
Telah dijabarkan di bagian sebelumnya bahwa teluh yang dikirim masuk ke dalam tubuh secara gaib adalah benda-benda seperti paku, jarum, beling, pecahan tulang anjing, lidi aren,
beras gabah dan seperti ada serangga berjalan-jalan di dalam kulit wajah. Semuanya diniatkan untuk melukai sampai membunuh.
Barulah ketika aku dan istri tinggal di kampung menemani ibu mertua dalam kesehariannya dan
membantunya di usaha rumah makan aku benar-benar melihat kondisi sebenarnya. Aku kerap
diminta mengantar ibu ke “orang pintar” nyaris ke seantero Banten.
Dari mereka yang ada di daerah Banten yang dekat dengan tempat tinggal, sampai daerah
Banten yang sudah dekat dengan Ujung Kulon, sampai ke daerah yang berbatasan dengan
Sukabumi, Jawa Barat.
Semuanya itu dilakukan semata untuk menangkal teluh-teluh yang
datang silih berganti.
Memang tidak terus-terusan teluh itu membayangi kegiatannya, namun tidak pernah benar-
benar berhenti.
Jika diibaratkan samudera, ada kalanya ombaknya tenang, ada kalanya riakan kecil, ada kalanya ombaknya ganas.
Boleh jadi istriku sekeluarga tidak terlalu aneh dengan kondisi tersebut. Bahkan ibu mertuaku sampai dapat menerka apabila dia atau usahanya sedang terkena teluh.
Saking sudah terlalu sering mengalami. Jika sudah merasa ada yang tidak beres maka dia akan segera “berobat”.
Aku pernah menanyakan mengapa harus berganti “orang pintar”, sampai menghampiri tempat
mereka ke wilayah yang jauh ke pelosok. Mengapa tidak memiliki satu pegangan saja sehingga
tidak mesti berganti-ganti.
Menurutnya bahwa biasanya jika sudah ke satu tempat atau “orang
pintar” lama-kelamaan tidak lagi manjur, sehingga mau tidak mau mencari lagi yang baru.
Awalnya logikaku sulit menerima pemikiran itu, bahkan menyangkal.
Namun jika dipikir-pikir apabila tubuh kita sakit wajar, ambilah contoh sakit kepala, jika biasanya minum obat merk A sakit kepala kita sembuh, ketika obat merk A tidak ampuh lagi maka bukankah kita akan beralih ke obat merk lain?
Atau jika kita sudah berobat ke seorang dokter atau sebuah rumah sakit, jika sakit kita tidak sembuh total juga bukankah kita akan terus mencari dokter atau rumah sakit yang benar-benar manjur? Kurang lebih seperti itu analoginya.
Saat aku membuka kafe tenda dan mengalami kejadian-kejadian di luar nalar ibu mertuaku mengutarakan bahwa dia sangat prihatin namun dia bilang di Banten sini sudah tidak aneh lagi jika mengalami hal-hal seperti itu.
Dia bercerita, bahwa di rumah makan beberapa kali mendapat “kiriman”, ….. mohon maaf, kotoran orang. Kotoran orang itu teronggok di bawah etalase kaca yang memajang makanan.
Aku bilang,
“Menurut Jonny itu bukan gaib mah, ada yang sengaja buang air di bawah etalase makanan. Kan letaknya di luar.” Meskipun tetap saja menurutku hanya orang yang “sakit” dan berpenyakit hati akut yang sanggup dan tega buang air seperti demikian.
“Iya kalo cuma di luar, di bawah etalase makanan. Orang t4inya bukan cuma di situ. Di dalam rumah makan di sudut ruangan juga ada t4i orang gimana?” jawab ibu mertuaku. Mendapat jawaban demikian aku diam seribu bahasa.
Bagaimana caranya ada orang membuang hajat di dalam ruangan, jika setiap RM tutup dipastikan pintu geser yang berbahan baja ringan itu
tertutup dengan rapat dan dikunci dari luar?
Lalu apa yang ku alami yakni makanan basi di awal, banyak lalat hijau hinggap di makanan dan ada orang yang linglung seperti mencari-cari sampai bolak-bolak beberapa kali itu bukan hal yang aneh. Sudah sering rumah makan ibu mertuaku mengalaminya.
#
Suatu hari salah satu karyawan bagian dapurnya mengajukan berhenti dari kerja sebagai
tukang masak di dapur. Ditanya alasannya mengapa dia pun bercerita. Dikarenakan dia
sebagai orang bagian dapur maka dia harus datang pertama saat subuh hari untuk memasak.
Di saat dia membuka pintu dapur, alangkah terkejutnya dia. Dia melihat satu sosok perempuan
seperti sedang memasak. Tidak ada yang aneh dari kepala sampai pinggang, namun dari pinggang ke bawah tubuhnya berwujud ular. Hingga membuatnya pergi terbirit-birit di subuh pagi itu.
Beberapa tukang ojeg yang biasa mangkal di depan RM Padang ibu mertuaku pernah menyampaikan kepada kami sekeluarga. Jika petang hari menjelang malam, mereka beberapa kali melihat ada seseorang mengenakan kerudung hijau berjalan masuk langsung menuju arah dapur.
Saat petang biasanya RM sudah sepi konsumen, dan karyawan bagian dapur sudah pulang sejak pukul 3 sore. Membuat kami bertanya-tanya siapa gerangan seorang berkerudung hijau yang dimaksud para tukang ojeg.
Hingga suatu hari ada kesempatan aku bermalam di RM.
Tujuan sebenarnya bukanlah
membuktikan keberadaan “si kerudung hijau” namun hendak menyaksikan siaran langsung pertandingan sepak bola. Dikarenakan televisi di rumah tidak menangkap siaran sepak bola, sedangkan di RM dipasangi televisi dengan siaran televisi kabel.
Siaran sepak bola itu dimulainya hampir tengah malam, sehingga selesainya sudah lewat tengah malam. Maka ku pikir lebih baik aku sekalian menginap saja dan pulangnya pagi harinya. Namun tidurku di sana tidaklah benar-benar nyenyak, beberapa kali aku terbangun.
Hingga akhirnya ketika aku merasa benar-benar mengantuk, mataku sudah semakin berat ingin terpejam, diantara ambang batas masih sadar dan nyaris lelap aku melihat seseorang berdiri membelakangiku. Sosok itu berkerudung hijau.
Aku terlalu mengantuk untuk menegurnya, dan …syukurlah, juga terlalu mengantuk untuk takut. Namun sebelum aku benar-benar terlelap aku pastikan yang ku lihat adalah sosok berkerudung hijau.
#
Semakin tahulah aku jadinya, bahwa teluh Banten daerah istriku ini yang dikirim bukan hanya benda-benda, binatang atau serangga, namun juga jin jahat, setan, siluman, dedemit atau sebutan-sebutan lainnya.
Mereka “ditugasi” meneror atau si pembawa benda-benda yang
fungsinya membuat celaka atau merugikan orang yang disasar.
“Wah,…. kalau mamah ga rajin nyari penangkal sampe kemana-mana bisa jadi rumah makan
kita udah ambruk dari dulu,” pungkas ibu mertuaku.
B E R S A M B U N G
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Gunung Slamet, 3.428 mdpl, merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah dan juga gunung
tertinggi ke 2 di pulau Jawa setelah Gunung Semeru di Jawa Timur. Sehingga dari itu Gunung
Slamet kerap disebut atap tertinggi Jawa Tengah.
Sebagaimana pada umumnya gunung-gunung yang ada di Indonesia, khususnya di pulau Jawa selain membuat terpana akan pemandangan indah yang menawan, gunung juga menyimpan sejuta kisah misteri dan angker. Termasuk juga Gunung Slamet.
Semenjak 3 tahun lalu Lebaran sudah berbeda, ibu sudah tidak ada lagi bersama kami, Tuhan
memanggilnya di awal tahun 2021. Beliau akhirnya kalah oleh komplikasi diabetes, jantung dan
gagal ginjal. Aku sudah hampir 8 tahun tidak tinggal berdekatan dengan kedua orangtua.
Perjalanan hidup membawaku tinggal di lain kota, beda propinsi. Mereka tinggal di kota Jakarta, justru aku yang pindah tinggal di daerah. Maka dari itulah setiap lebaran jika banyak orang “Pulang Kampung”, aku dan keluargaku justru “Pulang Kota”.
Akhirnya niat Boy untuk mengenalkan calon istrinya kepada neneknya di Bandung terlaksana. Neneknya sejak semasa Boy masih duduk di bangku SMA sudah mewanti-wanti agar jika sudah memiliki calon istri hendaknya dikenalkan kepadanya terlebih dahulu,
Disclaimer: Nama cluster dimaksud dan narasumber sangat dirahasiakan. Nama-nama
karakter disamarkan. Kami tidak akan berkomentar atau menanggapi atas pertanyaan dan juga
dugaan para pembaca. Mohon maaf dan terimakasih atas pengertiannya.
Setelah kejadian itu pihak developer menanggapinya dengan “proporsional”, menganggap
bahwa kejadian itu tidak lebih dari musibah, namun juga mempertimbangkan pandangan dari sisi klenik sebagai masukan saran tindakan yang mungkin perlu diambil..
Disclamer: Nama cluster dimaksud dan narasumber sangat dirahasiakan. Nama-nama karakter disamarkan. Kami tidak akan berkomentar atau menanggapi atas pertanyaan dan juga dugaan para pembaca. Mohon maaf dan terimakasih atas pengertiannya.
“Halo mas Rae, apa kabar?”, sapa saya. “Eh elo …., kabar baik gue. Baru kliatan nih bro, kemana aja?” jawabnya lalu balas bertanya. “Iya mas, keliling kemana-mana. akhirnya balik
kandang juga nih. Biasalah, kehidupan,” jawab saya sambil terkekeh ringan.
Disclamer: Nama kantor dimaksud kami rahasiakan. Kami tidak akan berkomentar atas
pertanyaan dan juga dugaan kalian para pembaca. Mohon maaf dan terimakasih atas pengertiannya.
Adalah sebuah kantor berplat merah di bilangan RS MK, Jakarta, dari kisah yang dihimpun dari masyarakat sekitar dan juga karyawan lamanya didapati informasi bahwa di lokasi gedung kantor tersebut dahulu merupakan sebuah lahan pekuburan tua yang sudah ada sejak era
Kolonial.