---- DI GARASI PABRIK ----
Bagian I : Mayat yang bersimbah DARAH
Ini adalah kisah tentang awal mula sebuah Kejadian yang menjadi Kasus yang tak kunjung terselesaikan.
Masih kisah yang menceritakan tentang "alm. Mbak Nia"
#bacahorror @bacahorror
Ira, seorang karyawan pabrik tekstil, berjalan dari rumahnya, berangkat ke pabrik tempat kerja nya yang berada tidak jauh dari rumahnya.
Saat itu hari Minggu, sekitar pukul 08.00 WIB, Ira sudah berada di Area Pabrik.
Perlu diketahui, hari kerja -
Sesampainya di area pabrik, suasana masih sepi, karena kebanyakan karyawan berasal dari desa sekitar kampungnya.
Karena belum ada aktifitas orang kerja, Ira berjalan dengan agak santai menuju-
Denah pabrik itu, bagian paling depan adalah garasi, disamping garasi ada sebuah gudang, disamping gudang itu tempat kerja Ira, dan-
Ruang utama pabrik berhimpitan dengan rumah milik bos pabrik tersebut. Dimana sudah saya perkenalkan sebagai H. Takur.
Terdapat halaman cukup luas di depan garasi dan rumah H. Takur, yang biasanya menjadi area bongkar muat barang dari pabrik.
Menerka-nerka apakah sudah ada aktifitas dari dalam rumah atau belum.
Ira tak menyadari ada hal aneh disekitarnya, yang dia ingat, saat itu pintu garasi seperti sedikit terbuka.
Sambil menunggu salah satu teman kerjanya, Ira sesekali bermain HP.
H. Takur melihat ira yang sedang bermain Hp, namun hanya tersenyum dan berlalu masuk ke arah gudang, yang memang bisa diakses melalui ruang kerja Ira.
Saat itu, Ira mengira kunci gudang masih dibawa oleh mas Saud, karyawan pabrik yang bertugas di gudang.
Jadi, untuk menuju gudang, H. Takur harus melewati tempat Ira.
"Mbak, biso njaluk tulung sedilut?"
(Mbak, bisa minta tolong sebentar?)
"Nggih, wonten nopo pak Kaji?" sahut Ira.
"Tulung aku direwangi ngerugupi mobil, wingi bar tak kumbah klalen ora tak krugupi"
(Tolong bantu saya nutup mobil, kemarin baru saya cuci, lupa belum saya tutup).
"Lha ora pak dinggo emang e pak? Kok meh di krugupi?" Tanya Ira sekedarnya.
(Memang tidak-
"Ora mbak, soale wingi bar dinggo lamaran."
(Nggak mbak, karena kemarin baru dipakai untuk acara lamaran).
Karena dimintai tolong oleh bos nya, Ira pun bersedia membantu.
- lihat ilustrasi, diantara gudang dan garasi juga ada pintu penghubung-
Saat di dekat pintu, H. Takur meminta Ira mengambil penutup mobil yang berada di pojok ruangan, saat itu posisinya di belakang mobil yang terparkir.
Saat masih kesulitan membawa penutup mobil, H. Takur tiba-tiba berujar dengan nada yang seperti orang terkejut.
"Mbak, mbak, iki mbak Nia nangopo mbak?"
Ira keheranan mendengar nama mbak Nia disebut. Bergegas Ira meletakkan penutup mobil yang sudah diseretnya kelantai, dan menghampiri H. Takur yang terlihat agak ketakutan.
Ira pun, seketika kaget-
Dan seketika berteriak menjerit histeris, lalu berlari keluar, melalui arah yang sama seperti ia masuk ke garasi.
Di pintu ruang kerjanya ia bertemu dengan Mbak Diah, sekretaris pabrik itu.
"Mbak Nia nangopo?"
(Mbak Nia kenapa?)
"Kae mbak, mbak nia mati, nang garasi".
(Itu mbak, mbak Nia meninggal, di garasi)
(Serius kamu?)
H. Takur pun terlihat bergegas menyusul Ira keluar sambil agak berlari.
Ira masih menangis di pelukan mbak Diah.
"Mbak, kae mbak, tulungi" ujar H. Takur yang masih terlihat panik.
Mbak Diah memberanikan diri masuk ke arah garasi sambil-
H. Takur sudah berlari ke arah rumahnya, berganti pakaian dan berniat menghubungi kerabatnya dan tetangga yang lain.
Mbak Gina, Istrinya pun kaget dan histeris mendengar penuturan H. Takur.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara teriakan mbak Diah.
Pak Bowo, tetangga H. Takur yang rumahnya berada di depan pabrik mendengar suara teriakan itu dan bergegas -
Begitu sampai di halaman pabrik, Pak Bowo berpapasan dengan H. Takur yang panik dan mengendarai motor menuju rumah kerabat yang masih berada satu kampung.
Di depan garasi Mbak Gina baru saja membuka pintu, dan langsung histeris. Pak Bowo pun kaget -
Di dalam garasi, tepatnya disamping pintu yang terhubung ke gudang, terlihat Ira dan mbak Diah yang sedang berpelukan. Wajah ira tampak ditutupi dengan tangannya. Dan pandangan mbak Diah masih melihat dengan tatapan ngeri ke arah lantai-
Sesosok tubuh wanita yang tergeletak bersimbah darah, dengan mata yang sedikit terbuka, salah satu tangannya seperti mengepal berada diatas kepalanya, dan tangan yang lain disamping tubuhnya.
Anak perempuan mbak Nia, berlari dari arah rumahnya sampai salah satu sendalnya terlepas.
Ia terlihat sangat histeris saat mendengar berita, ibunya ditemukan.
Anak mbak Nia langsung berlari kearah tubuh ibunya yang tergeletak, namun salah seorang warga berusaha menghalaunya.
Mbak Gina semakin tak karuan, merasa di satu sisi merasa kasihan dengan tubuh mbak Ira, disisi yang lain juga merasa iba melihat putri mbak Nia yang meratapi ibunya.
"Lek, mbok tulung, ditulungi si"
Mbak Gina hampir tersungkur, sambil menangis, memohon agar orang orang yang berada disekitar mau mengevakuasi tubuh mbak Nia.
Teringat, mbak Nia sudah bekerja cukup lama di keluarganya, dari sejak bekerja dengan kakak mbak Gina, dan akhirnya-
Perasaan tak tega itu terus berkecamuk dihati mbak Gina.
Bisik pak Bowo, pada salah satu tokoh desa yang telah ikut berada di lokasi.
"Nopo jenazah ajeng dipindah mawon?"
(Apa tubuh korban perlu dipindah saja?)
Tapi, dari belakang, tangan pak bowo ditarik istrinya.
(Apa-apaan sih bapak!)
"Ora usah melu-melu pak. Medeni"
(Jangan ikut campur pak, bahaya).
"Lapor polisi bae"
(Laporkan polisi saja).
Istri pak Bowo, mencegah agar pak Bowo tidak ikut campur dalam masalah.
H. Takur pun terlihat kembali ke-
Agak terkejut, tapi merasa lega, karena sudah banyak warga yang berdatangan ingin membantu.
Sebenarnya H. Takur khawatir kejadian itu akan berdampak buruk untuk dirinya. Maka dari itu, ia langsung meminta bantuan beberapa kerabatnya yang tinggal di sekitar kampung.
Ketika itu, mbak Gina, Istrinya masih terus meratap, memohon agar jenazah Mbak Nia dipindahkan.
"Pripun niki pak ustad? Ajeng dipindah mawon nopo pripun?"
(Bagaimana ini pak Ustad? Apa dipindahkan saja?)
"Kulo nggih bingung mas kaji"
(Saya juga binggung mas kaji)
(Sudah lah, tolong itu tubuh mbak Nia dipindahkan dulu. Kasihan)
"Lapor polisi mawon pak. Men boten kesalahan" Sahut pak Bowo, dengan nada seperti orang menggerutu.
(Lapor polisi saja pak)
(Sudah. Mas, pak, ditolong dulu itu mbak Nia. Ya Allah, kok tega sekali cuma menonton orang yang kondisinya mengenaskan seperti itu)
Seru mbak Gina-
Setelah ada beberapa perdebatan dan pertimbangan, mbak Gina yang terus memohon agar jasad mbak Nia dipindahkan, keadaan anak mbak Nia yang terus histeris, dan semakin banyak warga yang-
Jasad mbak Nia pun, dipindahkan ke dalam rumah H. Takur.
Anak mbak Nia semakin histeris, melihat kondisi tubuh ibunya yang sudah hampir kaku, dengan darah yang berceceran di lantai Garasi.
Pasalnya, seperti masih ada darah yang mengalir keluar dari bagian leher, tubuh mbak Nia. Selain itu, bagian rambutnya pun agak terasa-
Pak Bowo masih mencuci tangannya di kran depan rumahnya, saat rombongan polisi berdatangan.
Satu hal yang disayangkan pihak kepolisian adalah telah dipindahkannya-
"Priye iki, priye kejadiane? Sopo sing mateni mbak yu ku?"
(Bagaimana ini, bagaimana kejadiannya? Siapa yang tega membunuh kakak ku?)
Suara adik mbak Nia terdengar dari arah pintu rumah H. Takur.
Tyo datang ke lokasi untuk memastikan kebenaran kabar yang didengarnya.
"Sopo si, sing tego mateni mbak Nia? Kok kejem temen."
(Siapa yang tega membunuh mbak Nia? Kejam sekali) ucap mbak Gina, yang terlihat masih terus menangis
Pihak kepolisian masih sibuk memeriksa keadaan TKP saat Tyo mencoba mendatangi lokasi kakaknya ditemukan. Ia pun penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi di tempat itu.
Saat jasad mbak Nia telah dipindahkan, sebelum pihak kepolisian datang, rupanya ada yang menutup sebagian pintu garasi, sehingga-
Hal itu pula yang sedang dipermasalahkan oleh pihak kepolisian yang masih menyisir daerah sekitar TKP.
Beberapa orang terlihat-
Tyo mendekati tempat itu, sambil menanyakan kronologi kejadian pada setiap orang yang ditemuinya. Termasuk menanyakan keterangan apa yang sementara itu telah berhasil ditemukan oleh polisi.
Keterangan sementara saat itu, telah ditemukan bercak yang di duga bekas darah yang agak mengering di kusen pintu yang menghubungkan area gudang dengan Garasi.
Beberapa orang yang baru datang ke lokasi pun, banyak yang-
Ambulan pun datang, dan membawa jasad mbak Nia untuk dilakukan Visum dan Autopsi di rumah sakit.
Tyo, masih terus mencari tau keterangan dari beberapa orang yang masih berada disana, termasuk Tuti.
Tidak ada yang mengetahui dimana sebenarnya mbak Nia saat itu. Pihak keluarga Mbak Nia sendiri mengira-
Namun, sampai malam harinya pun, tidak ada yang menyadari dimana keberadaan mbak Nia, hingga akhirnya -
Keterangan yang disampaikan oleh Tuti pun, beberapa kali ia mencoba menelpon ibunya, tapi tidak diangkat. Bahkan, Tuti menuturkan bahwa HP ibunya sempat tidak aktif saat coba dihubungi.
Namun, polisi tidak menemukannya. Tyo pun menanyakan pada majikan kakaknya. Dan dipersilakan mencari sendiri-
Saat memeriksa ke area dapur, tepatnya ditempat mesin cuci yang terletak di samping mushola di dalam rumah itu, Tyo berhasil menemukan Hp kakaknya.
Merasa ada kecurigaan terhadap kondisi HP mbak Nia, Tyo pun menyerahkan Hp tersebut pada pihak kepolisian.
Dari situ lah, awal petunjuk terkait kejadian itu-
Kejanggalan dari penemuan HP mbak Nia diantaranya, kondisi HP yang masih menyala sedangkan menurut penuturan Tuti, Hp ibunya sempat tidak aktif saat dihubungi. Daya baterai yang belum penuh, seakan menjadi sebuah dugaan ada orang lain yang meletakkan Hp tersebut -
Tyo pun, menyerahkan penyelidikan lebih lanjut dari HP mbak Nia kepada pihak kepolisian.
Saat mendengar kabar tentang putrinya, beliau benar-benar emosi dan marah terhadap keluarga H. Takur.
(Siapa yang membunuh anakku? Apa salahnya, kok sampai tega dibunuh?)
Teriak Ayah mbak Nia, emosi. Air mata keluar dari sela matanya, seakan tidak bisa tertahan.
(Kamu yang kembunuh anakku? Apa salahnya?)
Teriak Ayah mbak Nia, menunjuk ke arah H. Takur dan istrinya.
"Saestu pak, kulo nggih mboten ngertos nopo-nopo."
(Yakin, pak. Saya juga tidak tau apa-apa).
Ujar H. Takur membela diri.
"Anakku, mati nang gon omahmu, sopo meneh sing mateni nek dudu koe?"
(Anakku, meninggal di rumahmu, siapa lagi pelakunya kalau bukan kamu?)
Ayah mbak Nia masih terus menyalahkan.
(Sabar pak. Belum jelas kejadiannya. Masih diurus polisi).
Ucap salah seorang warga yang ada di lokasi.
Situasi semakin memanas dengan kejadian itu. Tyo pun berusaha meredam emosi ayahnya, bersama dengan-
Semua orang pun saling berusaha menenangkan situasi. Tyo dan beberapa orang mencoba mengantar ayah mbak Nia pulang, agar situasi tidak semakin buruk.
Sedangkan Pak Roni, paman korban yang lain, masih mencoba mencari tau keterangan tentang penemuan jasad ponakannya pada -
Pak Roni, adalah salah satu paman mbak Nia yang terpelajar, sehingga masih bisa mengendalikan diri dan tenang menghadapi suatu permasalahan.
Beberapa keterangan, yang menurutnya penting, berhasil direkamnya. Dengan harapan bisa menjadi bukti petunjuk.
NB : Salah satu sumber data dari cerita ini pun saya peroleh dari penuturan cerita dan rekaman yang diberikan oleh paman korban.
------
Garis polisi yang sudah terlihat terbentang disekitar area garasi dan Gudang pabrik, pun menjadi penanda bahwa disekitar lokasi tersebut baru saja terjadi -
Setiap warga yang melihat, termasuk karyawan pabrik, akan langsung teringat dan membicarakan perihal kejadian yang menghebohkan kampung, di pagi itu.
Ayah mbak Nia, pun terlihat masih terus gelisah. Perasaannya campur aduk -
"Aku tetep ora terimo. Anakku mati ning gon e kaji Takur. Ora wajar. Keluarga ne kudu tanggung jawab-
(Saya tetap tidak terima. Anakku meninggal di tempat H. Takur. Tak wajar. Keluarganya harus bertanggung jawab mencari pembunuhnya. Harus menerima balasan yang setimpal)
Ayah mbak Nia terus mencerca ucapan itu.
(Apa salah anakku? Kok sampai tega dibunuh seperti itu?)
Gerutu Ayahnya mbak Nia, yang terlihat sudah tidak mampu menahan air matanya, pun sama halnya dengan istrinya, ibu mbak Nia.
Tuti masih terus menangis -
"Ibuk... Nek ibuk ora ono, aku meh karo sopo buk?" (Ibu... Kalau ibu tidak ada, aku sama siapa buk?)
"Sabar nduk. Di ikhlaske ibumu. Tuti sek duwe simbah, sek ono ibuk juga".
Istri pak Roni terus berusaha menenangkan Tuti. Tuti, memang sering memanggil istri pak Roni dengan panggilan Ibuk. Karena sifat keibuannya, memang sudah menganggap Tuti seperti anak sendiri.
Setiap kejadian di pagi itu pun kembali dibahas oleh warga. Termasuk pak Roni yang sudah cukup mendengar beberapa keterangan dari beberapa orang yang menjadi saksi kejadian.
Pihak keluarga pun bingung dengan hal itu.
Pasalnya, semua orang yang menyaksikan kejadian itu, pasti bisa menyimpulkan bahwa jasad itu adalah korban pembunuhan.
Termasuk, pihak keluarga H. Takur yang paling dicurigai sebagai terduga pelaku pembunuhan.
Bahkan, status hukum seluruh keluarga -
Lebih dari satu bulan sejak kejadian itu, pihak kepolisian belum juga bisa menemukan keterangan yang mengarah pada terduga pelaku.
Keresahan pun sangat dirasakan oleh-
- dari sini lah, hal-hal mistis terkait dengan kejadian ini mulai bermunculan.
Cerita tersebut, saya per-jelas dari cerita awal yang sempat saya sampaikan.
Dan hal mistis yang sering terjadi, pada lokasi tempat kejadian pembunuhan, tentunya adalah mulai munculnya sosok arwah penasaran sang korban, yang menginginkan pembalasan.
Apakah hal itu terjadi?
---- DI GARASI PABRIK ----
Bagian II : ARWAH yang dikawal Ghaib
Ini adalah kisah tentang hal-hal mistis yang terjadi semenjak penemuan jasad mbak Nia di Garasi Pabrik.
Tetap simak dan pantau ceritanya.
#misteriPembunuhan #exploretwitter #bacahorror
Agak sulit mengurutkan alur ceritanya. Karena sumber cerita yang diantaranya lupa waktu kejadian
Malam itu, keadaan sekitar rumah H. Takur terlihat sepi. Senyap, bagai tak berpenghuni. Garis polisi masih mengitari lokasi tempat mbak Nia ditemukan bersimbah darah.
Memang, sejak kejadian itu, keluarga H. Takur jadi jarang berbaur di kalangan tetangga sekitar. Dikarenakan, pihak keluarga merasa tidak nyaman, selalu dituduh sebagai pembunuh-
Keluarganya, seakan terjebak dalam suatu permasalahan yang begitu-
Malam itu, mbak gina sedang menangis di dalam kamarnya. Entah, saat itu H. Takur berada bersamanya atau tidak.
Saat ia hampir terlelap seusai menangis, tiba-tiba terdengar suara berisik dari luar kamarnya. Sepertinya, dari arah dapur.
Dengan rasa takut yang bercampur dengan rasa khawatir, dikira ada seseorang yang berniat jahat di dalam rumahnya, ia memberanikan diri untuk keluar kamar.
Bulu kuduknya pun seakan berdiri, seiring dengan rasa takut yang ia rasakan
Mbak gina terkaget, dan hampir berteriak, saat jendela tersebut seakan diketuk pelan.
Dan dari luar kamar itu, mulai terdengar suara tangis, yang bernada meratap.
Mbak Gina pun, menceritakan hal-hal yang dialami pada salah satu kerabatnya. Dan ia pun, pernah curhat, bahwa ia mulai tidak nyaman berada di rumahnya itu.
Suatu hal apakah itu?
Kembali pada mimpi mbak Gina, disini saya ingin menceritakan sisi psikologis mbak Gina yang sebenarnya telah merasa tidak nyaman, dan seperti tertekan oleh omongan warga sekitar.
Entah mimpi Tuti ini sama dengan mimpi mbak Gina atau tidak, tapi sepertinya ada kemiripan.
Dan saya akan ceritakan apa yang dialami Tuti dalam-
Seperti yang pernah saya bahas di Sesi sebelumnya, dalam mimpi Tuti, ia dibawa pada Hari sebelum jasad ibunya ditemukan tak bernyawa di Garasi Pabrik.
Di sesi ini, akan saya detailkan keterangan tokoh-tokoh yang pernah saya gabungkan.
Jadi, nama tokoh pun akan bertambah dari sebelumnya.
Dan mimpi seorang tetangga H. Takur ini, adalah kelanjutan dari beberapa keterangan tentang sehari kejadian.
Namun, sore itu mbak Nia menghilang, entah kemana.
Sampai seorang tetangga H. Takur menceritakan sebuah kejadian yang ia yakini adalah sebuah mimpi, beberapa hari setelah jasad mbak Nia ditemukan. Mimpi itu, diceritakan pada suaminya.
Saat suaminya pulang, mbak Fira menceritakan sebuah mimpi yang belum sempat ia ceritakan.
Ia melintas di depan rumah mas Adin, saat Fira sedang menyuapi anaknya di depan rumah.
Fira berteriak menyapa Mbak Nia,
"Pak ring ngendi mbak?, sore-sore kok durung bali"
(Mau kemana mbak, sudah sore belum pulang?)
Mbak fira tidak terlalu mengingat apa saja yang dilihatnya. Yang di ingat, hanya pakaian dan kerudung yang dipakai mbak Nia.
Suaminya pun terheran mendengar cerita itu. Karena saat ditemukan-
Rasa penasaran terkait kerudung itu, membuatnya bertanya pada Tyo. Dan benar saja, keberadaan kerudung itu pun masih menjadi pertanyaan.
Hal itu pun, kembali menjadi diskusi diantara keluarganya.
Siang itu, setelah menjemput Tuti pulang dari sekolah, mbak Nia kembali ke rumah majikan.
Sebelum pergi meninggalkannya, ibunya berpesan sesuatu padanya.
(Nduk, nanti susul ibu ya, bilang pada Mas Man, suruh bawa tangga.)
"Ondo? Nggo opo buk?"
(Tangga? Buat apa bu?)
"Ngomong bae karo Mas Man, nduwur plapon ono serbet, kon jupuk"
Yang belum saya sampaikan di sesi sebelumnya adalah perihal siapa Tokoh Mas Man yang dimaksud dalam mimpi Tuti.
Lalu, siapa kah Mas Man?
Tokoh desa tersebut biasa dipanggil dengan panggilan Abah, yang masih merupakan keluarga H. Takur, kakak dari mbak Gina.
Tuti, anak perempuan Mbak Nia, pun kemudian menuruti perintah ibunya. Dia pergi mencari Mas Man.
Tapi, tidak juga bertemu Mas Man, Tuti justru melihat sesuatu yang mencurigakan di area pabrik.
Melihat kejadian itu, Tuti berusaha berteriak sekeras ia bisa, namun aneh suaranya tak terdengar sedikitpun.
Orang berjubah itu seakan menatap kearahnya, namun wajahnya masih tak terlihat.
Tuti menyaksikan orang itu menggorok leher ibunya dengan kawat tajam.
(Lari nak. Lari!)
Tuti yang ketakutan, berlari sekuat tenaga, hingga keluar dari area pabrik.
Tuti berusaha memberitahu majikan ibunya, tapi seakan tidak ditanggapi.
Mungkin karena keberadaan Tuti seakan tidak terlihat.
Tapi, yang dilihat olehnya adalah jasad ibunya yang sudah tak bernyawa sedang -
Saat itulah Tuti terbangun, dan kembali menangis. Sedih, meratap, teringat ibunya sudah tak ada lagi disampingnya.
Dari cerita seorang narasumber, dirinya pernah mendengar kabar bahwa mbak Gina sering menceritakan mimpi yang masih berkaitan dengan mbak Nia, pada salah satu kerabat yang rumahnya masih sekampung dengannya.
Sosok yang diyakini arwah mbak Nia pun beberapa kali dikabarkan sering menampakkan diri.
Disana, tokoh yang dikenal sebagai paranormal itu mencoba melakukan mediumisasi arwah korban pada seorang mediator.
Keikut sertaannya dalam upaya itu pun-
Tak seperti yang sering ditontonkan di televisi, gerakannya lebih sederhana. Namun tetap terlihat aneh
Badannya tiba-tiba tegap, seperti mendapat dorongan dari arah belakang. Dan entah disadarinya atau tidak, ia mulai menggelengkan kepala-
Pak Roni yang duduk bersila bersama yang lain pun, sampai berusaha menunduk untuk memperhatikan raut wajah Fira.
Pak Roni seperti ingin lebih memperhatikan sorot mata Fira yang berubah sayu.
Kemudian, dengan suara lirih mempersilakan pak Rusdi untuk mengajukan pertanyaan pada Fira yang telah dirasuki.
Dan dimulai lah interaksi dengan sosok arwah yang telah berada di tubuh Fira.
"Saiki aku arep takon, sampean kui sopo?"
(Sekarang, aku ingin bertanya, kamu siapa?)
Fira sedikit menggerakkan kepalanya, dan sekali lagi tokoh paranormal itu kembali bertanya.
(Aku lupa siapa aku. Yang jelas ini bukan tubuhku).
Mendengar jawaban itu, sosok yang ada dalam tubuh fira terus diberi pertanyaan yang sama.
"Aku klalen, aku kui sopo. Masalahe, matiku ora wajar. Dadi ora penak kabeh".
Pak Roni, yang mendengar jawaban itu mulai ragu. Jangan-jangan bukan ponakannya yang telah merasuk di tubuh Fira. Bahkan, pak Roni sempat berfikir, sebenarnya Fira tidak sedang dirasuki.
"Aku kui rak penak kabeh. Aku kepikirane wong tuoku. Aku ki pokok e, pingin nguber wong kui bae".
(Aku benar-benar tak tenang. Aku kepikiran orang tuaku. Pokoknya, aku ingin mengejar orang itu saja).
"Wong kui sopo? Sing mateni koe?"
Tubuh Fira menganggukkan kepalanya. Seolah membenarkan.
"Aku pingin nguber wong kui bae. Men biso sadar. Asale bakale cok dilakoni maneh"
(Aku ingin ngejar orang itu saja. Supaya sadar. Karena nantinya bisa jadi melakukan lagi)
(Aku berharap, orang tuaku bisa ikhlas. Karena, nantinya jadi sakit hati. Aku pasrah. Biar Allah yang membalas)
"Aku yo pingin diwajarke."
Tyo yang terus mengamati, sedikit merasa yakin bahwa itu adalah sosok kakaknya.
Tokoh paranormal itu memandang ke arah pihak keluarga, seolah bertanya apakah akan langsung dilanjutkan ke pertanyaan lain?
(Keluargamu kan meminta bantuanku, sekarang aku ingin bertanya. Ceritakan semua kejadian kematianmu)
Fira yang masih dirasuki, mulai mengangkat kepalanya, memperhatikan sekitar.
(Saat itu, semua pergi. Aku dipanggil. Aku melakukan kegiatan seperti biasa. Sore-
"Tak teruske, moro-moro aku digebug. Aku kan montal. Aku montal, aku dibopong."
(Saat aku melanjutkan aktifitasku, ada yang memukulku hingga tersungkur. Lalu aku dibopong)
(Dibopong agak dipaksa, sakit semua. Lalu entah dibawa kemana, aku pun dibanting)
"Aku e ngolak koyo kae aku ne malah dinganu."
(Aku melawan malah dipukul)
(Yang paling menyakitkan itu kupingku, ditusuk -dg gerakan seperti orang nge-bor-)
Pak Roni, tiba-tiba tersentak heran mendengar cerita itu. Seakan kaget tak percaya mendengar penuturan mediator tentang-
Pak Roni yakin, tak ada orang lain yang tau selain yang ada dilokasi saat jasad mbak Nia ditemukan.
Sebelumnya, yang diketahui pihak keluarga hanya terkait kondisi luka di jasad mbak Nia.
Penuturan Fira saat mediasi itu, seakan memberikan gambaran penyebab luka-luka itu.
Mungkin kah keduanya merupakan sebuah petunjuk yang menggambarkan kejadian sebenarnya?
Lalu, siapa kah yang memukul dan membunuh mbak Nia?
Setelah menceritakan kronologis kejadian, penyebab kematiannya, pertanyaan selanjutnya adalah terkait barang bukti yang dipakai pelaku.
(Sekarang aku tanya, benda yang dipakai untuk memukulmu, dimana?)
"Sek ono nang kono"
(Masih disana)
"Lha sing nggo nyogok kupingmu?"
(Yang dipakai untuk menusuk kupingmu?)
"Sampean wes tak wenehi reti si?"
(Kamu sudah saya beri tahu kan?)
Sang Tokoh paranormal itu pun tertuju pada pendamping itu.
"Iyo, iyo tah. Tapi aku ora patio paham, nek kui -
(Iya, benar. Tapi aku tak menyadari kalau itu yang kamu maksud)
"Karang mung bayangan, imajinasine sampean tak temoke karo imajinasiku"
(Karena memang sekedar bayangan, penglihatanmu tersambungkan dengan penglihatanku.)
"Iyo. Tapi mbuh saiki sek nang kono -
(Iya. Tapi, tak tau apa masih ada disana atau tidak).
Mendengar hal itu, Pak Roni seakan menemukan petunjuk. Setelah pulang dari tempat itu, ia pun berencana akan mengajak Pak Rusdi untuk memeriksa ke TKP.
Seandainya barang bukti itu ditemukan, beliau akan memastikan pelakunya untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
(Orangnya juga masih disekitar tempat itu)
"Sing mateni koe pok?"
(Yang membunuhmu?)
"Iyo. Sing sijine ki koyo wong pinter kae. Tapi sijine maneh, wong e ora tenang, keluarga ne yo ora tenang"
(Iya. Salah satunya seperti orang berilmu -
"Dudu kerono wes mateni aku. Tapi wedi konangan"
(Bukan karena telah membunuhku. Tapi takut ketahuan)
Mendengar hal itu, Pak Roni agak bertanya-tanya. Mungkin kah pelakunya lebih dari satu orang?
(Sekarang pertanyaannya, kok bisa tubuhmu ditemukan di garasi pabrik?)
Tubuh mediator agak menggeliat, terlihat dari tubuh pendamping yang seakan berusaha lebih keras memegangi tubuh mediator.
(Saat setelah membunuhku, orangnya panik. Ada yang bilang, buang dikebon. Ada yang bilang buang di sungai saja. Nanti ketemu di suatu tempat)
(Untungnya tidak jadi. Karena ketakutan. Dan sepertinya ada yang melihat).
Tiba-tiba, pandangan mediator tertuju ke arah lain. Matanya melotot, seperti ketakutan.
"Tapi mengko bakale ketemu. Mbuh bakale dipenjara opo ora, aku rak reti. Tapi, nek sampe wong kui dipenjara, urusane biso dowo".
Selain pesan terakhir itu, mediator pun menyampaikan keinginan sosok yang merasukinya, agar kematiannya diperlakukan secara -
Prosesi mediasi pun selesai. Dan pihak keluarga dipersilakan keluar ruangan. Sedangkan sang tokoh paranormal itu, ingin menetralisir tubuh mediator terlebih dahulu sebelum menyusul pihak keluarga.
Pak H. Rusdi begitu yakin, bahwa pasti ada keterlibatan pihak majikan. Namun, Pak Roni, berusaha memberi pengertian.
Kasus ini, harus diselesaikan secara hukum
Perdebatan kecil pun sempat terjadi. Dan setelah menunggu, Tokoh Paranormal itu pun keluar ruangan.
Seakan gelisah, entah karena apa.
Sebelum pihak keluarga mbak Nia pamit pulang, tokoh paranormal itu sempat menyampaikan sesuatu yang terjadi setelah pihak keluarga keluar ruangan.
Sosok yang menurutnya sudah mengikuti arwah mbak Nia sebelum di mediasi. Tokoh paranormal itu sedikit mengetahui darimana asalnya-
Mediator yang dirasuki sosok itu pun sempat menyerang dan memperingatkannya agar tidak ikut campur terlalu dalam dengan kasus yang terjadi. Karena konsekuensinya adalah Nyawa nya sendiri.
Dalam benak pihak keluarga korban, muncul berbagai pertanyaan yang diluar nalar.
Pertanyaan-pertanyaan itu, tidak mudah hilang dari benak mereka.
Hal itu menimbulkan keresahan di masyarakat.
Berbagai dugaan, bahkan tuduhan sudah mulai muncul di kalangan warga sekitar.
Tak kalah, bahasan tentang kabar ghaib pun mulai beredar.
Tak hanya pihak keluarga, ada juga dari kalangan masyarakat yang percaya dengan hal ghaib -
Anehnya, hampir setiap paranormal yang mendengar kabar itu, tidak mau banyak bicara.
"Angel. Sing mateni, dudu wong sembarangan"
(Susah. Pelakunya bukan orang sembarangan)
Seakan menjaga, agar tidak ada yang berupaya mencaritahu kebenaran cerita tentang kejadian itu secara ghaib.
Sebatas berinteraksi dengan arwah korbannya.
Beberapa warga berprasangka, bahwa ada kemungkinan kasus ini memang sengaja dibiarkan, bahkan sebisa mungkin kasus itu seakan harus ditutup.
(Gila! Bisa-bisanya sampai kapolsek pun menyuruh untuk mengikhlaskan. Tak perlu kasus ini diteruskan.)
Ujar pak Rusdi saat bercerita pada warga yang datang ke rumahnya.
"Pak priye kui?"
"Iki mesti ono opo-opone"
(Ini pasti ada apa-apanya)
Beberapa kali, pak Rusdi memang rutin mempertanyakan kasus itu ke pihak Polsek. Tapi jawaban yang diperoleh dari pihak kepolisian masih terus sama.
Belum ada perkembangan terkait kasus itu.
"Pokok e, kudu temu sopo sing mateni. Iki urusane nyowo ne wong! Tur wong rak duwe!"
(Pokoknya harus ketemu pelakunya. Ini masalah nyawa seseorang! Apa lagi-
Pak Rusdi selalu menggebu-gebu saat menceritakan jawaban dari pihak kepolisian saat beliau mempertanyakan perkembangan kasus itu.
"Pripun nggih pak Kaji. Kok biso kados niku kui."
(Bagaimana ya pak. Kok bisa jawabannya seperti itu)
Sahut salah seorang warga.
"Nek polisi nyerah, terus kon priye? Opo perlu warga sing bertindak?"
(Kalau polisi nyerah, terus bagaimana? Apa perlu warga bergerak?)
"Mengko dianggep main hakim sendiri?"
(Nanti dianggap main hakim sendiri)
"Opo temenan dudu kaji takur si pelakune? Wes jelas kan, sing nang ngomah wong kae. Ora ono liyane. Nek dudu deweke Sopo meneh?"
(Apa bener bukan H. Takur pelakunya? Sudah jelas, orang itu yang ada di rumah. Kalau bukan dia, siapa lagi?)
(Tapi tidak ada buktinya pak)
Sahut warga yang lain.
Malam itu, memang beberapa warga berkumpul di kediaman Pak Rusdi, membahas perihal kasus itu.
"Opo perlu keluargane kaji takur diajak sumpah pocong?" Bisik orang itu.
"Aku ono info lokasi sing manjur dinggo sumpah pocong, ji. Sopo reti, biso terungkap lewat coro kui".
Bahasan tentang rencana sumpah pocong pun mulai terbangun sejak malam itu.
Mereka menemui juru kunci makam itu, dan menceritakan permasalahan yang menjadi maksud kedatangan mereka.
(Apa anda sudah yakin, ingin mengadakan sumpah pocong disini pak?)
"Opo njenengan kro pihak sing meh di sumpah, tenan wani nanggung resikone?"
(Apa anda dan pihak yang akan disumpah, benar-
Mendengar pertanyaan itu, sebenarnya pak Rusdi sedikit merasa ragu. Namun, keraguan itu bertentangan dengan keinginannya agar kasus yang dialami oleh keluarganya bisa cepat selesai.
(Apa resikonya, pak?)
"Yo, sing sampun rumiyin nggih macem-macem akibate. Wonten sing dadi edan, wonten sing keno musibah gede, malah ono juga sing taruhan e nyowo".
(Yang sudah terjadi bermacam-macam akibatnya. Ada yang gila, ada yang kena musibah -
"Monggo dirembug rumiyin, dimantepke disik karepane. Asale, ritual koyo kui mau resikone abot. Dan ora sembarangan"
(Silakan dipertimbangkan lagi, diyakinkan dulu. Karena ritual seperti itu resikonya berat. Dan tidak sembarangan).
Sekali lagi, ia hanya mengikuti ajakan pak Rusdi.
Pak Roni masih tetap yakin, bahwa kasus ini masih bisa diselesaikan secara hukum.
Saat dimintai pendapat oleh Pak Rusdi, pak Roni hanya mempersilakan upaya apa pun yang ingin ditempuh, termasuk rencana sumpah pocong.
Tapi Pak Roni ingin tau, bagaimana reaksi pihak majikan mbak Nia jika diajak melakukan sumpah pocong.
Reaksinya nanti, setidaknya bisa menjadi pertimbangan, apakah H. Takur pelakunya atau bukan.
Mereka sepakat, ingin mengajak H. Takur dan beberapa anggota keluarganya yang diduga terkait dengan penyebab kematian mbak Nia, untuk melakukan sumpah pocong.
Reaksi itu lah yang ingin diketahui pak Roni.
H. Takur pun seakan mulai pasrah. Ia seperti sudah merasa lelah dengan tekanan batin akibat tuduhan dan gunjingan warga.
"Nggih, menawi nyuwun kados niku, kulo terimo. Mung, sepisan maleh kulo saestu, sanes kulo sing mateni mbak Nia".
(Kalau maunya seperti itu, saya terima. Tapi, sekali lagi saya yakinkan bukan saya pelakunya)
Warga sudah cukup dibuat penasaran oleh kasus itu. Terlebih, belum ada kejelasan siapa pelakunya.
Saat itu, jumat tanggal 3 Maret 2017, selepas salat jumat puluhan warga, dengan naik berbagai kendaraan mendatangi komplek makam keramat yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai lokasi sumpah pocong.
Dan sebelum ritual dimulai, Kedua pihak keluarga kembali diyakinkan.
(Sekali lagi, saya tanyakan, apa kalian semua sudah yakin?)
"Siap nampi resikone?"
(Siap menerima resikonya?)
"Sinten sing bener, lan sing salah, gusti Allah sampun ngertos"
(Siapab yang benar dan salah
"Ritual meniko, mung sekedar kanggo ngeyakinke, dewe sing urip. Sopo sing salah, mesti oleh ganjaran e"
(Ritual ini, hanya sekedar untuk meyakinkan kita yang hidup. Bahwa siapa yang salah pasti akan mendapat ganjarannya).
(Tapi, saya sekedar mengingatkan. Di acara sumpah ini -
"Gusti Allah Maha Adil"
Beliau mulai bimbang.
Salah seorang warga yang ikut mendampingi, ikut menyampaikan pendapatnya.
(Gimana pak? Anda yakin atau tidak?)
Pak Rusdi semakin bimbang. Dan dengan terbata-bata, mengeluarkan sebuah pertanyaan.
"Tapi niki nggih sami karepane wong-wong kampung pak. Terus opo berarti wong kampung bakal nerimo resikone juga?"
Termasuk Pak Rusdi pun semakin merasa bimbang.
Dia akan merasa bersalah jika warga-
Perdebatan itu pada akhirnya menjadi alasan dibatalkannya Ritual Sumpah Pocong itu. Menurut juru kunci, tidak ada keyakinan penuh dari kedua pihak untuk melakukan Ritual yang penuh resiko itu. Yang jika diteruskan, justru akan berakibat-
Dengan berat hati, pihak keluarga mbak Nia, yang diwakili oleh Pak Rusdi, pun merelakan acara itu dibatalkan.
Dan ditempat itu pula, akhirnya dibuatkan kesepakatan antara pihak keluarga mbak Nia dan H. Takur.
Upaya mencari solusi lain pun, terus dibahas baik oleh pihak keluarga mbak Nia maupun warga sekitar.
Ditemani pula oleh seorang anggota koramil, sebut saja Pak Mandan. Keduanya bermaksud menawarkan sebuah jalan yang bisa ditempuh.
Saran tersebut pun, akhirnya dibahas bersama warga yang kemudian sepakat membuat surat aduan ke berbagai instansi terkait di Ibu kota.
Diantara Instansi yang diberi surat pengaduan yaitu, Komnasham, Ombudsman, Kontras, Polda Jateng, Mabes Polri, bahkan memberikan tembusan ke Presiden.
Seluruh cerita yang telah saya sampaikan, merupakan hasil dari Investigasi yang saya lakukan bersama beberapa pemuda kampung itu.
Dan nanti akan saya sertakan beberapa dokumen terkait kasus, yang pasti, untuk nama orang dan tempat yang tercantum, akan saya sensor.
Bagian terakhir dari thread tentang kasus pembunuhan mbak Nia di Garasi Pabrik.
Segera dimulai...
---- DI GARASI PABRIK ----
Bagian IV : Pencarian Fakta
Aruf, teman SD saya dulu, adalah salah seorang warga yang tinggal satu kampung dengan Keluarga Mbak Nia.
Waktu itu, saya sedang servis motor di bengkel tempatnya bekerja.
Sambil menunggu-
"Bro, kasus nggon kampungmu kae durung rampung yo kabare?" tanya saya membuka obrolan.
(Bro, kasus di kampungmu itu kabarnya belum selesai ya?)
"Sampe digaweke spanduk koyo kae. Sopo si sing gawe?"
Pertanyaan itu sekenanya saya tanyakan pada Aruf, karena beberapa hari sebelumnya di ruas jalan desa kami terpasang sebuah spanduk yang cukup membuat geger masyarakat.
Spanduk terkait kasus pembunuhan yang sempat-
"Durung. Mbuh kae, kabare sek mandhek ning kepolisian"
(Belum. Entahlah, kabarnya masih berhenti di kepolisian)
"Lha asline cerito ne kui priye?" tanyaku penasaran.
Sambil nyervis motor saya, Aruf menceritakan secara singkat tentang kronologi kejadian
(Kabar ceritanya seperti itu. Kalau detailnya, aku juga kurang mengerti)
"Kok biso yo, tekan saiki durung ketemu pelakune"
(Kok bisa ya, sampai sekarang belum ketemu pelakunya).
"Ah, mbuh kabeh nek kui"
(Entah lah)
Selama ini, saya pun prihatin saat melihat beberapa kasus pembunuhan di televisi, yang dibuat -
Sore itu, beberapa hari setelah saya servis motor di bengkel Aruf, saya menerima pesan WA dari teman masa kecil saya itu.
"Bro, kowe sek penasaran karo kasus kae po ra?"
(Bro, kamu masih penasaran dengan kasus itu gak?)
(anak-anak dapat info tentang kasus. Ada orang yang tau kasus ini. Kabarnya orang penting).
"Nek meh melu nemoni wong e, mengko melu kumpul bae."
(Kalau ingin ikut menemui -
Rasa penasaran saya semakin kuat. Berawal dari iseng sekedar ingin tau cerita sebenarnya, pada akhirnya saya pun terbawa cukup jauh terhadap upaya pengungkapan kasus itu bersama Aruf dan beberapa temannya yang lain.
Kedua orang itu, awalnya menanyakan keseriusan kami yang ingin membantu upaya pengungkapan kasus. Dan sedikit menjelaskan resikonya.
Rohman terlihat tidak terlalu antusias saat mengetahui orang yang dimaksud oleh Aruf adalah kedua orang itu.
Ada alasan kenapa ia tak begitu antusias.
Belum ada yang bisa saya komentari, sampai pada saatnya terucap sebuah rencana yang disarankan oleh si empunya rumah.
Akhirnya, berhubung saya sudah terlanjur bergabung, saya pun hanya berusaha mengikuti keputusan
Malam selanjutnya, Aruf mengajak saya dan beberapa teman termasuk Rohman, untuk menemui Pak Roni. Dan itu, merupakan awal pertama saya mengenal beliau.
Penjelasan dari pak Roni, begitu jelas, tertata dan diceritakan dengan cara dan alur yang rapih. Bagi saya, mencerminkan bahwa orang itu bukan orang yang -
Tak hanya menceritakan terkait perkembangan kasus, Pak Roni pun menunjukkan beberapa dokumen dari berbagai Instansi. Tak hanya dari pihak kepolisian -
Dokumen-dokumen itu ter-arsip dengan rapih. Tak ada yang kurang sedikit pun.
Saya pun sempat terkagum tak percaya, dan penasaran dengan sosok Pak Roni.
Sebagai orang yang baru bergabung dalam upaya penanganan kasus-
Bukan sekedar mendengar kabar burung atau sekedar "Katanya".
Kedua orang itu adalah pak Bhabin dan pak Mandan, dua orang yang pernah membantu pihak keluarga untuk memperjuangkan kasus ini hingga ke Ibu Kota.
Keesokan harinya, kami pun menemui Pak Rusdi di rumahnya. Pak Roni turut hadir dalam pertemuan itu.
Keluarga H. Takur yang kami datangi adalah Abah.
Di kampung Aruf, Abah adalah seorang pemuka agama yang ditokohkan. Beliau pun pernah menjadi majikan mbak Nia, sebelum -
Ada cerita menarik saat Aruf mendatangi kediaman Abah.
Awalnya, Aruf sowan dengan maksud silaturahmi hari raya. Dan akhirnya membahas terkait kasus yang terjadi di kampungnya. Saat Aruf menanyakan pendapat Abah terkait kasus itu, Abah tidak ingin-
Menurut Abah sendiri, penyebab kematian Mbak Nia juga belum jelas. Belum tentu suatu tindak pembunuhan. Karena pihak kepolisian pun saat itu belum menyatakan secara resmi.
Hampir semua warga Kampung sudah meyakini bahwa kasus itu adalah kasus pembunuhan. Tapi kenapa Abah masih belum percaya?
Aruf pun jadi berfikir, "pantas saja orang-orang jadi menuduh pihak keluarga majikan mbak Nia-
Tapi, Aruf mencoba menghilangkan prasangka itu. Dengan sabar, ia menjelaskan pada Abah terkait hasil dari penyelidikaan pihak kepolisian.
Dan saat itu, Aruf menunjukkan salinan surat -
Dan sedikit menekankan pada sebuah kalimat yang menyatakan bahwa kasus itu merupakan kasus -
Tak lupa, ia tunjukkan keterangan Hasil Visum dan Hasil Autopsi yang menjadi penjelasan yang cukup panjang dalam surat itu.
Abah seakan tak percaya. Ia baru melihat ada surat seperti itu yang telah dikeluarkan oleh pihak kepolisian.
Kami menyampaikan, akan mengadakan acara doa bersama yang dikhususkan untuk Almarhumah mbak Nia. Dan abah bersedia ikut serta dalam acara doa bersama itu.
Dengan dibantu para pemuda di kampung Aruf yang sangat antusias, kami mempersiapkan acara doa bersama.
Saya dan Aruf pun bekerja sama dalam -
Susunan acara telah sesuai dengan rencana kami saat itu. Diawali dengan acara doa bersama pada malam hari, dan dilanjutkan dengan acara Demonstrasi Warga di pagi harinya.
Aksi tersebut dimulai dari berkumpulnya peserta demo di depan kantor balai desa, dilanjutkan berjalan kaki menuju -
Aksi tersebut pun gempar diberitakan di hampir semua surat kabar yang beredar di kota dan kabupaten.
Sebuah acara yang tidak pernah kami duga akan berjalan dengan lancar dan sukses.
Kami pun, ikut serta dalam rembug warga itu.
Acara itu pun, kami manfaatkan untuk menyebarkan informasi terkait perkembangan kasus yang kami peroleh dari Pak Roni.
Acara rembug warga itu pun akhirnya memberikan penegasan pada warga bahwa kasus itu adalah kasus pembunuhan.
Surat keterangan dari pihak kepolisian yang kami bagikan
Sebelumnya, memang ada pihak yang mengabarkan bahwa meninggalnya mbak Nia disebabkan oleh kecelakaan kerja. Ada kabar tersetrum, diserang binatang buas, bahkan ada yang mengabarkan kalau mbak Nia terkena -
Tak peduli siapa yang pernah menyebarkan berita itu, yang pasti, pada akhirnya warga dapat diyakinkan bahwa kematian mbak Nia, adalah disebabkan oleh tindak pidana pembunuhan.
Setelah dua kejadian itu, aksi demo warga dan rembug desa, proses pencarian fakta yang saya lakukan bersama Aruf mulai berjalan.
Kami mendatangi beberapa saksi kejadian dan menggali keterangan-
Disela proses investigasi kami, ada beberapa hal mistis yang terjadi. Di alami oleh Aruf dan Rohman, yang memang tinggal di sekitar kampung itu.
"Bro, iki wes do ning lokasi. Cepet nusul".
Kami berencana mendatangi seorang saksi yang cukup penting, saksi yang menjadi salah satu orang pertama yang menemukan jasad mbak Nia di Garasi.
Sesampainya saya di lokasi, sudah ada disana Rohman yang sedang duduk sambil berinteraksi dengan beberapa orang yang belum terlalu saya kenal.
Orang yang akan kami temui adalah Ira. Yang diajak oleh H. Takur menutup mobil sebelum menemukan jasad mbak Nia.
Setelah lulus sekolah, ia bekerja di pabrik yang lokasinya bebarengan dengan rumah H. Takur itu.
Ira masih cukup trauma dengan kejadian itu. Ia tak bisa melupakan bagaimana keadaan jasad mbak Nia saat ditemukan
Menurut penuturan Ira, beberapa kali saat ia sedang bekerja, sering tercium bau aroma melati disekitar tempat kejadian
Sebenarnya, bukan hal mistis yang menjadi konsentrasi kami.
Hal-hal apa saja yang terjadi di pabrik itu menurut kesaksian Ira.
Namun, ia tak benar-benar tau kejadian sebenarnya.
"Nek sampean pingin ngerti ceritane, kui sing ngerti mbak Fia."
(Kalau kalian ingin-
"Mbak Fia kui sopo, Ir?"
(Mbak Fia itu siapa, Ir?)
Tanya Aruf.
"Kae lho, sing nunggoni Toko ne mbak Gina"
(Itu lho, penjaga tokonya mbak Gina).
Dari keterangan yang diperoleh, mbak Gina istri H. Takur, punya usaha toko kerudung-
Menurut Ira, mbak Fia adalah seseorang yang tau kejadian disekitar rumah & pabrik pada hari sebelum kejadian menghebohkan itu.
Rohman bercerita bahwa ia pernah diajak oleh temannya mendalami ilmu spiritual ditempat seorang guru, di salah satu daerah di kabupaten. Dan beberapa hari sebelumnya, Rohman sempat-
Mengetahui bahwa kasus yang menimpa salah satu kerabat Rohman belum juga terselesaikan, sang Guru menawarkan salah satu cara alternatif yang bisa ditempuh.
Rohman mengajak Aruf yang kemudian mengajak saya, untuk ikut menemui gurunya.
Saat Aruf dan Rohman pergi ke kediaman gurunya, saya sempat merasa kepikiran sekaligus penasaran dengan apa yang terjadi disana.
Tepat sebelum tengah malam, tiba-tiba saya merasa mengantuk dan tertidur-
Belum berapa lama saya tertidur, tiba-tiba saya seakan terbangun dan berjumpa dengan Pak Roni.
Keadaannya saya masih berada di rumah saya, sampai saya tidak bisa membedakan apakah itu mimpi atau nyata.
Ditengah pembicaraan, Pak Roni mengajak saya pergi ke suatu tempat.
Dengan motor butut, entah milik siapa, saya dan pak Roni pergi-
Saya tidak tau pasti kemana pak Roni mengajak saya pergi. Rasanya, perjalanan itu terasa begitu lama. Entah karena jarak tujuan yang jauh, atau karena -
Namun, ditengah perjalanan, tiba-tiba cuaca terlihat mendung, langit berubah menjadi gelap.
Saya agak menyadari, bahwa sebenarnya apa yang sedang saya alami saat itu adalah mimpi. Meskipun saya tidak terlalu memikirkannya.
Melihat langit yang sudah tidak kondusif untuk meneruskan perjalanan, kami pun memutuskan untuk membatalkan pergi ke tempat tujuan.
Pak Roni merasa tidak enak, dikarenakan kami baru saja mengenal karena kasus ini, tapi beliau sudah -
Dalam perjalanan pulang itulah, kami dihadang oleh badai. Badai yang seharusnya tak biasa terjadi di daerah sekitar kami.
Angin bergejolak, hingga menerbangkan debu dan tanah disekitarnya.
Anehnya, Pak Roni berani menerjang -
Saya sudah cukup khawatir dengan keadaan, ada rasa takut kami tersapu badai yang mengamuk sangat dahsyat itu. Tapi pak Roni terus menarik gas lebih kuat untuk mempercepat laju motor.
Saya masih merasa sangat syok, setelah berhasil menerjang badai saat perjalanan pulang.
Muka Pak Roni pun saya amati telah berubah memerah. Seakan ada perasaan yang campur aduk, sedang-
Beliau pun pamit pulang setelah merasa agak tenang.
Saya baru menyadari selama kejadian yang baru saja saya alami, saya tak berkata sepatah katapun.
Saya kembali terduduk di tempat yang sama seperti saat saya terlelap. Saya terus kepikiran, dan belum bisa mengalihkan pikiran dari kejadian itu.
Karena merasa lelah -
Seketika itu pula, saya terbangun dan berusaha memperhatikan ruangan sekitar.
Ruangan itu, terasa tak seterang sebelumnya. Lampu ruangan sudah dimatikan, hanya cahaya dari luar ruangan yang terlihat masuk melalui celah jendela.
Mimpi yang aneh. Karena belum lama saya mengenal pak Roni, beliau sudah hadir dalam mimpi saya.
Saya mulai memikirkan, kenapa saya bisa bermimpi kejadian seperti itu?
"Bro, ono kabar, Rohman wes oleh alamate mbak Fia"
(Bro, ada kabar, Rohman sudah mendapat alamat mbak Fia)
Sebelum menanyakan perilhal alamat mbak Fia, saya menanyakan bagaimana hasil pertemuannya dengan Guru spiritualnya Rohman.
Ia bercerita, malam itu ia berangkat ke kediaman gurunya Rohman sekitar pukul 11 malam. Perjalanan menuju kediaman gurunya Rohman cukup menyeramkan.
Sesampainya di rumah sang Guru, kedatangan mereka-
Setelah berbincang sebentar, sang guru langsung mengajak Aruf dan Rohman untuk mulai melafadzkan doa. Saat itu, mereka duduk digelaran karpet yang tidak terlalu lebar, disekitar ruang tamu. Pencahayaan ruangan sendiri cukup terang, tidak terlalu redup
Selama beberapa saat, mereka melakukan amalan yang menurut Aruf masih wajar dilakukan, karena sesekali-
Sampai dipertengahan pelaksanaan amalan itu, Aruf mulai merasakan keadaan yang tidak biasa. Ada keanehan yang ia rasakan berasal dari luar rumah itu.
Aruf berusaha tak mempedulikan itu, dan terus melafadzkan surat Al-Ikhlas yang -
Sayangnya, keanehan itu bukannya hilang, justru dirasa lebih kuat. Pandangannya tak sengaja tertuju pada celah jendela ruangan itu.
Di luar ruangan, seakan terjadi badai, karena dari celah jendela itu aruf bisa melihat-
Seakan menyadari adanya keanehan itu, tiba-tiba sang guru beranjak dari tempatnya. Aruf mengatakan, bahwa saat itu sang guru menyuruh mereka untuk terus melafadzkan doa dan tidak beranjak dari tempat itu. Dan setelah menyampaikan pesan itu, -
Tapi, ditengah situasi itu, Aruf masih sempat mencuri pandang ke celah jendela.
Tiba-tiba, aruf terkejut, saat dari celah jendela yang ia perhatikan, ada sosok yang hanya bisa ia lihat matanya -
Aruf tak menceritakan apa yang terjadi setelah itu. Tapi, satu hal yang ia pastikan bahwa ia sempat pinsan dan terbangun setelah sang guru-
Saya yang mendengarkan penuturan Aruf, ikut merasa ngeri dengan cerita pengalamannya itu. Karena saya jadi teringat dengan mimpi yang saya alami pada malam yang sama.
Setelah itu, Aruf kembali melanjutkan, setelah saya menanyakan bagaimana cerita selanjutnya, setelah ia terbangun dari pingsannya.
Saat itu, menurut penjelasan sang guru, kediamannya telah dikepung oleh ribuan pasukan tak terlihat. Terdiri dari bermacam-
Apa yang terjadi pada malam hari itu, sang guru mengatakan bahwa beliau sebelumnya sempat berusaha memanggil arwah mbak Nia, tapi ada yang datang bersama arwah itu.
Tapi, hal itu ternyata berakibat tidak -
Sosok yang hadir bersama Arwah Mbak Nia, ternyata datang kembali bersama ribuan pasukan, bahkan membawa salah satu pemimpinnya.
Dan kami pun sepakat untuk mendatangi rumah mbak Fia, sehari setelah itu.
Sebelumnya, Aruf meminta saya agar menunggu di rumah saja sampai dia menjemput. Dia agak keberatan kalau saya yang datang.
Saya agak penasaran, kenapa? Ada apa kok sampai dia tidak mengijinkan -
Saat di perjalanan, saya menanyakan alasan kenapa saya diminta untuk tidak menjemputnya.
"Gerak gerik e dewe koyo wes diawasi."
(Gerak gerik kita seperti sudah diawasi).
Diawasi?
Siapa yang mengawasi? Dan kenapa di awasi?
Saya lebih penasaran dengan keterangan apa yang malam itu akan kami dapatkan dari mbak Fia.
Dari apa yang disampaikan oleh Ira, sosok mbak Fia ini mempunyai keterangan yang bisa dijadikan informasi terkait kejadian sebelum penemuan jasad-
Tak lama, kami hampir sampai di alamat yang kami dapatkan. Rumah mbak Fia.
Lokasi rumah mbak Fia, dikabarkan dekat dengan jalur perlintasan kreta api.
Karena tidak begitu mengetahui daerah yang kami tuju, kami sempat bertanya pada beberapa orang yang kami jumpai.
Dan sampai lah kami di kediaman mbak Fia.
Orang tua mbak Fia yang pertama menyambut kami.
(Ada apa mas, kalian mencari anakku?)
Ayah mbak Fia, penasaran dan heran dengan kedatangan kami yang berniat ingin bertemu mbak Fia.
"Ngeten pak, kulo niki saking desa G*****."
(Begini pak, saya ini dari desa G*****)
Seperti keluarganya sudah begitu antipati dengan orang yang berasal dari desa kami.
Terlebih, saat kami mengatakan maksud dan tujuan kami datang, Ayah mbak Fia sampai tergugup merespon kami.
(Aku sudah tidak suka, kalau ada orang dari desamu datang kesini bertemu anakku.)
"Kenopo? Yo soale anakku koyo disangkut pautke karo kejadian sing ono ning kono".
"Anakku, kui rak ngerti opo-opo, tapi kok sampe ono sing nuduh anakku mateni wong, malah sampe difitnah".
(Anakku itu tak tau apa-apa, tapi sampai ada yang menuduh membunuh orang, bahkan difitnah).
(Saya sampe gemas, kalau dengar perkataan orang ditempatmu, yang nuduh anakku saingan dengan yang dibunuh, -
Saya agak tertegun mendengar apa yang dikatakan Ayah mbak Fia.
Saya jadi bertanya-tanya, siapa yang mengatakan hal yang disampaikan oleh ayah mbak Fia itu?
Tak ingin terbawa prasangka, Aruf pun akhirnya mengutarakan maksud kedatangan kami yang sebenarnya.
(Anakku itu sudah hampir menikah mas. Jadi tak mungkin sampai bersaing dengan mbak itu)
Sekali lagi ayah mbak Fia menyela Aruf yang belum selesai menjelaskan.
(Makanya pak, saya kesini itu ingin tau dari mbak Fia, cerita yang sebenarnya bagaimana.)
Dari dalam, muncul seorang perempuan yang bisa dikatakan masih muda. Sepertinya seusia -
Baru lah kami tau, bahwa yang dimaksud sebagai mbak Fia adalah perempuan itu.
Kalau diperhatikan dari sosoknya, rasanya tidak mungkin apa yang sempat disampaikan oleh Ayahnya. Bahwa ada persaingan -
Pasalnya, mbak Nia adalah seorang wanita yang sudah berumur, pun majikan mereka pun orang yang sudah tidak muda lagi, sedangkan mbak Fia ini, masih seorang gadis yang mungkin belum lama lulus sekolah.
Dengan kondisi ruangan yang cukup berisik saat terdengar suara kereta api melintas, mbak Fia menjelaskan hal-hal yang diketahuinya.
Saat itu, bos nya sedang sibuk mempersiapkan acara lamaran di rumah kerabatnya, yang masih berada satu kampung.
Menurut mbak Fia, mbak Nia memang di hari itu pun jarang berada di rumah, karena ikut membantu persiapan acara lamaran.
Saat itu, mbak Nia sambil melipat baju yang sepertinya belum sempat dilipat dari hari sebelumnya.
Bahkan, saat itu mbak Nia sempat curhat tentang repotnya dia hari itu.
Mbak Nia sempat terlihat membantu membuka garasi saat majikannya hendak memasukkan mobil.
Setelah itu mbak Nia tak terlihat lagi.
Menurut pernyataan mbak Fia, tamu pertama mengaku sebagai gurunya H. Takur datang hendak bersilaturahmi. Mbak Fia bahkan sempat mengamati tamu itu menelpon majikannya.
Tamu kedua, mbak Fia tidak begitu ingat dengan orangnya. Mbak Fia mengatakan bahwa tamu kedua itu mencari "Pak Kaji".
Mbak Fia sempat heran, pak kaji siapa yang dimaksud orang itu.
Hal itu dibenarkan oleh Aruf.
Orang itu langsung berpamitan, bahkan sebelum mengatakan maksud dan tujuannya mencari "Pak Kaji" di rumah itu.
"Owalah kae. Wes njo tinggal lungo, kajine ora ono kok".
(Oh itu. Sudahlah, ayok pergi, pak Kaji nya tidak ada kok).
Sore hari sebelum ia pulang, ia sempat mempertanyakan keberadaan mbak Nia.
Pasalnya, beberapa pekerjaan mbak Nia banyak yang belum dikerjakan.
Anak majikan belum dimandikan, jemuran baru juga belum diangkat.
Selesai menandikan anak bos nya itu, mbak Fia sempat bertemu dengan H. Takur, yang mempertanyakan kenapa mbak Fia yang memandikan anaknya.
Mbak Fia sedikit menggerutu menyalahkan mbak Nia -
Sebelum pulang, mbak Fia mengatakan sempat mandi di rumah itu. Sehabis mandi pun ia masih sempat menerka-nerka keberadaan mbak Nia, sampai akhirnya mbak Fia memutuskan untuk pulang, karena sudah terlalu sore.
Saya dan Aruf sempat mencurigai H. Takur, setelah mendapatkan keterangan dari mbak Fia. Banyak alasan, kenapa kecurigaan itu mengarah pada orang itu.
Selama beberapa hari setelah kejadian itu, dia sering mendengar orang yang membahas tentang seseorang bernama "mas Man".
Pasalnya, semenjak kejadian itu, mas Man tidak pernah terlihat lagi di kampung itu.
Aruf pun sempat teringat, bahwa ada nama yang ikut disebut dalam keterangan hasil penyelidikan-
"Ono sing ngomong, bengine kui mas Man ning ngomah kono. Jarene si, kon nunggoni anake mbak Gina."
(Ada yang bilang, malam itu mas Man di rumah itu. -
"Nek jareku, malah cok'e wong kui sing mateni. Lha wong bar kejadian wong e ngilang kok".
(Menurutku, mungkin orang itu pembunuhnya. Soalnya setelah kejadian orang itu menghilang).
Tapi, benar kah pelakunya adalah mas Man?
Samar-samar teringat bahwa pelaku pembunuhan itu ada dua orang.
Jika memang terlibat, mas Man mungkin adalah salah satu dari kedua pelaku itu.
Ada banyak hal yang perlu dibahas setelah kami mendapatkan keterangan beberapa orang.
Sesekali beliau memberikan tanggapan, dan membenarkan keterangan yang kami dapatkan.
Ternyata bukan hanya kami yang melakukan investigasi. Pak Roni pun ternyata sudah pernah -
Setiap kami mendapat informasi dari orang-orang yang kami datangi, kami selalu membahasnya dengan Pak Roni.
Dan dugaan kami pun bisa dikatakan hampir sama.
Kami berhasil mencari dan mengetahui tempat tinggal mas Man.
Aruf lah yang pertama kali mendatangi mas Man bersama seseorang yang mengenalnya.
Berdasarkan informasi yang didapatkan Aruf, mas Man adalah seseorang yang bekerja atau mengabdi di rumah Abah, kakak mbak Gina.
Kesehariannya adalah bantu-bantu di rumah abah.
Mas Man sendiri bukan warga desa-
Sebelum kejadian itu, mas Man memang sering berada di rumah Abah, tak jarang sampai menginap disana.
Ia pun sempat ikut mengurus tempat ngaji yang dibina Abah.
Namun, semenjak kejadian penemuan jasad mbak Nia, sosok mas Man tak pernah lagi terlihat di kampung itu.
Sama seperti saat kami mendatangi mbak Fia, mas Man pun mengatakan bahwa bukan dia pelaku pembunuhan itu.
Selain itu, juga dikarenakan mas Man sudah punya kesibukan sebagai tukang bangunan.
Dia hanya mengatakan tidak tau menau, bukan dia pelakunya, dan menjelaskan alasannya tidak lagi di kampung itu.
Tak puas hanya mendengar cerita dari Aruf, saya mengajaknya -
Kedatangan kami yang pertama, kami tidak berjumpa dengan mas Man. Yang kami temui adalah ibunya, yang sudah lanjut usia. Menurut ibunya, saat itu mas Man sedang pergi. Dan akhirnya kami pulang tanpa bertemu mas Man.
Saya yang sudah sempat kesana bersama Aruf, cukup ingat dengan arah menuju rumah mas Man.
Lokasi rumahnya sendiri harus masuk ke dalam sebuah gang perkampungan, cukup jauh dari jalan raya utama.
Malam itu kami sampai di rumah mas Man-
Dinding rumahnya masih menggunakan papan kayu-
Kondisi yang mengesankan bahwa orang yang menempati rumah itu adalah benar-benar orang yang sangat kesulitan ekonominya.
Saya yang pertama mengetuk pintu rumah.
Ada orang lain juga yang menjawab salam kami, dan akhirnya membukakan pintu.
Kondisi rumah mas Man benar-benar sangat memprihatinkan, tak hanya berdinding papan kayu, lantai rumahnya pun masih berupa tanah, yang dibagian tertentu-
Dan benar saja, respon orang itu saat kami mengatakan dari desa G*****, cukup tertegun. Seakan desa kami sudah dianggap tabu.
Kami pun dipersilakan menunggu sampai mas Man pulang.
Penampilannya, benar-benar seperti seorang santri pondok, tapi untuk orangnya sendiri -
Mas Man sempat terheran melihat kami yang sedang duduk menunggu di depan rumahnya.
Mas man mulai bercerita dari latar belakang ia bisa sampai di desa kami. Dan memang apa yang dia katakan sama seperti apa yang dikatakan Aruf.
Mas Man menuturkan bahwa ia memang sempat bersama mbak Nia saat membantu persiapan acara lamaran. Bahkan mas Man sendiri beberapa kali menemani mbak Nia mengantar jajan dari rumah-
Katanya, tidak ada yang aneh saat itu.
Keterangan yang bagi kami cukup penting adalah tentang kejadian di malam sebelum penemuan jasad mbak Nia.
Sesuai dengan kabar yang beredar disekitar kampung, yang juga disampaikan mbak Fia
Mas Man yang sebenarnya sudah pulang rumahnya, akhirnya bersedia kembali
Malam itu, mas Man tak merasa curiga sedikit pun. Tak ada perasaan aneh yang menandakan akan terjadi sesuatu yang menghebohkan ditempat itu.
Menurut penuturannya, malam itu disekitar rumah H. Takur sepi-
Saat sampai di depan rumah H. Takur, mas Man melihat pintu rumah yang sudah sedikit terbuka.
Karena sudah terbiasa di rumah itu, mas Man pun langsung masuk kedalam rumah, dan menemui H. Takur yang sedang rebahan -
Mengetahui mas Man sudah datang, H. Takur pun segera bersiap untuk berangkat ke acara tahlilan.
Setelah mandi dan berganti pakaian, H. Takur pun pamit pada mas Man, dan menitipkan anak dan rumahnya.
Saat H. Takur kembali, mas Man masih terlelap, sampai dibangunkan, dan ditawari untuk makan sebelum pulang ke rumahnya.
Tapi, mas Man tidak terlalu banyak menceritakan alasan kenapa dia tidak lagi datang ke desa kami lagi.
Ia hanya mengatakan sudah punya kesibukan, dan tidak punya waktu lagi untuk kesana.
Kami pun menanyakan -
Dan mas Man mengiyakan, ia mengaku sempat diberi surat panggilan dan dimintai keterangan pada pihak kepolisian.
Entah kenapa raut wajahnya yang mulanya tenang saat bercerita, berubah agak gelisah, meski akhirnya kembali tenang.
Semua itu, adalah kumpulan data terkait kasus tersebut.
Sayangnya, keyakinan itu belum disertai bukti yang kuat untuk bertindak lebih lanjut.
Perlu saya tekankan bahwa kasus ini belum selesai, sehingga di cerita terakhir ini tidak akan berujung pada ditemukannya pelaku pembunuhan.
Saat sedang beristirahat, makan di sebuah warung, saya berjumpa dengan seseorang.
Perbincangan kami diawali dari saling menanyakan daerah asal kami.
Yang ditanyakan olehnya adalah tentang kelanjutan dan perkembangan kasus yang pernah heboh beberapa tahun yang lalu itu.
Saya pun ingin tau, bagaimana kabar yang tersebar di luar desa.
Dan orang itu pun menceritakan sebuah cerita.
Setelah saya tanyakan nama dan jabatannya, oknum polisi yang dimaksud itu, ternyata adalah pak Bhabin, yang dulu pernah datang ke rumah H. Rusdi bersama pak mandan.
Selang beberapa bulan setelah kasus itu heboh kembali melalui acara demo warga, pak Bhabin akhirnya dipindah tugaskan ditempat lain.
Sama halnya dengan anggota yang pernah menjadi-
Saya tak terlalu kaget dengan penuturannya, karena saya juga sudah mengetahuinya.
Tak hanya di tingkatan polsek, di tingkat polres pun beberapa kali terjadi -
Saya menganggap hal itu sebagai hal yang biasa. Mungkin saja, ada ketentuan yang memang mengatur tentang pergantian jabatan.
Katanya, ia sering bertemu dengan pak Bhabin, dan tak jarang diceritakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kasus itu.
Dalam ceritanya, pak bhabin sempat curhat bahwa semenjak ikut serta dalam kasus itu, ia sering mendapat-
Selain gangguan itu, pak bhabin pun pernah mengatakan sering didatangi oleh arwah mbak Nia.
Pak bhabin pernah membawa kasus itu ke seorang paranormal, dan ada kemungkinan gangguan yang dialami oleh pak bhabin berawal dari tindakannya itu.
"Berarti, pengawalan ghaib terhadap kasus ini masih terus berjalan".
Orang itu tidak menceritakan cukup detail dan panjang lebar terkait pengalaman yang dialami Pak Bhabin.
Hanya satu kalimat yang menjadi penutup pembicaraan waktu itu.
(Berhubung pelakunya itu orang yang punya ilmu dan berduit, ya susah mas)
Saya pun kembali termenung, ingin rasanya kembali mengupayakan kasus itu lagi, dan menyelesaikan apa yang sudah pernah saya mulai bersama-
Tapi, keterbatasan waktu dan pengetahuan lah yang menjadi masalah bagi kami.
Selain itu, Aruf pun sudah merasa tidak nyaman dan enggan untuk terlalu aktif dalam mengupayakan kasus itu.
Dan ternyata, tidak hanya saya yang bertemu dengan orang asing yang menanyakan kasus itu. Aruf pun mengalaminya.
Iseng saja, aruf menanyakan perihal kejadian yang belum selesai di kampungnya.
Ternyata, pertanyaan Aruf ditanggapi -
"Tak undangke po priye?"
(Mau saya panggilkan?)
Aruf hanya mempersilakan jika memang orang itu tidak keberatan.
Menurut Aruf, apa yang disampaikan oleh arwah mbak nia, tidak terlalu berbeda dengan apa yang sudah dia ketahui. Oleh karena itu, ia tak terlalu-
Namun, ada satu hal yang menjadi inti dari apa yang ingin disampaikannya.
"Sakwise arwahe korban metu, terus ono sing moro liyane"
(Setelah arwah korban keluar, ada sosok lain yang datang)
"Ternyata wong kae"
(Ternyata orang itu).
"Tapi, jare wong e, si **** kae cuman meringatke, kon ojo melu-melu perkoro kui"
(Tapi, kata orangnya, si **** itu hanya-
Si **** yang dimaksud oleh Aruf, kemungkinan bukan pelaku, orang itu adalah orang baru yang belum lama tinggal di salah satu rumah di kampungnya.
Aruf pun sempat heran, kenapa sosok orang itu jadi berkaitan dengan -
Terkait si **** itu, saya belum mendapatkan informasinya secara detail. Jadi, tidak akan saya bahas dalam thread ini.
Berdasarkan cerita mereka, pihak keluarga korban, sempat mengupayakan kasus itu pada salah seorang tokoh agama yang dianggap punya kelebihan, di daerah kabupaten sebelah.
Menurut tokoh tersebut, amalan doa itu bertujuan untuk menjauhkan hal-hal ghaib yang berusaha mengganggu dan menghalangi -
Dijelaskan pula, bahwa dengan menjalankan amalan yang disarankan, ada kemungkinan hal-hal ghaib yang mengganggu itu, akan berbalik menyerang pengirimnya.
Tokoh tersebut pun mengatakan, bahwa kalau sampai hal itu terjadi -
"Kabeh kabeh sedoyo, kersanipun gusti Allah"
(Semua itu, tergantung kehendak Allah).
Seseorang yang memang sudah di duga oleh pak Roni dan pihak keluarga sebagai pelaku pembunuhan.
Ada orang lain, yang pasti tidak akan pernah disangka dan dicurigai oleh siapa pun.
Karena kasus itu, bukan kasus pembunuhan biasa.
Seseorang yang di duga sebagai pelaku, masih bebas dan berada di kampung itu. Sedangkan keluarga H. Takur, harus menanggung beban tuduhan orang-orang yang masih terus -
Akan kah pada akhirnya kasus itu menemui titik terang? Atau justru terabaikan seiring dengan berjalannya waktu.
Tak bisa terbayangkan bagaimana perasaan mereka.
Kedua anak mbak Nia, harus menerima nasib dan takdir mereka menjadi anak Yatim-Piatu, setelah ayah mereka sudah terlebih dulu meninggalkan mereka, dan seorang ibu -
Apakah hukum memang seakan mengabaikan orang kecil?
Miris. Mungkin hal seperti ini tidak hanya terjadi di desa saya. Bisa jadi, ada hal serupa -
Kasus ini sudah berjalan hampir 3 tahun lamanya. Pihak kepolisian pun, belum menemukan titik terang.
Wallaahua'lam.
Saya tidak bermaksud untuk menyinggung apa lagi menuduh suatu pihak dalam thread ini.
Jadi, terkait dengan seseorang yang di duga -
Ada sekitar 22 tokoh yang saya sebut dalam thread ini, bisa jadi diantaranya merupakan dua orang yang di duga sebagai pelaku.