Simpel : suku bunga dollar dinaikan oleh Bank Sentral Amerika dan masih akan dinaikkan lagi.
Uang investor global yg tadinya mangkal di tanah air ramai2 eksodus ke amerika krn return dollar menarik.
Ingat : uang tak kenal nasionalisme.
Pertumbuhan ekonomi USA terus menggeliat dan tingkat pengangguran makin menurun. Pelan2 hal ini bisa memicu inflasi.
Nah untk itulah FED naikkan suku bunga dolllar.
Investor global akan eksodus kembali ke dollar. Akibatnya rupiah makin meleleh krn ditinggal minggat.
Kita lihat IHSG juga anjlok parah. Ini jg karena investor global ramai2 angkat koper dari bursa tanah air.
Sayonara rupiah. Gue balik kampung dulu ye.
Investasi keuangan spt itu membuat mrka sangat mudah memindahkan investasi tergantung situasi global.
Akibatnya : rupiah sangat rapuh.
Saat suku bunga US Dollar naik, mendadak rupiah terjatuh dlm luka yg teramat perih.
Dan duka masih akan terus membayang.....
Trade War akan bikin kegiatan ekspor global terganggu. Dan ini bisa juga ikut menurunkan ekspor Indonesia.
Saat ekspor kita terganggu maka rupiah akan kian loyo.
Kalau defisit perdagangan, maka rupiah biasanya akan makin semaput.
Kita tunggu data Juni minggu depan. Semoga surplus. Bukan defisit.
Kalau barang non migas, kita selalu surplus. Artinya export lbh tinggi drpd impor.
Yg jelek itu impor migas kita gila2an. Knp? Ya karena bnyk mobil pribadi boros pakai BBM bersubsidi.
Kebutuhannya 1.6 juta barel per hari.
Makanya kita selalu defisit impor Migas.
Yg kelam sebagian migas ini dijual dg harga subsidi buat mobil pribadi.
Produksi minyak harus sgra naik dg investasi baru. Jangan lamban birokratnya.
Konsumsi minyak harus ditekan dg cara naik LRT dan MRT. Pajak mobil dinaikkan 3 kali. Juga harga BBM naikkan lagi agar tdk boros pakenya.
Faktor eksternal : suku bunga US Dollar naik terus
Faktor internal : defisit neraca perdangan migas yg terus terjadi...
Lalu import migas dikurangi. Caranya : naikkan produksi lokal. Juga tekan konsumsi BBM yg boros.