Diosetta Profile picture
7 Aug, 77 tweets, 12 min read
Demit Bocah Pembawa Wabah

Kita masuk ke cerita ringan lagi ya, masih mengenai wabah pageblug yg memiliki banyak versi di tiap daerah.
Kali ini narasumber saya berlokasi di Purworejo dengan kejadian di tahun 80an..
Semoga menghibur
@bacahorror
@ceritaht
@bagihorror
@IDN_Horor
Note : Nama tokoh sudah disamarkan
“Heii… tunggu” aku berlari mengejar layanganku yang terputus karena kecerobohanku. Sepertinya layanganku terbang ke hutan jati. Aku berusaha mengejar dan mencarinya , cukup lama sampai akhirnya layanganku terlihat tersangkut cukup tinggi di pohon jati.
Perlahan aku memanjat untuk meraihnya, terlihat pemandangan seluruh desa dari atas sini , Tidak lama langit terlihat langit sudah mulai gelap. Aku segera mengambil layanganku dan turun dari pohon , namun sesuatu menarik perhatianku..
Sebuah rumah yang terlihat terpisah dari desa di antara pohon-pohon jati dan hutan bambu.
Langit mulai gelap , aku sedikit merasa kesulitan untuk menemukan arah kembali ke desa. Sepanjang aku berjalan yang kulihat hanya pohon jati saja.
Awalnya aku merasa biasa saja sampai sayup sayup aku mendengar suara dari dalam hutan. Aku menghampirinya , berharap itu adalah warga desa yang kukenal.
Tidak cukup jelas, yang kulihat hanyalah bayangan beberapa orang berukuran pendek yang mengelilingi berapa Jembangan atau kendi tanah liat berukuran besar… aku mencoba mendekati , Namun sebelum sempat ke sana seseorang menarik tubuhku..
“Sssst … meneng! Ojo mrono” (ssst… diam! Jangan ke sana) Ucap seseorang yang menariku tadi.
Seorang kakek berambut putih dengan janggut panjang menahanku untuk mendekat.
Aku menurutinya dan mulai menjauhi tempat itu.
“Lha.. ngopo mbah? De’en sopo?” (lha kenapa mbah , mereka siapa?) Tanyaku.
Kakek itu tidak menjawab , ia terus memperhatikan makhluk itu yang perlahan pergi meninggalkan kendi-kendinya.
“Wis.. wis aman “ Kakek itu meninggalkanku dan pergi memeriksa kendi yang ditinggalkan orang-orang tadi.
Aku menyusulnya, bermaksud menanyakan arah keluar dari hutan jati ini. Namun saat mendekatinya, tanpa sengaja aku melihat isi dari kendi itu dan spontan aku menutup mulutku.
Bau amis tercium dengan sangat pekat dari benda yang berbentuk seperti organ tubuh berlumuran darah di kendi itu. Aku segera mundur dan menahan rasa mualku.
“Lha ngopo kowe isih ning kene… ndang mulih! Pulang! Itu pergi ke arah barat.. pokokny pergi berlawanan sama arah hutan bambu, nanti pasti ketemu desa…” Perintah kakek itu.
Aku menuruti perintahnya dan segera berlari meninggalkan hutan jati di tengah gelapnya malam. Benar apa kata kakek itu , akhirnya aku melihat perbatasan desa . Suasana desa terlihat lebih sepi dari biasanya.
Aku memperlambat jalanku untuk mengatur nafas sekaligus memikirkan alasan saat ditanya oleh ibu nanti.
Sebelum sampai ke rumah, sesuatu yang aneh menyita perhatianku. terdengar dari salah satu rumah tetanggaku suara anak-anak yang tertawa cekikikan.
Padahal lampu di rumah itu terlihat gelap, seharusnya mereka sudah tidur. Aku mengintip dari jauh, terlihat beberapa anak kecil berkulit pucat dengan telanjang bulat keluar dari rumahnya.. mereka membawa kendi besar dengan gayung di tanganya.
Rasa takut mulai menyelimuti tubuhku dan memaksa tubuhku untuk berlari ke rumah . samar-samar aku menoleh , namun bocah-bocah itu sudah tidak ada.
“Ya ampun Gilang.. dari mana aja kamu?” tanya ibu yang bersiap memarahiku.
“Gilang nyari layangan di hutan bu.. terus ga bisa pulang” Jawabku sambil terengah engah.
“Makanya kalau main jangan jauh-jauh, sana mandi terus makan!” Perintah ibu dengan wajahnya yang cemas.
Aku segera menuruti perintah ibu untuk mandi dan menghampiri masakan yang sudah disiapkan oleh ibu.
“Bu… di hutan jati itu ada rumahnya siapa sih?” Tanyaku penasaran.
“O.. itu rumah Mbah Karto, kenapa emang?” Jawab ibu sambil mengambilkan nasi untuku.
“Kok dia tinggal menyendiri di sana bu? Berarti orangnya aneh ya?” Tanyaku lagi dengan polosnya.
“Huss.. Gak sopan , Rumah Mbah Karto itu udah lebih dulu ada dari desa kita ya namanya juga orang tua.. pasti ga mau pergi dari tempat yang dia tinggali dari kecil” Jelas ibu.
Aku menghabiskan makananku dan segera beristirahat.


Pulang sekolah seperti biasa aku melempar tasku ke rumah dan pamit pada ibu untuk pergi bermain dengan anak-anak seumuranku. Layaknya permainan anak kecil kalau bukan bermain layangan yang bermain kelereng.
Namun entah mengapa hari terasa begitu cepat, tiba – tiba langit sudah memerah lagi dan teman-teman pamit pulang satu per satu.
Aku segera menyusul untuk pulang ke rumah , tapi tak seperti biasa, ibu sudah menungguku di depan jalan untuk menjemputku.
“Gilang! Ayo pulang.. jangan main sampe malam lagi ya!” Perintah ibu.
“Lha.. kenapa to bu? Tumben..” Tanyaku yang heran melihat perilaku ibu.
“Itu.. barusan ibu dapet berita, Mbah Sugi sama Mas Adi meninggal.. katanya meninggalnya ga wajar..”
Cerita ibu sambil menariku masuk ke rumah.
Tunggu… Rumah mbah Sugi adalah rumah dimana aku melihat anak-anak kecil telanjang keluar dari sana.
Di rumah ibu menceritakan semuanya, katanya Mah Sugi dan Mas adi hari sebelumnya sehat –sehat saja ,
semalam tiba-tiba sakit panas dan siangnya meninggal. Karena kejadianya berbarengan warga merasa ada yang aneh.
Layaknya seorang anak kecil aku tidak terlalu peduli , namun ibu dan bapak terlihat was-was. Saat aku tidur mereka tetap terjaga hingga lewat tengah malam.
Dan benar saja besoknya kami mendengar kabar mengenai kematian salah seorang warga dengan cara yang sama. Hal ini terjadi terus menerus.
Keadaan desa semakin mencekam , saat hari semakin malam warga tidak ada sama sekali yang keluar rumah namun warga tetap bergiliran mengadakan ronda.
Beberapa rumor tersebar dari desa lain bahwa ini adalah perbuatan makhluk halus ,
sehingga warga berjaga-jaga hingga lewat tengah malam di rumah masing-masing agar makhluk itu tidak memasuki rumah. Hal ini berlanjut hingga beberapa minggu ,dan benar keadaan kembali menjadi aman dan tidak ada korban lagi.
..
Hari ini bapak terlihat lelah , seharian ini ia bekerja di kebun salah seorang juragan yang sedang panen. Biasanya Bapak lah yang tidak pernah absen untuk Lek-Lek’an (begadang) namun karena merasa keadaan sudah aman hari ini tidak ada yang begadang untuk menjaga rumah.
..
Malam ini aku bermimpi sedikit aneh , aku seperti mendengar suara benda yang dipukul-pukul dan diiringi dengan suara seperti “ welwo…welwo…” , aneh sungguh aneh.. walau begitu aku masih terlelap di dalam tidurku hingga muncul wajah seseorang yang terlihat marah.
Aku ingat, itu adalah wajah Mbah Karto! Iya terlihat marah dan berteriak.. “Tangi!!!!” (Bangun)
Sontak aku kaget dan membuka mata ..
Hampir tak bisa kupercaya , tepat di hadapan wajahku Wajah anak kecil pucat terlihat menyeringai memandangku.
Yang baru kusadari, matanya terlihat hitam seolah tidak ada bola mata di sana.
Aku panik dan berteriak..
“ Bapakkkk !! Ibu!! Tolong Gilangg”
Keringat dingin mengucur di leherku , terlihat sebuah kendi tanah liat besar seperti yang kulihat di hutan berada digenggaman makhluk itu.
Mendengar teriakanku makhluk itu malah tertawa sambil melompat-lompat meninggalkanku.
Aku terus berteriak namun bapak dan ibu tidak menjawab panggilanku. Akhirnya aku memutuskan berlari ke depan menghampiri mereka agar aku tidak sendirian. Tapi rupanya ini belum selesai…
Di ruang depan tempat bapak biasa tidur terlihat makhluk-makhluk berwujud anak kecil itu sedang melakukan sesuatu pada bapak dan ibu yang sedang tidur.
“ Bapak… Ibu! Bangun !!!” aku mencoba membangunkan mereka.
Makhluk itu menyadari kehadiranku , mereka hanya tertawa dan meninggalkan bapak dan ibu dengan tawa yang mengerikan. Yang berbeda kali ini kendi yang mereka bawa seperti terisi sesuatu.
Aku segera menghampiri bapak dan ibu , mereka masih tidak sadar..
aku mencoba menyentuh tubuhnya dan terasa panas dari badan mereka. Berkali-kali aku mencoba membangunkan, namun tidak berhasil.
Di tengah rasa khawatirku, aku memberanikan diri untuk berlari keluar untuk menemui pak Kepala dusun yang tak jauh dari rumahku.
“ Pak… Tolong Pak… “aku mengetuk rumah Pak Kadus dengan keras beberapa kali.
Terlihat lampu di rumah itu masih menyala , dan aku tak menunggu lama hingga pintu rumah itu dibuka.
“Nak Gilang… Kamu kenapa? Ada apa Malam-malam begini? “ Pak Kadus sendiri yang membukakan pintu menyambutku.
“ Ba.. Bapak… sama ibu Pak… Badanya panas, Gilang udah coba bangunin tapi ga bisa-bisa” Aku menjelaskan kondisi bapak dan ibu sambil menahan tangis.
Tanpa banyak bertanya , Pak Kadus segera mengambil beberapa perlengkapan dan mememaniku ke rumah.
Bapak dan ibu masih belum sadar, Pak Kadus mengambil kompres dan mencoba menurunkan demam mereka. Terlihat beberapa warga juga mulai datang membantu.
Aku? Aku hanya menangis memandangi mereka…
“ Nak Gilang… sebenarnya , apa yang sudah terjadi? Kenapa bapak dan ibu bisa begini?” Tanya Pak Kadus.
Cerita mengenai makhluk berwujud anak kecil telanjang dengan kendi atau jembangan tanah liat itu aku ceritakan seluruhnya ke Pak Kadus dan warga. Ternyata memang sudah ada warga yang samar-samar melihat makhluk itu. Hanya saja setiap ada yang memperhatikan makhluk itu menghilang.
Tapi baru kali ini mereka mendengar cerita tentang wujud makhluk itu seutuhnya…
“Nak Gilang, tadi bisa kebangun gimana ceritanya?” Tanya salah seorang warga padaku.
“Tadi Gilang mimpi Pak, kayak denger suara kendi dipukul pake gayung dan ada suara berisik..
tiba-tiba muncul wajah Mbah Karto yang nyuruh Gilang bangun” Jelasku pada mereka.
Mereka terlihat saling memandang,
“ Nak Gilang kok bisa tau itu Mbah Karto? “ tanya salah seorang bertanya lagi.
“Gilang pernah ketemu di hutan jati pas nyari layangan… “
Terlihat warga cukup paham dengan ceritaku.
“ Mungkin.. Mbah Karto bisa nolong bapak dan ibu Gilang , Kalo ga salah Mbah kan juga punya ilmu” Cerita salah seorang warga.
Terlihat Pak Kadus dan warga setuju.
Namun mereka memutuskan untuk merawat bapak dan ibu terlebih dahulu dan besok pagi meminta pertolongan Mbah Karto.
“Pak.. Mas adi dulu juga begini kan? Besoknya udah ga ada kan? Kita ga bisa minta tolong Mbah Karto Sekarang aja? “ Tanyaku yang masih khawatir.
“Ga bisa Gilang, ini sudah larut malam… di hutan ga ada penerangan” Pak Kadus mencoba melarang karena khawatir dengan warga apabila kesana. Apalagi Makhluk itu masih berkeliaran.
Mendengar jawaban itu aku merasa sedih , aku tak bisa menerima kenyataan bila besok bapak dan ibu sudah tidak ada. Tanpa sepatah kata aku berlari meninggalkan rumah dan menuju hutan jati dimana Rumah Mbah Karto berada.
Aku yakin aku ingat letak rumah yang kulihat dari atas pohon saat itu.
Lari… dan terus berlari , tak peduli dengan rasa lelahku. Gelapnya malam sudah tak mampu lagi mengalahkan rasa cemasku akan bapak dan ibu.
Namun samar samar di sepanjang jalan aku mendengar suara seperti di mimpiku tadi..
“ Welwoo.. welwo…”
Aku tak peduli dan terus menerobos hutan jati hingga akhirnya menemukan rumah Mbah Karto.
“Mbahhhh…. Mbahhh. “ Aku berteriak sekeras mungkin dan mengetuk rumah yang di sekitarnya tertanam pohon bambu.
Cukup lama aku mengulang hingga akhirnya Mbah Karto keluar dari rumahnya.
“Heh.. ngapain kamu malam-malam kesini?” Mah karto keluar dan meminta penjelasanku.
“Mbah… tolong bapak sama ibu… “ aku memaksakan diriku untuk bercerita pada Mbah Karto, Namun ia malah meninggalkanku ke dapur dan mengambil minum untuku.
Aneh..sepertinya semua rasa lelahku hilang setelah meneguk air minum pemberian Mbah Karto yang dituangkan pada sebuah gelas yang terbuat dari bambu. Setelah itu aku menceritakan semua yang terjadi pada Mbah Karto.
“Susah Nak Gilang… kalau yang kamu ceritain bener,berarti sukma bapak sama ibumu sudah diambil” Jelas Mbah Karto.
“Terus gimana mbah… Gilang ga mau bapak sama ibu meninggal” Aku memohon pada Mbah Karto dengan penuh harap.
“Kita harus mencari makhluk itu… tapi pasti pasti sulit, kecuali ada petunjuk” Mbah Karto terlihat cukup cemas.
“Tadi saya masih mendengar suara mereka saat berlari ke sini mbah… mungkin belum jauh” Aku mencoba meyakinkan Mbah Karto.
Iya berpikir sejenak dan mulai meninggalkan kursinya.
“Ya sudah.. kita mulai dari sana , Kamu jangan jauh –jauh dari saya” Perintan Mbah Karto.
Kami keluar dan berlari ke arah tempatku mendengar suara-suara makhluk itu , namun suara itu tidak terdengar lagi.
“Tadi kamu dengar suaranya kearah mana? “ tanya Mbah Karto kepadaku.
“ ke sana mbah…” aku menunjuk ke arah hutan jati yang menjadi perbatasan ke desa lain.
Kami berlari menuju ke sana, semakin mendekat kesana .. sayup-sayup terdengar suara seperti yang ku dengar sebelumnya ,
tapi kali ini lebih lambat.
“Wel…. Wo… Wel.. wo… dijaWEL lan digoWO”
Sepertinya Mbah Karto juga sadar dengan suara itu , ia mempercepat langkahnya dan aku sebisa mungkin mengikutinya sampai ke perbatasan desa sebelah.
Dan benar suara itu berasal dari makhluk berwujud anak kecil dengan kulit pucat telanjang dengan membawa kendi besar dan gayung di tanganya. Ia menuju ke desa sebelah seolah sudah mengincarnya.
Aku terdiam tak mampu lebih mendekat, empat makhluk seperti itu terlihat menatap kami dan salah satu yang ku lihat di kamar memandangku dengan wajah mengerikan.
Namun lain dengan Mbah Karto , ia sama sekali tidak gentar dan mendekati makhluk itu namun bocah-bocah itu hanya melompat-lompat dan tertawa seperti meledek.
“ Khi..khi…. khi…” Tawanya terdengar mengerikan dan sangat membekas di telingaku.
Tapi sepertinya rasa khawatirku percuma.
Awalnya Mbah Karto seperti sedang membacakan sebuah doa , Setelahnya.. layaknya orang yang sedang kesal , Mbah Karto menerjang setan itu dan menjambak rambutnya.
Wajah setan yang tertawa itu berubah menjadi kesal namun tanpa bisa memberikan perlawanan sama sekali.
Mbah Karto menjambak , menyeret dan membanting makhluk itu seperti sebuah maianan. Tak ada satupun makhluk yang selamat ,
padahal sebelumnya setan itu bisa menghilang dari pandangan manusia biasa.
Kendi dan benda-benda yang dibawa oleh makhluk itu dihancurkan oleh Mbah Karto, ia seolah mengambil sesuatu dari sana.
“ Sudah.. sekarang kita ke rumahmu!” Perintah Mbah Karto.
“Ta.. tapi setan itu?”Tanyaku yang masih tidak percaya dengan yang kulihat.
“Mereka ga akan lagi berani mengganggu , sebenarnya mereka juga takut sama manusia.. makanya mereka menyerang saat warga tidur” Jelas Mbah Karto.
Kami segera bergegas ke arah rumahku, kali ini hanya terlihat Pak Kadus dan istrinya yang sedang menjaga bapak dan ibu.
“Mbah Karto… “ Pak Kadus memberi salam dengan rasa hormat.
“ Tolong ambilkan air… “ Tanpa basa basi Mbah Karto memberi perintah yang segera dimengerti oleh Pak Kadus.
Segelas air dibacakan doa dan diminumkan ke bapak dan ibu.
Sungguh ajaib , panas dari tubuh bapak dan ibu mereda dengan perlahan.Aku sudah tidak terlalu khawatir lagi.
“Pak Kepala Dusun! Ada kejadian kaya begini kenapa tidak memberi tahu saya?” Ucap Mbah Karto dengan sedikit membentak.
“Ngapunten Mbah.. kami belum berani, ini penyakit atau makhluk halus belum ada yang bisa memastikan sampai kejadian Nak Gilang tadi..” Jawab Pak kepala dusun.
Mbah Karto hanya mengangguk dan memeriksa kondisi bapak dan ibu.
“Kalau ada kejadian begini , kasi tau saya.. walaupun saya jauh tapi kan kalian semua masih cucu-cucu saya juga..” Mbah Karto memberi wejangan pada kami.
“Iya mbah… saya mengerti , lantas soal makhluk – makhluk yang diceritakan Nak Gilang bagaimana mbah?” Tanya pak Kepala Dusun kepada kami.
Mbah Karto menceritakan kejadian selama tadi kami menuju ke Rumah.
Rupanya keberadaan makhluk itu sudah sejak lama diperhatikan oleh Mbah Karto hanya saja ia tidak menyangka makhluk itu akan sampai masuk ke desa dan memakan korban.
Pak Kepala Dusunpun bercerita, sebenarnya Mbah Karto tinggal di hutan jati itu bukan hanya karena senang tinggal di sana. ternyata hutan jati itu adalah perbatasan desa yang sering dilalui makhluk-makhluk halus yang mencoba mencelakai desa ,
Mbah Karto dengan sukarela tinggal di sana untuk menjaga kami dari makhluk-makhluk itu.
Besoknya Bapak dan Ibu sudah pulih seperti biasa dan tidak ada lagi warga yang meninggal dengan tidak wajar. Setelah kejadian itu,
Bapak dan Ibu jadi sering mengajaku mampir ke rumah Mbah Karto hanya untuk sekedar berkunjung atau mengantarkan pemberian seadanya.
Sayangnya, Mbah Karto bercerita.. makhluk-makhluk berbentuk bocah itu tidak hanya yang kami temui.
Masih ada kumpulan dari mereka yang mengincar rumah-rumah yang tidak dijaga setiap malamnya. Tidak ada yang tau kapan dan dimana mereka akan datang.
Hanya rumah yang dijaga dengan doa dan iman dari pemiliknya lah yang akan selamat dari makhluk-makhluk seperti ini.
(Selesai)
Catatan :
Satu lagi cerita tentang Pagebluk ini saya dapatkan dari seorang kerabat di Jawa tengah. Pageblug merupakan wabah pes yang pernah merenggut nyawa ribuan orang di tahun delapan puluhan.
Namun diluar itu sangat banyak cerita berkembang di masyarakat mengenai makhluk penyebab wabah ini.. salah satunya adalah cerita ini.
Mana yang benar tidak perlu diambil pusing, cukup kita ambil positifnya saja dan nikmati ceritanya. Sekian dari saya semoga dapat menghibur dan mohon maaf bila ada salah kata.

#ceritahorror #diosetta #bacahorror

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Diosetta

Diosetta Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @diosetta

5 Aug
LUDRUK TOPENG IRENG

Siap-siap abis maghrib saya upload..
Sambil menunggu tolong bantu retweet ya..
@bacahorror
@IDN_Horor
@ceritaht
@cerita_setann
@qwertyping
@horrornesia

#ludruktopengireng
Yg ga sabar bisa dengerin dulu di podcast @bagihorror , udah di upload semalem.
Cerita ini akan menjawab salah satu "kode" di ending #gendingalasmayit
“ Mas… Rame-rame arep ning endi to? “ (mas.. rame-rame pada mau kemana to?) Tanyaku pada segerombolan pemuda desa yang berjalan menuju keluar desa.
“ Kuwi lho… enek Ludruk , kabeh arep nonton” (itu lho , ada ludruk .. semua pada mau nonton) Jawab salah seorang pemuda .
Read 61 tweets
2 Aug
Lampor.

kita masuk cerita yang agak ringan ya sebelum balik lagi ke #jagadimahleuweung

Mungkin sudah agak telat kalo cerita tentang Lampor. Baru selesai riset juga soalnya.. semoga tetap bisa menghibur d hari terakhir #PPKM

@bacahorror @IDN_Horor @bagihorror @ceritaht #lampor Image
“ Ibu… itu kenapa ada rame-rame di depan rumah Kepala Desa” Tanyaku pada Ibu saat melewati rumah pak Kepala Desa sepulang dari pasar “
“ Ibu kurang tau Narti , katanya ada warga desa yang hilang udah beberapa hari…” Jawab Ibu padaku.
Kami berjalan melewati rumah Kepala Desa tanpa mencari tahu, padahal aku benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi.

Sesampainya di rumah , terlihat Bapak juga baru sampai dari menjual hasil kebun di kota sebelah.
Read 61 tweets
29 Jul
Gending Alas Mayit
Part Akhir - Tataran Pungkasan ( Pertunjukan Akhir)

Upload jam 23.00 , Sambil nunggu bantu retweet dulu ya...

@bacahorror @IDN_Horor @qwertyping @bagihorror @cerita_setann @ceritaht
Semua kenangan indah tentang Laksmi teringat dengan jelas di pikiranku ketika melihat senyumnya lagi.
Perlahan Laksmi berjalan di depanku , air dari sendang banyu ireng mulai menutupi hingga ke pinggangku. Namun sampai di tengah sendang, aku melepaskan tangan Laksmi.
Sebuah Gong tua dengan akar pohon beringin yang membatu berada di hadapanku. Sebelum Laksmi sempat menoleh aku membacakan ajian penguat raga dan memukul sekeras-kerasnya ke arah batu itu hingga hancur berkeping-keping.
Read 77 tweets
29 Jul
Yang sudah kalian tunggu-tunggu , sebuah persembahan untuk kalian..

Gending Alas Mayit Part 7 - Pagelaran Tengah Wengi

@bacahorror @IDN_Horor @cerita_setann @ceritaht @qwertyping
jangan lupa bantu retweet dan dengerin di podcast @bagihorror ya.. Image
Suara alunan gamelan yang mendayu-dayu terdengar dengan sangat indah , tetesan air yang jatuh ke sendang membuat suara itu menjadi terlalu nyaman untuk didengar. Namun sayangnya suara ini berasal dari demit-demit di alas mayit.
Indahnya suara gamelan itu memancing seluruh penghuni alas mayit untuk berkumpul di tempat ini, mulai dari pocong, makhluk raksasa bertubuh besar, hingga mayat-mayat dengan tubuh yang tak berbentuk menyaksikan kami dari seluruh penjuru hutan, seolah menyaksikan suatu pertunjukan.
Read 58 tweets
26 Jul
Makhluk di Pohon Beringin Asrama

hasil rewrite tulisan cerita pertama saya dulu sekaligus Prolognya #imahleuweung... semoga menghibur

@bacahorror @bagihorror @ceritaht @cerita_setann @IDN_Horor
Hari ini sebenarnya bukan hari yang kutunggu-tunggu , Karna… mulai hari ini aku akan pindah sekolah dari ibu kota ke sebuah sekolah di daerah pegunungan lengkap dengan asrama tempat aku akan tinggal nanti.
Sepanjang perjalanan aku hanya menikmati pemandangan sambil memikirkan bagaimana kehidupanku di sana saat berpisah pada kedua orang tuaku. Tinggal di asrama sama sekali tidak pernah kubayangkan , apalagi aku sering mendengar mengenai kenakalan anak-anak asrama.
Read 33 tweets
23 Jul
Sumur Pemakan Tumbal

Satu-satunya sumber air di desa tak pernah berhenti meminta tumbal

@bacahorror @IDN_Horor @bagihorror @qwertyping @ceritaht @Penikmathorror

Disclaimer : Nama desa dan tokoh bukan nama sebenarnya Image
Kejadian ini terjadi di suatu desa perbatasan jawa tengah dan jawa timur , tepatnya di era 80an ketika pembangunan belum menyeluruh hingga ke kepelosok pelosok desa.
Sebuah desa , sebut saja namanya desa Jatialas merupakan sebuah desa yang dikenal dengan hasil kerajinan tangan yang menjadi komoditas desa.
Perkenalkan , aku Rani .. salah satu warga desa Jatialas yang hidup sangat berkecukupan di desa ini.
Read 33 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(