Saat itu, aku sama sekali tidak memiliki apapun,
sementara aku harus menafkahi seorang istri dan seorang anak.
Lilitan hebat rasa lapar terbiasa mengiringi hari-hari kami.
Akupun berjalan mencari org yg bersedia membeli rumahku
Bertemulah aku dgn sahabatku Abu Nashr dan kuceritakan kondisiku
Lantas, dia malah memberiku 2 lembar roti dan berkata:
“Berikan makanan ini kpd keluargamu.”
Tolong beri dia sesuatu yang bisa dia makan. Semoga Allah merahmati Tuan.”
dgn mahar mengenyangkan anak yatim & ibunya
“Ambillah, beri dia makan”, kataku pada si ibu.
Demi Allah, padahal waktu itu tak sepeserpun dinar atau dirham kumiliki.
Sementara di rumah, keluargaku sangat membutuhkan makanan itu.
Kutinggalkan mereka berdua dan kulanjutkan langkah gontaiku,
sementara beban hidup terus bergelayutan dipikiranku.
“Hei, Abu Muhammad.
Kenapa kau duduk di sini sementara limpahan harta sedang memenuhi rumahmu?”
tanyanya
“Tadi ada pria datang dari Khurasan
Dia bertanya-tanya tentang ayahmu atau siapapun yang punya hubungan kerabat dengannya.
Dia membawa berduyun-duyun angkutan barang penuh berisi harta,” ujarnya.
"Terus?”, tanyaku keheranan.
Dulu ayahmu pernah menitipkan kepadanya harta yang telah ia kumpulkan selama 30 tahun.
Lantas dia rugi besar dan bangkrut. Semua hartanya musnah, termasuk harta ayahmu.
Di sana, kondisi ekonominya berangsur-angsur membaik. Bisnisnya melejit sukses.
Kesulitan hidupnya perlahan lahan pergi, berganti dengan limpahan kekayaan.
atau keluarganya atas kesalahannya yang lalu.
Maka sekarang, dia datang membawa seluruh harta hasil keuntungan niaganya yang telah dia kumpulkan selama 30 tahun berbisnis.
Dengan perubahan drastis nasib hidupnya ini, Ahmad bin Miskin melanjutkan ceritanya:
Kalimat puji dan syukur kepada Allah berdesakan meluncur dari lisanku.
Aku menyantuni dan menanggung biaya hidup mereka seumur hidup.
Aku pun terjun di dunia bisnis seraya menyibukkan diri dengan kegiatan sosial, sedekah,
santunan dan berbagai bentuk amal shalih.
Tanpa sadar aku merasa takjub dgn amal shalihku
Aku merasa, telah mengukir lembaran catatan malaikat dgn hiasan amal kebaikan
Ada semacam harapan pasti dalam diri, bhw namaku mungkin tlah tertulis disisi Allah dlm daftar org2 shalih
Aku lihat, diriku tengah berhadapan dengan hari kiamat.
Aku juga lihat, manusia bagaikan ombak, bertumpuk dan berbenturan satu sama lain.
Dosa-dosa pada hari itu berwujud dan berupa,
dan setiap orang memanggul dosa-dosa itu masing-masing di punggungnya.
seukuran kota Basrah, isinya hanyalah dosa-dosa dan hal-hal yang menghinakan.
Kemudian, timbangan amal pun ditegakkan, dan tiba giliranku untuk perhitungan amal.
sedangkan amal baikku disisi timbangan yg lain
Ternyata amal buruku jauh lebih berat daripada amal baiku
Tapi ternyata perhitungan belum selesai mrk mulai menaruh satu persatu berbagai jenis amal baik yg pernah kulakukan
Ternyata dibalik semua amal itu terdapat NAFSU TERSEMBUNYI
Nafsu tersembunyi itu adalah riya, ingin dipuji, merasa bangga dgn amal shalih
Semua itu membuat amalku tak berharga
Lebih buruk lg, ternyata tdk ada satupun amalku yg lepas dari nafsu-nafsu itu
Aku yakin aku akan binasa.
Aku tidak punya alasan lagi untuk selamat dari siksa neraka.
Tiba-tiba, aku mendengar suara, “Masihkah orang ini punya amal baik?”
“Masih...”, jawab suara lain. “Masih tersisa ini.”
Ternyata, itu HANYALAH dua lembar roti isi manisan yang pernah ku sedekahkan
kepada wanita fakir dan anaknya.
Habis sudah harapanku
Sekarang aku benar benar yakin akan binasa sejadi-jadinya.
Aku merasa benar-benar tertipu habis-habisan.
Tak kusangka, ternyata timbangan kebaikanku bergerak turun sedikit demi sedikit, dan terus bergerak turun sampai-sampai lebih berat sedikit dibandingkan timbangan kejelekanku.
Yaitu berupa air mata wanita faqir itu yang mengalir saat aku berikan sedekah
Air mata tak terbendung yang mengalir kala terenyuh akan kebaikanku
Aku, yang kala itu lebih mementingkan dia dan anaknya dibanding keluargaku
Hingga akhirnya aku mendengar suatu suara berkata, “Orang ini selamat dari siksa neraka..!”
oleh orang lain pada ibadah dan amal-amal kita..?
Jangan pernah bersandar pada amal yang telah kau lakukan
Sebab dari *ketertipuan* ini adalah sikap bersandar kepada amal secara berlebih.
Orang yg melakukan amal ibadah tdk akan pernah tahu apakah amalnya diterima atau tdk
Mereka tdk tahu betapa besar dosa dan maksiatnya, juga mrk tdk tahu apakah amalnya bernilai keikhlasan atau tdk
Teruslah mengerjakan Amal sholeh sebanyak-banyaknya tapi jangan merasa diri paling sholeh, sebab amal belum cukup mengantarkan kita kesurga tanpa Rahmat & Kasih sayang dari Allah
Astaghfirullahal 'adzhiim
Ampunilah kami yaa Raab jika di hati kami masih ada rasa bangga, ujub diri terhadap amal-amal kami 😢😥🙏🏿
Amiin Ya Rabbal Alamiin
(Ar-Rafi’i dalam Wahyul Qalam, 2/153-160)
Semoga bermanfaat 🙏🏿🌹