12,399 views

Kangope

@KangopeNew

, 12 tweets, 4 min read

My Authors

@rahard

@rahard

Ong Kino, seorang perantau asal Tiongkok yg mempelopori cikal bakal usaha Tofu/Tahu khas Cina di Sumedang pada tahun 1917.

Credit foto Pak @rahard

Saat itu Ong Kino mulai membuat #tahu dengan cara Yang sangat sederhana. Kedelai digiling dengan penggilingan batu yang digerakkan tenaga manusia.
Foto Wikimedia.

Ong sendiri kemudian pulang ke kampung halamannya di Hokkian, Cina dan meninggal serta dikuburkan di sana.

Ong Kino atau Babeh Eno dikenal di Sumedang mulai berjualan tahu, Bupati Sumedang Pangeran Aria Soeriaatmadja, yang memerintah Sumedang kurun tahun 1883-1919, bilang tahunya enak, dan pasti laku. Ucapan itu terbukti hingga sekarang orang suka tahu Sumedang.

Mendengar keberhasilan sang ayah di perantauan, datanglah sang anak yakni Ong Bung Keng ke Sumedang dan belajar langsung kepada sang ayah. Dahulu proses produksi, penggorengan dan penjualannya di toko saat ini di Jalan Tegalkalong, (Jalan 11 April sekarang)

Selepas kepulangan sang Ayah (Babeh Eno), Ong Bung Keng berinovasi ciptakan tahu kecil renyah dan berwarna kuning yang kita kenal hingga kini.

Sejak saat itu, karena dijual dan diproduksi oleh Ong Bung Keng, tahu inovasi dari Ong Kino ini dikenal sebagai Tahu Bungkeng sekarang.

Menurut generasi keempat perintis tahu sumedang, yaitu Ong Che Ciang, atau Suriadi (52), rahasia tahu sumedang, khususnya Tahu Bungkeng bertahan hingga 1 abad atau sudah mencapai 103 tahun pada 2020 adalah karena kualitas air di Kabupaten Sumedang yang baik.

Sebab, kata Suriadi, selain harus menggunakan kedelai yang bagus dan menghasilkan sari pati yang banyak, kualitas tahu akan baik jika air yang digunakan juga baik.

Dahulu, kata Suriadi, kualitas kedelai di Sumedang sangat baik, di mana Sumedang punya kedelai jenis lurik.

Kedelai jenis ini, kata Suriadi, menghasilkan sari pati yang baik dan banyak.

Sedangkan, air yang digunakan, sampai saat ini wajib menggunakan sumber mata air asli, langsung dari tanah.

Referensi buku Etnik Tionghoa di Indonesia - Intisari, 2006 dan liputan Kompas, 2019.