Dulu pernah mau bikin skripsi tentang sensor tapi ganti waktu itu hehehe
Kalau KBBI bilangnya "pengawasan dan pemeriksaan surat-surat atau sesuatu yang akan disiarkan atau diterima (berita, majalah, buku, dan sebagainya)"
Kalau Undang-undang sensor film pertama kali di Inggris tahun 1909.
Tahun 2016 bahkan ada acaranya lho 100 tahun Sensor Film Indonesia.
Nah kriteria sensornya ada tiga: Lulus, Lulus Sementara, Tidak Lulus.
Waktu pengerjaan doi doi ini bisa setahun bahkan sampai dua tahun.
"Wkwkwk suka suka w"
Ceritanya berantakan tapi menguntungkan.
Menarik juga nih idenya
Film dijadikan alat propaganda pas zaman penjajahan Jepang. Sensor ada gak? Ya masa gak ada, bosque.
Pokoknya film harus ngasih lihat dukungan & kepercayaan terhadap pemerintahan Jepang.
Film bahasa Inggris sama Belanda gak bole
Salah dua yang kena Panitia Sensor Film ini adalah Usmar Ismail dan Armijn Pane.
Apa kabar penonton lainnya coba ya?
Bibit penyakit berupa merasa golongannya paling benar dan harus dituruti ternyata sudah ada.
Salah satunya adalah Presiden Soekarno turun tangan.
Orde Baru ada sensor gak, Bang?
Yah dek. Orang aja bisa hilang apalagi film.
Intinya masih setipe dengan yang sekarang yaitu film tidak boleh mengandung beberapa hal yang dapat memicu penontonnya. Perlindungan moral, sosial, dan negara lah pokoknya.
Kita bahas nanti lagi soal ini.
Lulus sensor itu bisa ada potongan atau tanpa potongan.
Ada batas umur juga: Semua Umur, 13 tahun ke atas, hingga 21 tahun ke atas.
Jawabannya adalah Tidak.
Terus diapain?
Dibakar. Ada tulisan yang mencatat bahwa sejak 1973-1994 ada 8 kali pembakaran dan disaksikan Menkopolkam.
Apa respons masyarakat?
Masyarakat menerima film, termasuk adegannya.
(Halo halo masyarakat, makin mundur apa gimana kita?)
-> Disensor karena mempertentangkan kelas sosial. Baru bisa rilis tahun 1983 (5 tahun setelahnya).
-> judul awal: Koruptor-Koruptor (ganti!)
-> Bisa menimbulkan gambaran keliru tentang pejabat pemerintah
-> Disensor banyak dan baru bisa rilis 6 tahun kemudian.
-> Judul awal: Nyoman dan Presiden (ganti! Presiden itu lembaga terhormat. Jangan digunakan sembarangan)
Kanan Kiri OK (1989)
-> Judul awal: Kiri Kanan OK (ganti! masa kiri duluan!)
Apa kabar sobat mikrolet, metromini, kopaja sama patas?
Masa ini juga beberapa kali terlihat bahwa keputusan sensor tidak konsisten
Masih ingat poster 9 Naga yang udelnya ditutup lakban? atau 3 Hari untuk Selamanya dan Berbagi Suami yang dipotong? atau Pocong yang dilarang tayang?
Belum lagi Buruan Cium Gue yang didemo
Entah apa sekarang sudah berbeda atau tidak.
Proses seleksi dilakukan di Kemendikbud, lalu ada proses fit and proper test oleh Komisi I DPR
- Bagaimana mendefinisikan tema dan permasalahan keluarga (Pasal 36 ayat b tentang penonton 21 tahun ke atas)?
- Bagaimana mengelaborasi kesesuaian dengan usia?
Emangnya kalau nonton Hellboy, orang langsung baku hantam dalam bioskop? Emangnya kalau lihat adegan telanjang di Blade Runner 2049, orang langsung pengen ngews sehingga maksa orang lain?
Jadi harus gimana dong, fren?
Kok film ini dipotong? Kok penggolongan usianya segini? Dasarnya apa?
Khusus LSF, kita juga dorong terus untuk terbuka yang masih tertutup. Proses seleksi anggota hingga catatan penggolongan usia.
Kan kita juga kurang tahu ya pemirsa kalau mereka nonton apa gak, nonton utuh apa gak.
Sensor itu ada karena perangkat hukumnya ada.
Kita dorong penggunaan klasifikasi film. Mirip dengan penggolongan usia tapi dengan kriteria operasional yang lebih konkrit dan detil.
Jadi kita bisa semakin kritis, oh film ini ada adegan ini. Sesuai dengan kriteria usia sekian.
Kasih tunjuk riset yang ada soal pengaruh. Sampai kapan sih siap dan cerdas? Apa indikatornya?
Justru kita harus mendorong pendidikan literasi media dan berpikir kritis dong.
Masa dari 1916, masih di titik yang sama
Kalau ada ibu-ibu hebring bawa bocah nonton film brutal, kasih tangan dan bilang "cannot"
Kiranya begitu lah.