Setelah demo yang terjadi pada Senin (30/9), kami menemui pendemo yang mengaku polisi salah-tangkap dan ditahan di rutan Polres Jakarta Pusat. Kami juga berbincang dengan sejumlah orang tua simpatisan demo yang hingga kini masih dibui.
Sebuah utas.
Sebuah utas.
Muhammad Wahyu Aji (18) kini berstatus tersangka. Wahyu dituduh polisi membawa bom motolov saat demo dan membuat ujaran kebencian. "Saya menghadap ke kepala unit, dia berpesan, entah serius atau tidak, 'jangan bawa-bawa LBH'," kata Subali, sang ayah.
Sultan Farel Farizki (19) adalah lulusan SMK yang bekerja kontrak di bagian kebersihan, kantor Kedubes Malaysia. Setelah diangkut ke Polres Jakbar, ia mengaku menandatangani surat kurang alat bukti. Teman-temannya dilepaskan, ia tidak.
Faisal kini berstatus saksi, tapi dituding polisi melanggar beberapa pasal, salah satunya ‘kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama’. Saat bersembunyi di ATM untuk menghindari gas air mata, dia ditangkap polisi.
Dituduh melanggar sejumlah peraturan saat mengawal demonstrasi mahasiswa dan pelajar di sekitar gedung DPR, Senin (30/9), kepolisian mengaku menganggap perlu mengejar dan menangkap orang-orang yang mereka tuding perusuh. Tujuannya, kata mereka, agar kericuhan tidak meluas.
Sementara itu, @KontraS mendata pengaduan yang masuk dari keluarga maupun mereka yang merasa korban salah tangkap, atau diperlakukan tidak sesuai hukum. Sebanyak 390 pengaduan diterima.
(ketuk untuk memperbesar gambar)
(ketuk untuk memperbesar gambar)
Sebenarnya, seperti apa aturan dan standar operasional prosedur polisi berkaitan penggunaan gas air mata, pengejaran pendemo, dan menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap? Seperti apa pelaksanaannya saat demo kemarin? Baca ulasan kami di tautan ini: bbc.in/2pNNXMT
