My Authors
Read all threads
PENGHUNI
PABRIK TAHU KELUARGA
SEBUAH MISTERI TURUN TEMURUN
- BAGIAN 2 -

(Horror Story)

@bacahorror
@ceritaht
@bagihorror

#bacahorror
#bacahoror
#ceritahoror
#ceritahorror
Hallo selamat malam, sebelumnya gw mohon maaf, karna bagian 2 ini lumayan jedanya agak lama, ada beberapa hal dengan pemilik cerita yang akhirnya menemukan solusi bagian 2 ini kembali gw bawakan disini
Terimakasih untuk kalian yg masih menunggu lanjutanya PPTK (Penghuni Pabrik Tahu Keluarga) dan yang selalu bertanya hal yang sama soal kapan dilajut ceritanya. Ini adalah jawaban untuk kalian, PPTK bagian 2 akan gw lanjutkan sekarang.
Yang belum baca bagian 1 silahkan baca terlebih dahulu, biar nyambung dengan bagian ini silahkan

Sebelum gw mulai, mari beroda terlebih dahulu agar kasus #COVID19 di negara tercinta kita ini segera selsai dan gw mohon untuk menaati aturan pemerintah hanya itulah salah satu cara agar kasus ini cepat berakhir, agar semuanya cepat kembali normal.
Dan untuk yang sedang menjalankan ibadah puasa, selamat beribadah di bulan yang suci ini semoga kita diberikan pahala yang melimpah, amin.

Oke langsung saja gw mulai, selamat menikmati.
-sudut padang Putra Dwika Wijaya-

Anak pertama pemilik Pabrik Tahu
“rasa penasaran tidak akan berakhir hanya sekedar bertanya, sesekali perlu bukti dan keyakinan untuk membalas rasa penasaran itu” oborlan sore itu dengan Bapak, aku pikir akan berakhir dan membuat aku tenang, kenyataanya tidak sama sekali!
Aku pikir Bapak cukup bijaksana akan memberikan aku jawaban atas semua pertayaan aneh aku tentang Pabrik itu, menyalahkan bukan hal paling baik untuk aku saat ini.
Siapa Ningsih, sosok perempuan yang pernah menganggu aku dengan tingkahnya tertawa di kamar, mimpi dengan wanita hamil, lelaki tua misterius yang menitipkan pesan, beberapa kejadian di Pabrik yang tidak masuk akal, yang sekarang menjadi satu dalam pikiranku.
Namun tugasku satu, menyelsaikan liburan semester dengan tanggung jawab sekarang yang hampir harus setiap pagi dan malam bulak balik ke Pabrik Tahu menjalankan peran Bapak. Andai bukan ibu yg waktu itu menyuruhku mungkin aku tidak akan berada dalam kondisi saat ini.
Semakin aku kesampingkan hal-hal yang berhubungan dengan mereka yang tidak terlihat itu, semakin kuat dorongan mengetahui ada apa sebenarnya misteri dibalik Pabrik itu. Ini adalah malam selanjutnya, setelah sore itu bapak sedikit terbuka dengan apa yang ingin aku tau.
“tumben den jam segini sudah datang aja pdahal baru jam 7” tanya Mang Toha, yang sedang mengangkut barang ke ruangan penyimpanan bahan-bahan

“iyah mang pengen santai aja palingan aku di teras belakang mang” jawabku sambil memarkirkan motor
“yasudah, disana seperti mang Ujang juga sedang ngopi den, tar den Putra amang buatin juga yah” ucap Mang Toha

“boleh kalau tidak merepotkan” jawabku sedikit tidak enak
Melihat sekeliling dengan berjalan menuju gerbang utama Pabrik, seperti pecaya dan tidak akan misteri yang terjadi disini yang sangat rumit bagiku. Karna benang merah yang aku tau pasti kaitanya tidak jauh atas nama keluarga, walau itu kesimpulan cepat aku saja.
Dari kejauhan didalam terlihat semua pegawai sibuk dengan pekerjaanya masing-masing di jam segini sebelum mereka beristirahat nantinya jam 9 malam.

Baru saja aku berjalan dari gerbang utama, pikirku aku akan menuju teras belakng melalui samping bagunan.
karna ingin dan sudah lama tidak melihat tanaman-tanaman yang biasanya ibu rawat ketika kesini.

Pandanganku tertuju pada sudut bangunan, tempat pembungkusan.
aku melihat jelas untuk kedua kalinya perempuan berjalan sangat lambat, dengan rambut yang terurai ke belakang, dengan begitu panjang sampai diatas pinggul.
Melintas begitu saja, pelan, sayangnya aku hanya terpatung diam, segera aku langkahkan kaki untuk mengejar ke arah yang sama perempuan itu berjalan. Ketika tepat sekali aku berada di tempat sebelumnya perempuan itu aku lihat tidak ada siapapun.
“siapa perempuan itu? Ningsih? Sesuai apa yang bapak katakan sore tadi?” ucapku dalam hati dengan badan yang masih bergetar dan tiba-tiba saja bulu pundakku naik begitu saja.
“den lagi apa disitu?” tanya bi Tami, yang baru saja berjalan dari arah mushola

“eh bibi liat perempuan tidak tadi disini, kemudian berjalan kearah sana” jawabku, sambil menunjuk ke arah belakang Pabrik
“engga den, bibi baru aja solat isya di musola” ucap bi Tami

“yaudah bi aku jalan dulu ke teras mau lewat sini saja” sahutku, sambill berjalan mengikuti arah langkah perempuan yang kemudian menghilang itu
Langkah demi langkah berjalan dengan penasaran, sambil melihat beberapa tanaman milik Ibu ini, pertanyaanku masih sama siapa perempuan itu apakah perempuan yang sama dengan mimpiku, atau sosok yg pernah aku lihat sebelumnya itu, atau juga pikiranku yg semakin tidak jelas.
Dari kejauhan terlihat diteras ada seorang yang sedang merokok dengan wajah dan isapan tiap rokoknya keliatan tidak tenang, mang Ujang pikirku, tidak mungkin setiap bertemu dia aku harus menanyakan hal yang sama tentang keanehan Pabrik ini
Tujuanku ke teras hanya ingin bersantai menikmati malam dengan masalah yang sama setiap harinya, begitu membosankan sekali.
segera aku menyapa mang Ujang.

“Kenapa mang? Keliatanya tidak enak gtu ngerokoknya? Padahal sudah sambil ngopi” ucapku sambil duduk disebelah mang Ujang
“Eh Putra, kagetloh amang ini, iyah den banyak pikiran, kenapa sudah datang jam segini?” tanya mang Ujang
“Pikiran yah mang? Iyah kadang yg aku anggap benar belum tentu benar, dan yang mereka anggap salah juga belum tentu salah, begitu bukan mang pikiran tuh?” tanyaku dengan mengabaikan dan tidak menjawab pertanyaan lain mang Ujang
Tatapan mang Ujang langsung terlihat lemas, duduknya lebih santai, tiap rokok yg dia isap sekarang jauh terlihat menikmati dari pada sebelumnya
“Iyah den Putra, mau bagaimanapun kamu adalah darah daging Bapak, rasa penasaran kamu percis sekali bagaimana bapak seumuran kamu. Dan waktu itu ditempat ini juga walau beda kondisinya
bapakmu yg muda dan amang yg beda 5th dengan bapak memiliki penasaran yang sama seperti Putra sekarang” ucap mang Ujang sambil tersenyum
“Lalu, aku tidak mengerti maksudnya mang?” jawabku, pura-pura tidak mengerti, pdahal ini adalah yang aku mau, penjelasan seperti ini!
“Iyah kamu penasaran sangat kelihatan, semua pegawai disni bilang kamu pemberani ke amang, karna semua tau di sudut-sudut mana saja mereka penghuni lain sering menunjukkan dirinya
disana, disana dan disana” sahut mang Ujang menjelaskan sambil menunjuk ke arah pohon jati yg tepat didepanku, ke arah kobakan dan ke arah penyimpanan kayu.
“Bukan sekedar penasaran mang aku takutnya ada kejadian masa lalu yang salah, tidak ada salahnya untuk meminta maaf, tidak mungkinkan satu tempat kemudian bisa seperti ini, boleh aku tanyakan satu nama mang, siapa tau amang kenal?” tanyaku dengan perlahan
Mang Ujang langsung menatapku, seperti heran atau kaget dengan apa yang aku ucapkan, wajah yang baru saja tenang, kemudian menjadi tidak tenang lagi, tepat seperti awal aku melihatnya dari kejauhan.
“maksudnya Put?! Kejadian salah masa lalu gimana! Boleh siapa itu?” jawab mang Ujang dengan nada tegas

Terlihatlah sekarang olehku wajah memerah dari mang Ujang, entah kenapa dia harus terkesan marah dengan ucapanku.
“Tidak ada maksud apa-apa, tapi bukankah ketika salah harusnya meminta maaf hal yang mudah jika sadar akan kesalahan, yah kalau merasa benar, padahal salah akan sulit begitu kan mang hehehe” jawabku dengan mencairkan suasana agar tidak tegang, sambil menyalakan rokokku sendiri
“Haha iyah, permainan sederhana soal maaf, jadi siapa den yg ingin den Putra tanyakan?” tanya mang Ujang, yang tidak biasanya sangat penasaran.
“NINGSIH! Bapak sudah cerita, katanya, kejadian masa lalu disini terjadi, amang tau soal itu?” ucapku sambil tersenyum dengan tenang
“Put saran amang sudahlah, jgn terlalu mengurusi hal-hal seperti itu, lagian apa untungnya juga kalau kamu mengetahui hal-hal seperti itu” ucap mang Ujang, kelihatan sekali sangat penasaran dengan apa yang aku tanyakan
Tidak pernah sekalipun aku berada dalam negosiasi seperti ini, memberi pertanyaan kemudian jawabannya harus sesuai yg ingin aku tau, semakin penasaran sampai sejauh mana mang Ujang mau bermain kata denganku
“aku hanya bertanya tau atau tidak, amang tinggal menjawab padahal mang hehe gampangkan, amang tau soal Ningsih?” tanyaku kedua kali sambil tersenyum tenang
Benar saja wajah mang Ujang semakin tidak tenang, ditemani suara-suara pekerja d dalam pabrik yang sibuk dengan tugasnya masing-masing.

sesekali mang Toha dan bi Tami melirik ke arahku d teras mungkin karna seserius ini obrolanku dengan mang Ujang
“Pertanyaan kamu kurang sopan Put!” jawab mang Ujang

“Susah sekali tinggal jawab Tau atau Tidak mang?” ucapku memaksa

“Tidak amang tidak pernah tau soal Ningsih!” bentak mang Ujang, sambil menatapku tajam

Untungnya, aku semakin tenang dan berusaha tidak terpancing emosi.
“menjawab tidak, dengan membentaku adalah kesalahan besar mang! Jgn anggap aku anak ingusan bodoh! Amang sendiri bilang di awal punya penasaran yg sama
pada bapak usia muda beda dengan amang 5th lantas penasaran apa hah?! Kejadian Ningsih di jaman kakek dan amang bilang tidak tau?!” ucapku dengan nada tegas.
Kena! Kali ini mang Ujang masuk dalam perangkap ucapnya sendiri, dari awal aku sudah menyangka mang Ujang ini pasti tau semuanya, hanya saja mungkin takut sama bapak berusaha menutupi rapat.
“Jangan takut kalau tidak merasa bersalah, berucaplah dengan jujur, maaf aku menasihati orang tua” ucapku sambil meninggalkan mang Ujang dengan rasa puas, sedikit kemenangan untukku
Aku yakin sekali pasti mang Ujang sangat tidak enak hati, bagaimana bisa dia membentaku padahal dia salah, mencoba berbohong, aku pengen sekali cepat memainkan peran disini.
Segera aku melihat sekeliling, dalam pabrik dengan senyum-senyum, mang Toha dan pekerja lainya silih berganti menyapaku satu sama lain.
Tidak lupa aku berkeliling diruangan pembukusan. Bi Ema dan Bi Tami yang masih terlihat sibuk sekali dengan pekerjaanya malam ini.
Segera aku berjalan ke bagian depan pabrik lagi setelah terlibat obrolan serius dengan mang Ujang, sedang duduk dan melihat jam sudah jam 9 malam sekarang angin yang biasanya tenang malam ini terasa sangat dingin sekali. Aku melihat chat dari Rini.
“kak nanti kalau aku kabari jangan lama yah respon nya” chat dari Rini
Dan segera aku balas hanya sekedar mengiyahkan, tidak lama bi Tami terlihat berjalan ke dekatku, mengantarkan kopi.
“den ini kopi dari mang Toha, dia nyari aden d teras eh tau-tau disini, bibi d suruh mang Toha nganterin ini” ucap bi Tami

“makasih bi, simpen aja disni” jawabku

“tadi ada obrolan apa dengan si Ujang den? Sepertinya serius sekali, urusan pabrik ini yah?” tanya bi Tami
Pasti bi Tami bertanya padaku soal ini, mau bagaimanapun dia melihat jelas beberapa kali ketika aku mengobrol dengan mang Ujang mungkin ada yang tidak biasa yang membuat bi Tami penasaran.
“bibi juga termasuk lama kan yah kerja disni dari jaman kakek engga bi?” tanyaku, sambil mempersilahkan bi Tami duduk
“hmm... lupa den Putra tapi dulu kan almarhum ibunya bi Tami dlu kerja disini, kapan yah pokonya den maaf yah, gk lama bibi kerja disni kakek aden meninggal” jawab bi Tami dengan penuh ketidakenakan
“ooh begitu bibi umur berapa wktu itu udah gede kali yah?” tanyaku lagi

“masih muda den, kenpa emang den tumben aden bertanya ini?” tanya balik bi Tami

Aku sudah mengesampingkan rasa tidak enak, yang perlu aku lakukan hanya bertanya apa yang perlu aku ketahui dengan pasti.
“bibi tau soal kejadian Ningsih?” tanyaku pelan

praak…tiba-tiba gelas kopi yang bi Tami simpan dekatku jatuh dengan begitu saja, sangat perlahan, itu membuat aku dan bi Tami tentunya kaget bukan main.
“biar den bibi yang beresin ini” jawab bi Tami sangat pelan dn tidak berani menatapku

Diposisi seperti ini ketidakenakan, sopan santun, dan sebagainya berkecamuk mau bagiamapun bi Tami orng yg sgtt aku hormati. Terasa suara getaran di saku celanaku, melihat penggilan dari Rini.
“iyah Rin” ucapku

“pulang cepet kak, jangan tanya kenpa dlu” jawab Rini seperti tergesa-gesa

“ada apa emangnya?” tanyaku penasaran sekali

“pulang! Jgn banyak tanya ih” bentak Rini
Segera aku bangkit, menenangkan sedikit diri ini karna tumben sekali Rini mengabari hal seperti ini, walau memang sebelumya dia sudah memberi kabar
“bi maafkn Putra kalau Putra lancang bertanya soal Ningsih ke bibi yah bi Putra jadi tidak enak” ucapku

“kenapa ada apa den? Siapa tadi yang tlp?” tanya bi Tami penasaran
“Rini bi, menyruh aku pulang, sepertinya penting, bilang ke mang Ujang aku pulang dulu gtu, tar apa-apa nya aku tlp dia bi” sahutku, sambil bersalaman dengan bi Tami ijin pulang
“bibi tau soal Ningsih, besok atau lusa berkujung ke rumah bibi yah ajak bi Imah juga” ucap bi tami dengan nada pelan sekali.

Beberapa detik aku lihat wajah bi Tami, terlihat berlinang air matanya, seperti ada kelegaan setelah apa yang bi Tami katakan padaku.
“iyah bi, aku pamit dlu” jawabku singkat karna merasa tidak enak
Segera aku menuju parkiran yg berhadapn dengan tempat penyimpanan bahan. *lihat gambar ilustrasi*

otomatis pndanganku lurus menuju ruangan, dimana kedelai dan bahan-bahan lainya menumpuk.
Sebentar… sebentar… posisku sudah duduk di motor trailku ini, karna terbilang tinggi jadi pandanganku jelas sekali melihat ke dalam, kebiasaanku pasti menyalakan rokok ketika tadi sudah cukup dibuat tidak enak oleh bi Tami.
Pas sekali, aku menghembuskan asap rokok, aku melihat ada pekerja wanita berambut panjang bahkan dia sedang jongkok rambutnya sampai ke lantai. Pekerjaan itu biasanya dilakukan mang Deden atau Bagus.
Setauku pekerjaan itu biasanya oleh laki-laki dan tidak pernah dilakukan wanita, mana bajunya lecek dan kotor pasti memperngaruhi ke kedelai yang dia sortir itu.
Segera aku turun kembali dari motor untuk mendekati perempuan yang membelakangi aku itu, terasa bulu pundakku sudah berdiri, tapi aku harus aku yakinkan siapa dia ini, pikirku seperti itu.
Benar-benar aku beranikan sudah perlahan 3 langkah tepat di dekat pintu sudah sangat dekat, tiba-tiba hpku bergetar, spam chat dari Rini yang semakin Rusuh. Akhirnya aku segera menaiki motorku lagi dan segera berangkat dari Pabrik dengan ngebut menuju rumah
Diperjalanan menuju rumah, aku berpikir, tidak mungkin ini sudah jam 10 lebih masa iyah ada pegawai yg masih mengsortir bahan utama, biasanya jam sgini mereka sibuk di ruangan pembakaran dan pembungkusan. Tapi, siapa perempuan itu?
Tidak lama sampai didepan rumah terlihat sekali gerbang tidak biasanya terbuka apalagi malam-malam seperti ini, selsai memarkirkan motor, aku melihat tumben sekali banyak sandal d pintu utama rumah, ada apa ini.
Segera aku masuk ke dalam rumah, benar saja Bapak sudah terbaring di ruang tengah, disana ada Ibu, Rini, bi Imah yang sedang ada d dekat Bapak sebelah kanan
Disebelag kiri ada Hj. Roy jurangan kedelai serta teman lama bapak, dan 1 orng yg tidak aku kenal sepertinya pak Kiyai dan satu orng dokter.
Aku tidak lansung bergabung atau mendekat pada mereka, aku langsung ke dapur, sementara dari arah dapur pandangan masih jelas melihat bapak terbaring dan mereka yg ada semua.
Baru saja selsai minum, dan mengambil buah anggur kesukaanku, aku melihat siapa wanita di samping Rini itu mengunakan penutup kepala warna hitam terlihat menunduk juga. aku perhatikan wajahnya sangat tidk jelas.
Secara kebetulan bi Imah melihat ke arahku dan segera aku lambaikan tangan agar mendekat padaku.

“Ada apa den? Mau makan? Bibi siapkan dulu?” tanya bi Imah padaku

“Kenapa Bapak?” tanyaku pelan
“Sepertinya sakitnya kabuh den, aden gimana itu pabrik ditinggal? Udh bilang mang Ujang?” tanya bi Imah

“Aku habis ngobrol dengan mang Ujang dan dia membentak aku karna salah mungkin bi mang Ujangnya hehe” jawabku perlahan

Segera aku ajak bibi duduk di teras dapur.
“Kenapa den disini gak enak bibi harus segera kesana lagi” ucap bi Imah

“besok atau lusa antar aku ke rumah bi Tami pokonya harus mau” ucapku dengan nada paksaan
“Satu lagi bi, itu siapa wanita yang di samping Rini tau-tau udh duduk aja dekat kaki bapak?” tanyaku penasaran

“Heh yah kalau ngomong suka becanda mulu, perempuan mana engga ada den, den putra suka ada-ada aja” jawab bi Imah penuh keheranan
“Serius bi ada sini-sini tuh liat tuh” ucapku sambil mengajak bibi ke dalam dapur dan melihat ke arah ruangan tengah

“mana engga ada siapa-siapa itu neng Rini sama Ibu aja kan” jawab bi Imah sambil meninggalkanku begitu saja
Degg... Beneran aku di buat kaget sudah 3 kejadian dengan sosok perempuan malam ini yang tidak tau maksudnya sama sekali. Apakah itu juga perempuan yang sama yang aku lihat di pabrik. Merinding sekali mengingat hal itu kembali.
Aku hanya bisa duduk menunggu tamu-tamu pulang agar kemudian aku bisa menyapa Rini dan Ibu. Sudah 3 balikan kau melihat masih ada aja tamu-tamu itu.

Bukan aku tidak berani menyapa mereka dan ikut bergabung, cuman aku takut saja menganggu apa yang sedang mereka obrolkan.
Kembali lagi ke teras dapur, aku semakin tidak tenang, setelah ada pesan dari Rini “jangan dulu samperin bapak kalau tamu itu udah pulang kak yah dengerin aku pokoknya”
Apa lagi ini maksudnya ada apa? Belum cukup dari malam menuju dini hari semakin banyak pertanyaan yang membuat aku selalu tidak puas dengan jawaban-jawaban yang aku cari, kemudian dapatkan.
Pabrik, Rumah, Bapak, Pegawai dan Keadaan semuanya benar dan tidak salah bahwa ini adalah sebuah misteri yang sialnya harus bergesekan dengan mahluk gaib yang membuatku semakin kesulitan mendapatkan benang merah soal Pabrik ini.
Nama Ningsih dan terbukanya dari bi Tami sesuatu yang membuat aku tenang, tapi sakitnya Bapak, keadaan Pabrik dan persoalanku dengan Mang Ujang yang membuat aku sebaliknya.
Sedikit demi sedikit kebenaran tentang kejadian masa lalu akan terangkai dengan sendirinya, walau aku sadar soal Pabrik ini bukan hal yang mudah, tapi aku yakin semuanya akan segera jelas, dengan segala pertanyaan yang ingin aku ketahui kebenaranya.

***
Kemudian aku mendengar beberapa tamu itu pamitan untuk pulang, segera aku menuju ke ruangan tengah rumah untuk bertanya kepada ibu dan Rini tentang keadaan Bapak, walau aku lihat jam sudah tengah malam
“kenapa bapak?” tanyaku pada mereka, keadaan Bapak sudah tertidur.
Semua diam tidak ada yang langsung menjawab, ibu kemudia pergi, disusul dengan bi Imah, tinggal hanya aku dan Rini saja
“Rin ada apa sebenarnya sih, kalau bapak gak tidur udah aku tegor ibu begitu saja pergi dan bi Imah juga sama” ucapku

“selepas kakak pergi, bpk dengan ibu aku dengar berantem kak” jawab Rini singkat

“kenpa Ibu dan bi Imah tiba-tiba bersikap seperti itu pdaku?” tanyaku
“sudahlah kak apalagi penyebabnya kalau bukan ulah aku sama kakak awalnya yang sebegitu penasaranya pada Pabrik, jadinya berujung seperti ini kak, bapak banyak pikiran dan sakitnya kambuh lagi kak” ucap Rini menjelaskan
“pak kiai itu siapa Rin?” tanyaku sambil mentap wajah Bapak yg keliatan kasian sperti ini kondisinya, wlau disni dilemma dengan perasaan aku sendiri
“setelah kambuh sakitnya, bapak teriak-teriak awalnya hanya bilang sakit-sakit, namun kemudian berubah menjadi suara perempuan kak, anehnya senyum dan teriakan selanjutnya menyebut nama Putra berkali-kali, mungkin itulah yg membuat ibu begitu sikapnya pada kakak” sahut Rini
penjelasan Rini membuat aku kaget dan merinding. Bapak sakitnya kambuh, setelah berantem dengan Ibu soal aku dan Pabrik kemudian kerasukan suara perempuan dan menyebut namaku “Putra”
sebentar, yang masih membuat aku binggung ini sosok satu perempuan yang sama atau berdeda atau ini adalah sosok Ningsih yang pernah bapak bilang padaku.
“ooh begitu Rin, dari tadi di Pabrik sebelum pulang banyak kejadian janggal sampai tadi kakak di dapur, siapa Ningsih itu ada kaitanya dengan sakit bapak aku yakin pasti ada Rin” sahutku menjelaskan
“sudah jgn dulu bahas itu kak” ucap Rini

Tumben Rini tidak biasanya seperti ini

“kakak tidur di sofa aja siapa tau tar Bapak bangun dan pengen sesuatu kakak bantuin, aku ngantuk ke kamar yah” sahut Rini sambil pergi menuju kamarnya begitu saja
Segera aku terbaring di kursi sebelah bapak terbaring posisinya sama searah dengan posisi bapak terbaring hanya aku diatas kursi Bapak di Bawah, mata dan lelah membuat aku cepat untuk tertiudr menemani bapak di ruang tengah.
Antara sadar dan tidak aku melihat ibu sedang mengelusi kepala bapak, tapi karna mataku tidak kuat untuk melihat jelas aku lanjutkan untuk tertidur begitu saja.
“bagun Put sudah pagi nih minum dulu ibu bawakan” ucap Ibu sambil duduk di sebelahku

“kemana Bapak? Sudah pindah bu? Tanyaku

“sudah pindah tadi barusan ada pak kiai juga pagi-pagi sambil memindahkan bapak sama Hj Roy selepas subuh” jawab Ibu menjelaskan
“ohh semalem ibu kenapa bangun, aku lihat sedang mengelus kepala Bapak?” tanyaku pelan

“hah siapa yang bangun Putra semalem ibu tidak sama sekali keluar lagi karna ngantuk sekali” jawab Ibu kaget

“oh aku saja kali yang mimpi gtu yah bu hehe” jawabku menenangkan Ibu smbil snyum
Walau aku sangat yakin semalam itu jelas ibu, mana mungkin Ibu bisa membohongi aku seperti yg Ibu ucapkan, atau siapa sosok itu. malah aku berpikir seperti sosok yang bias menjadi dua itu kejadian Rini pertama datang ke pabrik
Tidak banyak tanya lagi, setiap kejadian dari kemarin malam sudah sangat jelas tidak masuk akal untukku, sosok perempuan itu selalu mengikuti aku atau mungkin punya tujuan lain.
Selsai mandi, makan dan melihat bi Imah sudah sedikit santai dengan pekerjaannya, segera aku mengatur rencanan bagaimana caranya keluar tanpa membuat seisi rumah curiga. Mumpung masih pagi jam 9 sekarang.
“Bi ayo katanya mu antar aku ke pasar sekarang” teriakku pada bi Imah

“Putra... Segala di antar yasudah kamu saja sendiri, bi imah baru aja istirahat” ucap Ibu

“Tidak apa-apa bu, imah antar aden dlu aja gk bakalan lama kasian tidak terlalu paham soal pasar” sahut bi Imah
Segera aku memarkirkan mobil dan berjalan menuju Rumah bi Tami sesuai yang sudah di janjikan aku disuruh berkunjung ke rumahnya.

“den ada perlu apa emang ke rumah bi Tami, tumben sekali” tanya Bi imah penasaran
Sebelumnya bi Imah belum tau tujuan aku apa, sengaja aku hanya mengeluarkan alasan saja

“Silaturahmi aja bi, bi Tami udah banyak bantu aku di Pabrik, lagian bi Tami sendiri yang suruh aku berkunjung ke rumah nya” jawabku agar bi Imah tenang saja
“ada kaitanya dengan Pabrik den?” tanya bi Imah semakin penasaran

Perjalanan ke rumah bi Tami tidak terlalu jauh 15 menit dari rumah, didalam mobil terlihat bi Imah semakin penasaran dengan tujuanku sepagi ini.
Tidak lama mobil sudah didepan rumah bi Tami, terlihat sangat kaget juga kedatangan aku ini oleh bi Tami, segera aku dipersilahkan duduk didalam tentunya dengan bi Imah.
“Mah untung kamu ikut, jadinya bakal jelas semuanya, tunggu yah aku bawain dlu minum” ucap bi Tami

“Maksud nya Mi aku gak paham?” tanya bi Imah kebingungan

“den Putra belum cerita?” tanya bi Tami padaku

“pasti sudah tau bi Imah juga bi” jawabku pada bi Tami
Segera air minum disuguhkan, ini adalah kunjungan pertamku ke rumah bi Tami, walau kenal sangat lama semenjak aku kecil, tapi aku biasa berjumpa dlu hanya di Pabrik saja.
“Jadi gimana bi apa yang bibi ketahui soal nama Ningsih, aku dari semalem sampe tidur terus di ikuti oleh sosok yang tidak jelas, perempuan” tanyaku langsung pada topik yg ingin aku ketahui

“Maksudnya den? Aden tau soal Ningsih?” tanya bi Imah kaget sekali!
“jangan terburu-buru den Putra, biar bi Tami cerita ketika awal kedatangan aden, kebetulan bibi tidak datang ke Pabrik, ingat?” tanya bi Tami

“Iyah bi aku ingat, aku hanya disambut sama mang Ujang dan keliling tapi suasana pabriknya sudah beda” jawabku
“Yang aden pas sampai rumah bilang ke bibi dan sama bibi denger perempuan tertawa di kamar bukan den?” tanya bi Imah

“Nah iyah betul hari itu juga semakin aneh dan semakin aku penasaran” jawabku membenarkan
Suasana obrolan semakin mengarah pada benang merah yang aku sudah yakin akan semakin jelas selanjutnya

“Terus bagaimana lagi bi?” tanyaku pada bi Tami
“Gpp Mah kalau kamu takut selepas aku berkata apapun mungkin kamu juga akan berani, kita sama-sama tau soal ini. Kamu kerja di rumah Bapak dari jaman Apih sebelum meninggal dan aku juga sama, aku di Pabrik, aku rasa tidak akan terlalu beda jauh” jawab bi Tami
Serumit inikah? Tidak terlalu salah-salah bgt berati aku ketika aku menyebutnya misteri yg tertutup sangat rapat.
“Aku sebenarnya Mi sudah ingin bicara banyak soal keadaan ini, tapi aku kasian sama keadaan Ibu dan Bapak juga Rini di rumah jadinya aku lebih memilih tutup apapun yg den Putra cari” sahut bi Imah
“yasudah gpp bi jangan dipakasakan yah” jawabku menenangkan keadaan dan menghilangkan rasa bersalah bi imah, karna aku juga paham sekali diposisi bi Imah pasti banyak pertimbangan
“kejadian yg bibi tau den... dengan nada sangat pelan dan menatap kosong seperti berat sekali, tapi aku yakin bi Tami sudah mempertimbangkan dan menyruh aku menemuinya sekarang di rumah ini
sudah lama cukup lama ketika bibi masih SD kelas 6, Ningsih itu perempuan yang sedang hamil kemudian di usir dari rumahnya nya karna membuat malu keluarganya dan memilih mengakhiri hidupnya
kemudian jasadnya ketemu diatas lahan Pabrik sekarang, itu cerita yang bibi Tau dari ibu” ucap bi Tami menjelaskan dengan sangat yakin padaku
“Lalu bi?” tanyaku hanya terdiam

“Waktu itu bibi masih kecil selalu ikut dengan ibu bibi, tapi cerita Ningsih gentanyangan, katanya memang sudah dari jaman kakek aden disana,
kemudian bibi semakin dewasa dan ketika ibu bibi meninggal dan sebelum kakek aden meninggalkan bibi hanya berkeja breng kakek 1 th lebih den” ucap bi Tami dengan penuh rasa tidak enak
Aku dan bi Imah memperhatikan, kemudia tiba-tiba bi Imah menteskan air matanya

“Ningsih perempuan baik, tapi nasibnya tidak baik, dia tinggal di kampung bibi den, walau tidak dekat rumahnya dan umurnya di atas bibi.” Sahut bi Imah
Kampung bibi memang hanya 40 menitan dari rumah tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat.

“kenapa di Pabrik itu bi kejadianya?” tanyaku ikut bersedih dengan kejadian Ningsih dan tidak menyangka dan kaget dulu ada tragedi seperti itu
“dulu tuh sebelum kobakan sebesar sekarang dan bagian teras senyaman sekarang distu tuh masih seperti hutan den, walaupun msih tanah kakek aden sebenarnya
kalau kata ibu aden, kakek aden Apih, banyak orng yg menyalahkannya, tapi entah kenapa berita meninggalnya Ningsih disitu tidak terlalu ramai den” ucap bi Tami menjelaskan dengan badan yang mulai gemetar
“iyah bahkan keluarganya di kampung bibi juga tidak ramai hanya menerima maklum dulu belum seperti sekarang apa-apa ramai diberitakan den” sahut bi Imah menambahkan
Sekarang aku paham, kenapa bi Tami kemaren malam menyurhku datang kesini mengajak bi Imah, karna keduanya mendengar langsung di waktu itu, tidak jauh dari masa lalu kejadian Ningsih.
“perasaan bibi pernah bilang jauh sebelum kematian kakek juga dulu sama pernah seperti sekarang bi?” ucapku sambil menatap bi Imah
“iyah den, rumah dan pabrik pada saat itu banyak kejadian janggal sekali, seperti yang aden alamin sekarang, benarkan Mi kamu juga di pabrik pernah cerita dulu sama aku gtu?” tanya bi Imah
“tahun itu lupa, berapa bulan kakek aden meninggal sosok perempuan sering menggangu pagawai den, makanya kemarin malam pas aden di Pabrik bertanya soal sosok perempuan yg aden lihat
bibi langsung mikir bakalan terjadi apa gtu, ditambah aden langsung seperti yang aden bilang ke bibi, berantem dengan mang Ujang” ucap bi Tami
“si Ujang dan Bapak aden selalu berusaha menutupi tentang kejadian masa lalu itu den, bibi kemarin pas mang Ujang ke rumah sehabis aden pulang dari pabrik, ngobrol dengan mang Ujang dan bilang jangan kasih tau apapun soal kejadian dulu itu pada aden” sahut bi Imah menjelaskan
“salah aku dimana yah bi sekedar ingin tau dan penasaran jika emang ada masa lalu yang salah, harusnya diluruskan dan dibenarkan bukan disalahkan atau lebih parah lagi ditutupi?” ucapku merasa kesal sekali
“tidak ada yang salah den, yang salah ketika aden membuang wadah kemneyan itu di Pabrik, emng itu sudah dari jaman kakek ada den.” Jawab bi Tami

“kenpa memangnya bi?” tanyaku penasaran
“setelah kejdian itu mang Ujang menegor semua pegawai agar jgan ada yang buka mulut ketika aden menanyakan sesuatu tentang pabrik” jawab bi Tami

Aku sekarang benar2 paham dn baru mengetahui betapa tragisnya Ningsih pd jaman itu, tapi tentu satu langkah lagi semuanya akan jelas.
“bi aku lebih dua kali mengalami mimpi dengan perempuan hamil, dan kejadian melihat sosok perempuan apakah itu Ningsih? Dan gila nya lagi pernah ada lelaki tua seperti orng gila pernah mengatakan aku yang tanggung jawab” sahutku dengan perlahan
“semoga itu iyah Ningsih den, Ningsih orng baik waktu jaman masih hidup. Mungkin yah den, pikiran bibi maksud aden penasaran pada sosok Ningsih untuk kebaikan dan jadilah datang ke aden” ucap bi Imah yang dari tadi memperhatikan.
“iyah bisa jadi den Putra, skrng kuncinya hanya di si Ujang dan Bapak den, yang bibi tau dan bi Imah tau mungkin hanya segitu saja, tapi percaya sama bibi aden sekarang sudah besar dan tau mana yang benar dan salah, untuk sebuah kebaikan pasti ada jalanya den.” Ucap bi Tami
“seperti ada dendam masa lalu, kemudian ditutup rapat kejadian Ningsih sehingga dia jadi seperti skrng yah bi?” jawabku yg mulai percaya setiap sosok yang aku lihat itu Ningsih
“bukan sekedar itu den, ini sudah sangat lama, jika pabrik banyak penghuninya, setau bibi yang sering ibu obrolkan dan bibi juga tau sendiri, memang itukan dulunya tanah kakek pernah jadi tempat orang-orang percaya minta gtu di dekat kobakan itu dulu rawa” jawab bi Imah
“pemujaan? Kobakan yg ujungnya ke sungai besar itu bi?” tanyaku penasaran

“iyah kobakan itu, jadinya cukup jelas kenapa dari dulu sebegitu menyeramkanya, tapi bukan berperasangka tidak baik, Tahu kakek dan jaman bapak semakin melesat” jawab bi Imah
Aku langsung diam dan berpikir pertama tempat itu dulu pernah ada kejadian tragis, ditambah dulu juga pernah ada rawa yang dijadikan tempat pesugihan, cukup semakin rumit.
Sekarang aku paham betul. Mang ujang dan Bapak yang harus aku paksa menjelaskan ini. Tidak mungkin semuanya berjalan seperti itu saja jika tidak ada maksud.
Setelah aku rasa selsai obrolanku dengan bi Tami aku dan bi Imah pamit, sebelum pamit aku bertanya satu hal

“bi kenapa bibi berani bercerita padaku” tanyaku pada bi Tami
“hati seorang ibu sama semua, bibi melihat rasa penasran aden pada Pabrik besar dan tujuanya baik dan aden anak lelaki bapak satu-satunya bibi pikir demi kebaikan semuanya saja, ini sudah lama tidak ada yang mengingatkan takutnya menjadi dosa bersama.
pesan bibi satu, hati-hati sama si Ujang itu saja dan aden juga bisa menilai dia seperti apa orangnya” jawab bi Tami sambil terlihat air matanya berlinang seperti ingin menangis
Segera aku berjalan dan masuk kedalam mobil dengan bi imah, menuju rumah.

“bi apa yang harus aku lakuin sekrang?” tanyaku pada bi Imah meminta daran darinya
“sesuatu yang benar harus d teruskan den siapa tau sama aden semuanya jelas, jujur ini seperti mengembalikan ingatan lama di Pabrik dan di Rumah memang pernah ada kejadian yang semuanya belum jelas, belum jelas sama sekali karna dimakan waktu yang sangat lama.” Sahut bi Imah
Ucapan bi Imah membuat aku berpikir sepanjang jalan, merenung tentang apa yang sudah aku lakukan sejauh ini kecuali bertangung jawab dengan apa yang sudah aku perbuat.
Sampai didepan rumah masuk halaman, terlihat ada motor mang Ujang. Aku dan bi imah berusaha bersikap biasa saja. Benar saja ketika aku masuk, sudah ada mang Ujang, Bapak, Ibu dan Rini di ruang tengah, dengan bapak yang duduk sambil terbaring.
“sudah dari pasarnya bi” tanya Ibu

“sudah bu, maaf lama putra yg dicarinya susah” ucapku

“arah ke pasar kok ke rumah si Tami, salah jalan itu den Putra” ucap mang Ujang

Deggg.. aku dibuat kaget dengan perkataan mang Ujang tau dari mana dia aku habis dari rumah bi Tami
Tapi aku sudah siap jika obrolan sekarang akan menjadi penjelas semuanya, lagian apa salahnya aku untuk tau dan jika mereka ingin menyalahkan apa yang telah aku perbuat, mungkin aku juga bisa menyalahkan apa yang mereka telah perbuat juga, aku rasa adil.
“maksudnya mang gimna? emang itu urusan amang! Heh... lagian siapa amang di rumah ini ngatur-ngatur aku hah?!” tanyaku pada mang Ujang dengan nada emosi

“heh putra jangan begitu bicaranya kamu, yang sopan.” Sahut Ibu
“bukan masalah sopan, aku tanya mang Ujang kenapa diam coba? jawab dulu! punya hak apa amang padaku? Mau aku ke rumah bi Tami atau kemana saja terserahku dong!” jawabku masih tidak terima dengan omongan mang Ujang
“Putra! Cukup! Kenapa kamu ini” ucap bapak dengan membentak

“apa pak? Cukup? Cukup apa? Cukup gila kelakuan kalian semua bukan? Jangan anggap aku gak bisa berbuat tidak sopan pada kalian, kamu lagi Ujang siapa kamu disini, bicara seenaknya saja!
Pikirkan kelakuan kalian! Pantas saja bapak sakit seperti ini tidak lama juga kamu ujang yg seperti bapak” jawabku masih emosi dengan posisi berdiri dan menunjuk ke arah muka mang Ujang
Seketika suasana hening karna aku bicara dengan nada keras. Ibu kelihatan seperti ingin menangis dengan apa yang telah aku ucapkan, dan akupun sama seperti tidak percaya dengan emosiku yang tiba-tiba memuncak begitu saja.
“sudah kak sudah…” ucap Rini sambil berdiri dan memeluku

Aku melihat Bapak dan mang Ujang seperti tidak percya dengan kelakuan aku pagi ini, mau bagimanpun setelah mendengar cerita dari bi Tami dan bi Imah tidak bisa untuku bersikap biasa aja.
Kalau dengan cara baik mereka semakin menutup rapat, mungkin dengan cara paksaan dan dengan cara tidak baik semuanya mau terbuka, begitu pikiran sederhanaku.
“den sudah, bibi siapkan makan ayo kedapur saja” ucap bi Imah berusaha menenangkanku

Segera aku ke dapur dengan bi Imah, waktu aku sedang makan, bahkan aku tidak berbicara sepatah katapun pada bi imah.
Tapi kejelasan tentang bagaimana pabrik, baru saja dimulai sekarang, siapa yang bisa memainkn peran, menekan, memberikan kesepakatan padahal dalam bentuk paksaan. Kita lihat saja, ucapku dalam hati.
“bi aku mau ke Pabrik sekarang, jalan belakang saja, kalau ibu sama bapak nanyain bilang tidak tau saja.” Ucapku pada bi imah yang kemudian meninggalkan bi Imah
Aku sangat tau betul apa yg akan terjadi selanjutnya pada bi Imah, dia akan ditanyai banyak pertanyaan soal kujungan aku dan bi Imah ke rumah bi Tami. Tapi, jauh sebelum pikiran itu datang aku sangat percaya pada bi Imah, dan akan sesuai yang aku inginkan.
Bukti kecilnya, bi Imah yang di rumah tidak mau terbuka apapun tentang Pabrik dan masa lalunya, pdahal dia salah satu yang tau perjalanan bagaimana pabrik itu, dia mau bicara pdaku di rumah bi Tami barusan, sudah cukup hal itu membuat yakin pada bi imah.
Segera aku berjalan ke arah belakang dapur yg terhubung ke halaman parkiran, sengaja karna aku tidak mau berjumpa dengan mereka didalam.
Tidak lama sekitar jam 11 siang aku sudah di pabrik ini, suasana pabrik mungkin sudah berdamai denganku, walau aku menyayangkan masa lalu disini tidak sedamai suasana yang siang hari ciptakan, ketika malam kebalikanya, begitu menyeramkan.
Terilhat didalam sudah beberapa pegawai yang sedang sibuk dengan pekerjaanya masing-masing.

“mang toha, sini aku mau ngobrol temani aku di teras” ucapku sambil menjumpai mang Toha yang sedang sibuk diruangan pembakaran

“baik den siap ntr amang kesana” jawab mang Toha
Aku duduk di teras mencoba menenangkan pikiran, orang-orang selalu bicara jika pikiran tenang, sebuah solusi biasanya akan hadir memecahkan masalah, untuk kali ini aku tidak percaya hal itu, buktinya masalah sekarang yg aku hadapi bertambah, tanpa solusi yang masih belum jelas.
“den gimana?” tanya mang Toha

“ceritakan tentang mang Ujang mang!” nadaku tegas
“lah kenapa emangnya den, ceritakan saja ketika mang Ujang menegur semua pegawai selepas aku membuang kemenyan yg dekat tungku itu” ucapku sambil menunjuk ke arah tungku pembakaran

“tau dari mana den? Amang tidak tau apa-apa” ucap mang Toha ketakutan
“mang sekrang dengarkan aku, amang tau malam kemarin aku terlibat omongan apa dengan mang ujang? Bi Tami cerita semuanya, amang tidak usah takut.” Jawabku menenangkan

Mang toha diam tanpa bicara

“mang, percaya padaku.” Ucapku menyakinkan
“baiklah, amang dan pegawai disni tau semenjak kedatangan aden pertama malam itu, aden punya tujuan baik pada pabrik ini, jujur gangguan di sini semakin menjadi setelah kedatangan aden
dan amang juga tau aden melihat sesuatu mahluk di penyimpan kayu sana” ucap mang Toha menunjuk ke arah penyimpanan kayu, iyah aku melihat sosok besar menakutkan bayanganya sangat besar, dan awal nama Ning ditempat itu.
“iyah mang kenapa amang tidak menegor atau apa gtu?” tanyaku

“sesudah aden datang malam itu bareng neng Rini kita semua dikasih tau mang Ujang jangan ada yang menceritakan apapun pada aden
soal pabrik ini, saya engga paham den tujuanya apa masa cuma cerita aja gak boleh” Sahut mang Toha

Sekarang benar kata bi Tami, hati-hati dengan Ujang. Setelah obrolan itu, mang Toha melanjutkan pekerjaanya dan pegawai lain juga sama seperti itu.
Duduk d teras belakang siang hari bisa senyaman ini, terlintas di pikiranku, dimana tepatnya tragedi Ningsih waktu itu? Bi Tami bilang aku masih ingat di rumahnya, “dulu teras belakang dan kobakan pembuangan itu masih hutan”
Otomatis yang sekarang aku tempati dulunya hutan, iyah benar, pertama kedatanganku disambut oleh keanehan pada pohon jati ini, kemudian malam pertama aku kesini aku melihat sosok perempuan di dekat itu juga
dan kemarin malam sosok yang sama aku lihat di samping pabrik. Sekitaran sana. Ucapku dalan hati, sambil menunjuk ke arah pohon jati yg berjejer itu.
Tapi kobakan? Hmm... Aku perluas lagi sekitaran teras, pohon jati dan kobakan, ini area yang aku sangka disini tragedi Ningsih waktu itu terjadi. Hanya karna aku melihat sosok perempuan disini aja.
“Den permisi ini kopi” ucap Mang Deden

“Yaelah mang segala sih, udh gpp ngerepotin amang kan lagi kerja” jawabku karna tidak enak

“Gpp den baru saja aden disini, jd omongan yg lain, katanya enk kerja sama anak muda santai, tapi kerjaan juga jadi cpt beres den” ucap mang Deden
“Kenapa emng nya mang?” tanyaku heran

“Bapak sama mang Ujang apa-apa harus rusuh tenggang jadinya kek ada suasana baru aja, apalagi perempuan yg ngebungkus suka pengen cepet” jawab mang Deden sambil menyalakan rokok dan menawarkan padaku
Sebentar... Deg!! Mendengar kata perempuan membuat aku kaget apalagi “perempuan yg ngebungkus” ada yang janggal dan aku harus pastikan
“Oh begitu, ya bagus punya cara masing-masing kan mang, eh malam kmren emng siapa perempuan yang disuruh bersihin kedelai di ruang penyimpanan bahan mang?” tanyaku
“Hah malam kemaren den?! Jam berapa? Tidak pernah ada perempuan mengerjakan pekerjaan itu den” jawab mang Deden dengan kaget
“selepas aku ngobrol dengan mang Ujang ingat? Aku kemudian ngobrol dengan bi Tami mang ingat? Terus aku pulangkan? Nah motor aku depan ruangan itukan, aku lihat disitu dalam ruangan pas sekali” jawabku menjelaskan pada mang Deden dengan perlahan
“Bukan den itu bukan orang, itu penghuni lain disini...” sahut mang Deden, kemudian aku terdiam

“Ningsih...” ucap mang Deden pelan
“Ningsih, amang pikir dlu hanya cerita yang berkembang saja, ketika amang mulai kerja disini dengan bapak, cerita itu jadi nyata... Gangguan2 di pabrik ini, setiap ada sosok perempuan yang siapapun melihat, pasti di sebut Ningsih...” ucap mang Deden melanjutkan omongannya
Aku hanya terdiam dan dengan serius mendengar apa yang di katakan mang Deden, mang deden langsung bangun.

“Amang lanjutkan pekerjaan yah den, soal tadi anggap aja amang tidak pernah tau apapun dan amang gk pernah bicara apapun” ucap mang Deden
Benar, semakin semuanya harus lurus. Aku pikir mereka tidak mengetahui apapun soal nama Ningsih, ternyata mereka tau mungkin hanya kejadian disini dimana tempat aku duduk sekarang
dan keluarga aku sendiri yang menjadi saksi atau apapun, sehingga misteri ini yang sangat tertutup rapat mulai terbuka, sedikit demi sedikit...
Hari semakin sore, aku hanya duduk sesekali merebahkan badan karna kurang jam tidur. Satu persatu bantang rokok aku habiskan. Aku ingin melibatkan Rini dalam hal ini tapi ternyata Rini tidak seperti aku.
Aku tlp Rini, karna ingin saja dan banyak pertanyaan yg ingin aku obrolkan pada Rini.

“hallo Rin, hallo kok gak ada suaranya Rin...” ucapku padahal menit dalam panggilan sudah berjalan

“Hallo Rin, woy!” ucapku sedikit berteriak

“Hallo...”
“Rin kakak banyak yg pengen d obrolin sama kamu” ucapku, tapi sebentar kenapa suara Rini jadi berat dan basah sekali kaya bukan dia, pikirku heran

“Hallo Rin...”
“Hallo...”

Deg! Benar ini bukan suara Rini jelas sekali bukan bahkan terkesan sangat menyeramkan, jika suaranya seperti itu tidak terbanyang wujudnya seperti apa.

*Tutt...tutt...tuttt...*
“Rinnn siapa ini woy” ucapku, panggilan tiba-tiba terputus begitu saja, seerrr bulu pundaku merinding seketika

Karna penasaran, segera aku tlp lagi Rini.

“Hallo Rin...” ucapku

“Iyah kak gimana?” jawab Rini

“Tdi siapa yang ngangkat tlp kakak?” tanyaku penasaran
“Aku habis dari dapur kak, hp d kamar kenapa gtu? Ini notif kakak tak terjawab aja masuk ke hp aku?” jawab Rini

“Yaudah-yaudah banyak yg pengen aku bicarakan denganmu Rin, kapan kita ngobrol” jawabku
Padahal ingin aku bahas kejanggalan ini, tapi aku kesampingkan ada yang lebih penting.

“Kak aku kasih tau sedikit keadaan rumah tidak baik dulu untuk kita ngobrol kayanya, dari pada kecurigaan terhadap aku dan kakak semakin aneh” ucap Rini
“Yasudah kamu bawa mobil kakak kesini jemput ke Pabrik kita ngobrol sambil jalan gimana? Jawabku memberikan solusi

Walau aku tau Rini belum terlalu lancar mengendarai mobil tapi pasti dia memaksakan untuk kesini.
Huhh…tarikan nafasku dengan pelan. Sekarang aku benar-benar dibuat bingung sekali, hanya berkeliling melihat stok kebutuhan produksi kemudian kembali lagi ke teras belakang jam sudah semaki siang, menuju sore hanya duduk menatap kosong ke arah kobakan dan pepohonan jati.
Sudah hampir jam 4 sore sekarang, aku hanya menunggu kabar dari Rini. Tidak ada chat sama sekali dari Rini.

“Rin yaudah kamu jangan kesini, sebentar lagi kakak pulang ke rumah” isi chatku pada Rini
Beberapa pegawai mulai berdatangan, satu persatu aku sapa. Tidak lupa aku izin sama mang Toha dan mang Deden untuk pulang dahulu, mungkin malam akan kesini lagi.
Ketika sudah ada diatas motorku, masih saja aku melihat hp untuk memastikan ada balasan dari Rini, ternyata tidak ada. Entah kenapa perasaanku ingin berkunjung ke rumah bi Tami.
Aku ikuti saja sebelum bi Tami nanti malam datang ke pabrik, walau aku tidak tau apa yg ingin aku obrolkan nantinya apa. Segera aku mengikuti jalan yg tadi pagi aku lewati, tidak lama aku sampai di rumah bi Tami.

Dari jarak yang lumayan jauh, aku melihat ada motor mang Ujang.
“ada apa lagi ini, kenpa mang Ujang ada di rumah bi Tami, kebetulan sekali ini” ucapku dalam hati

Segera aku mengesampingkan motor
beberapa menit menunggu, tapi aku yakin itu motor mang Ujang. Sekitar 10 menit aku menunggu tidak kunjung keluar juga. Aku putuskan untuk pergi menuju rumah.
“semakin rumit, mang ujang sudah berkunjung ke rumah bi Tami pasti membahas tentang tujuan aku tadi pagi datang padanya” pikirku

Tidak ada pilihan lain, aku menuju rumah. Sebelum berangkat aku hanya benar-benar ingin memastikan dan tlp mang Ujang.
“Hallo dimana mang?” tanyaku

“Di rumah Put, kenapa? Ada apa ada apa?” jawab Mang Ujang

“Engga mang, malem ini aku belum tentu ke Pabrik” ucapku menjelaskan, mencari alasan
Akhirnya mang Ujang mengiyahkan dan aku tersenyum, 1-1 dia mengetahui kunjungan aku ke rumah bi Tami dan sekarang aku juga tau dia berkunjung ke rumah yang sama denganku, aku lihat jam 15:00 lebih aku ingat2 betul.
Segera aku gas menuju rumah, dengan ngebut, sudah ingin sekali aku menemui Rini. Sampai di rumah suasana sepi sekali, aku tidak melihat bapak di ruangan tengah.

Segera aku menuju dapur, ada bi imah yang sedang menyiapkan bahan-bahan untuk memasak.
“Bi...” sapaku pelan

“Eh aden, kenapa baru pulang kasian pasti udah laper yah bibi baru mau masak den” jawab bi Imah

“Ihh bukan bi, gimana selepas aku pergi ada yang bertanya sama bibi?” tanyaku
“Seperti maling yang di hakimi, bapak dan Ujang bertanya hal yang harus bibi jawab den tentang ke rumah tami, bibi pertama kali membohongi ibu juga, bibi bilang ke bi Tami emang silaturahmi nganter den Putra karna bi Tami banyak membantu aden selama di pabrik” jawab bi imah
“Mereka percaya?” tanyaku

“kayanya engga den, tapi kecurigaan pada bibi apalagi mang Ujang soal Ningsih keliatan sekali den” jawab bi imah

Apa kataku tadi pagi itu, bi Imah bisa aku andalkan tanpa harus berkompromi denganku. Benar-benar sesuai apa yang aku inginkan
Pamit menuju kamar pada bi imah, hari semakin sore, sudah 2 kali aku mengetuk kamar Rini tapi tetap tidak ada jawaban sama sekali. Pikirku dia tidur siang.

“Kak maaf baru bangun aku” ucap Rini didekat pintu kamar

“Sini ke dalam, tutup pintunya” ucapku pelan
“Kamu masih mau ngebantu kakak kan Rin? Soal Pabrik ini? Kenapa kamu sepertinya tidak ada dipihak kakak?” tanyaku serius
“Aku pernah bilang mainkan sedikit peran, berpura-pura sedikit untuk mendapatkan yang kita inginkan bukan soal munafik kak, ini soal tujuan baik.” Jawab Rini perlahan, menasehatiku.
“Lalu kejadian malam itu ketika aku tanya bapak kerasukan apa dan kenapa-kenapa tinggal kakak sama kamu Rin, kamu tidak menjawab padahal sudah tidak ada ibu dan imah hanya kakak dan Kamukan?!” tanyaku
“Kata siapa? Bapak? Apa kakak bisa pastikan bapak saat itu benar-benar sudah tidur? Gimana kalau bapak dengar, aku menceritakan apa yang aku tau pada kakak dan selanjutnya kalau ada lagi obrolan dengan mang Ujang dll nya aku tidak boleh ikut, siapa yang rugi?” tanya balik Rini
Benar kata Rini itu, kadang aku terlalu terburu-buru sementara mengesampingkan hal-hal penting lainya.

“Aku sudah tau soal Ningsih...” ucapku, pelan sekali

“Dari siapa kak?” tanya Rini

“Bi tami, dan bi Imah” jawabku

“Bi tami, tarmi ih kebiasaan...” ucap Rini
“Panggilan dekatkukan itu, Rin sekarang kasih kesempatan aku kasih panggung untuk bicara terbuka pada Ibu, Bapak, dan mang Ujang bersamaan dalam keadaan gimanapun
kamu paling tau kondisi rumah, kapan mereka kumpul aku datang dengan baik-baik lalu aku pengen langsung bicara Rin” ucapku
“Syaratnya satu kak” jawab Rini

“Apa itu?” ucapku

“Tenang dan jangan emosi” sahut Rini

“Rin Hj Roy apakah tau sesuatu? Dan kiai yang waktu malam itu ada?” tanyaku

“Orang dia yang nyadarin bapak kak, kiai itu temenya Hj Roy” jawab Rini
Aku semakin yakin, tidak mungkin semuanya tidak saling terhubung.

“Sopan tidak berkunjung ke rumahnya?” tanyaku pada Rini

Baru saja aku bertanya seperti itu, terlihat bapak balik lagi dari kamarku. Tumben sekali ada apa.
“Sudah aku pergi dlu yah kak, tar via hp dlu” kode dari Rini

“sepertinya cerita Ningsih aku dan kak berbeda kak” bisik Rini kemudian pergi menuju kamarnya
Hehe...aku jelas tidak aneh dengan perkataan Rini yang terakhir itu, pasti ada dua sisi cerita yang berbeda, tapi bukan masalah cerita nya aku lebih pada sisi kebenaranya.
Bayangkan, aku yang tidak tau apa-apa harus menarik tiap-tiap kejadian masa lalu pada suatu tempat yang memiliki kejadian tragis, sementara kebenaranya sudah tertutupi lintas generasi.
“Aku paham, semua sekarang pasti makin tertutup, setelah semuanya masing-masing mencurigai satu sama lain.” Ucapku dalam hati dengan tenang

Hampir saja aku kaget tidak lama Bapak masuk kamarku, benar hari semakin larut.

“Tumben pak, ada apa?” tanyaku
“Hampir sudah lama bapak selalu menghabiskan waktu sore sampai magrib disini” jawab bapak singkat tanpa melihat ke arahku dan duduk d kursi yang mengarah ke jendela

“Gimana kondisi bapak?” tanyaku mengalihkan obrolan
Karna aku juga pernah tau cerita bapak tentang hal ini dari bi Imah ketika pertama kali pulang dan kejadian suara perempuan yang sekarang aku ketahui namanya itu, sangkaanku
“Kadang membaik kadang memburuk, kadang tidak sadar apa yang terjadi tiba-tiba merasa lemas, dokter sampai tidak apa dengan apa yang terjadi pada bapak” jawab bapak singkat
Tumben benar-benar tumben bapak sedikit cerewet sore ini.

“Kenapa sih pak penyebabnya, penyakit bapak apa?" tanyaku pelan

“Kamu Putra!” dengan nada perlahan dan tegas
Aku dibuat mematung diam tanpa berkata apapun, kaget dan heran bapak benar-benar mengatakan itu. Aku, penyebabnya? Tidak salah kalimat itu aku dengar!
Benang merah yang aku rangkai, jika kematian dulu benar kata bi Imah, diawal sebelum kematian kakek Apih dan Nenek Ning keadaannya sama dengan sekarang, berarti kematian kakek dan nenek penyebabnya adalah Bapak?
Apalagi, mang ujang prnah bilang bapak punya ambisi yg sama pada Pabrik itu sama denganku pada usia muda sekarang.

Tapi kenapa aku yang jadi disalahkan bapak? sebentar lagi yang salah tidak akan bisa beralasan, dan yang benar aku yakin tidak akan benar-benar bisa memanfaatkan.
“Kenapa aku pak? Harus jelas dong gak bisa bapak menyalahkan begitu saja, lagian sebelum bapak sakit aku tidak d rumah” jawabku menjelaskan dengan nada kesal
Bapak hanya terdiam tanpa keluar sepatah katapun, tatapanya ke depan kosong, sudah tidak ada tanda-tanda untuk biacara lagi, kemudian aku berdiri untuk keluar kamar
“Jika merasa salah setidaknya meminta maaf bukan malah menyalahkan begitu saja, siapapun juga punya dosa, tapi tidak semuanya berani mengakui dosa itu” ucapku, sambil berjalan keluar kamar.

Sudah habis sabarku, tidak ada yang harus aku tunggu lagi. Menuju kamar Rini.
“Rin, kamu didalam?” ucapku sambil membuka pintu kamar

Dia aku lihat sedang melihat ke arah jendela duduk d kasur, tapi dia tidak menjawab. Suasana sore semakin larut hanya tinggal sebentar lagi akan berkumandang adzan magrib.
Segera aku rebahan di kasur Rini, semantara posisi Rini masih tidak berubah membelakangi aku menyamping, ini tidak biasanya, pikirku. Biasanya dia selalu protes kalau kasurnya aku tidurin gini.
“Heh malah ngelamun kamu, ngelamunin apasih? Oiyah terakhir obrolan dikamar kakak, mksdnya gimana cerita Ningsih yang kamu tau dan kakak berbeda, pdahal kakak blm cerita apa-apa pada kamu?” tanyaku pada Rini
“engga kak cerita kakak yang bener, emang aku begitu kok” jawab Rini perlahan

“maksudnya Rin?” tanyaku heran
Belum lagi Rini menjawab, ibu sudah memanggil aku untuk segera solat magrib, aku tinggalkan Rini seketika, selsai menuaikan solat magrib aku masih ingat kalimat Rini “emang aku begitu kok” dan membenarkan cerita Ningsih walau dia belum tau dan aku belum cerita.
Dipikiranku saat ini masih penasaran dengan kunjungan mang Ujang ke rumah bi Tami, sebelum bi tami pergi malam ini menuju pabrik, aku harus bisa mengobrol denganya lagi.
Setelah pamit pada ibu aku mau ke pabrik, ibu sudah tidak biasa tanggapanya lebih dingin, menjawab seadanya aja. Di halaman depan terlihat bi imah sedang menyapu garasi mobil.
“bi Ibu kok beda yah sama aku kenapa yah?” tanyaku

“jangankan ke aden ke bibi juga dari siang seperti itu, biasanya banyak pikiran itu den” jawab bi Tami

“yaudah kalau gtu bi, kalau orang rumah nanyain aku, aku ke Pabrik yah” sahutku
Segera aku berangkat ke Pabrik, melaksanakan tugasku, walau ini malam yang kesiakan kalinya bagiku lebih terbiasa dan lebih tenang. Di jalan menuju Pabrik aku urungkan niat berkujung ke rumah bi Tami, pikirku nanti juga bertemu di Pabrik.
Suasana malam sekitar jam 7 tidak membuat aku heran, terbiasa mungkin kata itu yang tepat mengambarkan aku yang sekarang. Segera aku memasuki halaman dan memarkirkan motor di tempat biasa depan ruangan penyimpanan.
Semua pekerja, sedang berkeja mengerjakan tugsnya masing-masing, aku berjalan lewat luar pabrik menuju ruangan pembungkusan, bi Cucu, Lisa, Evi dan bi Ema terlihat sedang mempersiapkan bungkusan dll.
“bi tami belum datang bi” tanyaku pada bi Cucu

“eh aden, biasanya kalau jam segini belum datang, tidak kesini den” jawab bi Cucu

“oh begitu yah, yaudah bi, silahkan lanjut” jawabku sambil meninggalkan bi Cucu
Segera aku mengecek semua pekerjaan, melihat catatan hari kemarin. Anehnya mang Toha dan mang Deden melihatku biasa saja, biasanya menyapa dll ini tidak sama sekali, pikirku mereka memang benar-benar sedang sibuk saja.
Duduk diteras belakang melihat semua catatan pemasukan dan pengeluaran tidak mengecewakan beberapa hari kurang dari satu minggu penghasilan pabrik stabil, membuatku sedikit senang.
Tapi aku kepikiran apa karna kedatangan mang Ujang ke rumah bi Tami membuat bi Tami tidak masuk kerja malam ini.

Belum lama di teras ini, suasanya lebih tenang, kesan menakutkan begitu saja tidak muncul lagi atau memang belum terlalu malam saja, segera aku putuskan tlp Rini.
“hallo rin…” ucapku

“iyah kak gimana?” jawab Rini

“maksud omongan kamu tdi sebelum magrib gimana soal Ningsih itu? Kakak heran, masa kamu bilang cerita kakak yang bener, (emang aku begitu kok) aneh kamu ini.” Tanyaku
“hah orng aku tidur pas udah dari kamar kakak, beneran tidur” jawab Rini heran

Deg! Lantas itu siapa yang duduk dengan wujud Rini

“serius Rin jangan buat kakak takut ah” ucapku

“beneran pas kakak di panggil Ibu itu aku baru bangun kak beneran”
Aku ingat benar itu Rini posisinya mebelakangi aku, walau emang suaranya sedikit beda dengan Rini, tapi masa iyah Rini tertidur.

“yaudah, kakak kan belum cerita soal Ningsih yg kakak denger langsung dari bi Tami dan bi Imah, kamu tau cerita Ningsih dari siapa?” tanyaku perlahan
“ibu cerita, kata ibu tidak ada sangkut pautnya dengan Pabrik itu begitu kak” jawab Rini

Benar saja ada yang tidak beres dengan cerita ibu, sekarang aku mengerti disatu sisi aku coba meluruskan, disatu sisi lain berusaha terus membenarkan cerita yang salah.
Segera aku akhiri tlp dengan Rini, karna tidak akan benar, hanya akan membuat aku tidak fokus pada pikiranku saja, niatku berkujung ke rumah bi Tami segera aku lakukan.
Tanpa pamit pada mang Toha ataupun mang Deden, segera aku menaiki motor dan meninggalkan Pabrik, baru saja aku keluar melewati gerbang utama, aku berpapasan dengan mang Ujang, hanya suara klakson motor dari mang Ujang saja, karna aku lumayan ngebut.
Sampai di rumah bi Tami, terlihat sepi

“asalamualaikum bi” ucapku berkali-kali, tetap belum ada jawaban sama sekali

“asalamualikum…” ucapku lagi

“walaikumsalam sebentar...” jawab bi Tami, dan aku cukup senang ternyata bi Tami ada di rumah
Seketika, pintu terbuka, aku cukup kaget melihat wajah bi Tami tidak seperti biasanya.

“eh aden kirain bibi siapa jam segini udah malam den, maaf lama buka pintunya ayo masuk den” ucap bi Tami mempersilahkan aku ke dalam
“bi kenapa gak ke pabrik malam ini? Tenang, aku kesini hanya pengen masitiin bibi baik-baik aja” jawabku

Raut muka bi tami jauh dari biasanya seperti memikirkan sesuatu, dalam hatiku pasti ada sangkut pautnya dengan kedatangan mang Ujang ke rumah bi Tami
“Gpp den bibi lagi gak enak badan aja” ucap bi Tami sambil membawakan air minum untukku

“Bibi aku mau bilang makasih, entah setelah kepulangan aku dari rumah bibi pagi tadi akan membawa bibi pada masalah baru atau tidak...
...tapi aku tidak enak hati dan bibi kalau ada apa-apa jangan ada yg di tutupi bi, tolong” sahutku menenangkan bi Tami

“Engga den udah jangan berpikiran seperti itu...” jawab bi Tami yang berusaha terlihat baik-baik aja
“Aku tau mang Ujang sore tadi datang kesini, aku melihat motor nya bi” ucapku perlahan

Tiba-tiba suasana semakin Canggung, bi Tami menangis, meneteskan air mata.
“Bibi disuruh si ujang katanya perintah bapak, udah jangan kerja lagi di pabrik den...” ucap bi Tami sambil menangis

“Ujang yg bilang? Siapa dia bi? Udah jangan di dengerin bi, besok bibi kembali kerja lagi yah...
...Aku juga tau itu gara-gara kedatangan aku kesini dan dia taukan bi?” tanyaku

“Benar den, bahkan si Ujang mengancam bibi kalau semuanya aden sampe tau katanya gtu den” ucap bi Tami

Sebentar, bibi bilang kalau semuanya tau, apa masih ada yang bibi sembunyikan dari aku
“Semuanya tau gimana bi?” tanyaku penasaran

“Engga den, sebenarnya...” terbata-bata bi Tami menjawab

“Kenapa bi...?” tanyaku lagi

“Dulu banyak yg bilang yg menghamili Ningsih adalah kakek aden, tapi semuanya hanya seperti gosip yang tidak ada buktinya den” ucap bi Tarmi
Suasana semakin hening, aku benar-benar kaget dengan omongan bi Tami, pantes saja sampe mengacam seperti itu mang Ujang

“Bi sebentar, ini hrus jelas dan ada buktinya, dulu itu bibi kata siapa?” tanyaku semakin penasaran
“Dulu bibi ingat, hal itu bukan obrolan umum, tapi pekerja kakek dlu menghubungkan Ningsih datang ke Pabrik untuk meminta tanggung jawab den, tapi kabar itu hanya berkembang di pabrik aja” jawab bi Tami tenang
“... Tapi den akhirnya semua itu hilang begitu saja bibi tidak tau lagi, yang sekarang kelihatan dan ketakutan hanya bapak dan Ujang” ucap bi Tami melanjutkan

“Iyah mang Ujang sampai seperti itu, tapi bi soal tempat pesugihan itu pastikan ada hubungannya...
...juga dengan Pabrik?” Tanyaku pada bi Tami, sambil menyalakan rokok karna suasananya makin tegang

Tiba-tiba bibi tanyain hal aneh padaku

“Nyium bau kembang den?” tanya bi Tami

“Iyah bi, coba aku tutup aja pintunya yah” ucapku, sambil kemudian bangkit menuju pintu
Di depan rumah bi Tami ada pohon mangga besar, membuat aku mematung, ketika melihat sekitar, dan sosok perempuan yang sama percis aku yakin pernah melihat sebelumnya ada disamping pohon membelakangi ke arah aku, diam!
Aku tidak bisa membohongi rasa kaget...! keringat mulai turun, walau hanya beberapa menit di bawah 3 menit aku melihatnya. Sangat gelap, malam ini sangat benar-benar gelap, tidak seperti biasanya
“Den kenapa kok malah diam disitu?” tanya bi Tami membuyarkan pandanganku

“Tidak apa-apa bi” jawabku kemudian duduk kembali

“...sampai mana tadi bi?” ucapku kemudian

“Soal pesugihan den, hmmm...” bi Imah menarik nafas sangat dalam
“Satu tempat, dengan 2 kejadian, satu kejadian tragis dan yang satunya perjanjian makanya seperti itu den keadaan Pabrik, karna dua kejadian itu di tanah yang sama” ucap bi Tami sangat berat sekali
Belum sempat aku menjawab, ada tlp masuk yang aku tidak tau dari siapa

“Hallo siapa?” tanyaku

“Den ini mang Toha...” jawab mang Toha terlihat gelagapan

“Iyah knpa mang, kirain siapa” ucapku
“Barusan bgt mang Ujang di antarkan pulang sama mang Abi yg kebetulan baru datang bawa mobil tarikan, seperti biasa, mang Ujang kecelakaan, tangannya engga tau kenapa malah masuk ke tempat pengodokan...
...kaget kemudian, dia terjatuh kebelakang kepalanya kena tembok gtu den” sahut mang Toha menjelaskan

“Yaudah, amang tolong kondisikan agar gimana caranya malam ini tetap produksi, bntr lagi aku ksitu mang” jawabku

Huhhh... Aku menarik nafas dengan dalam, kaget.
Bi Tami heran dan bertanya ada apa, aku menjelaskan mang Ujang celaka di pabrik dekat tempat pengodokan.

“Bi aku harus ke pabrik, kemudian ke rumah ujang malam ini juga” ucapku terburu-buru
“Malam ini biarkan pabrik suruh Toha yang urus, setelah ke rumah ujang, atau sebelumnya datangi Kiyai Hj temenya Hj Roy jurangan kedelai itu den, ini alamatnya lumayan jauh” ucap bi Tami sambil memberikan secarik kertas
“Untuk apa bi?” jawabku heran

“Bibi dengar ketika malam itu aden pulang karna bapak sakit dll, dari obrolan si Ujang ke si Toha di Pabrik, kemudian bibi tanya sama Toha siapa Kiai itu, kata Toha itu anak Kiai hj yg dlu pernah datang ke Pabrik...
...kemudian dengan alasan untuk sodara bibi, bibi minta alamat, ingat sama aden” sahut bi Tami menjelaskan

Malam semakin larut aku melihat Hp sudah jam 10 malam, segera aku kabarin mang Toha, untuk mengurus Pabrik malam ini, dan aku akan berkunjung ke rumah mang Ujang.
“yaudah bi makasih aku langsung ke rumah Kiai Hj kayanya bi, gpp ke mang ujang bisa pulangnya saja.” Ucapku pada bi Tami sekalian pamit.
Baru saja aku menaiki motorku, tlp masuk dari ibu...
“iyah bu, kenapa?” ucapku

“kamu ke rumah Ujang sekarang kalau tidak tau rumahnya, minta antar toha Put, barusan dpt kabar katanya celaka di Pabrik” sahut ibu
“iyah mau bu malaman mungkin ini mengrus dulu lain-lainya” jawabku berbohong

“yaudah bilang juga pada istrinya, palingan bapak sama ibu besok baru bisa kesana yah” pesan Ibu

“baik bu” jawabku singkat
Aku masih bingung untuk ke rumah mang Ujang atau berkunjung ke rumah Kiai Hj terlebih dahulu. Disini aku dilema, walau mang Ujang ada obrolan yang belum beres denganku, sementara skrng mungkin dia sedang butuh bantuan
Sementara malam semakin larut, tanpa memikirkan apapun lagi, aku segera menuju rumah Kiai Hj saja, pikirku nanti disana baru aku tlp mang Abi untuk menyakan kondisi mang Ujang...
Perjalanan malam menuju rumah Kiai Hj lumayan jauh sekitar 45 menit, sepanjang jalan aku hanya berpikir mungkin ini adalah jawaban yang dikasih tuhan untuk aku mengikutinya saja
bayangkan, dari awal kepulanganku sampai malam sekarang seperti harus terseret paksa pada kondisi seperti ini.

Setelah dua kali bertanya pada warga sekitar, benar saja aku sudah didepan rumah Kiai Hj dn kebetulan pintu rumahnya msh terbuka, padahal ini sudah jam 11 malam lebih
“asalamualaikum…” ucapku depan pintu rumah Kiai Hj

Rumahnya terbilang luas, sepertinya disamping rumahnya itu adalah pesantrenan besar, aku melihat sekeliling rumahnya sangat nyaman sekali.
“waalaikumsalam… eh nak Putra silahkan masuk” ucap pak Kiai yg pernah berkujung ke rumahku dengan Hj Roy aku masih ingat wajahnya
Segera aku cium tangan.

“pak Kiai Hj nya ada, pak?” ucapku
“ada-ada kebetulan bapak baru saja ada undangan pengajian dan baru saja sampai bareng saya” jawab pak Kiai

Setelah menunggu lumyan lama, akhirnya Kiai Hj datang, aku melihatnya baru pertama kali, usianya seperti seumuran kakek jauh lebih muda sedikit mungkin.
“ini cucunya Apih? Ya allah sudah besar sekali yah sekarang, saya tau kamu dari kecil segini nih heheh” ucap Kiai Hj dengan nada becanda

“iyah pak Kiai Hj mksd saya kesini pengen ngobrol dengan pak Kiai Hj” jawabku sambil cium tangan
“mari mari disana saja sambil santai kebetulan saya juga blm bisa tidur seperti bakalan ada tamu, ternyata kamu yah hehe” sahut Kiai Hj

Kemudian aku diajak ke teras samping rumah menghadap ke kolam yang cukup nyaman sekali.
Kemudian pak Kiyai Hj menyuruh anaknya untuk meninggalkan kami berdua, dan menyuruh untuk membawakan minum.

“jadi gimana nak, biar tidak canggung panggil aja saya Yai nama gelar itu terlalu berat untuk saya yang masih kotor ini” ucap Yai Hj
Bagiamana dia bisa merendah masih kotor, apa kabar aku yang kadang urusan agama masih saja sering terabaikan sengaja

“begini pak Yai, setelah kepulanganku libur kuliah, aku dapat amanah dari ibu dan bapak mengurusi pabrik tahu peninggalan bapak...
...dan disana aku membenarkan banyak sekali gangguan, apalagi padaku, entah karna niatku mungkin ingin mengetahui misteri dibalik pabrik itu yah” ucpaku menjelaskan perlahan
“hehe… kamu adalah yang pernah kakek kamu ceritakan Putra, bahkan Yai msih ingat ucapan kakek kamu, sebelum meninggal, ditangan kamu ini, sekarang adalah pertangung jawabnya.” Sahut Yai Hj dengan tenang
“biar tidak binggung begini, dulu disitu ada tempat dimana orang-orang mencari peruntungan dengan bersekutu dengan mahluk yang dilarang gusti allah, kebetulan sekali tempat itu dulu sekali masuk ke tanah kakek kamu pemberian buyut kamu...
...kakek kamu Apih meminta bantuan saya, agar Pabrik itu bisa diperluas ke arah sana, kalau tidak salah sekarang adalah kobakan pembuangan, masih begitu?” ucap Yai Hj menjelaskan
“masih Yai Hj tempatnya masih begitu” ucapku, yang kemudian ingat apa yang dikatakan bi Tami dan bi Imah kepadaku

“nah, akhirnya itu berhasil walau kemungkinan resikonya, penunggu mahluk gaib disana tidak suka tempat nya diganggu akhirnya mereka pindahlah ke pabrik itu...
...dan kesal pada kakek kamu, termasuk saya, karna telah menganggu tempat mereka.” Ucap Yai Hj

Suasana semakin tegang aku seperti siap dan tidak menerima apa yang dikatakan Yai hj padaku pdahal hal inilah yang ingin sekali aku tau. Yai hj menyalakan rokok
kemudian menawarkan air minum yang dibawakan anaknya untukku dan mempersilahkan aku merokok juga, karna tidak enak, aku hanya mengiyahkan saja.

“lalu pak Yai?” tanyaku semakin penasaran sekali
“setelah kemarin anak Yai berkunjung ke rumah bapak kamu Wijaya Karta Kusuma, Yai nanya siapa yang sekarang mengurus pabrik itu? Dan anakku bilang kamu anak lelaki Jaya yang paling besar, dan Yai yakin kamu bakalan berkunjung kesini...
...Karna Yai paling tau kenapa puluh-puluh taun pabrik itu seperti itu” jawab Yai hj menjelaskan

“bapak sebenarnya sakit apa Yai aku tidak pernah dikasih tau sama sekali sama keluarga?” tanyaku perlahan penasaran
“sama seperti sakit kakek dan nenek kamu sebelum meninggal, gangguan mahluk gaib yang memiliki dendam pada keluargamu, tapi bukan dari mahluk gaib yang dari bekas tempat pesugihan dulunya, kamu juga pasti sudah tau satu nama bukan?” tanya Yai Hj
Deg! Aku kaget, iyah pasti Ningsih

“Ningsih...” ucapku pelan

“Yai tdk setuju datangnya penyakit dn kematian dari mahluk seperti itu, karna semua hanya milik gusti Allah di bumi ini, segalanya. Tapi kepercayaan dari keluarga kamu juga yang menyebakan di aminkanya kejadian itu...
...dengan tragedi Ningsih di dekat Pabrik itu, walau ada dosa masa lalu dari kakek kamu, yang kemudian membuat Yai angkat tangan dan hanya bisa beroda meminta ampun pada pencipta, jika mengingat hal itu.” Ucap Yai Hj dengan pelan
Aku menteskan air mata karna sangat merasa berdosa atas kesalahan kakek, nenek dan bapak akan kejadian masa lalu itu

“apa aku salah ingin mengetahui semuanya dan selanjutnya pabrik itu baik-baik saja” tanyaku pada Yai hj
“tidak ada yang salah untuk kebaikan Putra, malah Yai senang diumuran kamu sekarang, berani menanggung masa lalu, kamu tau satu hal, kenapa Ningsih masih saja terus mendatangi kamu?” tanya Yai hj
“aku yang harus meminta maaf, dan aku tau yang sebenarnya” jawabku pelan sekali

“itu benar, kamu harus tau yang sebenar-benarnya, Ningsih memilih mengakhiri hidupnya di dekat pabrik itu karna ada dosa kakek kamu yang aku yakin kamu juga sudah tau...
...karna kabar kematianya dulu ditutupi sampai jaman bapak kamu dia makanya seperti itu, saran Yai doakan orang-orang yang sudah duluan meninggalkan kita, hanya itu permintaan maaf yang paling benar.” Jawab Yai hj dengan tatapan kosong penuh penghayatan sekali
“baiklah Yai jika itu saran dari Yai hj akan aku lakukan, Cuma apakah bapak akan sembuh Yai hj dan Yai hj tau soal Mang Ujang” tanyaku

“kematian, semuanya kehendak gusti Allah. Semoga setelah apa yang akan kamu lakukan semuanya akan menjadi baik...
...Iyah Yai tau, dia orang kepercayaan bapak yang menyebunyikan tragedi sebenarnya, makanya Yai denger dari anak Yai katanya tadi sebelum kamu kesini dia celaka, ibu kamu yang tlp anak Yai.” Jawab Yai hj

Aku terdiam mendengar semua apa yang dikatakan Yai hj
“sudah cukup mungkin mimpi-mimpi dan segala kejadian yang pernah kamu alamin bukan berada dalam yang kamu sebut misteri Putra, itu pertolongan gusti Allah untuk kamu...
...sebelum kamu masuk sosok Ningsih ikut sampai halaman depan dan semua sosok wanita yang kamu tau dari mimpi dan nyata itu benar adlah dia.” Sahut Yai Hj dengan perlahan
Hal itu membuat aku diam tanpa bertkata apapun dan aku sangat percaya, dengan apa yang dikatakan Yai Hj padaku.

“lalu aku harus bagiamana sekarang Yai?” tanyaku gemeteran
“besok Yai juga akan berkunjung ke Rumah kamu, Yai bisa rahasiakan semua ini, kedatangan kamu kesini, karna Yai yakin kamu akan mendengarkan dan melakukan saran Yai demi kebaikan semuanya dan akn baik-baik saja, sebelum pulang minumlah air itu” ucap Yai hj menunjuk pada air putih
Aku dibuat kagum dengan kebijaksanaan Yai Hj dengan segala pepatahnya, perkatanyaa selalu memiliki makna. Setelah meminum air yang disarankan Yai Hj aku bergegas pamit, pulang menuju pabrik, dini hari ini juga aku harus mengurusi pengiriman Pabrik.
Sepanjang jalan aku lega, dari mana saja cara tuhan memberikan jalan untuk sebuah kebaikan, walau aku harus berhadapan langsung dengan ketidakbaikan dulu untuk mengetahui hal ini.
Perjalanan pulang terasa lebih cepat sekali, setelah melewati beberapa jalan yang sama dengan keberangkatan, aku sudah sampai di pabrik, terlihat beberapa pekerja sedang menaikan tahu ke mobil dan yang lainya juga sedang sibuk.
Kedatangan aku di jam segini membuat mereka kaget, mungkin melihat lelah dari raut mukaku. Segera aku parkirkan motor dan mendatangi mang Toha.

“gimana mang aman?” tanyaku masih cape sekali terlalu banyak pikiran
“aman den, alhamdulillah target sama dengan hari kmeren walau amang baru pertama kali ngurus ngitung dll, ini catatanya den” jawab mang Toha

“mang Ujang gimana, mang Abi mana? Aku harus tau soal dia” ucapku
“eh kirain amang aden ke rumah mang Ujang, mang Abi di teras den kayanya lagi ngopi” jawab mang Toha

Segera aku masuk ke Pabrik, suasanya jauh lebih baik walau kesan gelap dengan cahaya secukupnya saja
yang membuat aku nanti jika semuanya sudah jelas akan aku rombak pecahayaan ini, pikirku sambil berjalan menemui mang Abi.

“mang…” sapaku pada mang Abi
“eh abis dari mana amang tungguin d rumah mang Ujang kirain mau kesana tadi tuh, katanya Toha juga kasih tau aden” jawab mang Abi sambil menyodorkan kopi

Sebelum aku menjawab aku menyalakan rokok karna sudah tidak tahan setelah obrolan menegangkan di rumah Yai hj
“oh aku nemuin dulu temen mang barusan sama pentingnya, besok pagi atau sepulang dari sini aku ke rumahnya, dimana rumahnya aku tidak tau.” Tanyaku

Kemudian mang Abi menjelaskan jalan2 nya dan aku tau beberapa patokanya.
“sepanjang jalan setelah kecelakaan tadi, mang ujang tanganya masuk kedalam wadah sana den pasti panas sekali tangan kananya melepuh gtu, tapi tidak terlalu parah, katanya melamun gtu den...
...terus kaget kebelakang terjatuh kepalanya kena tembok sana” ucap mang Abi menjelaskan dan menujuk ke ruangan pembakaran

“lalu mang?” tanyaku

“lalu mang Ujang merasa bersalah dan punya dosa sama aden, walau pas amang tanya, tidak menjelaskan lagi.” Jawab mang Abi
Karna muatan mobil sudah siap berangkat, mang Abi izin padaku untuk berkerja. Setelah mang Abi berangkat, aku hanya bisa melamun disini, di teras belakang Pabrik, memandangi kobakan, beberapa pohon jati dan melihat sekeliling
Terbayang olehku dulu seperti apa di tahan ujung kampung kampung ini yang dulunya tempat kakek terdapat dua kejadian tragis dan ada dosa masa lalu itu.
Aku melamun teringat ucapan sama yang di ucapkan bi Tami dan Yai Hj “tangung jawab kakek terhadap Ningsih” apa kakek dulu yang membuat Ningsih mengkahiri hidupnya dengan cara itu, disini!
Setelah semua pegawai satu persatu pamit pulang padaku, segera aku meninggalkan teras, sengaja aku melewati tempat penyimpanan kayu, masih saja seperti malam-malam sebelumnya bau kembang dan suasananya menyeramkan.
Aku hanya berpikir positif, “memang penerangan, dan ruangan penuh dengan kayu bisa jadi penyebab ruangan ini jadi seperti sekarang”

Menuju halaman depan, malam ini mang Toha yang piket sampai pagi.

“den mau langsung pulang?” tanya mang Toha
“engga mang santai dulu disana, sambil nikmatin angin lumayan cape hari ini hehe” jawabku sambil berjalan

“yasudah amang buatkan kopi, sekalian amang ada yg nemenin” sahut mang Toha
Duduk menghadap ke halaman depan, memperhatikan sekitar seperti percaya dan tidak dengan apa yang terjadi disini dengan waktu yang sangat lama, segala kejadian apa mungkin bisa dibiarkan begitu saja.
“den ini kopinya silahkan” ucap mang Toha sambil duduk disebelahku menikmati kopi bersama

“baik mang makasih, eh mang kobakan itu pas amang pertama kali kerja disini udh ada yah?” tanyaku
“wah itu sudah sejak jaman kakek aden katanya, amang juga tidak tau pasti den, kenapa memangnya?” tanya mang Toha

“emang dulu banget, disini hutan yah mang?” tanyaku balik
“sayangnya amang ketika kesini pabrik sudah begini dijamanan bapak aden” jawab mang Toha sambil melanjutkan izin padaku untuk beristirahat

Aku hanya duduk melamun disini, melihat jam di Hp sudah jam 4 pagi lebih hampir sebentar lagi kumandang adzan subuh
setelah obrolan dengan Kiai Hj aku sangat ingat dengan dosaku sendiri, apalagi keluarga, yang berat hati harus aku katakan sedikit kurang dalam hal beragama, mungkin itu jugalah hal yang menjadi Kiyai Hj angkat tangan soal Pabrik ini, sangkaanku.
Batang perbatang rokok abis dengan sendirinya, kurang dari dua mingguan aku disini, kebenaran soal Pabrik bisa dikatakan menuju kebenaran yang sesungguhnya bahkan seharusnya.
“apa aku pulang dahulu, atau ke rumah mang Ujang langsung” ucapku dalam hati, jika tidak, ibu dan orang-orang rumah akan menyanakan hal yang sama pagi ini, soal kondisi mang Ujang.

Ahh... banyak pertimbangan aku sudah siap dengan alasan, aku putuskan pulang!
Berjalan menuju motor yang terparkir ditempat biasa, penyimpanan bahan-bahan, seperti biasa juga pandangan aku otomatis ke arah dalam, masih biasa-biasa saja, kemudian perlahan aku pundurkan motor, pandanganku otomatis ke belakang, yang sejajar lurus pada gerbang utama.
Dan... aku lagi-lagi melihat sosok yang berdiri mematung, dengan rambut benar-benar panjang sampai tanah, menyamping beberapa detik kemudian aku alihkan pandanganku ke depan. Perlahan, sangat perlahan aku lihat spion, sosok itu sudah tidak ada.
“apa hanya pikiranku saja” segera aku menarik gas motor, untuk menuju rumah, tidak lama diperjalan kumandang adzan subuh hadir, suasana menuju pagi di kampung halaman sangat dingin
memang tidak jauh dengan kota kembang dimana sudah lama aku rasakan suasana ini dan ada sedikit rindu, agar masalah ini cepat berakhir.
Sampai didepan halaman rumah, terlihat gerbang sudah terbuka lebar. Bi imah tidak terlihat olehku. Aku kaget melihat di parkiran Mobil keluarga sudah tidak ada.
“bi bibi... bi” teriaku sambil masuk ke dalam rumah, karna ada apa ini sepagi ini, bahkan aku tumben sekali sangat tidak biasa pikiranku.

“iyah den...” tiba-tiba suara bi Imah keluar dari dalam kamar Ibu
“anu den, kirain neng Rini sudah kasih tau aden, barusan bapak pas ke kamar mandi tergeletak den, kata Ibu jatuh dikamar mandi karna kaget dan bapak pingsan langsung di bawa ke Rumah Sakit, ke kota den...” ucap Bi imah terbata-bata
“ini juga bibi suruh beresin salin bapak, kata ibu ntr aden susul ke Rumah sakit” ucap bi Imah melanjutkan

Deg! Aku sangat kaget dengan kejadian pagi ini, segera aku duduk di ruangan tengah, dengan mata yang sangat mengantuk, sangat lelah sekali. Masih kacau pikiranku ini!
“den mau bibi buatkan kopi, kasian keliatanya lelah sekali, ini bawaan saling bapak den” ucap bi Imah sambil duduk disampingku

“gak usah bi sudah barusan di Pabrik, ntr aku ambil minum aja bi” jawabku singkat karna masih tidak percaya akan terjadi apa lagi ini
Segera aku tlp Rini untuk memastikan keadaan bapak

“Hallo Rin dimana itu?” tanyaku perlahan dengan nada yang sangat lemas, karna sudah lelah sekali

“di jalan kak, sebentar lagi sampe Rumah Sakit, kakak sudah di Rumah?” tanya Rini
“sudah, nanti siang kabarin kakak, gimana kondisi bapak, kakak lelah sekali, kayanya istirahat dulu setelah subuhan yah, bilang ke ibu, hati-hati bawa mobilnya gtu yah” jawabku perlahan
Baru saja niatanku menyiapkan alasan, karna belum berkunjung ke rumah mang Ujang, kondisi rumah tiba-tiba seperti ini, diluar prediksi aku.
Selepas solat subuh, aku hanya terbaring di kamar dengan dan benar-benar lelah sekali. Bi Imah membawakan aku air putih ke kamar dan menawarkan untuk makan, tapi yang aku butuhkan sekarang hanya satu “tidur”
“bi kalau ada tamu nanti siangan atau pagi, atau kalau ada kabar dari rumah sakit bangunkan aku yah” ucapku dengan tenang
Obat satu-satunya dari segala masalah yang datang adalah istirahat yang cukup, walau aku tau, akan dibangunkan dengan masalah-masalah yang sama juga, atau akhir dari semua ini.

***
“den bangun udah Dzuhur…” jelas sekali ucapan Bi Imah

“oiyah bi, ini aku bangun, ibu bapak belum kasih kabar?” tanyaku

“udah pada pulang barusan jam 10 den” ucap Bi Imah

“lah kok sebentar, gimana kondisi bapak?” tanyaku masih mengantuk sekali
“tidak tau den, bapak masih tidur juga” jawab bi Imah

Segera aku mandi dan bi Imah meninggalkanku, setelah mandi aku berbegas menemui Ibu yang keliatan dengan Rini di Ruang tengah

“gimana kondisi bapak bu?” tanyaku pada Ibu
“membaik, ibu kaget aja karna bapak langsung pingsan penyakitnya kambuh lagi Put, banyak pikiran sepertinya” jawab ibu

“semalem aku belum sempat ke rumah Ujang, karna ada tlp dari anak-anak kelas bu soal tugas semesteran...
...nanti pas mau masuk harus disiapkan, jadinya tidak keburu” jawabku dengan berbohong

“yasudah gpp, nanti aja sore, soalnya pak Kiai katanya abis dzuhur, sebentar lagi sama kiai hj mau berkunjung kesini...
...sekalian bapak juga pesan untuk di bangunkan” sahut Ibu sambil menyuruhku duduk dekat Ibu, Rini dan Bapak yg terbaring

Aku melihat Rini hanya melihat sesekali, sisanya dia terdiam saja.
“aku kedepan dulu bu duduk disana” ucapku pada Ibu, dan segera berjalan meninggalkan Bapak karna rasa tidak enak menyelimutiku, dan tiba-tiba ke ingat perkataan bapak ini adalah salah aku.

Sedang duduk, menikmati rokok, tiba-tiba Rini datang.
“kak..”sapa Rini

“iyah Rin gimana?” jawabku

“bapak sakit apa sebenarnya yah…” sahut Rini meneteskan Air mata

“kan kamu yg anter bapak ke Rs tadi pagi masa tidak tau?” tanyaku pada Rini

Tiba-tiba Rini meneteskan Air mata...
“aku gak tega, kata dokter pikiran, sakit pikiran yang membuat semuanya drop, dan memang bapak punya riwayat jantung seperti kakek dan nenek” jawab Rini

“kamu tau dari mana?!” tanyaku kaget
“setelah jalan pulang Ibu dan Bapak bertengkar soal dibawanya bapak ke Rs, kata Bapak ini tidak ada sangkut pautnya dengan Rs, yang ada dengan Pabrik...
...aku kaget dan membenarkan dalam hati, selama ini kakak bersih keras ingin semuanya jelas, mungkin dengan begitu bisa membuat bapak sembuh” jawab Rini sambil meneteskan air mata
Baru saja aku mau menjawab omongan Rini, tiba-tiba bi Imah lari ke arah gerbang dan memang ada mobil yang akan masuk.

“siapa bi?” tanyaku

“pak Kiai sama Kiai Hj den…” jawab bi Imah singkat
Benar saja, pak Kiai dan Kiai Hj keluar bersama anaknya, pak Kiai menuntun Kiai Hj berjalan.

“asalamuaikum…” ucap Kiai Hj

“walaikumsalam Yai” jawabku sambil mencium tangan dan Rini mengikuti
Segera Rini berjalan duluan menuju Ibu, ketika aku berjlan menuju ruang tengah, disamping Yai Hj dia berbisik “iyahkan saja apapun yang saya bilang nanti” aku hanya mengangukan kepala yang berarti menyetujuinya.
Kemudian, semua berkumpul diruang tengah, perasaanku sangat deg-degan sekali. Bapak kemudia bangun dan berusaha didudukan oleh Ibu dan pak Kiai, sementara aku duduk disebalah Yai Hj.
“Yai Hj alhamdulillah akhirnya berkunjung kesini, senang sekali setelah lama tidak berjumpa” ucap Bapak terbata-bata

“kalau bukan kondisinya begini, aku tidak mau kamu Jaya seperti bapak dan ibu kamu” ucap Yai Hj sambil menatap Bapak
Tiba-tiba seisi ruangan terdiam dengan ucapan Yai Hj yang langsung seperti itu

“maafkan Jaya… tidak bermaksud seperti itu.” Jawab Bapak sambil menunduk

“tepat berbulan yang lalu istrimu tlp anak saya ini, mengabari kamu sakit Jaya, aku sudah tidak heran...
...sudah berapa lama ini kejadian ini, kamu masih saja tidak mau mendengarkan dulu apa yang pernah saya bilang” jawab Yai Hj

Aku bisa menebak arah pembicaraan Kiai Hj, dan kaget sekali ternyata selama itu sakit
“Jaya, kamu adalah keturunan Bapak kamu Apih, aku sudah paham sakitmu apa, pikiran, dan selalu mengaminkan apa yang menjadi ketakutan kamu, apalagi ini berkaitan dengan Pabrik, sudah disini anak-anakmu kumpul, semuanya harus tau!” ucap Kiai Hj kemudian
Bi Imah menaruh minum, membuat semua yakin bisa menarik nafas dengan lega

“tujuan saya datang kesini ingin kamu sembuh Jaya, kamu sama seperti apa yang Apih bilang, kamu dititipkan oleh Apih agar tidak seperti dia...
...ini kamu aku perhatikan lebih dari 15 tahun dari anak kamu kecil sampai sebesar ini harus aku yang datang kesini.” Ucap Kiai Hj

Bapak hanya diam mendengar dan mungkin tidak percaya dengan kedatangan Kiai Hj ke rumah akan menjadi seperti ini.
“iyah semua salah saya Yai Hj, tapi bagiamana semuanya memang harus berjalan lama seperti itu, setelah kepulangan Putra liburan, semuanya berubah drastis, pikiran saya pada Pabrik dan apa yang akan anak lelaki saya lakukan akhirnya terjadi...
sama seperti dulu yang pernah saya lakukan pada Apih, bodohnya saya malah meneruskan tradisi itu, maafkan saya Yai Hj.” Ucap bapak dengan perlahan dan sangat mengakui kesalahanya

Ibu dan Rini seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan Bapak.
“tradisi maksudnya?” jawabku memberanikan bertanya, walau tau aku ini tidak sopan
“dulu, Yai bilang Put pada bapakmu ini, sudah jangan diteruskan, meberikan sesajen dll yang pernah dilakukan Apih di Pabrik itu, bersekutu atau tidak dengan mahluk seperti itu tidak baik, apapun juga mintalah pada Allah.” Jawab Yai Hj menjelaskan
Pak Kiai, bi Imah, Rini dan Ibu hanya diam mendengarkan dengan tegang.

“setelah Putra ke Pabrik, semuanya berubah Yai Hj, gangguan hampir setiap malam datang pada saya, perasaan bersalah bertahun-tahun...
...dan ketakutan akan mati selalu saja ada dalam pikiran saya, jantung akhirnya kumat lagi Yai…” ucap Bapak sambil meneteskan air mata

Kiai Hj menjelaskan dulu beliau susah-susah dengan beberapa muridnya membersihkan Pabrik agar bisa diperluas
dan menghindari ganguan mahluk gaib, menyarankan Apih tidak bersekutu denganya. Tapi, Apih tidak pernah mau mendengar apa yang dikatakan Kiai Hj, tidak lama dari itu, di tahun yang sama tragedi kematian Ningsih terjadi disitu
dengan pengakuan pada Kiai Hj dari Apih bahwa Apih yang menghamili Ningsih, yang awalnya adalah pekerja disitu pada awal pabrik itu berdiri!

Penjelasan dari Kiai Hj membuat kami semua diam, merasa berdosa dan kaget termasuk bi Imah yang baru mengetahui sudah selama ini.
“Yai saya menutupi adalah aib keluarga makanya selama ini juga kematian ningsih tidak pernah ada yang mengetahui penyebabnya pasti.” Jawab bapak menjelaskan

“menutupi aib tanpa meminta maaf akan kesalahan yang pernah diperbuat itu sama aja bohong Jaya...
...keluarga kamu sendiri yang mengaminkan gangguan itu dari Ningsih, sehingga sudah menjadi turun temurunkan, itu salah kamu!” jawab Kiai Hj dengan nada tegas
Semua diam tidak ada yang berani menjawab apa yang dikatakan Kiai Hj dan memang Kiai Hj hapal betul yang terjadi disana, pikirku.

“umurku sudah tua sekali, dulu kalau bukan yang menyuruh kesana adalah bapak saya sendiri mungkin saya akan menolak, sehingga saya tidak mau...
...menyimpan kebenaran yg nantinya akan menjadi dosa, lagian apa untungnya di Pabrik harus menyimpan hal-hal seperti itu yg disukai mahluk-mahluk gaib, kamu harus yakin dan percaya semua ini kalau bkan jalan dari Allah melalui anakmu Putra, mungkin akan semakin lama” ucap Kiai Hj
Bapak tidak bisa menjawab lagi dan berkata apapun lagi, aku tidak merasa ini karna aku saja, benar kata Kiai Hj mungkin ini adalah jalan yang seharusnya seperti ini.
“lalu saya harus seperti apa Yai agar tidak merasa berdosa pada kejadian itu dan saya sadar semua adalah salah saya” tanya Bapak yang terlihat menyesal sekali.
Oborlan pertama kali, aku mendengar kalimat dari bapak merasa bersalah, menyesal. Dan aku merasa dibuat menjadi patung, tidak seberani berkata apapun
“biarkan dia anakmu Putra yang bertangung jawab dia sudah tau apa yang akan dia lakukan untuk nama baik kelurgamu dan kelanjutan Pabrik itu seperti apa” ucap Kiai Hj terbata-bata
Ingat sekali dulu awal kepulanganku ke rumah, pernah ada lelaki Tua yang terlihat seperti orang gila berkata padaku “kasian bagian kamu tanggung jawab” kurang lebih seperti itu tapi itu aneh sekali, kondisinya sekarang aku yang menerima, dalam hatiku berucap.
“yah Putra Yai yakin kamu juga selanjutnya yg mengurusi Pabrik itu, sayang Tahunya enak sekali jika tempatnya seperti itu, masa iyah kamu juga mau seperti bapak kamu” ucap Yai Hj menatap ke arahku
Teringat yang dikatakan Yai Hj sebelum mengobrol “iyahkan saja apapun yang saya bilang nanti” segera aku jawab

“iyah Yai Hj…” jawabku singkat, perlahan

Tiba-tiba ibu berkata, sama hal nya yang akan dikatakan ibu pada umumnya.
“apa suami saya akan sembuh Yai, kalau benar ada hubunganya dengan Pabrik, apa suami saya juga akan baik-baik saja” sambil meneteskan air mata.

“semuaya akan baik-baik saja, saya rasa kita sama-sama mengerti meminta kesembuhan pada siapa dan hanya padahalah kesembuhan dll...
...dalam hidup ini atas kuasanya, dan juga Yai minta percaya nantinya apa yang akan anak ibu ini Putra lakukan untuk pabrik itu.” Jawab Yai Hj sambil tersenyum
Benar apa kata Yai Hj, Yai Hj bisa menyimpan rahasia kedatangaku ke Rumahnya, dan untungnya tidak ada yang curiga dan seperti percaya, bahwa pertemuan aku dengan Yai Hj adalah yang pertama.
Setelah obrolan selsai, pak Kiai anak Kiai Hj hanya tersenyum entah pertanda apa, Ibu dan Bapk berterimakasih atas kunjungan Kiai Hj ke rumah mereka terlihat senang, karna mungkin sudah lama sekali Kiai Hj tidak berkunjung ke rumah.
Kemudian aku dan Ibu mengantarkan Kiai Hj sampai depan rumah, kecuali aku sampai Kiai Hj masuk ke dalam mobil

“ Yai maaf, kiranya kapan aku bisa berkunjung lagi ke rumah?” tanyaku
“kapanpun, semoga ada rezeki yang bernama waktu yah nak Putra berjumpa di rumah saya lagi hehe…” jawab Yai Hj

Setelah itu, mobil Yai Hj pergi meninggalkan rumah, aku berjalan menuju dalam rumah dengan pikiran
“apa bapak aka berubah padaku atau mungkin semuanya akan sama saja” sambil menyalakan rokok duduk dahulu di luar tiba-tiba Rini menjumpaiku.

“kak, kedalam bapak mau bicara katanya berdua” ucap Rini
“baik sebentar kakak kedalam” jawabku singkat, dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Rini

Segera aku mematikan Rokok dan berjalan ke arah Bapak, benar saja ibu kelihtan sedang di dapur hanya bapak yang masih duduk sendirian

“Put…” ucap Bapak pelan

“iyah Pak…” jawabku
“kedepanya, silahkan kamu yang mengurusi Pabrik, pesan bapak satu jangan berhentikan Ujang mau gimanapun dia orang baik menemani bapak selama ini, sekarang mulai hari ini Pabrik gimana kamu, dan maafkan bapak juga kakek” ucap Bapak
“boleh aku bertanya, lelaki yang dipegang adalah omonganya pak, sebelum aku mengiyahkan apa yang bapak mau” jawabku

“boleh apa?” ucap Bapak

“apa benar Ningsih akibat perbuatan Kakek setelah apa yang dikatakan Kiai Hj?” tanyaku penaran
Karna aku curiga seketat itu usaha mang Ujang menutupi apa yang telah terjadi disana, dan aku masih tidak enak dengan kejadian mang Ujang menyuruh semua pegawai Pabrik menutup info padaku, ketika hari pertama aku mengurusi Pabrik, pasti ada hal masih tertutupi oleh bapak.
Bapak hanya terdiam. Tanpa menjawab

“sekarang semuanya menuju baik pak, jangan karna Kiai Hj yang meluruskan semuanya lantas aku berhenti untuk sebuah kejelasan, dan jangan berhrap semuanya akan baik-baik saja...
...jika masih ada sesuatu yang tidak baik yang ditutupi, setelah ini bapak mau marah lagi padaku silahkan” ucapku lagi, menekan Bapak

“iyah ada dosa Ujang pada Ningsih, karna mengarang cerita, Ningsih mati bukan bunuh diri, melainkan kecelakaan di Pabrik...
...dan itu disampaikan pada keluarganya, walau keluarganya tidak pernah menerima, dan kabar pada saat itu juga sama, Cuma kakek kamu bisa menutupinya rapih.” Jawab bapak sangat pelan
Sekarang logikaku bermain, apa kecelakan mang Ujang juga karna dosa lamanya tersebut, karna mengarang cerita soal Ningsih celaka di Pabrik dan mang Ujang kemarin akhirnya benar, sesuai perkataanya dulu, merasakan juga kecelakaan di Pabrik
“waktu itu bagaimana bisa keluarganya menerima pak tidak mungkin sekali” tanyaku

“setelah kurang lebih 4 hari kematianya, keluarga Ningsih dibiaya kakek agar tidak tinggl di kampung sebelah dan berpindah semuanya..
...jadilah itu dosa terbesarnya dan dosa terbesar bapak, menutupi kebenran itu bahkan untuk anak sendiri, hanya karna itu aib” jawab bapak kelihatan malu.

Jahat sekali, wajar saja jika Ningsih bisa sepenasaran itu, ucapku dalam hati.
“yasudah sekarang bapak istirahat, aku yang mengurus semuanya, sore nanti aku berkunjung ke rumah mang Ujang bapak jangan khawatir. Percaya padaku...
...gimanapun, aku adalah anak bapak, sekarang menyalahkan bukan hal terbaik kecuali memperbaiki semuanya.” Jawabku sambil meninggalkan bapak dan menuju kamar.
Didalam kamar aku hanya terdiam, seperti tidak percaya dengan hari ini, dengan segala kejelasan yang sudah aku ketahui walau sangat rumit dan sangat perlahan. Tapi aku pikir semuanya akan selsai begitu saja
ternyata memperbaiki lebih akan sulit lagi, sama halnya dengan mencari kebenaran.

Pabriknya baik-baik saja, gangguanya tidak baik. Benar dari awal aku selalu percaya, ketidakbaikan tidak mungkin tanpa sebab sama halnya dengan kebaikan semua ada maksud dan tujuan.
Segera aku pamit, pada Ibu dan Rini untuk berkujung ke rumah mang Ujang. Karna hari semakin sore, setelah itu aku akan langsung ke Pabrik menjalkan tugas seperti biasanya, Sebelum pamit keluar ibu berkata padaku
“terimakasih selalu menjadi anak ibu yang baik, walau awalnya ibu meragukan dengan apa yang kamu lakukan Put” ucap Ibu sambil meneteskan air mata.

“sudahlah bu, mungkin harus seperti ini jadinya.” Jawabku
“maafkan Ibu pernah melarang Rini untuk mengikuti hal-hal seperti apa yang kamu perbuat” ucap Ibu

“harusnya aku juga menyalahkan ibu, tapi itu bukan caraku.” Ucapku sambil meninggalkan Ibu
Kemudian aku ke halaman depan, menaiki motor, apa aku tidak dipercaya sedemikiannya oleh ibu, sambil tersenyum.

“den ini alamat rumah mang Ujang” ucap bi Imah sambil berlari ke arahku

“iyah bi, makasih” jawabku melihat secarik kertas, yg isinya patokan alamat rumah mang Ujang
“den bibi boleh titip satu pesan” sahut bi Imah

“apa itu bi?” jawabku dengan pelan

“bilang ke Ujang semoga cepat sembuh dan minta maaflah agar semuanya selsai” ucap bi Imah

“siap bi, nanti aku pasti bilang” ucapku, yang kemudian pamit, langsung menuju rumah mang Ujang.
Diperjalanan, benar lumayan jauh 30 menit dari rumahku, menuju rumah mang Ujang. Hanya dua kali bertanya pada warga sekitar akhirnya aku sudah didepan rumah mang Ujang.
Rumahnya biasa saja, jauh lebih baik dari pada bi Tami. Segera aku memarkirkan motor dan berjalan ke dekat pintu rumah.

“assalamualaikum...” ucapku

Tidak menunggu lama, langsung ada yang merespon salamku

“walaikumsalam” jawabnya sambil membukakan pintu
“saya Putra bu, disuruh ibu dan bapak kesini menjenguk mang Ujang...” jawabku perlahan

Ibu yang aku pikir ini adalah istrinya mang Ujang sangat terlihat bingung

“silahkan masuk Nak, sebentar saya panggilkan dulu amang nya yah” ucap Istri mang Ujang
Lumayan aku nunggu, tidak lama mang Ujang berjalan keluar dengan tubuh yang lemas sekali, tangan kirinya jelas banyak salep (obat) dan kelihatan luka bakar yang belum sembuh.

“bu bikinkan den Putra kopi” suruh mang Ujang
“gimana mang kondisinya? Gimana bisa seperti ini?” tanyaku sambil memperhatikan tangan mang Ujang

“setelah malam itu, berpapasan dengan aden di jalan, amang berkerja seperti biasa, tapi entah kenapa, suasana Pabrik pada malam itu, suasana yang paling menyeramkan...
...amang ngecek ke ruangan pembakaran entah kenapa perasaan membawa amang ke tungku pengolakan den...” jawab mang Ujang menjelaskan dengan serius
“lalu mang...” tanyaku

“lalu demi apapun ada yang mendorong amang den, amang tau tidak bisa memegang tungku itu karna pasti panas sekali, entah gimana tau-tau tangan amang sudah masuk ke air panas pengolakan jadinya seperti ini...
...untung amang sadar dan tarik keluar, saking kagetnya, amang terpental dan kepala menyentuh tembok” ucap mang Ujang

Aku kasian untuk mengatakan semuanya, tapi ini harus aku katakan benar-benar aku katakan.
“jadi begini mang, nanti segala pengobatan aku yg urus mungkin lewat mang Abi yg akan ksini sering. Sekarang yg pegang Pabrik aku yg pegang penuh, bapak sudah beramanat pada saya mang” ucapku jelas
Mang Ujang sudah mengerti arah pembicaraanku, sampai dia merasa punya salah padaku dan tidak enak hati.

“jadi aden mau memberhentikan amang den?” jawab mang Ujang dengan pelan sekali
“kalau mau harusnya begitu! sama halnya amang berani memberhentikan bi Tami! menghasut semua pekerja agar tidak memberikan info apapun padaku, dan aku juga tau di hari yang sama amang juga berkunjung ke rumah bi Tami.” Jawabku tegas terkesan sangat emosi
Tiba-tiba suasana hening, aku tidak menyangka aku akan sebarani ini. Mang Ujang sudah tidak tau lagi apa yang dia akan katakan kecuali “maaf”

“maaf den, semata-mata semua ini bukan salah amang” jawab mang ujang membela diri
Benar saja pasti “maaf” dan tidak mengakuinya, karna mang Ujang belum tau bahwa semuanya sudah jelas sekali.

“sudah jangan selalu berbelit dengan omongan yang sebenarnya amang tau sendiri jawabanya, semuanya sudah jelas pesugihan...
...Ningsih, semuanya sudah jelas Kiai Hj siang tdi berkunjung ke rumah dan sore tadi bapak sudah bicara denganku semuanya” ucapku kemudian

Aku tidak tega sekali melihat mang Ujang hanya diam
“sekarang aku juga sudah jelas, dosa-dosa kalian semua Kakek, Bapak dan Amang, maaf lancang mang, mungkin kecelakaan kemarin amang sama halnya dengan apa yang pernah amang perbuat pada kabar Ningsih” ucapku dengan tegas
“maafkan amang Den sumpah demi allah amang hanya menjankan tugas yang disuruh bapak den...” ucap mang ujang pelan, sambil menteskan air mata
Kelihatan sekarang mang Ujang, dengan muka penuh salah, sudah terlalu banyak tingkah mang Ujang yang didepan aku baik di belakang aku tidak baik. Setelah obrolan itu mang Ujang menyesal padaku.
“minta maaflah pada Ningsih, dengan mendoakanya, bukan malah menutupi nya walau ini adalah aib setidaknya doakan mang, maaf bukan maksud mengajari.” ucapku

Mang ujang menerima semua yang aku katakan padanya, tidak ada penolakan sama sekali, kalimat “maaf” dan hanya itu.
Aku tetap akan memakai jasa mang Ujang, setelah dia sembuh, setelah obrolan itu, dengan mang Ujang, segera aku menuju pabrik sore menjelang malam ini.

Sampai, suasana pabrik masih sama dengan kesan menyeramkanya.
Memang suasana yang diciptakan berpuluh tahun lamanya, akan seperti ini, bangunan dan lokasi memang sangat mendukung kesan menyeramkan untuk selalu ada disini.
Segera aku turun, mencari bi Tami. Mang toha, Deden dan lainya menyapaku dengan senyum yang belum sama sekali aku lihat, seperti senyum apa ini. tanyaku dalam hati
“bi... sini...” ucapku pada bi Tami

“kenapa orang-orang ini senyum-senyum tidak jelas” ucapku

“bibi bilang sekarang aden yang pegang penuh Pabrik karna mang ujang sakit, apalagi bapak kan jadinya mereka senang sekali den” jawab bi Tami tersenyum
Oh iyah pantas saja, pikirku.

Aku segera mengajak bi Tami ke teras, baru saja adzan magrib berkumandang.

“bi, dengerin aku, sekarang bibi punya rahasia denganku, jangan sampai ada yang tau kedatangan aku ke rumah Kiai itu yah bi” ucapku pelan
“aman den, bibi udh nyangka semuanya akan baik-baik setelah aden kesana.” Jawab bi Tami, yang kemudian meninggalkan aku di teras sendirian

Aku berjalan ke arah kobakan dan pohon jati dengan pelan, dengan penuh perasaan merasa sangat berdosa dengan kejadian dulu disini
ditempat dimana aku berdiri. Dalam hatiku berucap “maafkan semua dosa keluargaku, ya allah” penuh perasaan. Angin yang asalnya tenang tiba-tiba mengoyakan beberapa jaun jati, yang membuatku sedikit sadar dan menyakini mungkin itu jawaban atas maafku.
Kembali ke teras, duduk sudah ada kopi yang entah siapa yang membuat, membuka catatan pekerjaan malam ini tentang Pabrik ada perasaan bahagia dari dalam diriku ini. Tiba-tiba aku mempunyai rencana bagus. Segera aku lihat hp dan chat Rini.
“Rin, kakak minta tolong coba bilang ke ibu kakak minta no hp pak kiai”
Tidak lama Rini membalas dan langsung nomor hp pak Kiai disertakan dalam balasan chat itu.
Dengan spontan aku langsung tlp pak Kiai, tapi sayang sudah 3kali panggilan tidak ada jawaban, mungkin masih sibuk karna waktu masih jam 8 malam.

Aku panggil mang Toha

“mang kesini…” ucapku sambil, melambaian tangan
“malam ini dan seterusnya, amang yang pengang kondisikan semua pekerjaan disini, soal upah amang selanjutnya dll urusanya sama aku yah, bantu aku amng.” Ucapku pada mang Toha

“tapi den, bapak gimana?” tanya mang Toha
“bapak sudah menyerahkan semuanya Pabrik gimana aku, besok siang temenin aku belanja alat-alat lampu dan kabel yah ke toko elektronik aku tidak paham soalnya” jawabku dengan pelan
Setelah obrolan singkat dan memberika tugas baru pda mang Toha, dengan keputusan yang sangat singkat dan cepat aku selalu yakin, keputusan terbaik adalah tanggung jawab dibalik keputusan itu.

Tidak lama tlp masuk ke Hp ku, atas nama Pak Kiai segera aku angkat
“asalamualikum pak kiai ini Putra…” ucapku pelan

“eh kirain siapa nak putra hehe, ada apa, ada apa? Tiba-tiba begini hehe” jawab pak Kiai dengan hangat
“mulai kamis besok, aku pengen ngadain pengajian Rutin di rumah, intinya untuk kebaikan Pabrik dan kemudian untuk mendoakan Arwah Ningsih pak Kiai gimana?” tanyaku
“alhamdulillah itu langkah baik Nak Putra, bapak setuju, soal Arwah Ningsih, bapak mau kasih tau, kalau dulu tidak diaminkan atau tidak dipercaya, mungkin tidak akan semenakutkan ini, intinya orang yang sudah meninggal tidak akan hidup lagi, mungkin karna jin atau mahluk gaib...
...lainya yg memamfaatkan kondisi jadi seperti sekrang, tapi niatan untuk mengrim doa jangan tanggung doakan juga dan niatkan untuk kakek dan nenek Nak Putra yang sudah duluan meninggalkan kita di dunia ini Nak Putra” jawab Pak Kia dengan bijaksana
“baik pak Kiai seperti apa yang dikatakan Kiai Hj, permintaan maaf terbaik adalah melalui doa bukan begitu pak Kiai” jawabku dengan pelan

“benar sekali semoga niatan Nak Putra kepada Pabrik selanjutnya ada dalam kelancaran” ucap Pak Kiai
Setelah pak Kiai setuju dengan ide yg terlintas dari pikiranku, aku percaya selalu ada pikiran cepat tentang kebaikan yang harus segera dilaksanakan.

Malam ini, Pabrik sangat normal, semua pegawai keliatan mendapatkan suasana baru dalam berkeja, terlihat senang dan santai
walau mereka sudah paham soal produksi tahu dan beberapa target yang harus mereka gapai.

Setelah malam ini selsai, pengiriman dini hari, memang suasana menyeramkan tidak langsung hilang, mungkin setelah besok aku merombak pecahayaan, akan tercipta suasana baru.
Aku pulang pagi ini dengan perasaan senang, entah ini yang terjadi sebenarnya apa, aku hanya ingin tidur dengan tenang, dengan segala yang telah aku lewati berada dan masuk dalam sebuah misteri ini.
Siang dihari berikutnya, aku dan mang Toha merombak pencahayaan yg asalnya kuning semua sekarang menjadi terang, bahkan aku dan ibu bahkan atas persetujuan ayah merogoh kocek lumyanan nominal yang keluar hanya ingin semuanya dapat suasana berbeda dan berubah tentunnya.
Ini adalah malam berikutnya aku menuju Pabrik, berhenti di depan Gerbang Pabrik, melihat suasana yang berbeda, aku sadar dan berterimakasih pada keadaan yang sebelumnya tidak pernah terlintas dipikiranku sama sekali
keadaan yang menuntut aku belajar mempercayai manusia, keadaan yang mengajak aku harus mengambil keputusan dan keadaan yang memberikan aku arti keluarga dengan segala dosa-dosanya dimasa lalu.
Pabrik ini masih dengan misteri yang orang-orang kembangkan dari mulut ke mulut, berkembang berpuluh-puluh tahun, tapi itu untuk orang-orang yang tidak mengetahui betul, sebenarnya misteri
dan segala penghuni yang ada di Pabrik ini sudah selsai aku pecahkan. dan kemudian aku perbaiki, sampai suatu saat nanti semuanya baik-baik saja!

***
5 tahun selanjutnya, Tahun 2019

Keadaan pabrik ini tidak berubah, tapi aku senang Bapak sudah sembuh dalam keadaan yang jauh lebih baik, Rini sekarang bersamaku yang semakin bertambah umur menganti semua sistem dengan komputerisasi
agar keadaan Pabrik dan segalanya bisa aku kontrol dimana saja, walau bukan proses yang pendek, tapi semuanya sudah jauh lebih baik dari pada 5 tahun kebelakang saat aku pertama kali datang ke Pabrik ini.
Ada kabar yang tidak mengenakan, tangan mang Ujang tetap tidak sembuh bertahun-tahun akibat luka bakar itu, yang akhirnya mang Ujang tidak berkerja lagi di Pabrik, karna keputusanku dengan keluarga, semua hidup mang Ujang di tanggung.
Dan mang Ujang sekarang berkerja di Rumah mengurus kebun dan tanaman Ibu saja. Mang Toha sekarang yang mengantikan man Ujang yang sering berkominikasi dengaku dan juga Rini tentang Pabrik dan segala keadaanya.
Dalam setiap lamunanku pada Pabrik ini hanya satu, dua kejadian dalam satu tempat bersejarah memang tidak mudah untuk dipecahkan misterinya
tapi percayalah, untuk sebuah kebaikan pasti selalu ada jalan, tetaplah percaya akan keajaiban yang akan tuhan berikan dan semoga permintaan maaf pada Ningsih sampai melalui doa, tenanglah dialam sana.

--- TAMAT ---
Terimakasih kepada pembaca yang sudah menunggu lama dan lumayan panjang dari Penghuni Pabrik Tahu Keluarga (PPTK) bagian 1 dan 2, tidak bosan gw mohon maaf, tidak ada maksud menyingung pihak manapun dalam cerita ini.
Kepada aa dan kakak-kakak yang sudah menunggu dan selalu support gw terimakasih, dan untuk pemilik cerita, salam hormat dari gw. Tugas gw di cerita ini sudah selsai, menyampaikan semuanya sesuai kesepakatan...
“biarkanlah cerita selalu memberi makna kepada tiap pembaca, satu yang harus kita sadari, kita bisa belajar dari cerita apa saja dan siapa saja, sekalipun menyeramkan…” Kritik dan saran silahkan langsung Dm gw, gw bkalan senang sekali.
Akhir kata, sampai berjumpa dicerita selanjutnya.

Typing to give you story!
Beware! They can be around you when you’re reading the story!
Love you and enjoy.

@bacahorror
@ceritaht
@bagihorror

#bacahoror
#bacahorror
#ceritahorror
#ceritahoror
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Qwertyping - Horror Thread

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!