Misalnya konteks dimana “placemaking” dibawah dipakai.
ekonomi.bisnis.com/read/20190828/…
Yang didefinisikan ini ya perencanaan kota yang baik secara umum.
ekonomi.bisnis.com/read/20190828/…
Jd ruangnya ada dulu, bukannya nol kosong.
Dah gitu aja.
Mau pakai caranya Gehl atau PPS, atau metode sendiri. Mau ngitungin orang lewat pakai metode Gehl, atau mau menilai tempat pakai metode nya PPS, terserah
Apa yg mau dinilai dan dihitung kalau isinya kosong blong semak hutan. 😅
Ya itu, kantor2 pemerintah pusat dan pemprov yang amburadul layout site plan dan koneksi ke trotoar dan kotanya.
Bisa dimulai dari kompleks KemenPU, KemenATR, hingga Dinas Teknis Jatibaru. Itu isinya byk planner, tp amburadul 😅
Ada yang lain? Hasil betonisasi di banyak kali Jakarta, yang menyisakan ruang beton dingin dan besar serta banyak yg kosong melompong. Akhirnya mengundang “squatters”.
Nah yang begini nih orang kampung kota justru JAGOAN banget. Ada pojok dibawah pohon, langsung dibuat kursi panjang. Gak perlu pakai konsep triangulasi lagi. 😅
Misalnya ToD. Kalau dibaca bahkan di norma produk hukumnya ya sudah seperti minta lantai lbh banyak dan kapitalisasi setinggi2nya.
Pdhal TOD bukan soal value, tp soal mobilitas
Namun krn yg bikin terkenal jargon itu dari negara neolib, mrk mikirnya valuasi lahan dulu, demi biayai proyek transit. 😅
Profesi spt arsitek & perencana, jd fasilitator