Gerimis di Minggu pagi. Hujan Imlek yang tertunda. Barangkali bermakna: kerja keras dahulu, rejeki mengalir kemudian. Saya ingin berbagi pengalaman remeh temeh mencintai #filsafat. Perjalanan pribadi yg mungkin tak penting, tapi amat bermakna buat saya.
Sebuah #utas
1. Saya lahir di sebuah dusun kecil di Gunungkidul. Serba sederhana tapi beruntung lantaran perjumpaan dg bbrp rohaniwan yg membuat saya kagum. Baik kepintaran maupun pelayanan mereka. Masa remaja sy dibentuk oleh Tempo dan Kompas.
2. Di kampung, yg tak ada bacaan dan tiada budaya baca, kami berjuang utk pintar hanya mengandalkan bus perpustakaan keliling yg datang 2 minggu sekali. Saya berhutang banyak pada bapak pustakawan yg setia melayani kami bertahun-tahun dg ikhlas dan tulus.
3. Keberuntungan lain, kampung kami menjadi tujuan KKN (Kuliah Kerja Nyata) mahasiswa UGM dan bbrp PTS Jogja. Kami mengenal mereka sbg orang kota (meski mungkin ndeso juga) yg hebat. Kami hanya bermimpi bisa kuliah. Kakak2 ini rajin berbagi bacaan, bahkan ketika sdh balik Jogja.
4. Dg segala keterbatasan, sy punya mimpi yg tinggi. Berkenalan dg sebuah lembaga kursus kitab suci melalui surat-menyurat. Sejak kelas 5 SD saya rajin ikuti. Dikirimi bacaan, dibaca, kerjakan soal, lalu kirimkan. Tak terasa sy lulus bbrp tingkat dan mendapat sertifikat.
5. Kedekatan sy dg rohaniwan Londo dan masa kecil yg saya habiskan di sebuah kapel berdinding anyaman bambu ternyata membentuk panggilan saya. Saya ingin jadi romo, meski tak pernah mendapat ijin orang tua krn sy anak laki2 satu2nya. Takut keturunan punah kali.
6. Tapi sy tetap belajar, menyantap buku2 teologi sejak SMP. Saya menyelesaikan satu buku terbitan Saksi Jehovah yg tak saya pahami sbg bidaah saat itu. Saya rawat api itu dalam hati, hingga sy terdampar ke STAN. Mampus, pikir saya. Jadi birokrat? Tak pernah bermimpi sblmnya.
7. Waktu itu diterima di Fakultas Teknik UGM. Karena Bapak tak sanggup membiayai, terpaksa saya tinggalkan demi tetap kuliah. Ambil ikatan dinas. Sy ke Jakarta, menekuni akuntansi yg tak pernah sy cintai. Inilah realitas hidup yg harus sy terima dan hayati secara penuh.
8. Saya terus merawat api panggilan dan menyimpan minat lama. Jakarta menyediakan semuanya. Beruntung sy mengenal banyak romo dan aktivis, kepadanya sy banyak belajar. Pinjem buku, dengerin diskusi, ikut bbrp aksi. Sy sdh bilang Bapak, akan selesaikan masa ikatan dinas saja.
9. Perjumpaan dlm dialog2 lintas-iman jg membentuk pemikiran dan membangun karakter saya. Banyak forum hebat dan saya amat kecil terlibat. Ikut mencuri ilmu, numpang gagah2an. Diam2 itu meningkatkan standar diri: musti banyak baca dan diskusi, biar keren. Pikir saya.
10. Di Jakarta, saya sempat mencicipi berbagai denominasi Kristen dan belajar. Kadang tulus, kadang ingin cari2 salah. Khas anak muda. Pinter dikit, saya tersulut nantang debat. Berbagai buku teologi Kristen, Islam, Katolik saya lahap. Sy tekun pelajari Orthodoks yg memikat.
11. Awal tahun 2000-an, saya menulis satu manuskrip teologi, bernuansa apologetika, yg waktu itu saya anggap sudah hebat banget. Saya bener2 belagu. Setelah merasa mantap, sy minta ijin ketemu Romo Franz Magnis-Suseno, SJ. Mau minta kata pengantar buat buku saya ini. Lagak.
12. Saya dg percaya diri menjelaskan ke Romo Magnis, pemikir Katolik paling terkenal waktu itu, bahwa buku saya ini punya kebaruan. Selain ditulis sbg refleksi pengalaman, juga memadukan berbagai diskursus dan debat teologis yg bercorak apologetik. Bagus buat benteng iman! Haha
13. Dengan santun Romo Magnis menawari saya utk belajar filsafat. Menurut beliau, saya cocok belajar filsafat. Belakangan sy paham itu penolakan halus beliau atas draft buku saya. Potensi di diri sy mgkn sia2 kl buat beginian. Akhirnya sy serius berkenalan dg #filsafat.
14. Saya memberanikan diri mendaftar Magister dan harus ikut matrikulasi terlebih dahulu. Awalnya minder, sy hanya punya background ilmu akuntansi, perpajakan, dan sedikit ilmu hukum. Tapi Romo Herry Priyono dan Bu Karlina terus menyemangati. Perjumpaan ini titik balik saya.
15. Saya bak bayi baru lahir atau lahir baru. Semua prasangka dan klaim diri yg terkesan hebat, saya campakkan. Saya sungguh dibanting jatuh di titik terendah, telanjang tak punya apapun. Benar2 dangkal, banal, sekaligus malu karena belagu. Pertobatan filosofis ini momen penting.
16. Akhirnya sy berkenalan lbh jauh dg filsafat, yang teks2nya saya gumuli saat kuliah dan kerja, tapi tak pernah dlm bingkai teoretik yg memadai. Kuliah di STF Driyarkara betul2 menjadi momen terbaik bagi diri saya. Tak cuma belajar ilmu, tp juga menyelami kedalaman hidup.
17. Ex philosophia claritas - semboyan STFD, sungguh relevan. Dari filsafat, lahir kejernihan. Metode kuliah Pascasarjana yg dirancang sbg 'dialog ilmu2" jg menarik, karena filsafat lbh sbg ibu dan pelayan, bukan raja. 'Berpikir di permukaan secara mendalam". Paradoksal.
18. Tak menampik realitas, melainkan merefleksikannya. Tak menolak dunia, justru menggumulinya. Namun tak jatuh begitu saja dlm hiruk pikuk duniawi atau ekstrem eskapisme ke dunia-luar-sana. Dosisnya tepat. Mungkin karena sebagian besar dosennya sekaligus rohaniwan Katolik.
19. Di STFD, kami tak hanya belajar #filsafat. Kami belajar kehidupan. Kampus mungil nan sederhana, dg fasilitas seadanya tapi koleksi buku super-lengkap. Teman2 kuliah jg berlatar beragam. Sebagian sahabat baik sy Muslim, berjilbab, cerdas-kritis tp hangat dan relijius.
20. Dr sisi keilmuan, sy sungguh dimanjakan dg belajar teori-teori yg membentang luas. Dari Filsafat Ketuhanan hingga Filsafat Praktis, dari Etika hingga Antropologi Filosofis, membedah Feminisme sampai Marxisme, mendalami Adam Smith sampai F.A Hayek, Feyerabend dan Kuhn.
21. Meski grathul2 karena kerap tak nyandhak, saya selalu bersemangat. Perkenalan yg mengubah saya adalah pemikiran Gramsci dan Smith, yg membalik rencana awal menulis ttg filsafat ketuhanan menjadi filsafat ekonomi. Akhirnya sy menulis ttg Karl Polanyi, kakak Michael Polanyi.
22. Kelas yg diisi sedikit mahasiswa, mendalami teori, berlatih menulis dan presentasi dr sumber primer, lalu berdebat. Tak puas, kami lanjutkan debat di warung kopi. Belum usai, bikin kelompok studi atau diskusi. Itu tradisi yg berjalan hingga kini. Setelah 11 tahun sy pergi.
23. Dari kelas #filsafat sy belajar banyak hal, berlatih utk berani otentik dan punya prinsip. Keberanian itu yg menjalar pd nyali sy utk resign dr PNS. Saya merasa hidup yg hanya sekali harus sy hindarkan dr kenyamanan. Romo Magnis tak setuju, tapi toh saya kokoh pd pendirian.
24. Filsafat membuat sy bernyali mengambil keputusan2 penting. Membantu sy berpikir sistematis dg argumen2 rasional dan terbuka utk dipertanggungjawabkan. Saya pun berlatih menulis, dg rasa dan budi. Itu penubuhan gagasan sejati yg sungguh saya nikmati.
25. Filsafat mengajari sy berani bertarung gagasan, terjun dlm aktivisme membela keadilan sosial, dan menyadari bahwa apa yg benar dan mutlak sejatinya terikat pd hamparan kesepakatan yg rapuh, maka perlu terus diperbarui dg perjumpaan2 yg otentik dan mencerahkan. Klise sih.
26. Saya berhutang banyak pd #filsafat, terutama dua guru utama saya: Romo Magnis dan mendiang Romo Herry. Saya jg berhutang pada Franky Budi Hardiman dan Romo Sastra - yg provokatif pada teori dan pemikiran baru. Meski tak pernah menjadi ahli dan mahir, sy bangga jd pemula abadi
27. Malangnya, atau untungnya, belajar filsafat secara tekun bertahun-tahun ini nggak laku di birokrasi. Jurusan Filsafat tak ada dlm daftar jurusan yg disetujui sbg jenjang lanjutan. Padahal ilmunya kaya dan amat mendalam. Membantu banyak hal. Di sini saya sering merasa sedih.
28. Berkat filsafat, sy paham tentang etika publik, ide keadilan, membedakan yg ontologis dan epistemik, tak serampangan menarik kesimpulan, sadar pd logical fallacy, dan lebih setia menjaga komitmen merawat ruang publik yg diskursif. Hingga sy mencapai satu titik baru.
29. Setelah meninggalkan birokrasi, sy menghidupi petualangan yg telah dirintis: dunia advokasi. Pajak sy jadikan medan tempur, demi memastikan keadilan sosial terwujud. Teori Pajak yg awalnya hanya fokus pd akuntansi, ekonomi, dan hukum - diterangi refleksi filosofis yg kaya.
30. Pajak ternyata menyimpan potensi besar. Sy mulai akrab dg karya Charles Adams, Joseph Schumpeter, lalu menelusuri gagasan Platon, Aristoteles dan Aquinas. Juga mendedah Hobbes, Locke, hingga Ricardo, Marx dan Mill.
31. Di pemikir kontemporer, setidaknya gagasan Rawl, Habermas, Dworkin, Nozick hingga Amartya Sen dan Martha Nussbaum amat penting. Makin banyak pemikir yg mendalami pajak, termasuk Thomas Nagel. Yg penting dan menarik: belajar dari ketidaksetujuan para Filsuf!
32. Filsafat amat berpengaruh pd perjalanan hidup saya. Yg semula hendak meninggalkan isu #pajak kini malah makin jatuh cinta menggumulinya. Tugas akhir2 ini justru menyita perhatian di luar pajak dan membuat sy kembali merindukannya. Sy tetap sediakan waktu membaca dan update.
33. Kami mendirikan @CITA_Research utk mengarusutamakan isu pajak dg pendekatan refleksi filosofis, yg membentang dr sudut psikologi, sosiologi, kultural, etika, hingga politik. Masih jauh dari sempurna dan ini laku yg amat panjang dan menantang.
34. Kami berjejaring dan berkolaborasi. Saya memahami kesementaraan. Jika saat ini sy mengemban tugas membantu Bu Sri Mulyani, saya tetap berusaha menjaga api idealisme filosofis yg terus sy simpan di bilik akal budi. Saya pakai sarana ini utk mendesakkan tujuan: kebaikan bersama
35. Sy berterima kasih kepada semua guru yg amat baik mendidik. Teman2 aktivis yg sampai saat ini terus berjuang dan bersinergi. Keluarga dan sahabat, juga para pejabat dan birokrat dlm satu barisan perjuangan mewujudkan cita2 Indonesia. Terima kasih dan mari terus berjuang.
36. Jadi sudah jelas. Kalau saya kebetulan identik dg pajak, itu bukan karena keahlian atau kehebatan saya. Semata karena 12 thn terakhir sy berusaha komit dan konsisten mengisi ruang publik dg diskursus perpajakan. Saya senang pajak kini jadi isu publik yg bermutu. Mari kawal.
37. Kebiasaan membaca & membeli buku, dulu sering memfotokopi, menjadi proyek membangun perpustakaan pribadi. Saya pinjam konsep anti-library Umberto Eco. Tak terasa punya lebih dr 5000 buku, baik sastra, ensiklopedi, ekonomi, hukum, teologi, filsafat dll. Smg jd proyek membaca.
38. Biar kelihatan rada pinter dan sah sbg lulusan filsafat, ini karya saya. Hasil penelitian dan menulis selama 3 tahun. Berdarah-darah, berburu buku2 langkah di berbagai perpustakaan dan toko loak di penjuru dunia, dibantuin kolega. Puas rasanya meski blm nulis lagi.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kita ngobrol soal PPN (Pajak Pertambahan Nilai) ya bukan PPn (Pajak Penjualan). Ntar nyambung ke #pulsa. Pajak ini sdh ada sejak 31 Desember 1983 dan berlaku 1 Juli 1984, melalui UU No 8 Tahun 1983. Ditandatangani Presiden Soeharto & menandai reformasi pajak di Indonesia. #PPN
Lho ternyata #PPN bukan barang baru ya? Jelas bukan. Bahkan usianya sudah 36 tahun dan mengalami berbagai perubahan. Tahun 1983 menandai era baru perpajakan dg berubahnya official assessment ke self assessment (swalapor). Ciri demokratis pajak menguat dan ini sangat penting.
Paket Reformasi Pajak 1983 melahirkan UU 6 Tahun 1983 (UU KUP), UU 7 Tahun 1983 (UU PPh), UU 8 Tahun 1983 (UU PPN), dan UU 12 Tahun 1985 (UU PBB). Sejak 1984, sistem dan praktik perpajakan Indonesia berubah signifikan. Reformasi melibatkan para ahli dr AS dan Belanda.
Selamat siang. Sesuai yg saya sampaikan bbrp hari lalu, saya ingin berbagi informasi ttg SiLPA dan pembiayaan, lalu bagaimana kaitan dg utang kita. Mohon maaf karena ada agenda lain, baru sempat siang ini. Semoga penjelasan ini bermanfaat #SiLPA#utas
1. Pada tahap perencanaan, SiLPA harus sama dg "nol". Artinya defisit yang terjadi = pembiayaan anggaran. Dalam realisasinya bisa saja muncul SiLPA atau SiKPA. SiLPA terjadi apabila pembiayaan anggaran > defisitnya, sedangkan SiKPA sebaliknya, defisit > pembiayaan anggaran.
2. Ada 2 kemungkinan SiLPA terjadi, a) Realisasi pendapatan negara yang lebih tinggi daripada realisasi belanja negara, yang disebabkan kondisi perekonomian yang semakin membaik. b) Realisasi pembiayaan lebih tinggi daripada realisasi defisit. #SiLPA#APBN
Jumat sore, ditemani langit Jakarta yang mendung, saya ingin berbagi ttg anggaran vaksin. Dulu pemerintah diminta menggratiskan vaksin karena barang publik. Presiden @jokowi mengabulkannya. Pemerintah memastikan #vaksinasi gratis utk semua. Lalu bagaimana anggarannya? #utas
1. Pemerintah terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan prioritas penangangan #COVID19 . Pemerintah ingin benar-benar hadir untuk menyelamatkan nyawa dan ekonomi masyarakat. Ibu pertiwi tak boleh dibiarkan sakit dan menangis. Maka #VaksinasiNasional menjadi salah satu kunci.
2. Langkah utama yang dilakukan adalah penghematan belanja K/L melalui perubahan fokus dan alokasi belanja negara (refocusing and reallocating). Belanja barang dan belanja modal akan dihemat, khususnya belanja non-operasional yang tidak mendesak. #vaksinasi#APBN2021
Menemani makan dan istirahat siang, saya ingin memberi update ttg capaian APBN 2020 dan visi APBN 2021. Semoga nggak bosen ya? Pemerintah saja masih setia menggelontorkan stimulus dan insentif kok..... #utas#APBN2020#APBN2021
1. Bagaimana #APBN merespons kondisi darurat di masa pandemi? Terdapat 3 pendekatan: (i) extraordinary policy (penyelamatan & mitigasi dampak), (ii) reopening policy, (iii) recovery dan reformasi. Kita memang masih berjuang di fase reopening dan recovery.
2. Extraordinary policy => berikan berbagai stimulus yang diprioritaskan utk mendukung sektor kesehatan, melindungi daya tahan masyarakat miskin & rentan, serta mendukung dunia usaha & UMKM agar terhindar dari pemburukan yg semakin dalam. #APBN2020 bergerak dinamis & responsif.
Baiklah, kita jelaskan ke kak @elisa_jkt demi pemahaman publik yang benar. Kak Elisa terkesan heroik belain Pemda, tapi rawan membenturkan sentimen Pusat vs Daerah di masa pandemi. Beliau gagal membedakan Daerah dan Pemerintah Daerah, & kaitannya dg bencana nasional.
1. Kita sepakat covid-19 adalah bencana nasional, artinya penanganannya harus di level nasional, apalagi dampak & cakupan sangat luas dg penyebaran yg masif. Maka diterbitkan Perppu 1/2020 (ditetapkan jadi UU 2/2020), sbg landasan hukum penanganan dampak pandemi. @elisa_jkt
2. Perppu 1/2020 sdh sering saya bahas. Intinya ingin mengatasi dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi sekaligus. Ada kelonggaran anggaran dg pelebaran ruang defisit, perluasan opsi pembiayaan, refocusing dan realokasi APBN/D, dan kebijakan stabilitas sektor keuangan.
Selamat siang. Semoga kita selalu sehat dan bersemangat. Jelang rehat siang, saya ingin berbagi tentang realisasi #APBN sd Agustus 2020 agar kita punya gambaran yg lebih utuh ttg arah kebijakan ekonomi Indonesia. Jaga optimisme, terus waspada. @KemenkeuRI
1. Pantaskah kita murung di saat seperti ini? Memang situasi sungguh tak mudah, seperti digambarkan Paul Valery tahun 1919: palung sejarah sanggup menampung derita kita semua. Sungguh dalam menyayat, miris. Pasca PD II dan pandemi flu Spanyol. Tapi, banyak alasan untuk bangkit!
2. Situasi tak mudah, kondisi sangat berat. Kita semua sadar hal ini. Tak perlu saling menyalahkan, lantaran yg dibutuhkan adalah kerja sama. Warga negara terdampak parah, dunia usaha tersungkur amat hebat. Kita bersandar pada peran pemerintah. Lalu sanggupkah? Tergantung kita.